Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Nashiruddin Makul : Hukum bisnis

NIM : 7211414208

Jurusan : Akuntansi (Fakultas Ekonomi)

Rombel : C (2014)

Kasus Pelanggaran di

Pasar Modal
Kejahatan di bidang pasar modal adalah kejahatan yang khas

dilakukan oleh pelaku pasar modal dalam kegiatan pasar modal.

Secara internasional, kasus-kasus kejahatan di bidang pasar modal

bermodus tidak jauh berbeda dengan kejahatan konvensional lainnya.

Di Indonesia praktik kejahatan pasar modal biasanya ditemukan

di sektor perbankan dan kasus pencucian uang hasil korupsi. Melalui

penelusuran singkat, diketahui bahwa praktik kejahatan pasar modal

juga merupakan faktor yang menimbulkan krisis ekonomi pada 1998,

kasus BLBI, dan kasus Bank Sarijaya Sekuritas.

Kejahatan pasar modal merupakan salah satu kejahatan

tercanggih di dunia yang umumnya dilakukan dengan modus operandi

yang sangat rumit dan tidak gampang untuk dilacak. Di samping modus

operandinya yang canggih-canggih, para pelaku kejahatan pasar modal

juga umumnya terdiri dari orang-orang terpelajar sehingga dikatakan

bahwa kejahatan pasar modal termasuk ke golongan kejahatan kerah

putih (white collar crime). Karena itu kejahatan pasar modal sulit untuk

dibuktikan.

Berikut ini merupakan contoh kasus pelanggaran di pasar modal :


a. Kasus reksa dana PT. Sarijaya Permana Sekuritas. Kasus ini

melibatkan Herman Ramli bersama dua direksi PT Sarijaya

Permana Sekuritas. Akibat ulah ketiga orang tersebut, 13.074

nasabah menderita kerugian sebesar Rp. 235,6 milyar. Berawal

dari perbuatan Herman yang secara bertahap memerintahkan

stafnya, Setya Ananda, untuk mencari nasabah nominee pada

tahun 2002. Sampai tahun 2008, sudah terhimpun 17 nasabah

nominee yang sebagian besar adalah pegawai grup perusahaan

Sarijaya. Kemudian, dibukakanlah ke tujuh belas nasabah

nominee ini rekening. Rekening itu digunakan Herman untuk

melakukan transaksi jual/beli saham di bursa efek. Namun,

karena dana dalam rekening 17 nasabah nominee ini tidak

mencukupi untuk melakukan transaksi, maka Herman meminta

Lanny Setiono (stafnya) untuk menaikkan batas transaksi atau

Trading Available (TA). Lalu, Lanny menindak-lanjutinya dengan

memerintahkan bagian informasi dan teknologi (IT) untuk

memproses kenaikan TA 17 nasabah nominee tersebut. Tapi,

untuk menaikkan TA, sebelumnya harus mendapat persetujuan

dari para direksi Sarijaya, yaitu Teguh, Zulfian, dan Yusuf Ramli,

Direktur Utama Sarijaya. Walau mengetahui dana yang terdapat

pada rekening ketujubelas nasabah nominee tidak mencukupi,

para direksi tetap memberikan persetujuan untuk menaikkan TA.

Sehingga, Herman dapat melakukan transaksi jual/beli saham di

bursa efek. Padahal, transaksi yang dilakukan Herman, tanpa

sepengetahuan atau order dari para nasabah. Selama kurang

lebih enam tahun, Herman melakukan transaksi jual/beli saham

dengan menggunakan rekening ketujuhbelas nasabah nominee.

Dan untuk membayar transaksi itu, Herman medebet dana 13074


nasabah yang tersimpan di main account Sarijaya. Menurut

pendapat saya kasus pelanggaran di pasar modal di atas

merupakan kategori penggelapan dan pencucian uang.

b. Terkuaknya skandal bail-out Bank Century pada tahun 2008

ternyata membuka skandal lainnya, yaitu skandal reksadana

fiktif PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia, yang menunjukkan

kepada publik akan adanya kelemahan lain dalam sistem

keuangan Indonesia. Ketika para nasabah Bank Century

melakukan penarikan dana besar-besaran atas dana mereka

yang tersimpan di rekening tabungan maupun deposito, ternyata

ada pula nasabah yang ingin mencairkan investasi mereka

berupa unit penyertaan reksadana PT Antaboga Delta Sekuritas

Indonesia yang mereka beli dari Bank Century sejak tahun 2002.

Belakangan diketahui bahwa reksadana tersebut merupakan

reksadana fiktif dan tidak terdaftar di Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan karenanya

Bapepam-LK menyatakan tidak bertanggung jawab atas

peristiwa tersebut. Di sisi lain, Bank Indonesia juga menyatakan

tidak bertanggung jawab atas pengawasannya karena produk

tersebut bukan merupakan produk perbankan. Hingga saat ini

diperkirakan terdapat dana nasabah senilai Rp1,45 triliun atas

reksadana fiktif tersebut yang belum jelas pengembaliannya.

Bank Century juga menyatakan lepas tangan karena dana bail-

out yang diterima hanya diperuntukkan untuk membiayai

kewajiban yang tersaji pada Neraca bank. Total aset PT

Antaboga Delta Sekuritas (ADS) tidak sampai sebesar Rp 1

miliar, padahal dana nasabah yang hilang triliunan rupiah. Dalam

penerbitan produk reksa dana bodong Antaboga


berjenis discretionary Fund, yang kemudian dipasarkan oleh Bank

Century, sebagai agen penjual, selain tidak tercatat dalam data reksa

dana Bapepam-LK, dana yang diperoleh dari nasabah Bank Century itu

dibawa kabur oleh Robert Tantular sebagai pengendali Bank Century

dan Antaboga. Semua produk Antaboga itu, dipasarkan oleh Bank

Century. Dananya kemudian ditransfer ke rekening Antaboga yang ada

di Bank Century, selanjutnya ditransfer ke rekening Robert Tantular

dan teman-temannya. Akhirnya, otoritas pasar modal menyarankan

kepada pihak yang berwenang untuk melakukan pengejaran terhadap

aset-aset Robert Tantular di luar negeri. Jika aset Robert Tantular ini

ditemukan maka dapat membayar dana nasabah yang telah hilang.

Menurut pendapat saya kasus pelanggaran di pasar modal di atas

merupakan kategori manipulasi.

Anda mungkin juga menyukai