Anda di halaman 1dari 6

12 MARET 1966, SOEHARTO BUBARKAN PKI

Partai Komunis Indonesia (PKI) resmi dibubarkan tak lebih dari 24 jam setelah Letjen
Soeharto menerima mandat Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).
Sejarah Hari ini (Sahrini) Liputan6.com mencatat, Sabtu, 12 Maret 1966, Soeharto
membubarkan PKI melalui keputusan Nomor 1/3/1966. Keputusan itu menyatakan;
pertama, membubarkan PKI termasuk semua bagian organisasinya dari tingkat pusat
sampai daerah beserta semua organisasi yang seasas/berlindung/bernaung di bawahnya; 2)
PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Tindakan Soeharto tentu atas nama Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia/Mandataris MPRS/Pemimpin Besar Revolusi Soekarno.
Baca Juga

Misteri di Balik Supersemar yang Mengubah Wajah Indonesia


Tindakan itu tentu terkait tindakan PKI pada tragedi tahun sebelumnya (1965). Soeharto
menyebutkan adanya aksi-aksi gelap yang dilakukan sisa-sisa kontrarevolusi Gerakan 30
September/PKI. Aksi-aksi gelap itu berupa penyebaran fitnah, hasutan, desas-desus, adu
domba, dan usaha penyusunan kekuatan bersenjata. Aksi-aksi gelap itu dianggap
membahayakan jalannya revolusi.
Dalam sebuah video yang diunggah akun Twitter @videosejarah, memperlihatkan kembali
penuturan Soeharto soal asal muasal Supersemar dan pembubaran PKI.
"11 Maret ada sidang kabinet, dan saat itu ada pemberitaan soal Istana sedang dikepung.
Sampai Bung Karno akhirnya dipindahkan ke (Istana) Bogor," kata Soeharto dalam video
itu
Ia melanjutkan, saat itu ia tidak bisa menemani Soekarno ke Istana Bogor dengan alasan
sedang sakit.
Namun, ada seorang utusan yakni Basuki Rahmat yang saat itu menjabat sebagai Panglima
Kodam untuk menghadap Soeharto. Saat bertemu, Soeharto minta dititipkan salam kepada
Soekarno dan memberi tahu soal kondisi kesehatannya yang kurang baik saat itu.
Ia juga meminta agara disampaikan pesan untuk Soekarno.
"Lalu dia tanya 'pesan apa, Pak?'. Sampaikan salam dan hormat saya dan sampaikan kalau
saya sakit. Lalu sampaikan kalau saya diberi kepercayaan, keadaan ini saya atasi," ungkap
Soeharto.
Bung Karno Sempat Marah

Peristiwa Supersemar | Via: Istimewa


Lalu, mereka pun bertemu dengan Soekarno dan menyampaikan apa yang dipesankan
Soeharto. Dia menyebut Bung Karno sempat marah-marah.
"Setelah di sana lapor, semua dimarahi beliau (Soekarno). Tapi lalu bagaimana cara
mengatasi ini, percayakan pada Pak Harto. Lalu akhirnya dibuat surat tertulis dan dibuat 3.
Akhirnya 11 Maret ditandatangani dan isinya memberi wewenang kepada saya, dimana
perlu untuk mengambil tindakan atas nama beliau (Soekarno) untuk mengamankan
perjuangan revolusi dan sebagainya. Itu suatu wewenang yang luar biasa," kata Soeharto.
Lalu, surat itu pun disampaikan kepadanya dan saat itu dia putuskan untuk
membubarkan PKI.
"Dan persyaratan sebelum ambil keputusan, ada koordinasi dengan menteri-menteri
Panglima Angkatan. Saat itu rapat di Kostrad, dan semua dikonsep. Setelah jam 1 malam
(12 Maret) saya tandatangani, jadi berlaku perintah bubarkan PKI," ujar Soeharto.
Dan, pada 12 Maret 1966 pagi, surat tersebut diumumkan.
"Saya ditanya, pak apa nggak keliru itu pembubaran PKI, saya bilang ndak. Di surat
perintah ndak ada? ya ndak ada," kata Soeharto sambil tertawa.
Beberapa hari kemudian, Soeharto menghadap Soekarno ke Jakarta dan melaporkan kalau
ia telah melakukan pembubaran PKI.
Peristiwa Gerakan 30 September dan langkah pembalasannya meninggalkan luka
begitu mendalam hingga hari ini.
Para prajurit bersenjata mengangkut para terduga anggota Pemuda Rakyat, pada 10
Oktober 1965, dua hari sebelum diumumkannya penangkapan Letkol Untung.
Tanggal 30 September malam, sejumlah prajurit Tjakrabirawa pimpinan Letkol Untung
bergerak menculik enam jenderal dan seorang kapten: Komandan TNI AD, Jenderal
Ahmad Yani, Letnan Jenderal Suprapto, Letnan Jenderal MT Haryono, Letnan Jenderal S
Parman, Mayor Jenderal DI Pandjaitan, Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, dan Kapten
Pierre Tendean. Jenazah mereka kemudian ditemukan di sebuah sumur di Lubang Buaya,
Jakarta.

Panglima TNI Jenderal AH Nastion lolos, namun putrinya Ade Irma Suryani tewas,
sementara ajudannya, Kapten Pierre Tendean, jadi korban, diculik bersama enam jenderal:
Hak atas foto Getty Images Image caption Markas Partai Komunis Indonesia (PKI) di
Jakarta, pada 8 Oktober, hancur lebur oleh amukan massa, menyusul Peristiwa G30S. Hak
atas foto Carol Goldstein/Keystone/Getty Images Image caption 13 Oktober 1965:
Sekelompok mahasiswa Muslim membakar markas Pemuda Rakyat di Jakarta.
Panglima Kostrad, Mayjen Soeharto bergerak cepat, memadamkan pemberontakan.
Perburuan pada para pelaku G30S dilakukan cepat. PKI dinyatakan berada di balik gerakan
pengambil alihan kekuasaan dengan kekerasan. Para tokohnya diburu dan ditangkap.
Hak atas foto Getty Images Image caption Serdadu mengawasi para tersangka Komunis
yang ditahan di sebuah lokasi di Tangerang, Oktober 1965
Sebagian tokoh PKI diadili di mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), sebagian dijatuhi
hukuman mati. Ketua PKI, DN Aidit yang dituding merancang gerakan ini bersama ketua
Biro Chusus PKI, Sam Kamaruzzaman melarikan diri ke Jawa Tengah, namun kemudian
bisa ditangkap, dan dibunuh.

Sejumlah serdadu, tak jauh dari rongsokan sebuah mobil yang terbakar di hari-hari awal
Oktober 1965, menyusul gagalnya G30S.
Terjadi penangkapan besar-besaran terhadap para anggota atau siapa pun yang dianggap
simpatisan atau terkait PKI, atau organisasi-organisasi yang diidentikan komunis, seperti
Lekra, CGMI, Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia (BTI), Gerakan wanita Indonesia
(Gerwani), dll.

Seorang terduga simpatisan G30S dipriksa di bawah todongan senjata.


Sebagian terbunuh. Sejumlah laporan menyebut, jumlah yang dibunuh begitu saja
setidaknya mencapai 500.000 orang di berbagai daerah, khususnya di Pulau Jawa dan Bali.
Hak atas foto Bettmann / Getty Images Image caption Seorang mahasiswa keturunan Cina
melindungi mukanya saat dicemooh dan diserang secara fisik oleh sejumlah pemuda yang
menyerang Universitas Res Publika, pada 15 Oktober. Polisi dan tentara menangkap 40
mahasiswa -tak seorang pun di antaranya yang merupakan pengunjuk rasa.

Massa Islam menghancurkan universitas Res Publica, perguruan tinggi yang diidentikkan
dengan PKI dan Partai Komunis Cina,. Hak atas foto Carol Goldstein/Keystone/Getty
Images Image caption Oktober 1965: Sejumlah mahasiswa dari beberapa kelompok Islam
dalam demonstrasi di jakarta menuntut pembubaran PKI.
Berbagai kelompok turun ke jalan, menuntut pembubaran PKI. Sebagian juga
menghancurkan markas PKI di berbagai daerah, dan menyerang lembaga-lembaga, toko,
kantor, juga universitas yang dituding terkait PKI.
Prajurtit TNI berjaga di depan Istana Bogor, saat sejumlah mahasiswa berbagai kalangan
yang berusaha mendekati presiden Soekarno, menyusul gagalnya kudeta G30S.
Puluhan ribu orang dibuang ke Pulau Buru, dipekerjakan, tanpa pengadilan. Termasuk
sastrawan yang namanya mendunia, Pramoedya Ananta Toer.
Dan akhirnya, G 30 S menandai naiknya Mayjen Soeharto dan jatuhnya Presiden
Soekarno.
Tentara menangkap dan memamerkan sejumlah orang yang diduga anggota dan simpatisan
PKI di Blitar, Jawa Timur salah satunya adalah Putmainah, tokoh Gerwani dan anggota
DPRD dari Fraksi PKI di Blitar.
Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan
Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Akhirnya, 11 Maret 1966, Presiden Sukarno, diikuti Mayjen Soeharto mengumumkan


Surat Perintah Sebelas Maret di Istana Bogor, yang mengalihkan kekuasaan kepada
perwira yang kemudian berkuasa selama 32 tahun.
Begitu banyak versi, begitu banyak tafsir, begitu wacana. Juga begitu banyak korban,
kebencian, dan saling tuding. Sampai sekarang berbagai upaya -dan niat- untuk
menuntaskannya, tutup buku dari bab gelap sejarah Indonesia itu, tak kunjung berhasil.
Hak atas foto Getty Images Image caption Sebagian kalangan menganggap Soeharto
memanfaatkan G30S untuk merebut kekuasaan, dan sesudahnya melakukan pembasmian
terhadap para simpatisan komunis dan kalangan kiri, termasuk pembunuhan ratusan ribu
orang.
G30 S, PKI, komunisme, pembunuhan ratusan ribu orang itu kian lama justru kian jadi
abstrak: topik yang muncul setiap waktu, khususnya bulan September, dan kini juga setiap
ada pembicaraan tentang politik, pemilihan kepala daerah, juga pemilihan presiden.

Anda mungkin juga menyukai