Anda di halaman 1dari 42

I.

KONSEP DASAR TEORI


A. Anatomi Fisiologi

Gambar. Anatomi Fisiologi Pernapasan

1. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Atas


Saluran pernapasan bagian atas terbagi atas :
a. Lubang hidung (cavum nasi)
Hidung terbentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Bagian
dalam hidung merupakan lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan
kanan oleh sekat. Rongga hidung mengandung rambut yang berfungsi sebagai
penyaring kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan hidung
terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan
lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk kedalam saluran
pernapasan. Bagian luar dinding terdiri dari kulit. Lapisan tengah terdiri dari
otot-otot dan tulang rawan. Lapisan dalam terdiri dari selaput lender yang
berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah
3 buah yaitu: konka nasalis inferior, konka nasalis media, dan konka nasalis
superior. Diantara konka nasalis terdapat 3 buah lekukan meatus, yaitu: meatus
superior, meatus inferior dan meatus media. Meatus-meatus ini yang dilewati
oleh udara pernafasan sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan
dengan tekak yang disebut koana (Mansjoer, 2008).
b. Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Sinus
berfungsi untuk : membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan
berat tulang tengkorak, mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.
c. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13cm) yang letaknya
bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada
ketinggian tulan rawan krikoid. Berdasarkan letaknya,faring dibagi menjadi
tiga yaitu dibelakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-faring), dan
belakang laring (laringo-faring).
d. Laring
Laring sering disebut dengan ”voice box” dibentuk oleh struktur epiteliumlined
yang berhubungna dengan faring dan trakhea. Laring terletak dianterior tulang
belakang ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada di posterior laring.
Saluran udara dan bertindak sebagai pembentuk suara. Pada bagian pangkal
ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis, yang terdiri dari
tulang-tulanng rawan yang berfungsi ketika menelan makanan dengan
menutup laring. Terletak pada garis tengah bagian depan leher, sebelah dalam
kulit, glandula tyroidea, dan beberapa otot kecil, dan didepan laringofaring dan
bagian atas esopagus.Cartilago/tulang rawan pada laring ada 5 buah, terdiri dari
sebagai berikut: cartilago thyroidea 1 buah di depan jakun (Adam’s apple) dan
sangat jelas terlihat pada pria, cartilago epiglottis 1 buah, cartilago cricoidea 1
buah, cartilago arytenoidea 2 buah yang berbentuk beker (Mansjoer, 2008).
2. Saluran Nafas Bagian Bawah
a. Trachea atau Batang tenggorok
Merupakan tabung fleksibel dengan panjang kira-kira 10 cm dengan lebar 2,5
cm. Trachea berjalan dari cartilago cricoidea kebawah pada bagian depan leher
dan di belakang manubrium sterni, berakhir setinggi angulus sternalis (taut
manubrium dengan corpus sterni) atau sampai kira-kira ketinggian vertebrata
torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang
rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi
lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa
jaringan otot.
b. Bronchus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
ke samping ke arah tampuk paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar,
dan lebih vertikal daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis
dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut
bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang
kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis, sebelurn dibelah menjadi
beberapa cabang yang berjalan ke lobus atas dan bawah. Cabang utama
bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan
kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli
(kantong udara).
c. Paru-Paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri atas kecil
gelembung-gelembung (alveoli). Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus
terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi
oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
asinus atau kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0
cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus
Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3
lobus (lobus pulmo dekstra superior lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo
dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus : lobus sinistra
superior dan lobus sinistra inferior (Mansjoer, 2008).
3. Fisiologi Sistem Pernafasan Respirasi
Fisiologi sistem respirasi dibagi menjadi dua bagian ,yaitu respirasi eksternal
dimana proses pertukaran O2 dan CO2 ke dan dari paru ke dalam O2 masuk ke dalam
darah dan CO2 + H2O masuk ke paru paru darah. kemudian dikeluarkan dari tubuh
dan respirsai internal/respirasi sel dimana proses pertukaran O2 & CO2 di tingkat
sel biokimiawi untuk proses kehidupan. Proses pernafasan terdiri dari 2 bagian,
yaitu sebagai berikut :
a. Ventilasi pulmonal
Ventilasi pulmonal yaitu masuk dan keluarnya aliran udara antara atmosfir dan
alveoli paru yang terjadi melalui proses bernafas (inspirasi dan ekspirasi)
sehingga terjadi disfusi gas (oksigen dan karbondioksida) antara alveoli dan
kapiler pulmonal serta ransport O2 & CO2 melalui darah dan dari sel jaringan.
Mekanik pernafasan Masuk dan keluarnya udara dari atmosfir ke dalam paru-
paru dimungkinkan olen peristiwa mekanik pernafasan yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Inspirasi (inhalasi) adalah masuknya O2 dari atmosfir & CO2 ke
dalam jalan nafas. Dalam inspirasi pernafasan perut, otot difragma akan
berkontraksi dan kubah difragma turun (posisi diafragma datar), selanjutnya
ruang otot intercostalis externa menarik dinding dada agak keluar, sehingga
volume paru-paru membesar, tekanan dalam paru-paru akan menurun dan lebih
rendah dari lingkungan luar sehingga udara dari luar akan masuk ke dalam
paru-paru.Ventilasi Selama inspirasi udara mengalir dari atmosfir ke alveoli.
Selama ekspirasi sebaliknya yaitu udara keluar dari paru-paru. Udara yg masuk
ke dalam alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfir. Udara yg
dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai suhu sama dengan tubuh.
Difusi Yaitu proses dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 pada pertemuan
udara dengan darah. Tempat difusi yg ideal yaitu di membran alveolar-kapilar
karena permukaannya luas dan tipis. Pertukaran gas antara alveoli dan darah
terjadi secara difusi. Tekanan parsial O2 (PaO+) dalam alveolus lebih tinggi
dari pada dalam darah O2 dari alveolus ke dalam darah. Sebaliknya (PaCO2)
darah > (PaCO2) alveolus sehingga perpindahan gas tergantung pada luas
permukaan dan ketebalan dinding alveolus. Transportasi gas dalam darah O2
perlu ditrasport dari paru-paru ke jaringan dan CO2 harus ditransport kembali
dari jaringan ke paru-paru. Beberapa faktor yg mempengaruhi dari paru ke
jaringan , yaitu:
1) Cardiac out put.
2) Jumlah eritrosit.
3) Exercise
4) Hematokrot darah akan meningkatkan vikositas darah mengurangi
transport O2 menurunkan CO (Mansjoer, 2008).
b. Perfusi pulmonal
Merupakan aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonal dimana O2 diangkut
dalam darah membentuk ikatan (oksi Hb) / Oksihaemoglobin darah natrium
(98,5%) sedangkan dalam eritrosit bergabung dgn Hb dalam plasma sbg O2 yg
larut dlm plasma (1,5%). CO2 dalam ditrasportasikan sebagai bikarbonat, alam
eritosit sebagai bikarbonat, dalam plasma sebagai kalium bikarbonat , dalam
larutan bergabung dengan Hb dan protein plasma. C02 larut dalam plasma
sebesar 5 – 7 %, HbNHCO3 Carbamoni Hb (carbamate) sebesar 15 – 20 % ,
Hb + CO2 HbC0 bikarbonat sebesar 60 – 80% (Mansjoer, 2008). Pengukuran
volume paru Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut
volume paru dan kapasitas paru. Volume paru dibagi menjadi:
1) Volume tidal (TV) yaitu volume udara yang dihirup dan dihembuskan
setiap kali bernafas.
2) Volume cadangan inspirasi (IRV) , yaitu volume udara maksimal yg dapat
dihirup setelah inhalasi normal.
3) Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat
dihembuskan dengan kuat setelah exhalasi normal.
4) Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah
ekhalasi maksimal (Mansjoer, 2008).

B. Definisi
Infeksi saluran pernafasan akut adalah proses peradangan yang disebabkan oleh virus,
infeksi bakteri, atipikal (Mycoplasma) atau aspirasi zat asing, yang melibatkan salah
satu atau seluruh bagian saluran pernafasan (Wilson & Hockenberry, 2008).
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang
menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari,
ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini
mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin,
2008).
ISPA adalah infeksi yang disebabkan mikroorganisme distruktur saluran nafas atas
yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas, termasuk rongga hidung, faring, dan laring,
yang dikenal dengan ISPA antara lain pilek, faringitis (radang tenggorokan), laringitis,
dan influenza tanpa komplikasi (Elizabeth J. Cormin, 2009).
ISPA adalah Infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14 hari yang dapat
ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernafasan yang mengandung
kuman yang terhirup oleh orang sehat (Depkes RI, 2012).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang
tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari yang
dikenal dengan ISPA antara lain pilek, faringitis (radang tenggorokan), laringitis, dan
influenza tanpa komplikasi yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin
maupun udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat.

C. Epidemiologi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dikenal sebagai salah satu penyebab kematian
utama pada bayi dan anak balita di negara berkembang. ISPA menyebabkan empat
dari 15 juta kematian pada anak berusia di bawah lima tahun pada setiap tahunnya,
sebanyak dua per tiga kematian tersebut adalah bayi. Hampir empat juta orang
meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98% nya disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan bawah. Tingkat mortalitas akibat ISPA pada bayi, anak dan orang lanjut
usia tergolong tinggi terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah
dan menengah. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat
inap di sarana pelayanan kesehatan terutama pada bagian perawatan anak (WHO,
2008).
ISPA hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di
negara berkembang. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia
diperkirakan terjadi tiga sampai enam kali per tahun. ISPA merupakan salah satu
penyebab utama kunjungan klien di sarana pelayanan kesehatan yaitu sebanyak 40-
60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat di rawat jalan
dan rawat inap rumah sakit (Depkes RI, 2009).

D. Etiologi
Penyebab ISPA menurut Widoyono (2010) terdiri dari :
Bakteri :Diplococcus Pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae dan lain-lain.
Virus : Influenza, Adenovirus, Sitomegalovirus
Jamur : Aspergilus sp, Candidad albicans, Histoplasma, dan lain-lain
Aspirasi : Makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (Bahan Bakar
Minyak) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda
asing (biji-bijian, mainan plastik kecil)
Faktor yang beresiko untuk terjadinya infeksi saluran pernafasan akut, yaitu gizi
kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan ASI yang memadai, polusi udara,
kepadatan tempat tinggal, imunisasi tidak memadai, defisiensi vitamin A, tingkat
sosial ekonomi rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, dan tingkat pelayanan
kesehatan rendah (Depkes RI, 2010). Virus penyebab ISPA berkisar 90-95% terutama
ISPA atas, penyebab infeksi ini dapat sendirian atau bersama-sama secara simultan.
Menurut Ditjen PP & PL (2012) faktor-faktor risiko yang dapat mempengaruhi
peningkatan morbiditas dan mortalitas ISPA antara lain:
1) Status gizi balita
Asupan gizi seseorang dapat mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap infeksi.
Balita merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai permasalahan
kesehatan dan apabila asupan gizinya kurang maka akan sangat mudah terserang
oleh infeksi.
2) Imunisasi
Imunisasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan kekebalan tubuh agar
terhindar dari infeksi. Imunisasi yang lengkap terdiri dari vaksin polio, vaksin
campak, vaksin BCG, vaksin DPT, dan vaksin Toxoid Difteri. Imunisasi yang tidak
lengkap dapat menjadi salah satu faktor risiko terjadinya penyakit ISPA karena
tubuh balita menjadi lebih rentan (Riyadi, 2009).
3) Polusi udara lingkungan
Polusi udara dapat menimbulkan penyakit ISPA dan dapat memperberat kondisi
seseorang yang sudah menderita pneumonia, terutama pada balita. Asap dapur yang
masih menggunakan kayu bakar dapat menjadi faktor penyebab polusi apabila
ventilasi rumah kurang baik dan tata letak rumah yang kurang sesuai. Selain itu
asap rokok yang terdapat pada udara rumah juga dapat menjadi salah satu faktor
penyebab ISPA. Pajanan di dalam ruangan terhadap polusi udara sangat penting
karena anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah (WHO, 2012).
4) Perilaku hidup bersih dan sehat
Menurut Proverawati (2012) perilaku hidup bersih dan sehat menjadi salah satu
kebutuhan dasar yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi
perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga. Keluarga yang
melaksanakan PHBS dapat meningkatkan derajat kesehatan keluarga tersebut dan
anggota keluarganya menjadi tidah mudah sakit.

E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri tenggorokan,
batuk dengan dahak kuning/putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu
badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia,
mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya
menunjukkan adanya penyulit. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi
buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah:
kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah
volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing,
demam dan dingin.
F. Patofisiologi
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang
mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernafasannya.
Kemudian terjadi infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas. Infeksi oleh
bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri, sehingga menimbulkan
mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara inspirasi dirongga hidung,
refleksi batuk, refleksi epiglotis, pembersihan mukosilier dan fagositosis, karena
menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati
mekanisme sistem pertahanan tersebut akibatnya terjadi invasi di daerah-daerah
saluran pernapasan atas maupun bawah (Fuath, 2008).
H. Klasifikasi
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2009):
1. ISPA ringan adalah seorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala
batuk, pilek dan sesak.
2. ISPA sedang apabila timbul gejala-gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39%C0
dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3. ISPA berat apabila kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu makan
menurun.

I. Gejala Klinis
Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernapasan menurut Depkes RI (2010)
dapat berupa :
1. Batuk
2. Kesulitan bernapas
3. Sakit tenggorokan
4. Pilek
5. Demam
6. Sakit kepala
Menurut Ditjen PP&PL (2012) menyebutkan tanda dan gejala penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) adalah sebagai berikut:
1) Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan mengalami ISPA ringan apabila ditemuan satu atau lebih
dari gejala-gejala sebagai berikut:
a) Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
b) Tidak ada napas cepat, frekuensi napas kurang dari 50 kali/menit pada anak
umur 2 - <12 bulan, dan kurang dari 40 kali/menit pada umur 12 bulan - <5
tahun
2) Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan mengalami ISPA sedang apabila ditemukan satu atau
lebih dari gejala-gejala sebagai berikut:
a) Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
b) Adanya napas cepat yakni 50 kali/menit atau lebih pada anak umur 2 - <12
bulan, dan 40 kali/menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun
3) Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan mengalami ISPA berat apabila ditemuan satu atau lebih
dari gejala-gejala sebagai berikut:
a) Tidak bisa minum
b) Kejang
c) Kesadaran menurun atau sukar dibangunkan
d) Stridor pada waktu anak tenang
e) Gizi buruk
f) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
J. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ISPA adalah :
1. Penemonia
2. Bronchitis
3. Sinusitis
4. Laryngitis
5. Kejang deman (Soegijanto, S. 2009)

K. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium
terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus,
serologis, diagnostik virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena
bakteri dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.
Diagnosis ISPA sering dilakukan secara klinis. Namun apabila terjadi komplikasi
seperti pneumonia berat, biasanya diperlukan pemeriksaan laboratorium dan rontgen.
Pada kondisi tertentu seperti demam yang berkepanjangan mungkin diperlukan
pemeriksaan laboratorium. Diskusikan dengan dokter anda mengenai pemeriksaan
ISPA.

L. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut :
a. Pencegahan dapat dilakukan dengan :
1. Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
2. Imunisasi.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan.
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
b. Prinsip perawatan ISPA antara lain :
1. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2. Meningkatkan makanan bergizi
3. Bila demam beri kompres dan banyak minum
4. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu tangan
yang bersih.
5. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
6. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut masih
menetek
c. Pengobatan antara lain :
1. Suportif : meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,
pemberian multivitamin dll.
2. Antibiotik :
a) Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
b) Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
c) Menurut WHO :
 Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol, Amoksisillin, Ampisillin,
Penisillin Prokain,
 Pnemonia berat : Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin,
gentamisin.
 Bukan pneumonia : tanpa memberikan antibiotik, diberikan perawatan
dirumah. Untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat
batuk lainnya yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti
kodein,dekstrometorfan antihistamin, bila disertai demam diberikan obat
penurun panas yaitu parasetamol.
 Antibiotik lain : Sefalosforin, quinolon dll.
Pengobatan pada ISPA menurut Depkes RI (2010) adalah sebagai berikut :
1. Pneumonia berat, dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotika melalui jalur infus
diberi oksigen dan sebagainya.
2. Pneumonia, diberi obat antibiotik melalui mulut. Pilihan obatnya kotrimoksazol
jika terjadi alergi atau tidak cocok dapat diberikan amoxilin, penisilin dan ampisilin.
3. Bukan pneumonia, tanpa pemberian obat antibiotik, diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan
tenggorokan di dapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcus
dan harus diberi antibiotic selama 10 hari.
Beberapa perawatan yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA di rumah menurut Depkes RI (2010) yaitu :
1. Mengatasi Panas (Demam)
Anak usia 2 bulan-5 tahun, demam diatasi dengan memberikan paracetamol atau
dengan kompres, bayi di bawah 2 bulan dengan demam harus segera di rujuk.
Paracetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya,
tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
2. Mengatasi Batuk
Anjurkan memberi obat batuk yang aman dengan ramuan tradisional yaitu jeruk
nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh diberikan tiga
kali sehari.
3. Pemberian Makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tapi berulang-ulang yaitu lebih
sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang
menyusu tetap diteruskan.
4. Pemberian Minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari
biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan
menambah parah sakit yang diderita.
5. Lain-Lain
Mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, tidak dianjurkan
lebih-lebih pada anak yang demam. Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna
untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan
tidak berasap. Apabila selama perawatan di rumah keadaan memburuk maka
dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas kesehatan, untuk penderita
yang mendapat obat antibiotic, selain tindakan di atas usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh dan untuk
penderita yang mendapatkan antibiotic, usahakan agar setelah 2 hari anak di bawa
kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.
II. KONSEP TUMBUH KEMBANG & HOSPITALISASI
A. Konsep Pertumbuhan Usia
1. Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan ukuran
dan struktur. Anak tidak saja menjadi besar secara fisik, tapi ukuran dan struktur
organ dalam tubuh dan otak meningkat. Akibatnya ada pertumbuhan otak, anak
tersebut memiliki kemampuan yang lebih besar untukbelajar, mengingat dan
berpikir.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti
sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh dan juga karena
bertambah besarnya sel yang berarti ada pertambahan secara kuantitatif seperti
bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala.(IDAI, 2010).
Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki.Kematangan
pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih dahulu, kemudian
secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah.Pada masa fetal
pertumbuhan kepala lebih cepat dibandingkan dengan masa setelah lahir, yaitu
merupakan 50 % dari total panjang badan. Selanjutnya, pertumbuhan bagian
bawah akan bertambah secara teratur.
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang teori-teori pertumbuhan dan
perkembangan anak.
a Kartini Kartono membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi
5, yaitu :
1. 0 – 2 tahun adalah masa bayi
2. 1 – 5 tahun adalah masa kanak-kanak
3. 6 – 12 tahun adalah masa anak-anak sekolah dasar
4. 12 – 14 adalah masa remaja
5. 14 – 17 tahun adalah masa pubertas awal
b Aristoteles membagi masa perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi 3,
yaitu :
1. 0 – 7 tahun adalah tahap masa anak kecil
2. 7 – 14 tahun adalah masa anak-anak, masa belajar, atau masa sekolah
rendah
3. 14 – 21 tahun adalah masa remaja atau pubertas, masa peralihan dari anak
menjadi dewasa.

2. Ciri-ciri Pertumbuhan
Hidayat (2008) menyatakan bahwa seseorang dikatakan mengalami pertumbuhan
bila terjadi perubahan ukuran dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti berat
badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada,
perubahan proporsi yang terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang
muncul mulai dari masa konsepsi sampai dewasa, terdapat ciri baru yang secara
perlahan mengikuti proses kematangan seperti adanya rambut pada daerah aksila,
pubis atau dada, hilangnya ciri-ciri lama yang ada selama masa pertumbuhan
seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu, atau hilangnya refleks
tertentu.

3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Supariasa (2010) mengatakan pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor utama
yaitu:
a. Faktor Internal (Genetik)
Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang
normal dan patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa.
Apabila potensi genetik ini dapat berinteraksi dengan baik dalam lingkungan
maka pertumbuhan optimal akan tercapai (Supariasa, 2010).
b. Faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain keluarga,
kelompok teman sebaya, pengalaman hidup, kesehatan lingkungan, kesehatan
prenatal, nutrisi, istirahat, tidur dan olah raga, status kesehatan, serta
lingkungan tempat tinggal.
Wong, dkk (2008) mengatakan bahwa nutrisi memiliki pengaruh paling
penting pada pertumbuhan.Bayi dan anak-anak memerlukan kebutuhan kalori
relatif besar, hal ini dibuktikan dengan peningkatan tinggi dan berat badan.

B. Konsep Perkembangan Usia


Perkembangan anak adalah suatu proses perubahan fungsi anggota tubuh.
Perkembangan lebih ditekankan pada bertambah atau menjadi lebih baiknya fungsi
anggota tubuh. Perkembangan lebih bersifat kualitatif. Ada waktu dan usia yang sesuai
untuk setiap proses dan tepat dengan tahap perkembangan tertentu. Waktu proses dan
tahapan tersebut berbeda untuk setiap anak. Karena itu, pendidik tidak bisa
membandingkan perkembangan satu anak dengan anak lain seperti sebuah perlombaan
atau pertandingan. Selain itu, perkembangan sangat erat kaitannya dengan
pertumbuhan. Anak yang bisa berjalan sudah pasti pertumbuhan kakinya sudah tuntas.
Kaki anak sudah kuat menyokong tubuh. Karena kaitan tersebut sering kali kata
pertumbuhan jarang disebut-sebut sehingga yang dikenal hanya kata perkembangan.
1) Prinsip Perkembangan
Ada beberapa prinsip dalam perkembangan (Deus, 2008) yaitu
a. Perkembangan merupakan suatu kesatuan.
Perkembangan diidentifikasi dalam beberapa aspek. Semua aspek saling
berkaitan. Misalnya, anak belajar membaca berkaitan dengan kesiapan aspek
kognitif (berpikir).
b. Perkembangan dapat diprediksi.
Anak sudah dapat berdiri dapat diperkirakan ia akan segera berjalan. Dari sisi
umur pun dapat diperkirakan perkembangan anak. Anak usia satu tahun
diperkirakan sudah dapat berkomunikasi menggunakan satu kata. Misalnya,
’mam’ untuk menyatakan mau makan.
c. Rentang perkembangan anak bervariasi.
Ada anak usia 12 bulan sudah dapat berjalan tapi anak yang lainnya baru bisa
berjalan setelah berusia 18 bulan.
d. Perkembangan dipengaruhi oleh kematangan (maturation) dan pengalaman
(experience).
Kematangan (maturation) merupakan proses alami. Kapan masa kematangan
untuk satu kemampuan muncul ditentukan oleh diri anak sendiri. Faktor gizi
dan kesehatan turut menentukan terjadi proses kematangan. Faktor
kematangan untuk setiap aspek kemampuan bervariasi. Tetapi, guru atau
pendidik perlu mengetahui kapan kira-kira kematangan untuk setiap
kemampuan muncul. Hal itu penting karena sangat erat dengan kesiapan
belajar. Oleh Montessori dikenal dengan masa ’siap’. Anak yang belajar
kemampuan di saat masa matang itu muncul akan memudahkan anak
melakukan dan membentuk kemampuanya. Anak yang kondisi fisiknya
(kaki) belum matang atau belum siap berdiri tidak akan bisa berdiri walau
sering dilatih. Bahkan, kalau dilatih terus bisa merusak kaki. Kaki anak bisa
menjadi bengkok (bentuk X atau O). Pada saat anak siap anak perlu dilatih
sehingga anak memperoleh pengalaman. Pengalaman ini akan menentukan
kemampuan itu terbentuk
e. Proses perkembangan terjadi dari atas ke bawah (Cepalocaudal) dan dari
dalam ke luar (proximodistal).
Capaian perkembangan sebagai suatu urutan yang saling berangkai dan
merupakan tangga hirarki. Untuk Telungkup, duduk, berdiri dan kemudian
berjalan. Itu merupakan satu rangkaian perkembangan. Hal tersebut yang
menjadikan perkembangan dapat diprediksi
f. Perkembangan dipengaruhi aspek budaya.
Anak yang hidup di sekitar orang yang biasa berbicara dengan suara tinggi,
kuat dan keras akan membuat anak juga memiliki cara bicara yang seperti itu
juga. Misal, orang Batak Toba memiliki kebiasaan berbicara dengan suara
tinggi dan cepat. Kebiasaan ini juga akan muncul dalam perilaku anak
berbicara. Bila berbicara dengan temannya anak cenderung berbicara dengan
suara tinggi, kuat dan keras juga.
2) Tahap-Tahap Perkembangan
Perkembangan manusia berjalan secara bertahap melalui berbagai fase
perkembangan. Dalam setiap fase perkembangan ditandai dengan bentuk
kehidupan tertentu yang berbeda dengan fase sebelumnya. Sekalipun
perkembangan itu dibagi-bagi ke dalam masa-masa perkembangan, hal ini dapat
dipahami dalam hubungan keseluruhannya. Secara garis besar seorang anak
mengalami tiga tahap perkembangan penting, yaitu kemampuan motorik,
perkembangan fisik dan perkembangan mental.Kemampuan motorik melibatkan
keahlian motorik kasar, seperti menunjang berat tubuh di atas kaki, dan keahlian
motorik halus seperti gerakan halus yang dilakukan oleh tangan dan jari.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik mengacu pada perkembangan alat-atal
indra. Perkembangan mental menyangkut pembelajaran bahasa, ingatan,
kesadaran umum, dan perkembagan kecerdasan. (Toy Buzan, 2008)
a Anak usia 0-7 tahun
Pada tahun pertama perkembangannya bayi masih sangat tergantung pada
lingkungannya,kemampuan yang dimiliki masih terbatas pada gerak-gerak,
menangis. Usia setahun secara berangsur dapat mengucapkan kalimat satu
kata, 300 kata dalam usia 2 tahun, sekitar usia 4-5 tahun dapat menguasai
bahasa ibu serta memiliki sifat egosentris, dan usia 5 tahun baru tumbuh rasa
sosialnya kemudian usia 7 tahun anak mulai tumbuh dorongan untuk belajar.
Dalam membentuk diri anak pada usia ini belajar sambil bermain karena
dinilai sejalan dengan tingakt perkembangan usia ini.
b Anak usia 7-14 tahun
Pada tahap ini perkembangan yang tampak adalah pada perkembangan
intelektual, perasaan, bahasa, minat, sosial, dan lainnya sehingga rasullullah
menyatakan bahwa bimbingan dititik beratkan pada pembentukan disiplin
dan moral.
c Anak usia 14-21 tahun
Pada usia ini anak mulai menginjak usia remaja yang memiliki rentang masa
dari usia 14/15 tahun hingga usia 21/22 tahun. Pada usia ini anak berada pada
masa transisi sehingga menyebabkan anak menjadi bengal, perkataan-
perkataan kasar menjadi perkataan harian sehingga dengan sikap emosional
ini mendorong anak untuk bersikap keras dan mereka dihadapkan pada masa
krisis kedua yaitu masa pancaroba yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke
masa pubertas. Dalam kaitannya dengan kehidupan beragama, gejolak batin
seperti itu akan menimbulkan konflik.
3) Aspek-Aspek Perkembangan
Ada beberapa aspek perkembangan, yaitu:
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik sering dikaitkan dengan perkembangan motorik sehingga
dikenal dengan perkembangan fisik motorik. Tetapi, antaranya keduanya
terdapat berbeda. Perkembangan fisik lebih menunjukkan kepada perubahan
yang terjadi pada fisik secara keseluruhan atau tubuh dan fisik sebagai bagian-
bagian, misalnya anggota gerak (tangan, kaki) yang semakin besar atau
panjang. Perkembangan motorik merupakan suatu penguasaan pola dan
variasi gerak yang telah bisa dilakukan anak. Perkembangan motorik sebagai
gerakan yang terus bertambah atau meningkat dari yang sederhana ke arah
gerakan yang komplek.
b. Perkembangan motorik terdiri dari dua macam, yaitu perkembangan motorik
kasar dan motorik halus.
1) Perkembangan Motorik Kasar
Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan bergerak dengan
menggunakan otot – otot tubuh khususnya otot besar seperti otot di kaki
dan tangan. Gerakan yang tergolong motorik kasar, misalnya merayap,
merangkak, berjalan, berlari, dan melompat.
2) Perkembangan Motorik Halus
Perkembangan dalam motorik halus adalah kemampuan bergerak dengan
menggunakan otot kecil, seperti yang ada di jari untuk melakukan
aktivitas, seperti mengambil benda kecil, memegang sendok,
membalikan halaman buku dan memegang pensil atau krayon.
3) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah suatu proses pembentukan kemampuan
dan keterampilan menggunakan alat berpikir. Perkembangan kognitif
berkaitan dengan aktivitas berpikir, membangun pemahaman dan
pengetahuan, serta memecahkan masalah.
4) Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa adalah suatu proses pembentukan kemampuan
dan keterampilan untuk menyampaikan ide, perasaan dan sikap kepada
orang lain. Perkembangan bahasa meliputi mendengar, berbicara,
membaca, dan menulis.
5) Perkembangan Sosial – Emosi
Perkembangan Sosial – Emosional merupakan gabungan dari
perkembangan sosial dan emosi. Perkembangan adalah suatu proses
pembentukan kemampuan dan keterampilan untuk bersosialisasi. Sedang
perkembangan emosi berkaitan dengan kemampuan memahami hal-hal
yang berkaitan dengan perasaan-perasaan yang ada pada diri sendiri,
seperti perasaan senang ataupun sedih, apa yang dapat ia lakukan, apa
yang ingin ia lakukan, bagaimana ia bereaksi terhadap hal-hal tertentu,
hal-hal yang mana yang perlu dihindari, dan hal-hal yang mana yang
didekati, kemandirian dan mengendalikan diri. Perkembangan sosial-
emosional merupakan proses pem-bentukan kemampuan dan
keterampilan mengendalikan diri dan berhubungan dengan orang lain.
(Toy Buzan, 2008).

C. Konsep Hospitalisasi Usia


1. Konsep Hospitalisasi Pada Anak
Hospitalisasi Pada Anak : Suatu proses karena suatu alasan darurat atau berencana
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangan Kembali kerumah. Selama proses tersebut bukan saja anak
tetapi orang tua juga mengalami kebiasaan yang asing, lingkunganya yang asing,
orang tua yang kurang mendapat dukungan emosi akan menunjukkan rasa cemas.
Rasa cemas pada orang tua akan membuat stress anak meningkat. Dengan
demikian asuhan keperawatan tidak hanya terfokus pada anak tetapi juga pada
orang tuanya (Toy Buzan, 2008).
1) Faktor-Faktor Penyebab Stres Hospitalisasi Pada Anak
a. Lingkungan
b. Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang baru
bagi dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.
c. Berpisah dengan Keluarga
d. Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian,
jauh dari keluarga dan suasana rumah yang akrab dan harmonis.
e. Kurang Informasi
Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan
oleh perawat atau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya dan
kuatir akan akibat yang mungkin timbul karena penyakitnya.
f. Masalah Pengobatan
Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena
anak merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu akan
menyakitkan (Toy Buzan, 2008).

2. Reaksi-Reaksi Saat Hospitalisasi Sesuai Dengan Perkembangan Anak


a. Bayi (0-1 tahun)
Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan
pembinaan kasih sayangnya terganggu. Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk
memahami secara maksimal bagaimana reaksi bayi bila dirawat, Karena bayi
belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya.
Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang yang
berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger Anxiety”
(cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan menolak orang
baru yang belum dikenal. Kecemasan ini dimanifestasikan dengan menangis,
marah dan pergerakan yang berlebihan.Disamping itu bayi juga telah merasa
memiliki ibunya, sehingga jika berpisah dengan ibunya akan menimbulkan
“Separation Anxiety” (cemas akan berpisah). Hal ini akan kelihatan jika bayi
ditinggalkan oleh ibunya, maka akan menangis sejadi-jadinya, melekat dan
sangat tergantung dengan kuat.
b. Toddler (1-3 tahun)
Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan bahasa yang
memadai dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak dengan ibu
sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa
kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal
serta akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas.
c. Pra Sekolah (3-5 tahun)
Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan orang
tuannya dan anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan orang lain.
Walaupun demikian anak tetap membutuhkan perlindungan dari keluarganya.
Akibat perpisahan akan menimbulkan reaksi seperti : menolak makan,
menangis pelan-pelan, sering bertanya misalnya : kapan orang tuanya
berkunjung, tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari.
d. Sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa khawatir akan
perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan
ketrampilan, merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan rasa aman dan
perlindungan dari orang tua namun tidak memerlukan selalu ditemani oleh
orang tuanya.
e. Remaja (12-18 tahun)
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah sakit adalah
akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan kelompok. Anak tidak
merasa takut berpisah dengan orang tua akan tetapi takut kehilangan status
dan hubungan dengan teman sekelompok. Kecemasan lain disebabkan oleh
akibat yang ditimbulkan oleh akibat penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya
“privacy” (Toy Buzan, 2008).
3. Pencegahan Dampak Hospitalisasi
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis
seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan
menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu
mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta
pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam
mengawasi perawatan anak.
c. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan
secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya
distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan
maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
d. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat
berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses
tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat,
dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena
akan memperberat kondisi anak.
e. Modifikasi Lingkungan Fisik
Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan
keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak
selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya (Aziz, 2010).

III. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS


A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang
tua, dan pekerjaan orang tua.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengeluh demam, gelisah, batuk kadang-kadang, hidung dan
tenggorokan kering, muntah
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit
kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek
dan sakit tenggorokan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Batuk dan panas ringan,
batuk mula-mula timbul pada malam hari, kemudian siang hari dan menjadi
hebat.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga mempunyai penyakit/riwayat ISPA dapat menularkan kepada
anggota keluarga yang lain.
e. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien akan mengatakan sering batuk-batuk, batuk pada malam
hari, dan pasien tampak lemah, lesu.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Pasien akan mengalami kurang nafsu makan, pasien biasanya akan
muntah setelah batuk, turgor kulit pasien buruk, pasien akan mengalami
penurunan masa otot, dan mengalami penurunan berat badan.
3) Pola aktifitas dan latihan
Pasien akan mengalami batuk panjang, kelelahan karena batuk, demam
ringan, sesak nafas, kelelahan pada otot dan nyeri.
4) Pola tidur dan istirahat
Pasien akan mengalami gangguan pada pola tidur dan istirahatnya karena
batuk dan gelisah.
5) Pola eliminasi
Tidak ada masalah pada pola eliminasi.
6) Pola reproduksi dan seksual
Tidak terjadi gangguan pada reproduksi dan seksual.
7) Pola kognitif dan perseptual
Biasanya komunikasi pasien terhambat akibat batuk yang dialami, nyeri
dada dan merasa mual.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Pasien dengan ISPA biasanya akan gelisah
9) Pola koping dan toleransi
Pasien pertussis ISPA biasanya akan merasa stres terhadap batuk yang
dialaminya.
10) Pola Hubungan dan Peran
Biasanya pasien penderita ISPA mengalami gangguan dalam berhubungan
dengan keluarga maupun masyarakat karena pasien akan cenderung susah
melakukan komunikasi akibat batuk yang dialami.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Pola ini mengkaji tentang nilai dan kepercayaan yang dianut pasien.
f. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Saat batuk mata melotot, lidah menjulur, batuk dalam
waktu yang lama dan berkeringat
2. Kesadaran :Composmetis,
3. TTV : Nadi teraba cepat, RR meningkat, suhu meningkat
39°C-40°C, TD meningkat
4. Head to toe
a. Kepala dan leher: konjungtiva merah muda atau anemis, sclera putih
atau ikterus mukosa bibir kering dan sianosis disekitar mulut,
hiperemi faring, pernafasan cuping hidung, bila sampai terjadi
dehidrasi maka dapat muncul ubun ubun cekung, mata cowong,
penggunaan otot bantu nafas ( sternum cledomastoideus ).
b. Dada: Dispneu, pernafasan cepat dan dangkal, auskultasi paru
terdengar ronki retraksi dada sedang, batuk dengan atau tanpa sputum.
c. Abdomen: distensi abdomen, peningkatan bising usus.
d. Genetalia: tidak ada masalah, bila sampai dehidrasi terjadi penurunan
produksi urine.
e. Ektremitas/Integumen: fisik lemah karena tonus otot menurun, kulit
lembab karena sesak, turgor kulit mungkin menurun, akral dingin,
CRT dapat > 2 detik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas :
sekresi yang tertahan
2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
3. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
4. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
faktor biologis
5. Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
6. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
C. Intervensi
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Ketidakefektifan Bersihan Outcame untuk mengukur 1. Manajemen jalan nafas
Jalan Nafas penyelesaian dari diagnosa a. Posisikan pasien untuk
Definisi: Ketidakmampuan 1. Status pernafasan : meminimalkan ventilasi
membersihkan sekresi atau a. Frekuensi pernafasan (5) b. Lakukan fisioterapi dada
obstruksi dari saluran nafas Tidak ada deviasi dari sebagaimana mestinya
untuk mempertahankan kisaran normal c. Motivasi pasien untuk
bersihan jalan nafas b. Irama pernapasan (5) bernapas pelan, dalam
Batasan Karakteristik: Tidak ada deviasi dari berputar dan batuk
1. Batuk yang tidak efektif kisaran normal d. Auskultasi suara nafas,
2. Dyspnea c. Kedalaman inspirasi (5) catat area yang ventilasinya
3. Gelisah Tidak ada deviasi dari menurun atau tidak ada dan
4. Kesulitan vervalisasi kisaran normal adanya suara tambahan
5. Mata terbuka lebar d. Kemampuan untuk e. Kelola bronkodilator
6. Ortopnea mengeluarkan secret (5) sebagaimana mestinya
7. Penurunan bunyi nafas Tidak ada deviasi dari f. Ajarkan pasien bagaimana
8. Perubahan frekuensi nafas kisaran normal menggunakan inhaler
9. Perubahan pola nafas e. Ansietas (5) Tidak ada sesuai resep sebagaimana
10. Sianosis f. Suara Nafas tambahan (5) mestinya
11. Sputum dalam jumlah Tidak ada g. Posisikan untuk
yang berlebihan g. Pernapasan cuping hidung meringankan sesak nafas
12. Suara nafas tambahan (5) Tidak ada h. Monitor status pernafasan
13. Tidak ada batuk dan oksigenasi
Faktor-faktor yang sebagaimana mestinya
berhubungan: 2. Monitor pernafasan
1. Lingkungan a. Monitor kecepatan, irama,
a. Perokok kedalaman, dan kesulitan
b. Perokok pasif bernafas
c. Terpajan asap b. Monitor keluhan sesak
2. Obstruksi jalan nafas nafas pasien, termasuk
a. Adanya jalan nafas kegiatan yang
buatan meningkatkan atau
b. Benda asing dalam memperburuk sesak
jalan nafas tersebut
c. Eksudat dalam alveoli c. Auskultasi suara nafas,
d. Hyperplasia pada catat area dimana terjadi
dinding bronkus penurunan atau tidak
e. Mucus berlebih adanya ventilasi dan
f. Penyakit paru keberadaan suara nafas
obstruksi kronis tambahan
g. Sekresi yang bertahan d. Monitor sekresi pernafasan
h. Spasme jalan nafas pasien
3. Fisiologis e. Berikan bantuan terapi
a. Asma nafas jika diperlukan
b. Disfungsi (misalnya, nebulizer)
neuromuscular infeksi 3. Monitor tanda – tanda vital
c. Jalan nafas alergik a. Monitor tekanan darah,
nadi, suhu, dan status
pernafasan dengan tepat
b. Monitor tekanan darah
setelah pasien minum obat
jika memungkinkan
c. Monitor suara paru
d. Monitor warna kulit, suhu,
kelembapan
e. Monitor dan laporkan tanda
dan gejala hipertermia dan
hipotermia
4. Terapi intravena ( IV)
a. Intruksikan pasien tentang
prosedur
b. Jaga teknik aseptic dengan
tepat
c. Periksa tipe cairan, jumlah,
kadaluarsa, karakteristik
dari cairan
d. Berikan pengobatan IV
sesuai yang diresepkan dan
monitor untuk hasilnya
e. Monitor kecepatan aliran
intravena dan area
intravena selama
pemberian
2 Gangguan pertukaran gas 1. Kognisi Manajemen Jalan Nafas
Definisi: Kelebihan atau a. Komunikasi jelas sesuai a. Buka jalan napas dengan
defisist oksigenasi dan/atau usia dipertahankan pada teknik chin lift atau jaw thrust.
eliminasi karbon dioksida pada skala 1 (sangat terganggu) b. Posisikan pasien untuk
membrane alveolar-kapiler. dapat ditingkatkan ke memaksimalkan ventilasi.
Batasan karakterisik : skala 4 (sedikit c. Identifikasi kebutuhan
1. Diaphoresis terganggu). actual/potensiL Paien untuk
2. Dispnea
3. Gangguan penglihatan b. Komunikasi sesuai usia memasukkan alat membuka
4. Gas darah arteri abnormal dipertahankan pada skala 3 jalan napas.
5. Gelisah (cukup terganggu) dapat d. Masukkan alat
6. Hiperkapnia ditingkatkan pada skala 5 nasopharyngeal airway (NPA)
7. Hipoksemia (tidak terganggu). atau oropharyngeal airway
8. Hipoksia c. Pemahaman tentang (OPA).
9. Iritabilitas makna situasi e. Lakukan fisioterapi dada.
10. Konfusi dipertahankan pada skala 4 f. Buang secret dengan
11. Napas cuping hidung (sedikit terganggu) dapat memotivasi pasien untuk
12. Penurunan karbon ditingkatkan pada skala 5 melakukan batuk atau
dioksida (tidak terganggu). menyedot lender.
13. pH arteri abnormal d. Perhatian dipertahankan g. Motivasi pasien untuk
14. Pola pernapasan pada skala 3 (cukup bernapas pelan, dalam,
abnormal (mis., terganggu) dapat berputar dan batuk.
kecepatan, irama, ditingkatkan pada skala 4 h. Gunakan teknik yang
kedalaman) (sedikit terganggu). menyenangkan untuk
15. Sakit kepala saat bangun e. Konsentrasi dipertahankan memotivasi bernapas dalam
16. Sianosis pada skala 1 (sangat kepada anak-anak.
17. Somnolen terganggu) dapat i. Instruksikan bagaimana agar
18. Takikardia ditingkatkan pada skala 4 bisa melakukan batuk efektif.
19. Warna kulit abnormal (sedikit terganggu). j. Bantu dengan dorongan
(mis., pucat, kehitaman) 2. Tingkat Delirium sprirometer.
Faktor yang berhubungan: a. Disorientasi waktu k. Auskultasi suara napas, catat
1. Ketidakseimbangan dipertahankan pada skala 3 area yang ventilasinya
ventilasi-perfusi (sedang) ditingkatkan menurun atau tidak ada dan
2. Perubahan membrane pada skala 5 (tidak ada). adanya sura tambahan.
alveolar-kapiler b. Disorientasi tempat l. Lakukan penyedotan melalui
dipertahankan pada skala 3 endotrakea atau nasotrakea.
(sedang) ditingkatkan m. Kelola pemberian
pada skala 4 (ringan). bronkodilator.
c. Disorientasi orang n. Ajarkan pasien bagaimana
dipertahankan pada skala 2 menggunakan inhaler sesuai
(cukup berat) ditingkatkan resep.
pada skala 4 (ringan). o. Kelola pengobatan aerosol
d. Aktivitas psikomotorik p. Kelola nebulizer ultrasonic.
dipertahankan pada skala 3 q. Kelola udara atau oksigen
(sedang) ditingkatkan yang dilembabkan.
pada skala 4 (sedang). r. Ambil beda asing dengan
e. Gangguan kognisi forsep McGill.
dipertahankan pada skala 2
(cukup berat) ditingkatkan s. Regulasi asupan cairan untuk
pada skala 4 (ringan). mengoptimalkan
f. Gangguan memori keseimbangan cairan.
dipertahankan pada skala 3 t. Posisikan untuk meringankan
(sedang) ditingkatkan sesak napas.
pada skala 5 (tidak ada). u. Monitor status pernapasan dan
g. Kesulitan mengikuti oksigenasi.
perintah yang kompleks Terapi Oksigen
dipertahankan pada skala a. Bersihakan mulut, hidung dan
3(sedang) ditingkatkan sekresi trakea dengan tepat.
pada skala 4(ringan). b. Batasi (aktivitas) merokok.
h. Kesulitan menafsirkan c. Pertahankan kepatenan jalan
rangsangan lingkungan napas.
dipertahankan pada skala 3 d. Siapkan peralatan oksigen dan
(sedang) ditingkatkan berikan melalui sistem
pada skala 5 (tidak ada). humidifier
i. Kesulitan e. Berikan oksigen tambahan
mempertahankan focus seperti yang diperintahkan.
dipertahankan pada skala 2 f. Monitor aliran oksigen.
(cukup berat) ditingkatkan g. Monitor posisi perangkat
pada skala 3 (sedang). (alat) pemberian oksigen.
j. Kesulitan h. Anjurkan pasien untuk
mempertahankan mendapatkan oksigen
percakapan dipertahankan tambahan sebelum perjalan
pa skalada skala 3 udara atau perjalan ke dataran
(sedang) ditingkatkan tinggi dengan cara yang tepat.
pada skala 5 (tidak ada). i. Konsultasi dengan tenaga
k. Salah menafsirkan isyarat kesehatan lain mengenai
dipertahankan pada skala 1 penggunaaan oksigen
(berat) ditingkatkan pada tambahan selama kegiatan dan
skala 3(sedang). atau tidur.
l. Menggunakan j. Anjurkan pasien dan keluarga
pengungkapan yang tidak mengnai penggunaan oksigen
berrarti dipertahankan dirumah.
pada skala 3 (sedang) k. Atur dan ajarkan pasien
ditingkatkan pada skala 4 mengenai penggunaan
(ringan). perangkat oksigen yang
m. Perubahan tingkat memudahkan mobilitas.
kesadaran dipertahankan Monitor Pernapasan
pada skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan pada skala 4 a. Monitor kecepatan, irama,
(ringan). kedalaman dan kesulitan
n. Berkurangnya penalaran bernapas.
abstrak dipertahankan b. Catat pergerakan dada, catat
pada skala 3 (sedang) ketidaksimetrisan,
ditingkatkan pada skala 4 penggunaan otot-oto bantu
(ringan). napas, dan retraksi pada otot
o. Tidak dapat istirahat supraclaviculas dan
diperthankan pada skala 1 intercostal.
(berat) ditingkatkan pada c. Monitor suara napas
skala 3 (sedang). tambahan seperti ngorok atau
p. Agitasi dipertahankan mengi.
pada skala 2 (cukup berat) d. Monitor pola napas (misalnya;
diitngkatkan pada skala 4 bradipneu, takipneu,
(ringan). hiperventilasi, pernapasan
q. Gangguan pola kusmaul, apneustik, respirasi
tidur/bangun biot, da pola ataxic).
dipertahankan pada skala 3 e. Auskultasi suara napas, catat
(sedang) ditingkatkan area dimana terjadi penurunan
pada skala 5(tidak ada). atau tidak adanya ventilasi dan
r. Alarm persaan labil keberadaan suara napas
dipertahankan pada skala 2 tambahan.
(cukup berat) diitngkatkan f. Kaji perlunya penyedotan
pada skala 4 (ringan). pada jalan napas dengan
s. Sindrom sundowing auskultasi suara napas ronchi
(terjaga sepanjang malam) di paru.
dipertahankan pada skala 3 g. Auskultasi suara napas setelah
(sedang) diitngkatkan tindakan, untuk dicatat.
pada skala 4 (ringan). h. Monitor kemampuan batuk
t. Halusinasi dipertahankan efektif.
pada skala 2 (cukup berat) i. Monitor sekresi pernapasan
ditingkatkan pada skala 3 pasien.
(sedang). j. Monitor keluhan sesak napas
u. Delusi diperthankan pada pasien, termasuk yang
skala 1 (berat) meningkatkan atau
ditingkatkan pada skala 3 memperburuk sesak napas
(sedang). tersebut.
3. Tanda-tanda Vital k. Posisikan pasien miring ke
a. Suhu tubuh dipertahankan samping, sesuai indikasi
pada skala 3 (deviasi untuk mencegah aspirasi,
sedang dari kisaran lakukan teknik log roll, jika
normal) ditingkatkan ke pasien diduga mengalami
skala 2 (deviasi ringan dari cidera leher.
skala normal) l. Berikan bantuan resusitasi
b. Irama pernapasan jika diperlukan.
dipertahankan pada skala 3 m. Berikan bantuan terapi napas
(deviasi sedang dari jika diperlukan (terapi
kisaran normal) nebulizer).
ditingkatkan ke skala 2
(deviasi ringan dari skala
normal)
c. Tekanan darah sistolik
dipertahankan pada skala 3
(deviasi sedang dari
kisaran normal)
ditingkatkan ke skala 2
(deviasi ringan dari skala
normal)
d. Tekanan darah diastolik
dipertahankan pada skala 3
(deviasi sedang dari
kisaran normal)
ditingkatkan ke skala 2
(deviasi ringan dari skala
normal)
e. Tekanan nadi
dipertahankan pada skala 3
(deviasi sedang dari
kisaran normal)
ditingkatkan ke skala 2
(deviasi ringan dari skala
normal)
3 Hipertermi Outcome untuk mengukur 1. Perawatan Demam
Definisi: Suhu tubuh diatas penyelesaian dari diagnosis a. Pantau suhu dan tanda-
kisaran normal diurnal karena 1. Menggigil saat dingin (skala tanda vital lainnya
kegagalan termoregulasi 5) b. Monitor warna kulit dan
Batasan Karakteristik: 2. Tingkat pernapasan (skala 5) suhu
1. Apnea 3. hipertermia (skala 5) c. Monitor asupan dan
2. Bayi tidak dapat 4. perubahan warna kulit (skala keluaran
mempertahankan menyusu 5) d. Beri obat atau cairan IV
3. Gelisah 5. dehidrasi (skala 5) (misalnya: antipiretik,
4. Hipotensi
5. Kejang Outcome tambahankan untuk agen antibakteri, dan agen
6. Koma mengukur batasan anti menggigil)
7. Kulit kemerahan karakteristik e. Tutup pasien dengan
8. Kulit terasa hangat 4. Suhu tubuh (Skala 5) selimut atau pakaian
9. Letargi 5. Tingkat pernapasan (Skala 5) ringan, tergantung pada
10. Postur abnormal 6. Irama pernapasan (Skala 5) fase demam
11. Stupor 7. Tekanan darah sistolik (Skala f. Dorong konsumsi cairan
12. Takikardia 5) g. Fasilitasi istirahat,
13. Takipnea 8. Tekanan darah diastolik terapkan pembatasan
14. Vasodilatasi (Skala 5) aktivitas: jika diperlukan
Faktor yang berhubungan: 9. Tekanan nadi (skala 5) h. Lembabkan bibir dan
1. Ages farmaseutikal Outcome yang berkaitan mukosa hidung yang
2. Aktivitas berlebihan dengan factor yang kering
3. Dehidrasi berhubungan atau oucome 2. Monitor Tanda-Tanda Vital
4. Iskemia menengah a. Monitor tekanan darah,
5. Pakaian yang tidak sesuai 1. Posisi yang nyaman (skala 5) nadi, suhu, dan status
6. Peningkatan laju 2. Intake makanan (skala 5) pernafasan dengan tepat
metabolisme 3. Intake cairan (skala 5) b. Monitor tekanan darah
7. Penurunan perspirasi 4. Tingkat energy (skala 5 ) setelah pasien minum
8. Penyakit 5. Suhu tubuh ( skala 5) obat jika memungkinkan
9. Sepsis 6. Sesak nafas (skala 5) c. Monitor suara paru
10. Suhu lingkungan tinggi 7. Mual ( skala 5) d. Monitor warna kulit,
11. Trauma 8. Muntah (skala 5) suhu, kelembapan
e. Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hipertermia dan
hipotermia
3. Pengaturan suhu
a. Monitor suhu paling
tidak tiap dua jam, sesuai
kebutuhan
b. Monitor tekanan darah,
nadi, respirasi, sesuai
kebutuhan
c. Monitor suhu dan warna
kulit
d. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi adekuat
e. Informasikan mengenai
indikasi adanya
hipotermi dan hipertermi
dan penanganan
emergensy yang sesuai
kebutuhan
f. Sesuaikan suhu
lingkungan untuk
kesehatan pasien
4 Ketidakseimbangan Nutrisi Outcame untuk mengukur 1. Manajemen Gangguan
Kurang Dari Kebutuhan penyelesaian dari diagnosa Makan
Tubuh Status Nutrisi a. Kolaborasi dengan tim
Definisi: Asupan nutrisi tidak 1. Asupan gizi (5) tidak kesehatan lain utuk
cukup untuk memenuhi menyimpang mengembangkan rencana
kebutuhan metabolik 2. Asupan makanan (5) tidak keperawatan dengan
Batasan Karakteristik: menyimpang melibatkan klien dan
1. Berat badan 20% atau 3. Energy (5) tidak orang – orang terdekat
lebih di bawah rentang menyimpang dengan tepat
berat badan ideal 4. Rasio BB/TB (5) tidak b. Rundingkan dengan tim
2. Bissing usus hiperaktif menyimpang dan klien untuk mengatur
3. Cepat kenyang setelah Status Nutrisi: Asupan Nutrisi target pencapaian berat
makan 1. Asuan kalori (5) sepenuhnya badan jika berat badan
4. Diare adekuat klien tidak berada dalam
5. Gangguan sensasi rasa 2. Asupan protein (5) rentang berat badan yang
6. Kehilangan rambut sepenuhnya adekuat direkomendasikan sesuai
berlebihan 3. Asupan karbohidrat (5) umur dan bentuk tubuh
7. Kelemahan otot sepenuhnya adekuat c. Tentukan pencapaian
pengunyah Nafsu Makan berat badan harian sesuai
8. Kelemahan otot untuk 1. Hasrat/ keingian untuk keinginan
menelan makan (5) tidak terganggu d. Rundingkan dengan ahli
9. Kerapuhan kapiler 2. Intake Nutrisi (5) tidak gizi dengan menuntukan
10. Kesalahan informasi terganggu asupan kalori harian yang
11. Kesalahan persepsi diperlukan untuk
12. Ketidakmampuan mempertahankan berat
memakan makanan badan yang sudah
13. Kurang minat pada ditentukan
makanan e. Ajarkan dan dukung
14. Membrane mukosa pucat konsep nutrisi yang baik
15. Sariawan ronga mulut dengan klien (dan orang
Faktor-faktor yang terdekat klien dengan
berhubungan: tepat)
1. Factor biologis f. Dorong klien untuk
2. Factor ekonomi mendiskusikan makanan
3. Ketidakmampuan untuk yang disukai bersama
mengabsorbsi nutrient dengan ahli gizi
4. Ketidakmampuan untuk g. Kembangkan hubungan
mencerna makanan yang mendukung dengan
5. Ketidakmampuan klien
makan h. Monitor tanda – tanda
6. Kurang asupan fisiologis (tanda – tanda
makanan vital , elektrolit), jika
7. Gangguan psikososial diperlukan
i. Timbang berat badan klin
secara rutin (pada hari
yang sama dan setelah
BAB/BAK)
j. Monitor intake/asupan
dan asupan cairan secara
tepat
k. Monitor asupan kalori
makanan harian
l. Dorong klien untuk
memonitor sendiri asupan
makanan harian dan
menimbang berat badan
secara tepat
m. Bangun harapan terkait
dengan perilaku makanan
yang baik, intake/asupan
makanan/cairan dan
jumlah aktivitas fisik
n. Observasi klien selama
dan setelah pemberian
makanan/makanan ringan
untuk meyakinkan bahwa
intake/asupan makanan
yang cukup tercapai dan
dipertahankan
o. Berikan dukungan
terhadap peningkatan
berat badan dan perilaku
yang meningkatkan berat
badan
p. Batasi aktifitas fisik
sesuai kebutuhan untuk
meningkatkan berat
badan
q. Monitor berat badan klien
sesuai secara rutin
2. Manajemen Nutrisi
a. Tentukan status gizi
pasien dan kemampuan
(pasien) untuk
memenuhi kebutuhan
gizi
b. Identifikasi (adanya)
alergi atau intoleransi
makanan yang dimiliki
pasien
c. Tentukan apa yang
menjadi preferensi
makanan bagi pasien
d. Instruksikan pasien
mengenai kebutuhan
nutrisi (yaitu: membahas
pedoman diet dan
piramida makanan)
e. Bantu pasien dalam
menentukan pedoman
atau piramida makanan
yang paling cocok dalam
memenuhi kebutuhan
nutrisi dan prefensi
(misalnya., Piramida
Makanan Vegetarian,
Piramida Panduan
Makan, dan Piramida
Makanan untuk Lanjut
Usia Lebih dari 70
tahun)
f. Berikan pilihan makanan
sambil menawarkan
bimbingan terhadap
pilihan (makanan) yang
lebih sehat, jika
diperlukan
g. Atur diet yang
diperlukan (yaitu:
menyediakan makanan
protein tinggi;
menyerahkan
menggunakan bumbu
dan rempah – rempah
sebagai alternative untuk
garam, menyediakan
pengganti gula;
menambah atau
mengurangi kalori,
menambah atau
mengurangi vitamin,
mineral, atau suplemen)
h. Ciptakan lingkungan
yang optimal pada saat
mengkonsumsi makanan
(misalnya, bersih,
berventilasi, santai, dan
bebas dari bau yang
menyengat)
i. Lakukan atau bantu
pasien terkait dengan
perawatan mulut
sebelum makan
j. Beri obat – obatan
sebelum (misalnya,
penghilang rasa sakit,
antiseptic) jika
diperlukan
k. Anjurkan pasien untuk
duduk pada posisi tegak
di kursi, jika
memungkinkan
l. Pastikan makan
disajikan dengan cara
yang menarik dan pada
suhu yang paling cocok
untuk konsumsi secara
optimal
m. Anjurkan keluarga untuk
membawa maknan
favorit pasien sementara
pasien berada di rumah
sakit atau fasilitas
perawatan, yang sesuai
n. Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan diet
untuk kondisi
sakit(yaitu: untuk pasien
dengan penyakit ginjal,
pembatasan natrium,
kalium, protein, dan
cairan)
o. Tawarkan makanan
ringan yang padat gizi
p. Monitor kalori dan
asupan makan
q. Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan
dan kenaikan berat
badan
3. Monitor Nutrisi
a. Timbang berat badan
pasien
b. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
c. Lakukan pengukuran
antropometrik pada
komposisi tubuh
(misalnya; indeks massa
tubuh, pengukuran
pinggang, dan lipatan
kulit)
d. Monitor kecenderungan
turun dan naiknya berat
badan (misalnya; pada
pasien anak – anak, pola
tinggi dan anak – anak
sesuai standar growth
chart)
e. Identifikasi perubahan
berat badan terakhir
f. Monitor tugor kulit dan
mobilitas
g. Monitor adanya mual dan
muntah
h. Monitor diet dan asupan
kalori
i. Tentukan pola makan
(misalnya; makan yang
disukai dan tidak disukai,
konsumsi yang
berlebihan terhadap
makanan siap saji, makan
yang terlewati, makan
tergesa – gesa, interaksi
anak dan orang tua
selama makan, dan
frekuansi serta lamanya
bayi makan)
j. Tentukan faktor – faktor
yang mempengaruhi
asupan nutrisi (misalnya;
pengetahuan,
ketersediaan dan
kemudahan memperoleh
produk – produk makanan
yang berkualitas)
4. Bantuan Perawatan Diri:
Pemberian Makan
a. Monitor kemampuan
pasien untuk menelan
b. Ciptakan lingkungan
yang menyenangkan
selama waktu makan
(misalnya; jauhkan dari
pandanan benda – benda
seperti pispot, urinal, dan
suksion)
c. Beri penurun nyeri yang
cukup sebelum makan,
dengan tepat
d. Berikan kebersihan mulut
sebelum makan
e. Posisikan pasien dalam
posisi makan yang
nyaman
f. Berikan makanan dengan
suhu yang paling sesuai
g. Sediakan makanan dan
minuman yang disukai
dengan tepat
h. Monitor berat badan
pasien dengan tepat
i. Monitor status dehidrasi
pasien dengan tepat
5. Manajemen Berat Badan
a. Diskusikan dengan pasien
mengenai kondisi medis
apa saja yang
berpengaruh terhadap
berat badan
b. Diskusikan dengan pasien
mengenai kebiasaan,
budaya, dan faktor
herediter yang mungkin
mempengauhi berat
badan
c. Diskusikan risiko yang
mungkin muncul jika
terdapat kelebihan berat
badan atau berat badan
kurang
d. Kaji motivasi pasien
untuk mengubah pola
makannya
5 Kekurangan Volume Cairan Outcome Untuk Mengukur Intervensi Keperawatan yang
Definisi: Penurunan cairan Penyelesaian dari Diagnosis: Disarankan untuk
intravaskuler, interstisial, dan 1. Keseimbangan cairan Menyelesaikan Masalah:
atau intraseluler ini mengacu Manajemen Syok:
pada dehidrasi, kehilangan Outcome Tambahan Untuk 1. Monitor hilangnya darah
cairan saja tanpa perubahan Mengukur Batasan secara tiba-tiba
kadar natrium Karakteristik: 2. Cegah hilangnya volume
1. Kadar glukosa darah
Batasan karakteristik: 2. Eliminasi usus 3. Monitor tekanan darah
1. Haus 3. Mual muntah 4. Posisikan pasien untuk
2. Kelemahan 4. Eliminasi urin mendapatkan perfusi
3. Kulit kering 5. Termoregulasi optimal
4. Membran mukosa kering 6. Status menelan 5. Berikan cairan iv
5. Peningkatan Frekuensi 7. Berat badan 6. Ambil gas darah arteri dan
nadi 8. Respon pengobatan monitor oksigenasi jaringan
6. Peningkatan hematokrit 7. Monitor nilai hemoglobin
7. Penurunan berat badan dan hemotokrit
secara tiba-tiba
8. Penurunan tekanan darah
9. Penurunan nadi
10. Penurunan tugor kulit

Faktor – faktor yang


berhubungan:
1. Kegagalan mekanisme
regulasi
2. Kehilangan cairan aktif
6 Intoleransi aktivitas 1. Toleransi terhadap 1. Terapi Aktivitas
Definisi : ketidakcukupan aktivitas a. Pertimbangkan
energy psikologis atau a. Saturasi oksigen ketika kemampuan klien dalam
fisiologis untuk beraktivitas (5) tidak berpartisipasi melalui
mempertahankan atau terganggu. aktivitas spesifik
menyelesaikan aktivitas b. Frekuensi nadi ketika b. Pertimbangkan
kehidupan sehari – hari yang berktivitas (5) tidak kemampuan klien untuk
harus dilakukan. terganggu. meningkatkan frekuensi
Batasan karakteristik : c. Frekuensi pernafasan dan jarak aktivitas
1. Dyspnea setelah ketika beraktivitas (5) c. Dorong aktivitas kreatif
beraktivitas tidak terganggu. yang tepat
2. Keletihan d. Kemudahan bernafas d. Bantu klien untuk
3. Ketidaknyamanan setelah ketika beraktivitas (5) mengidentifikasi
beraktivitas tidak terganggu. aktivitas yang diinginkan
4. Perubahan e. Hasil EKG (5) tidak e. Bantu klien untuk
elekrokardiogram(EKG) terganggu. mengidentifikasi
f. Kemudahan dalam aktivitas yang bermakna
melakukan aktivitas
5. Respons frekuensi jantung hidup harian (5) tidak f. Bantu klien untuk
abnormal terhadap terganggu. menjadwalkan waktu –
aktivitas 2. Daya tahan waktu yang spesifik
6. Respons tekanan darah a. Melakukan aktivitas rutin terkait dengan aktivitas
abnormal terhadap (5) tidak terganggu. harian
aktivitas b. Aktivitas fisik (5) tidak 2. Bantuan Perawatan Diri
Factor yang berhubungan: terganggu. a. Pertimbangkan budaya
1. Gaya hidup kurang gerak c. Daya tahan otot (5) tidak pasien ketika
2. Imobilitas terganggu. meningkatkan aktivitas
3. Ketidakseimbangan antara d. Oksigen darah ketika perawatan diri
suplai dan kebutuhan beraktivitas (5) tidak b. Pertimbangkat usia
oksigen terganggu. pasien ketika
4. Tirah baring e. Kelelahan (5) tidak ada. meningkatkan aktivitas
3. Energy Psikomotor perawatan diri
a. Menunjukan efek yang c. Monitor kemampuan
sesuai dengan situasi (5) perawatan diri secara
secara konsisten mandiri
menunjukkan. d. Berikan lingkungan
b. Menunjukkan konsentrasi terapeutik dengan
(5) secara konsisten memastikan (lingkungan
menunjukkan. ) yang hangat, santai,
c. Menjaga kebersihan dan tertutup dan
tampilan personal (5) (berdasarkan)
secara konsisten pengalaman individu
menunjukkan. e. Berikan bantuan sampai
d. Menunjukkan nafsu pasien mampu
makan yang normal (5) melakukan perawatan
secara konsisten diri mandiri
menunjukkan. f. Bantu pasien menerima
e. Menunjukkan tingkat kebutuhan pasien terkait
energi yang stabil (5) dengan kondisi
secara konsisten ketergantungannta
menunjukkan. g. Dorong pasien untuk
melakukan aktivitas
normal sehari – hari
sampai batas kemampuan
3. Perawatan jantung
rehabilitasi
a. Monitor toleransi pasien
terhadap aktivitas
b. Pertahankan jadwal
ambulasi, sesuai toleransi
pasien
c. Instruksikan kepada
pasien dan keluarga
mengenai modifikasi
faktor resiko jantung
(misalnya kebiasaan
merokok, diet dan
olahraga) sebagaimana
mestinya.
d. Instruksikan pasien dan
keluarga mengenai
pertimbangan khusus
terkait aktivitas sehari-
hari (misalnya
pembatasan aktivitas dan
meluangkan waktu
istirahat) jika memang
tepat.
4. Manajemen energy
a. Kaji status fisiologis
pasien yang
menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks
usia dan perkembangan
b. Tentukan jenis dan
banyaknya aktivitas yang
dibutuhkan untuk
menjaga ketahanan
c. Monitor intake/asupan
nutrisi untuk mengetahui
sumber energy yang
adekuatkonsultasikan
dengan ahli gizi mengenai
cara meningkatkan
asupan energy dari
makanan
d. Instruksikan pasien/SO
untuk mrngrnali tanda
dan gejala kelelahan yang
memerlukan
pengurangan aktivitas
e. Ajarkan pasien/SO untuk
menghubungi tenaga
kesehatan jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang.

D. Evaluasi
1. Bersihan jalan nafas kembali efektif, dengan kriteria hasil :
Status pernafasan :
a. Frekuensi pernafasan (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
b. Irama pernapasan (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
c. Kedalaman inspirasi (5) Tidak ada deviasi dari kisaran normal
d. Kemampuan untuk mengeluarkan secret (5) Tidak ada deviasi dari kisaran
normal
e. Ansietas (5) Tidak ada
f. Suara Nafas tambahan (5) Tidak ada
g. Pernapasan cuping hidung (5) Tidak ada
2. Tidak terjadi gangguan pertukaran gas, dengan kriteria hasil :
Kognisi
a. Komunikasi jelas sesuai usia dipertahankan pada skala 1 ( sangat terganggu)
dapat ditingkatkan ke skala 4 ( sedikit terganggu ).
b. Komunikasi sesuai usia dipertahankan pada skala 3 (cukup terganggu) dapat
ditingkatkan pada skala 5 (tidak terganggu).
c. Pemahaman tentang makna situasi dipertahankan pada skala 4 (sedikit
terganggu) dapat ditingkatkan pada skala 5 (tidak terganggu).
d. Perhatian dipertahankan pada skala 3 (cukup terganggu) dapat ditingkatkan
pada skala 4 (sedikit terganggu).
e. Konsentrasi dipertahankan pada skala 1 (sangat terganggu) dapat
ditingkatkan pada skala 4 (sedikit terganggu).

Tingkat Delirium

a. Disorientasi waktu dipertahankan pada skala 3 (sedang) ditingkatkan pada


skala 5 (tidak ada).
b. Disorientasi tempat dipertahankan pada skala 3 (sedang) ditingkatkan pada
skala 4 (ringan).
c. Disorientasi orang dipertahankan pada skala 2 (cukup berat) ditingkatkan
pada skala 4 (ringan).
d. Aktivitas psikomotorik dipertahankan pada skala 3 (sedang) ditingkatkan
pada skala 4 (sedang).
e. Gangguan kognisi dipertahankan pada skala 2 (cukup berat) ditingkatkan
pada skala 4 (ringan).
f. Gangguan memori dipertahankan pada skala 3 (sedang) ditingkatkan pada
skala 5 (tidak ada).
g. Kesulitan mengikuti perintah yang kompleks dipertahankan pada skala 3
(sedang) ditingkatkan pada skala 4 (ringan).
h. Kesulitan menafsirkan rangsangan lingkungan dipertahankan pada skala 3
(sedang) ditingkatkan pada skala 5 (tidak ada).
i. Kesulitan mempertahankan focus dipertahankan pada skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan pada skala 3 (sedang).
j. Kesulitan mempertahankan percakapan dipertahankan pa skalada skala 3
(sedang) ditingkatkan pada skala 5 (tidak ada).
k. Salah menafsirkan isyarat dipertahankan pada skala 1 (berat) ditingkatkan
pada skala 3 (sedang).
l. Menggunakan pengungkapan yang tidak berrarti dipertahankan pada skala 3
(sedang) ditingkatkan pada skala 4 (ringan).
m. Perubahan tingkat kesadaran dipertahankan pada skala 2 (cukup berat)
ditingkatkan pada skala 4 (ringan).
3. Suhu tubuh dalam batas normal, dengan kriteria hasil :
a. Menggigil saat dingin (skala 5)
b. Tingkat pernapasan (skala 5)
c. hipertermia (skala 5)
d. perubahan warna kulit (skala 5)
e. dehidrasi (skala 5)
f. Suhu tubuh (Skala 5)
g. Posisi yang nyaman (skala 5)
h. Intake makanan (skala 5)
i. Intake cairan (skala 5)
j. Tingkat energy (skala 5 )
k. Suhu tubuh ( skala 5)
l. Sesak nafas (skala 5)
m. Mual ( skala 5)
n. Muntah (skala 5)
4. Nutrisi dapat terpenuhi, dengan kriteria hasil :
Status Nutrisi
a. Asupan gizi (5) tidak menyimpang
b. Asupan makanan (5) tidak menyimpang
c. Energy (5) tidak menyimpang
d. Rasio BB/TB (5) tidak menyimpang
Status Nutrisi: Asupan Nutrisi
a. Asupan kalori (5) sepenuhnya adekuat
b. Asupan protein (5) sepenuhnya adekuat
c. Asupan karbohidrat (5) sepenuhnya adekuat
Nafsu Makan
a. Hasrat/ keingian untuk makan (5) tidak terganggu
b. Intake Nutrisi (5) tidak terganggu
5. Kekurangan Volume Cairan dapat teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Kadar glukosa
b. Eliminasi usus
c. Mual muntah
d. Eliminasi urin
e. Termoregulasi
f. Status menelan
g. Berat badan
i. Respon pengobatan
6. Intoleransi Aktivitas dapat diatasi, dengan kriteria hasil :
Toleransi terhadap aktivitas
a. Saturasi oksigen ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
b. Frekuensi nadi ketika berktivitas (5) tidak terganggu.
c. Frekuensi pernafasan ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
d. Kemudahan bernafas ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
e. Hasil EKG (5) tidak terganggu.
f. Kemudahan dalam melakukan aktivitas hidup harian (5) tidak terganggu.
Daya tahan
a. Melakukan aktivitas rutin (5) tidak terganggu.
b. Aktivitas fisik (5) tidak terganggu.
c. Daya tahan otot (5) tidak terganggu.
d. Oksigen darah ketika beraktivitas (5) tidak terganggu.
e. Kelelahan (5) tidak ada.
Energy Psikomotor
a. Menunjukan efek yang sesuai dengan situasi (5) secara konsisten
menunjukkan.
b. Menunjukkan konsentrasi (5) secara konsisten menunjukkan.
c. Menjaga kebersihan dan tampilan personal (5) secara konsisten
menunjukkan.
d. Menunjukkan nafsu makan yang normal (5) secara konsisten menunjukkan.
e. Menunjukkan tingkat energi yang stabil (5) secara konsisten menunjukkan.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

DepKes RI. 2007. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta
Ditjen PP&PL. 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta

Ditjen PP&PL. 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta

Manurung, Santa. 2009. Asuhan Keperawatan gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi.
Jakarta Timur : CV. Trans Indo Media.

Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan
Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Whalley & Wong. 2010. Nursing Care of Infant and Children Volume II book 1, USA : CV.
Mosby-Year book. In
Soegijanto, S. 2009. Ilmu Penyakit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta: Salemba
medika
Somantri, Irman.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika

Wilson, D & Hockenberry, M. 2008. Wong’s Clinical Manual of Pediatric Nursing, 7Th edition.
New York: Elsevier.

Wong, Donna L, dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai