Anda di halaman 1dari 174

PENDAHULUAN

1. Arti Studi Kelayakan Bisnis


Studi kelayakan pada akhir-akhir ini telah banyak dikenal oleh
masyarakat, terutama masyarakat yang bergerak dalam bidang dunia usaha.
Bermacam-macam peluang dan kesempatan yang ada dalam kegiatan dunia usaha,
telah menuntut perlu adanya penilaian sejauh mana kegiatan/kesempatan tersebut
dapat memberikan manfaat (benefit) bila diusahakan. Kegiatan untuk menilai
sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan
usaha/proyek, disebut dengan studi kelayakan bisnis.
Dengan demikian studi kelayakan yang juga sering disebut dengarr
feasibility study merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu
keputusan, apakah menerirna atau menolak dari suatu gagasan usaha, proyek yang
direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari
gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit),
baik dalam anti financial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya
suatu gagasan usaha/proyek dalam anti social benefit tidak selalu menggambarkan
layak dalam arti financial benefit, hal ini tergantung dari segi penilaian yang
dilakukan.
Sebagai contoh. proyek Pernbangunan listrik pedesaan memberikan
dampak positif terhadap berbagai kegiatan masyarakat pedesaan, baik dalam arti
peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, perluasan lapangan kerja,
perubahan pola pikir masyarakat, peningkatan pendidikan, dan berbagai dampak
positif lainnya sebagai akibat adanya listrik pedesaan. Keadaan ini bila dihitung
benefit dari segi social benefit ada kecenderungan bahwa pembangunan listrik
pedesaan tersebut layak untuk dikembangkan. Sebaliknya bila dilihat dari segi
penanaman investasi, proyek listrik pedesaan membutuhkan dana investasi dalam
jumlah yang relatif besar, baik disebabkan karena berpencarnya rumah-rumah di
pedesaan di samping jarak antara satu desa dengan desa lainnya, serta kecilnya
jumlah nasabah yang dilayani sehingga financial benefit yang diperoleh melalui
pemungutan rekening yang diberikan oleh masyarakat dalam jumlah yang relatif
kecil. Keadaan ini bila dilihat dari segi financial benefit, ada kecenderungan
pembukaan proyek listrik pedesaan tidak layak untuk dikembangkan. Berdasarkan
pada uraian ini, layak tidaknya suatu proyek/usaha dapat dilihat dari segi
pandangan dan penilaian yang diberikan terhadap proyek/usaha tersebut.
Proyek-proyek yang dinilai dari segi social benefit pada umumnya adalah
proyek-proyek yang benefanya dihitung/dinilai dari segi manfaat yang diberikan
proyek terhadap perkembangan perekonomian masyarakat secara keseluruhan.
Kegiatan usaha/proyek yang dinilai dari segi financial benefit adalah usaha-usaha
yang dinilai dari segi penanaman investasi/modal yang diberikan untuk
pelaksanaan usaha/proyek tersebut.

1
Faktor-faktor yang perlu dinilai dalam menyusun studi kelayakan bisnis
adalah menyangkut dengan beberapa aspek antara lain aspek marketing, aspek
teknis produksi, aspek manajemen, aspek lingkungan, dan aspek keuangan.
Dengan demikian apabila gagasan usaha/proyek yang telah dinyatakan layak dari
segi ekonomi, dalam pelaksanaan jarang mengalami kegagalan kecuali disebabkan
oleh faktor-faktor uncontrolable seperti banjir, terbakar, dan bencana alam lainnya
yang di luar jangkauan manusia. Studi kelayakan bisnis yang disusun merupakan
pedoman kerja, baik dalam penanaman investasi, pengeluaran biaya, cara
produksi, cara melaksanakan pemasaran dari hasil produksi, dan cara dalam
menentukan jumlah tenaga kerja beserta jumlah pemimpin yang diperlukan.
Layaknya gagasan usaha/proyek dalam sebuah studi kelayakan bisnis, apabila
kegiatan usaha yang dijalankan berdasarkan kegiatan yang telah diatur dalam
studi kelayakan dan dalam keadaan ini tidak menjamin kegiatan usaha apabila
tidak dikerjakan selaras dengan kegiatan yang telah diatur dalam sebuah studi
kelayakan. Dilihat dari segi evaluasi proyek sebenamya tidak jauh berbeda dengan
studi kelayakan bisnis, bila studi kelayakan bisnis menilai kegiatan usaha yang
akan dikerjakan, sedangkan evaluasi proyek adalah salah satu kegiatan yang
menilai dan memilih dari bennacam-macam investasi yang mungkin untuk
dikembangkan sesuai dengan kemampuan dari investasi yang dimiliki. Penilaian
yang dilakukan dengan studi kelayakan bisnis, seperti ,yang telah diuraikan di atas
orientasinya lebih bersifat mikro dan penilaian yang dilakukan melalui evaluasi
proyek lebih bersifat makro.
Berdasarkan pada uraian ini, baik studi kelayakan maupun evaluasi proyek
sama-sama bertujuan untuk menilai kelayakan suatu gagasan usaha, proyek dan
hasil dari penilaian kelayakan ini merupakan suatu pertimbangan apakah
usaha/proyek tersebut diterima atau ditolak dan sebagai perbedaan di antara kedua
analisis ini dapat dilihat dari segi ruang lingkup pembahasan serta metode
penilaian yang dilakukan.

2. Peranan Studi Kelayakan Bisnis

Dilihat dari segi perbankan dan lembaga keuangan lainnya, peranan studi
kelayakan bisnis menjadi lebih penting lagi untuk mengadakan penilaian terhadap
gagasan usaha/proyek yang mempunyai sumber dana dari lembaga tersebut.
Dengan adanya studi kelayakan dalam berbagai kegiatan usaha/ proyek dapat
diketahui sampal seberapa jauh gagasan usaha yang akan dilaksanakan mampu
menutupi segala kewajiban-kewajibannya serta prospeknya di masa yang akan
datang. Berdasarkan pada hasil penilaian ini pula, para pihak perbankan akan
menyetujui atau tidak terhadap permintaan kredit dari proyek/usaha yang
diusulkan. Perlu juga diketahui, penentuan kredit bukan hanya tergantung pada
studi kelayakan yang diajukan, tapi juga tergantung pada jaminan kredit, koneksi,
atau hubungan antara pihak pengusaha dengan pihak perbankan di samping

2
bonafid tidaknya pengusaha tersebut, namun demikian peranan studi kelayakan
mempunyai andil yang cukup besar dalam mendapatkan kredit.
Bagi penanam modal, studi kelayakan merupakan gambaran tentang
usaha/proyek yang akan dikerjakan dan melalui studi kelayakan mereka akan
dapat mengetahui prospek perusahaan dan kemungkinan-kemungkinan
keuntungan yang diterima, Dengan studi kelayakan mereka akan dapat
mengetahui jaminan keselamatan dari modal yang ditanam dan berdasarkan studi
kelayakan ini pula mereka akan mengambil keputusan (decision making) terhadap
penanaman investasi.
Dalam kegiatan kemasyarakatan, studi kelayakan mulai dikenal dan
mendapat perhatian dari beberapa kalangan masyarakat, terutama yang
menyangkut usaha-usaha dalam mencari dana dan kegiatan-kegiatan lainnya.
Adanya usallia-usaha pencarian dana dan kegiatan-kegiatan telah menuntut perlu
adanya studi kelayakan sebagai gambaran tentang kegiatan yang akan dikedakan.
Berdpsarkan pada uraian ini, studi kelayakan sebenamya merupakan gambaran
tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dan disusun secara terperinci dan teratur
serta kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan manfaat, di samping dapat
dipertanggungjawabkan baik dari segi teknis maupun operasionalnya,
Dilihat dari segi pembangunan nasional, proyek-proyek yang diusulkan
melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) pada umumnya masih
bersifat makro (secara umum masih didasarkan pada skala prioritas dan kebutuhan
daii masing-masing daerah) yang masih memerlukan penjabaran dan penelaahan
seerta penilaian dad segi analisis proyek sampai seberapa jauh proyek-proyek
yang diusulkan ini dapat memberikan benefit, baik yang bersifat social benefit
maupun financial benefit.
Dilihat dari segi penilaian benefit, proyek-proyek yang dilakukan oleh
pemerintah pada umumnya lebih menitikberatkan pada penilaian social benefit
dari pada financial benefit dan sebaliknya proyek-proyek yang dikembangkan
oleh swasta (private investor) lebih menekankan pada financial benefit daripada
social benefit.

3. Studi Ketayakan Bisnis Memerlukan Beberapa Disiplin Ilmu


Seperti yang telah diuraikan dalam bagian terdahulu, untuk menyusun
studi kelayakan bisnis diperlukan penilaian dari berbagai aspek, antara lain aspek
teknis dan teknologis, aspek marketing, aspek organisasi dan manajemen, aspek
ekonomi dana keuangan, dan aspek lingkungan.
Penilaian yang dilakukan dalam aspek teknis dan teknologis bertujuan
untuk menilai sejauh mana gagasan usaha/proyek yang direncanakan layak untuk
dikembangkan ditinjau dari segi aspek teknis dan teknologis.

3
BAB II
PERHITUNGAN BUNGA DAN NILAI UANG

1. Pendahuluan
Di dalam menyusun sebuah studi kelayakan bisnis, banyak hal yang
berhubungan dengan perhitungan buriga dan nilai uang. Perhitungan bunga
menyangkut dengan bunga pinjaman dari sumber dana yang berasal dari luar
usaha, seperti dari bank, perorangan, maupun lembaga keuangan lainnya.
Demikian pula dengan perhitungan nilai uang, baik dalam bentuk present value
maupun dalam bentijkfuture value, pada umumnya tingkat bunga digunakan
sebagai indikator.
Seseorang akan bersedia mengorbankan uangnya pada saat ini bila tingkat
bunga diperhitungkan sebagai kompensasi (time value of money). Pada umumnya
setiap orang lebih menghargai nilai uang Rp 1.000,- pada tahun ini bila dibanding
dengan Rp 1.000,- pada tahun yang akan datang. Keadaan yang disebut dengan
time preference ini berlaku pada seseorang maupun masyarakat secara
kescluruhan. Besamya peranan bunga dan nilai uang dalam rnenyusun studi
kelayakan bisnis sengaja dibahas pada awal pembahasan buku ini dan akan
menjelaskan secara khusus mengenai perhitungan bunga dan nilai uang.

2. Perhitungan Bunga
Bunga merupakan biaya modal. Besar kecilnya jumlah bunga yang
merupakan beban terhadap peminjam (debitor) sangat tergantung pada waktu,
jumlah pinjaman, dan tingkat, bunga yang berlaku.
Dalam perhitungan mathematics of finance dikenal 3 bentuk sistem
perhitungan bunga, antara lain:

1. Simple interest (bunga biasa).


2. Compound interest (bunga majemuk) dan
3. Annuity (anuitas),

2.1 Runga Biasa (Simple Interest)


Besar kecilnya jumlah bunga yang diterima kreditor tergantung pada besar
kecilnya principal (modal), interest rate (tingkat bunga), danjangka waktu. Secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

B = f (P.i.n) ……………………………………………………………… (2-1)


di mana : B = Bunga
P = Principal (modal)
i = interest rate (tingkat bunga)

4
n = Jangka waktu

Contoh 1 :
Apabila jumlah pinjaman sebesar Rp. 5.000.000,- dengan tingkat bunga 18% per
tahun. Untuk menentukan jumlah bunga selama 3 tahun, 2 bulan, maupun selama
40 hari diselesaikan sebagai berikut:
(1) Bunga selama 3 tahun sesuai dengan rumus B = f (p.i.n.)
= 5.000.000. x 18% x 3 = Rp 2.700.000,-
(2) Bunga untuk 2 bulan = 5.000.000,- x 18% x 2/12 = Rp 150.000,-
(3) Bunga untuk 40 hari = 5.000.000 x 18% x 40/360 = Rp 100.000,-
Untuk menghitung besarnya principal, interest rate, dan jangka waktu dapat
diselesaikan sebagai berikut:

S = P + B atau S = P + (p.i.n.)……………………………………………. (2-5)


B = S – P dan P = S - B
di mana S = Jumlah penerimaan.

Contoh 2:
Hitunglah nilai-nilai yang tidak dik ui dalam tabel berikut;
Interest Amount
Principal Time Interest
No Rate (Jumlah
(Modal) (Waktu) (Bungs)
(Txunga) Penerimaan)
1 6.000.000 18% 2 tahun ? ?
2 ? 20% 2 250.000 5.250.000
3 7.000.000 7 50 hari ? 7.145.833

1. B = P.i.n = 6.000.000 x 0,18 x 2 = Rp 2.160.000,-


S = P + B= 6.000.000 + 2.160.000 = Rp 8.160.000,-
2. P = S - B= 5.250.000 - 250.000 = RP 5.000.000,-

3. B = S-P = 7.145.833-7.000.000=Rp145.833,-

5
2.2 Bunga Majemuk (Compound Interest)
Bunga majemuk biasanya dilakukan dalam waktu yang relatif panjang dan
dalam perhitungan bunga biasanya dilakukan lebih dari satu periode. Dengan
demikian, bunga majemuk adalah bunga yang terus menjadi modal apabila tidak
diambil pada waktunya. Perhitungan bunga majemuk dilakukan secara reguler
dengan interval tertentu, seperti setiap bulan, setiap kuartal, setiap 6 bulan atau
setiap tahun. Tingkat bunga setiap interval adalah tingkat bunga setahun dibagi
dengan interval yang digunakan. Apabila tingkat bunga setahun sebesar 18% dan
interval bunga majemuk selama 1 tahun, maka tingkat bunga setiap interval
adalah sebesar 18%/1 = 18% dan bila interval bunga setiap bulan maka besarnya
tingkat bunga setiap interval 18%/12 = 1,5%.

Contoh 3 :
Seseorang meminjamkan uang sebesar Rp 100.000,- dengan tingkat bunga
12% per tahun dan dimajemukkan setiap bulan selama 2 tahun. Jumlah
pengembalian setelah 2 tahun dihitung sebagai berikut:
Diketahui: P = Rp 100.000,- i= 12%/2 = 6% dan n = 2x2=4.
Modal Rp 100.000,-
Bunga 6 bulan pertama 6% x 100.000 Rp 6.000,-
___________+
Jumlah Modal Rp 106.000,-
Bunga 6 bulan kedua 6% x 106.000 Rp 6.360,-
___________+
Jumlah Modal Rp 112.360,-
Bunga 6 bulan ketiga 6% x 112.360 Rp 6.741,6
___________+
Jumlah Modal Rp 119.101,6
Bunga 6 bulan keempat 6% x 119.101,6 Rp 7.146,1
___________+
Jumlah Modal setelah 2 tahun Rp 126.247,7

Sejalan dengan perhitungan di atas, formula yang digunakan dalam perhitungan


bunga majemuk pada prinsipnya dapat dilakukan sebagai berikut:

6
di mana: S = Jumlah penerimaan
P = Present value
n = periade waktu
i= tingkat bunga per periode waktu

Nilai (I+i)” disebut dengan compounding factor, yaitu suatu bilangan yang
digunakan untuk menilai nilai uang pada masa yang akan datang (future value).
Nilai (I+i)-n disebut dengan discount factor, yaitu suatu bilangan untuk menilai
nilai uang dalam bentuk present value (nilai sekarang). Besar kecilnya jumlah
uang di masa yang akan datang maupun jumlah uang pada saat ini tergantung
pada besar kecilnya tingkat bunga dan jangka waktu yang digunakan.

Contoh 4: Seorang investor meminjam uang sebesar Rp 5.000.000,- selama 8


tahun dengan tingkat bunga 18% per tahun dan dimajemukkan setiap 6 bulan.
Jumlah pengembalian setelah 8 tahun dapat diselesaikan sebagai berikut:

Diketahui: i = 18%/2 = 9%
n = 16 (2x8)
p = 5.000.000,-
S = P (I+i)" …………………………… (2-6)
= 5.000.000 (1+0,09)16
= 5.000.000 (3,97030588)
= RP 19.851.529,5

Catatan: Untuk nilai (I+i)n nilainya dapat dilihat dalam Lampiran 1 pada n = 16
dan i = 9%. Ringkasan dari soal di atas sebagaimana dalam diagram berikut.

Diagram 2-1

7
Angka 0 s.d. 8 menunjukkan lamanya pinjaman dengan tingkat bunga 18%
per tahun dan dimajemukkan setiap 6 bulan sekali, dengan demikian 1 tahun dua
kali, selama 8 tahun = 2 x 8 = 16 dan i = 18%/2 = 9%.

Besamya nilai dalam bentuk present value dari jumlah penerimaan tersebut
dihitung sebagai betikut:
P = S (1+i)-n …………………………………………………………….. (2-7)
= 19.851.529,5 (l+0.09)-16
= 19.851.529,5 (0,25186976)
= Rp. 5.000.000,-

Nilai discount factor (I+i)-n dapat dilihat dalam Lampiran 2 pada n = 16


dan i=9%. Untuk menentukan tingkat bunga pinjaman, apabila present value
sebesar Rp. 5.000.000,- dan future value Rp 19.851.529,5 selama 8 tahun dan
dimajemukkan setiap 6 bulan, maka besarnya tingkat bunga setahun dihitung
sebagai berikut:

Dalam lampiran 1 pada n=16 nilainya 3,97030588 pada kolom tersebut


dapat dilihat interest rate (i)= 9% dan untuk tingkat bunga setahun (nominal rate)
diperhitungkan 2 x 9% = 18% (karena dimajemukkan dalam satu tahun 2 kali).
Untuk menghitung besarnya n atau jangka waktu pinjaman dihitung sebagai
berikut:

8
Perlu diperhatikan bahwa tingkat bunga yang sama akan memberikan hasil
yang berbeda, apabila frekuensi bunga majemuk yang dilakukan dalam satu tahun
juga berbeda, seperti contoh berikut:
Contoh 5: Apabila Bank A menerima tingkat bunga deposito sebesar 18% per
tahun dan dimajemukkan setiap bulan. Bank B juga menerima tingkat bunga
deposito sebesar 18% per tahun dan dimajemukkan setiap 6 bulan. Perbedaan ini
dapat dilihat rnelalui perhitungan bunga efektif dari masing-masing bank dengan
cara sebagai berikut:

Effective rate yang didasarkan pada Bank A:


F = (l+j/m)m ………………………………………………………. (2-10)
= (1+0,18/12)12 - 1
= (1+0,015)12 - 1
= 1,1956182 - 1
= 0,1956182 = 19,56%

Effective rate yang didasarkan pada Bank B:


F = (1+j/m)m ……………………………………………………… (2-10)
= (1+0,18/2)2 - I
= (1 +0,09)2 - 1
= 1,1881 - 1
= 0,1881 = 18,81%
Di mana: F = Effective rate
m = Frekuensi bunga majemuk dalam 1(satu) tahun.
Hasil perhitungan menunjukkan tingkat bunga efektif yang diberikan bank
A lebih besar dari tingkat bunga efektif yang diberikan oleh Bank B sebesar
0,75%.

2.3 Anuitas (Annuity)


Annuity adalah suatu rangkaian pembayaran dengan jumlah yang sama besar
pada setiap interval pembayaran. Besar kecilnya jumlah pembayaran pada setiap
interval tergantung pada jumlah pinjaman, jangka waktu, dan tingkat bunga.
Tingkat bunga pada setiap interval tergantung pada interval bunga majemuk yang

9
dilakukan, bisa terjadi pada setiap bulan, setiap kuartal, setiap 6 bulan, maupun
setiap tahun. Dilihat dan bentuknya, annuity ini dapat dibagi atas dua bagian,
yaitu:
1. Simple Annuity
2. Complex Annuity

2.3.1 Anuitas Biasa (Simple Annuity)


Simple annuity adalah sebuah anuitas yang mempunyai interval yang sama
antara waktu pembayaran dengan waktu dibunga majemukan. Dilihat dari tanggal
pembayarannya, anuitas ini dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu :
1) Ordinary Annuity
2) Due Annuity
3) Deferred Annuity

2.3.1.1 Ordinary Annuity


Ordinary annuity adalah sebuah anuitas yang diperhitungkan pada setiap
akhir interval seperti akhir bulan, akhir kuartal, akhir setiap 6 bulan, maupun pada
akhir setiap tahun. Untuk menghitung present value, future value maupun jumlah
anuitas dapat dilakukan dengan formula sebagdi berikut:

di mana: An = Present value (nilai sekarang)


Sn = Future value (jumlah pembayaran)
R = Annuity (cicilan/angsuran)
i = Tingkat bunga setiap interval
n = Jumlah interval pembayaran

a) Present value
Present value merupakan nilai sekarang dan sebuah anuitas dan identik
dengan niiai awal dan penanaman modal. Apabila jumlah penerimaan sebesar
Rp 100.000,- dan bunga sebesar Rp 2-0.000,- maka present value Rp 100.000 -
Rp 20.000 = Rp 80.000,-. Contoh dalam perhitungan ordinary annuity adalah
seperti berikut:

10
Contoh 6 : Sebuah perusahaan mencicil pinjaman sebesar Rp 50.000,- pada setiap
akhir bulan selama 6 bulan dengan suku bunga diperhitungkan sebesar 18% per
tahun. Berapakah besarnya present value?
Dari soal di atas, bila disederhanakan, terlihat seperti dalam Diagram 2-2 berikut:

Diagram 2-2

Untuk mendapatkan nilai discount factor dan anuitas di atas, dapat dilihat pada
Lampiran 3 pada n = 6 dan i = 1,5% atau dapat dihitung dengan menggunakan
kalkulator. Jadwal pelunasan dan kredit tersebut sebagaimana dalam Tabel II-1
berikut.

11
Tabel II-1.
Jadwal Pelunasan Kredit Selama 6 Bulan (RP)

Secara umum nilai present value (An), juga dapat dihitung dengan menggunakan
sistem perhitungan dari bunga majemuk (compound interest method) seperti
terlihat dalam Diagram 2-3 berikut:

Diagram 2-3
b) Annuity dari present value
Annuity dari sebuah present value sebenarnya sama dengan jumlah angsuran
pada setiap interval. Jumlah angsuran pada setiap interval dari sejumlah pinjaman
tergantung pada besar kecilnya tingkat bunga dan jangka waktu yang digunakan.
Contoh 7. Seorang investor merencanakan membangun proyek perumahan murah
untuk dijual secara cicilan kepada nasabah. Biaya pembangunan diperhitungkan
sebesar Rp 12.000.000,-. Berapa besar nilai cicilan yang dibebankan pada para
nasabah, bila tingkat bunga setahun diperhitungkan sebesar 15% dan
dimajemukan pada setiap bulan selama 3 tahun?
Diketahui: An = 12.000.000,

Nilai discount factor, lihat Lampiran 4 pada n = 36 dan i = 1,25%.

c) Jumlah peneriman (future amount)

12
Jumlah penerimaan dari serangkaian pembayaran bukanlah berarti kumulatif
dari jumlah pembayaran pada setiap interval, akan tetapi diperhitungkan bunga
secara bunga majemuk (compound interest) dari sejumlah uang yang dicicil.
Jumlah pembayaran pada interval pertama, diperhitungkan bunga pada akhir
interval kedua, sehingga jumlah penerimaan pada akhir interval kedua adalah
sebesar 2 kali setoran ditambah dengan bunga pada setoran pertama. Berdasarkan
pada contoh 7 di atas, bila jumlah cicilan pada setiap akhir bulan sebesar
Rp 415.984, dengan tingkat bunga 15% per tahun dan dimajemukkan pada setiap
bulan selama 3 tahun. Jumlah penerimaan investor dihitung sebagai berikut:

Berdasarkan pada hasil perhitungan di atm, jumlah pernbayaran pada akhir


interval sebesar Rp 18.767.328,- tetapi bila dilihat dari pengeluaran nasabah hanya
sebesar:
36 x Rp 415.984 = Rp 14.975.424,-
Ini berarti, besarnya bunga yang merupakan beban selama 3 tahun
Rp 14.975.424 - Rp 12.000.000 = Rp 2.975.424,-. Di pihak lain bunga efektif
yang diterima investor diperhitungkan sebesar :
18.767.328 – 12.000.000 = Rp 6.767.328,-
Berdasarkan pada uraian ini, bunga yang akan dibayar oleh nasabah hanya
sebesar Rp 2.975.414,- dan bunga yang diterima oleh investor sebesar
Rp 6,767.328,-. dengan adanya perhitungan ini kedua belah pihak merasa tidak
dirugikan.

d) Tingkat bunga
Untuk menghitung besarnya tingkat bunga, apabila present value yang
diketahui dapat diselesaikan dengan menggunakan, Lampiran 3 dan untuk jumlah
penerimaan dipergunakan Lampiran 5.

Bila present value yang diketahui:

Bila jumlah penerimaan yang diketahui:

13
Contoh 8: Apabila diketahui jumlah present value sebesar Rp 969.482,- dengan
anuitas Rp 150.000,- pada setiap akhir kuartal selama 2 tahun, Untuk menentukan
besarnya tingkat bunga pada setiap kuartal maupun setiap tahun dapat
diselesaikan sebagai berikut:
Diketahui: An = Rp 969.482,- n = 2x4 = 8
R = Rp 150.000,-

Nilai discount factor untuk {1-(1+i)-n/i} dapat dilihat dalam Lampiran 3 pada n=8
di mana nilainya 6.463212760. Dengan demikian pada kolom tersebut i=5% dan
tingkat bunga setahun (nominal rate) 4x5=20% (dimajemukkan 4 x setahun).
Apabila nilai i tidak tersedia dalam lampiran, nilai i dapat dihitung dengan
menggunakan sistem interpolasi seperti contoh berikut:
Contoh 9 : Seorang pengusaha menyetor uang pada bank sebesar Rp 445.000,-
dan diimbil kembali secara cicilan setiap akhir 6 bulan sebesar Rp 50.000,- dalam
waktu 5 tahun. Berapakah besarnya interest rate dan nominal rate?
Diketahui: An = Rp 445.000,-, R = Rp 50.000,- dan
n = 2 x 5 = 10 (setiap 6 bulan).

Apabila dilihat dalam Lampiran 3 untuk nilai i = 8,9 pada n = 10 nilainya tidak
tersedia, yang mendekati nilai tersebut adalah 8,98258501 pada i=2% dan
8,75206393 pada i = 2,5%. Dengan demikian nilai i dapat ditulis sebagai berikut:
2% < i < 2,5%
Untuk mengetahui nilai i secara pasti dapat dilakukan dengan cara interpolasi
yang dihitung sebagai berikut:

14
e) Menentukan jangka waktu
Untuk menentukan jangka waktu dari sebuah anuitas, sama halnya dengan
cara menentukan tingkat bunga. Apabila present value, tingkat bunga, dan
jumlah anuitas dapat diketahui maka jangka waktu dari suatu pinjaman dapat
diselesaikan dengan menggunakan formula (2-16) atau formula (2-17).

Contoh 10 : Seorang pegawai negeri menerima uang dari bank sebesar


Rp 1.653.298,- dari hasil setoran sebesar Rp 50.000,- pada akhir setiap kuartal
dengan tingkat bunga 20% setahun. Berapa lama pegawai tersebut telah
melakukan setoran untuk mendapatkan sejumlah uang tersebut?

Dalam Lampiran 5 pada i = 5% nilainya 33,065960 terdapat pada n=20.


Dengan demikian lamanya pegawai tersebut telah melakukan penyetoran adalah
20 kuartal atau 20: 4 = 5 tahun.
Apabila pada tingkat bunga sebesar 5% tidak tersedia nilai 33,065960,
carilah nilai i yang mendekati nilai hitung, sehingga n berada antara kedua nilai.
Untuk mendapatkan nilai n secara pasti pergunakan metode interpolasi.

15
2.3.1.2 Due Annuity
Annuity due adalah sebuah anuitas yang pembayarannya dilakukan pada
setiap awal interval. Awal interval pertama merupakan perhitungan bunga yang
pertama dan awal interval kedua merupakan perhitungan bunga yang kedua dan
seterusnya.
Formula yang digunakan dalam perhitungan annuity due tidak jauh
berbeda dengan formula yang ada dalam ordinary annuity. Dalam annuity due
hanya ditambahkan satu compounding factor (I +i), baik untuk present value
maupun future value.
Pertambahan satu compounding factor pada annuity due adalah sebagai
akibat pembayaran yang dilakukan pada awal setiap interval, maka nilal yang
dihitung dengan menggunakan annuity due selalu lebih besar bila dibanding
dengan ordinary annuity.

a) Perhitungan present value


Untuk menghitung present value dan sebuah annuity due dapat dilakukan
dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Contah. 11 : Sebuah perusahaan yang bergerak dalam alat-alat bangunan ingin


memperoleh uang secara kontinu sebesar Rp 1.500.000,- dari bank pada setiap
awal kuartal selama satu tahun. Berapa jumlah dana yang harus disetor pada bank
apabila tingkat bunga diperhitungkan sebesar 18% per tahun?

16
Pergunakan Lampiran 3 untuk mendapatkan nilai discount factar annuity pada
i= 4,5% dan n=4 dan Lampiran 1 untuk compounding factor dari bunga majemuk.
atau

An(ad) = 1.500.000 (2,74896444) + 1.500.000,-


An(ad) = 4.123.447 + 1.500.000,-
An(ad) = Rp 5.623.447,-

b) Jumlah pembayaran (future amount)


Formula yang digunakan untuk menghitung jumlah pembayaran dalam
annuity due dilakukan sebagai berikut:

Contoh 12 : Bank Pembangunan Daerah di sebuah kota baru-baru ini memberikan


fasilitas penjualan kendaraan beroda dua secara kredit pada guru-guru sekolah
dasar. Tingkat bunga diperhitungkan sebesar 12% per tahun dan cicilan dilakukan
setiap awal bulan sebesar Rp 70.000,- selama 3 tahun. Berapakah besarnya jumlah
pembayaran?

17
= 70.000 (43,67688)(1,01)
= Rp 3.045.535,-
Nilai compounding factor untuk anuitas dapat dilihat pada Lampiran 5 pada i=1%
dan n=36.
atau

= 70.000 (43,50765)
= Rp 3.045.535,-
atau

= 70.000 (44,50765) - 70.000


= Rp 3.045.535,-

Berdasarkan pada hasil perhitungan di atas, jumlah pembayaran setelah 3 tahun


adalah sejumlah Rp 3.045.535,- lebih besar bila dihitung dengan menggunakan
metode ordinary annuity sebesar Rp 30.153,-. Perbedaan ini disebabkan oleh
perhitungan bunga yang dilakukan pada setiap awal interval. Perlu juga diketahui,
jumlah yang dibayar secara nyata oleh para pembeli kendaraan hanya sebesar:
36 bulan x Rp 70.000,- = Rp 2.520.000,-

Berdasarkan pada hasil perhitungan ini, para nasabah merasa tidak berkeberatan
dalam membeli kendaraan dengan cara cicilan dan sebaliknya pihak kreditor
merasa tidak dirugikan karena bunga dihitung secara compound interest dari hasil
cicilan para nasabah. Jumlah bunga yang diterima kreditor adalah sebesar
Rp 916.934,- dan sebaikmya bunga yang akan dibayar oleh nasabah hanya sebesar
Rp 391.400,-.

18
c) Hubungan antara present value dengan future amount

Hubungan antara present value dengan future value dari sebuah annuity due
sama halnya dengan hubungan yang terdapat dalam perhitungan bunga majemuk.
Present value merupakan modal dasar dan future value merupakan penjabaran dari
bunga majemuk. Dalam perhitungan bunga majemuk, jumlah penerimaan dihitung
dengan formula S= P(I+i)-n dan present value dihitung dengan formula P=S(I+i)-n.
Sejalan dengan formula bunga majemuk, annuity due Sn(ad) merupakan future
value dan An(ad) merupakan present value. Dengan demikian formula yang
digunakan dalam hubungan ini adalah sebagai lsedkut;
An(ad) = Sn(ad) (l+i)-n …………………………………. (2-23)
Sn(ad) = An(ad) (l+i)n ………………………………….. (2-24)

Apabila diketahui nilai present value dari annuity due, jumlah penerimaan pada
akhir interval dapat diketahui tanpa menghitung besarnya anuitas pada setiap
interval dan hubungan ini tidak dapat diterapkan pada ordinary annuity maupun
bentuk annuity lainnya seperti deferred annuity.

d) Anuitas, jangka waktu, dan tingkat bunga


Penentuan anuitas dalam sebuah annuity due dapat dihitung apabila nilai
present value atau future value (jumlah penerimaan) dari transaksi pinjaman
diketahui, di samping tingkat bunga dan lamanya pinjaman. Apabila diketahui
nilai present value, untuk menghitung besarnya anuitas dapat digunakan formula
(2-25) dan apabila jumlah penerimaan yang diketahui gunakan formula (226).
Annuity adalah cicilan yang harus dikembalikan oleh debitor, baik setiap
bulan, kuartal, maupun setiap tahun tergantung pada perjanjian antara debitor
dengan pihak kreditor. Besarnya anuitas pada setiap interval, mempunyai jumlah
yang sama pada sedap pembayaran dan dalam jumlah tersebut telah
diperhitungkan bunga sebagai biaya modal.

Untuk menentukan jangka waktu dari sebuah annuity due, sama halnya
dengan menentukan n pada ordinary annuity. Lamanya jangka waktu dari suatu
pinjaman dapat diselesaikan dengan menggunakan formula (2-19) apabila An(ad)
diketahui dan formula (2-20) apabila Sn(ad) diketahui.
Contoh 13 : Seorang pimpinan perusahaan telah melakukan penyetoran pinjaman
secara cicilan pada bank sebesar Rp 5050.000,- pada setiap awal
bulan. Tingkat bunga pinjaman diperhitungkan sebesar 18% per

19
tahun. Berapa bulan harus diadakan penyetoran untuk menutupi
pinjaman sebesar 10 juta rupiah?

Untuk mengetahui lamanya penyetoran, lihat Lampiran 3 pada i=1,596, di


mana untuk nilai 19 tidak tersedia. Nilai yang mendekati 19 pada i=1,5% pada
n=22 dengan nilai 18,62082437 dan pada n = 23 nilainya 19,33086145. Dengan
demikian untuk mengembalikan kredit sebesar Rp 10 juta membutuhkan waktu
selama 22 bulan lebih atau dapat ditulis sebagai berikut:
22 bulan < n < 23 bulan
Untuk mengetahui pengembalian secara pasti dapat digunakan metode
interpolasi seperti yang telah diuraikan sebelumnya dan dengan jalan yang sama
dalam menentukan tingkat bunga.
Apabila present value yang diketahui, dapat digunakan Lampiran 3 dalam
penyelesaian masalah dan apabila future value yang diketahui, pergunakan
Lampiran 5 untuk penyelesaiannya.
Pergunakan jumlah n untuk mencari nilai hitung dan apabila nilai tabel
telah sesuai dengan nilai hitung lihat pada kolom tersebut tingkat bunga yang
dicari.
Apabila nilai hitung tidak tersedia dalam Lampiran 3 atau Lampiran 5
dengan menggunakan n tertentu, pergunakan metode interpolasi dalam
menentukan besarnya tingkat bunga yang sebenamya. Perlu diketahui bahwa nilai
i yang dicari merupakan tingkat bunga pada interval tersebut dan apabila ingin
diketahui besarnya tingkat bunga setahun (nominal rate) harus dikalikan dengan
interval yang digunakan.
Apabila interval bunga majemuk diperhitungkan setiap bulan, ini berarti
tingkat bunga setahun adalah sebesar 12 kali dari i cari; apabila interval yang
digunakan dalam kuartal, tingkat bunga setahun adalah sebesar 4 kali i cari; dan
apabila interval bunga majemuk dalam tahun, ini berarti nominal rate sama
dengan tingkat bunga interval.

20
2.3.1.3 Deferred Annuity
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, deferred annuity adalah suatu
series (anuitas) yang pembayarannya dilakukan pada akhir setiap intervaL
Perbedaan antara ordinary annuity dengan deferred annuity terletak dalam hal
penanaman modal, di mana dalam perhitungan deferred annuity ada masa
tenggang waktu (grace period) yang tidak diperhitungkan bunga.

Contoh 14: Pemerintah Jepang memberikan pinjaman pada negara Republik


Indonesia sebesar 10 miliar rupiah pada tanggal I Januari 1990.
Dengan persetujuan bersama antara kedua pemerintah, bunganya
mulai diperhitungkan pada akhir tahun 1995. Dengan demikian,
sejak tanggal 1 Januari 1990 s.d. 1 Januari 1995 adalah merupakan
tenggang waktu yang tidak diperhitungkan bunga, persoalan
demikian dalam mathematic of finance disebut dengan deferred
annuity. Untuk menentukan nilai present value dan future value
(jumlah penerimaan) dihitung dengan menggunakan formula sebagai
berikut:

t= tenggang waktu yang tidak dihitung bunga

Contoh 15 : Seorang petani membuka usaha dalam bidang peternakan dan untuk
membiayai usaha tersebut ia meminjam uang pada bank dengan
tingkat bunga 12% per tahun dan dimajemukkan setiap kuartal.
Pinjaman tersebut harus dikembalikan secara cicilan mulai pada
akhir kuartal ketiga sebesar Rp 400.000,- selama 5 kali angsuran.
Berapa besar jumlah Pinjaman?

21
Jumlah present value dari deferred annuity, sebenarnya sama dengan
jumlah present value dari ordinary annuity yang dikalikan dengan nUai discount
factor dari masa tenggang waktu.

= 400 (4,57970733)
= 1831,88
An(da) = An x discount factor t
An(da) = 1831,88 (1+0,03)-2
An(da) = 1831,88 (0,94259591)
= 1726,72 = RP 1.726.720,-

Untuk memahami deferred annuitysecara jelas sepeni terlihat dalam Diagram 2-4
berikut:
Diagram 2-4

Nilai present value dari deferred annuity juga sama dengan jumlah present
value secara keseluruhan dikurangi dengan nilai present value dari tenggang
waktu:

An(da) = A7 - A2

= 400 (6,230283) - 400 (1,91346966)


= 2492,11 - 765,39
= 1.726,72 = RP 1.726.720,-
Ringkasan dari perhitungan di atas seperti terlihat dalam Diagram 2-5
berikut:

22
Diagram 2-5

Seperti terlihat dalam diagram di atas, nilai A, adalah sebesar


Rp 2.492,11,- dan nilai A. sebesar Rp 765,39,- jumlah present value dari deferred
annuity adalah sebesar Rp 1.726,72,-. Besaran dari deferred annuity ikuti contoh
berakut :
Contoh 16 : Seorang pengusaha merencanakan membangun sebuah pabrik untuk
pertgolahan hasil-hasil pertanian. Berdasarkan pada hasil penelitian
sementara, pabrik ini membutuhkan dana investasi sebesar 20 juta
rupiah yaitu untuk pengadaan fixed asset budget. Dari jumlah
investasi tersebut direncanakan 25% dari jumlah investasi disediakan
oleh investor dan sisanya sebesar 15 juta rupiah diusahakan melalui
kredit, dari lernbaga perbankan dengan tingkat bunga sebesar 159%
per tahun. Perlu diketahui pembangunan konstruksi dari pabrik
tersebut mernbutuhkan waktu selarna 2 tahun dan berdasarkan pada
keadaan ini, investor menginginkan pengembalian pinjaman mulai
pada akhir tahun ketiga. Berdasarican pada persoalan di atas, berapa
besar jumlah cicilan yang dilakukan pada setiap tahun selama 4
tahun?

Diketahui: An = 15.000.000,-, i = 15% , n = 4 dan h =2


R =?

= 20.000.000 (0,35026535) (1,3225)


= Rp 9.264.519,-
Untuk mendapatkan nilai discount factor R, lihat Lampiran 4 pada i= 15%
dan n = 4. Untuk nilai (1+0,15) lihat Lampiran 1 pada i=15% dan n=2.

23
Jumlah cicilan yang dilakukan pada setiap akhir tahun adalah sebesar
Rp 9.264.519,- selama 4 tahun dan cicilan mulai dilakukan pada akhir tahun
ketiga (grace period 2 tahun). Dilihat dari jumlah penerimaan dari sebuah deferred
annuity sama halnya dengan jumlah penerimaan dengan menggunakan
perhitungan ordinary annuity. Demikian pula dalam perhitungan tingkat bunga
dan jangka waktu pinjaman sama dengan annuity sebelumnya.

2.3.2 Anuitas Kompleks (Complex Annuity)


Anuitas kornpleks adalah merupakan sebuah rentetan Pernbayaran dan
sebuah pinjaman dengan jumlah yang sama pada setiap interval.
Perbedaan antara anuitas kompleks dengan anuitas biasa (simple annuity),
terletak pada sistem perhitungan bunga majemuk pada setiap interval pembayaran.
Di dalam anuitas biasa, perhitungan bunga majemuk dengan, interval pembayaran
mempunyai interval yang sama, sedangkan dalam anuitas kompleks antara
interval pembayaran dengan interval bunga majemuk mempunyai interval yang
berbeda.
Apabila interval pembayaran dilakukan pada setiap bulan, mungkin
dibunga majemukan pada setiap kuartal atau sebaliknya apabila interval
pembayaran dilakukan pada setiap kuartal, perhitungan bunga uiajernuk dilakukan
pada setiap bulan.
Untuk jelasnya perbedaan antara complex annuity dengan simple annuity
dapat dilihat dalam Diagram 2 - 6 dan 2 - 7 berikut:
Diagram 2-6
1. Complex Annuity

Diagram 2-7

2. Simple Annuity

Seperti terlihat dalam Diagram 2-6, dalam sistem complex annuity pembayaran
dari sebuah anuitas dilakukan pada setiap bulan dan dimajemukkan setiap kuartal.
Dalam Diagram 2-7, antara pembayaran dan dibunga majemukan mempunyai

24
interval yang sama yaitu masing-masing pada setiap kuartal (3 bulan). Jika dilihat
dari ggal pembayaran, complex annuity juga dapat dibagi atas tiga bagian, antara
lain:
1) Complex Ordinary Annuity
2) Complex Due Annuity
3) Complex Deferred Annuity

2.3.2.1 Complex Ordinary Annuity


Pembayaran anuitas dalam perhitungan complex ordinary annuity
dilakukan pada akhir setiap interval, di mana besar kecilnya anuitas tergantung
pada besar kecilnya pinjaman (principal), tingkat bunga, jangka waktu, dan
frekuensi bunga majemuk dalam satu tahun. Untuk menentukan present value,
jumlah penerimaan dan anuitas dari serentetan transaksi, sedikit terbeda dengan
cara yang telah dikemukakan dalam simple annuity, namun demikian pada
prinsipnya, perhitungan ini tidak jauh berbeda.
a. Present value
Formula yang digun dalam perhitungan present value dari complex ordinary
annuity adalah sebagaimana dalam formula berikut :

Di mana, c = perbandingan antara frekuensi bunga majemuk dalam satu tahun


dengan frekuensi pembayaran dalam satu tahun. Sebagai ilustrasi, untuk
mendapatkan besaran nilai n, c, dan nc dalam formula di atas, dapat diikuti dalam
Tabel 2-2 berikut.

Tabel 2-2
Perhitungan Besaran Nilai n, c, dan nc dalam
Perhitungan Complex Annuity

Contoh 17 : Seorang petani merencanakan meminjam uang pada bank untuk


membiayai rencana perluasan usaha dalam subsektor perikanan.
Berdasarkan pada perkiraan dan perhitungan benefit, ia mampu
mengembalikan pinjaman sebesar Rp 76.015,- pada setiap akhir
kuartal selama 2 tahun dengan tingkat bunga pinjaman sebesar 18%
per tahun dan dimajemukkan pada setiap bulan. Berdasarkan pada

25
kemampuan petani tersebut, berapa besar jumlah kredit yang bisa ia
pinjam?
Diketahui: R = Rp 76.015,-, n = 2x4 = 8 (per kuartal)
c = 12/4 = 3 nc = 3x8 = 24 dan
i = 18%/12 = 1,5%

= 76.015 (20,03040533)(0,32838278)
= Rp 500.000,-
Pergunakan Lampiran 3 untuk discount factor yang berpangkat -nc dan untuk nilai
[i/{(1+i)c-1}, pergunakan Lampiran 6 atau dengan menggunakan nilai Lampiran 4
dikurangkan dengan tingkat bunga yang digunakan. Untuk menghitung besaran
present value dalam complex ordinary annuity juga dapat diselesaikan dengan
menggunakan rumus simple ordinary annuity dengan cara menyamakan antara
interval bunga majemuk dengan interval pembayaran.
Kembali pada contoh di atas, di mana interval pembayaran dilakukan pada
setiap 3 bulan dan interval bunga majemukan pada setiap bulan. Untuk
menyamakan interval pembayaran dengan interval bunga majemuk dapat
dilakukan sebagai berikut:

B = Cicilan per bulan.


Kembali pada contoh 17, jangka waktu pinjaman selama 2 tahun dengan
cicilan yang dilakukan pada setiap kuartal dan diadakan perubahan dengan
menggunakan formula (2-31) untuk menyamakan interval bunga majemuk dengan
interval pembayaran.
Dengan adanya perubahan ini, present value (jumlah pinjaman) dapat
dihitung dengan menggunakan formula simple ordinary annuity dengan cara
sebagai berikut:

26
b. Jumlah penerimaan
Jumlah penerimaan (Snc) dalam complex ordinary annuity dapat dihitung,
apabila present value atau anuitas dari sebuah pinjaman, diketahui. Formula yang
digunakan adalah sebagai berikut:

Nilai compounding factor perpangkat nc dapat dilihat dalam Lampiran 4 dengan


asvmsi nc=n. Perubahan perhitungan dari complex ordinary annuity menjadi
simple ordinary annuity dapat dilakukan dengan jalan yang sama seperti yang
dijelaskan sebelumnya.

Untuk mengubah nilai Anc dan Snc dalam complex ordinary annuity juga dapat
digunakan formula sebagai berikut:

Nilai r merupakan tingkat bunga pada setiap pembayaran dalam simple ordinary
annuity dan nilai i merupakan tingkat bunga dalam complex ordinary annuity.
Dengan demikian, r tidak sama dengan i bila dilihat dari jangka waktu yang
digunakan.

Kembali pada contoh 17 sebelumnya, tingkat bunga majemuk dilakukan pada


setiap bulan dan diubah menjadi 3 bulan untuk menyamakan interval bunga
majemuk dengan interval pembayaran. Ini berarti r adalah merupakan perubahan i
dari setiap bulan menjadi setiap 3 bulan (kuartal). Perubahan ini dapat dilakukan
dari i per bulan (1,5%) menjadi i setiap 3 bulan dengan menggunakan compound
interest (l+i)n atau (1+1,5%)3 dengan cara sebagai berikut:
1 + r = (1+1,5%)3 atau
r = (1+1,5%)3 - 1
= 1,0456784 - 1

27
= 4,56784%

Berdasarkan pada perubahan ini, future value, present value dari contoh 17 dapat
diselesaikan dengan cara sebagai berikut:

Dan

28
Dalam perhitungan pertama, i per bulan adalah 18%/12 = 1,5% dan interval
pembayaran setiap 3 bulan selama 2 tahun, berarti n=8. Dalam perhitungan kedua,
i dihitung setiap 3 bulan berarti r = {(l+i)3 -1} di mana interval pembayarannya
setiap kuartal terdiri dari 3 bulan, berarti n selama 2 tahun = 8. Dengan demikian
i/bulan = 1,5%, i perkuartal = 4,56784% dan i per tahun = 19,56182%, di mana
nominal rate = 18%. Perlu diperhatikan, kenaikan i yang dihitung dalam interval
kumulatif adalah sebagai akibat dari effectif rate.

c. Anuitas, jangka waktu, dan tingkat bunga


Penentuan anuitas dalam complex ordinary annuity sama halnya dengan
perhitungan simple ordinary annuity. Apabila present value yang diketahui,
pergunakan formulasi (2-25) dan apabila jumlah penerimaan yang diketahui
pergunakan formula (2-26). Demikian pula dalam menentukan jangka waktu
pinjaman dan tingkat bunga dapat diikuti prosedur dari perhitungan anuitas biasa
(simple annuity) dan apabila nilai n dan i tidak tersedia dalam daftar lampiran,
selesaikan dengan menggunakan metode interpolasi.

2.3.2.2 Complex Annuity Due


Complex annuity due adalah pembayaran yang dilakukan pada setiap awal
interval. Perbedaan antara simple annuity due dengan complex annuity due juga
terletak pada interval bunga, di mana dalam complex annuity due frekuensi bunga
majemuk tidak sama dengan frekuensi pembayaran di dalam satu tahun. Oleh
karena itu, dalam perhitungan nilai, baik present value maupun future value harus
dikalikan dengan discount factor [i/{1-(l+i)c}] sebagai kompensasi. Formula yang
digunakan untuk perhitungan ini adalah sebagai berikut:

Untuk menghitung tingkat bunga, jangka waktu, dan anuitasnya sama dengan cara
menghitung pada complex ordinary annuity.

29
2.3.2.3 Complex Deferred Annuity
Sistem pembayaran anuitas yang dilakukan dalam complex deferred
annuity juga dilakukan pada setiap akhir interval, seperti akhir bulan, akhir
kuartal, akhir setiap 6 bulan, maupun akhir tahun. Perbedaan antara anuitas ini
dengan complex annuitas sebelumnya terletak pada tenggang waktu yang tidak
diperhitungkan bunga.
Contoh 18 : Seorang mahasiswa meminjam uang pada bank sebesar Rp 800.000,-
dalam rangka menutupi biaya kuliahnya. Ia berjanji akan
nmengembalikan pinjaman tersebut secara cicilan selama 5 tahun dan
pengembalian pinjaman dilakukan setelah 3 tahun dari meminjam.
Bunga diperhitungkan sebesar 12% per tahun dan dimajemukkan
setiap 6 bulan sekali. Berapakah besarnya pembayaran yang harus
dikembalikan pada setiap akhir tahun?
Diketahui: Anc = Rp 800.000,- n = 5 dan c = 2/1 = 2 (dibunga majemukan dua
kali dalam setahun dan pembayaran setiap tahun) dan nc = 2 x 5 = 10,
t = 2 (dilakukan pembayaran pertama 3 tahun dari meminjam, ini
berarti 1 tahun terakhir telah diperhitungkan bunga karena dalam
complex deferred annuity pembayaran dilakukan pada akhir interval.
i = 12%/2 = 6% (karena dimajemukkan dua kali setahun). Formula
dalam complex deffered annuity untuk Anc dan Snc adalah sebagai
berikut:

Jumlah pembayaran setiap tahun dari contoh di atas dapat dihitung sebagai
berikut:

Untuk menghitung jumlah penerimaan atau jumlah pembayaran dari


sebuah annuity dapat diselesaikan dengan menggunakan formula (2-38) dan
umtuk menghitung present value pergunakan, formula (2-39). Untuk menghitung
tingkat bunga dan jangka waktu dari sebuah complex deferred annuity sama
halnya dengan menggunakan anuitas biasa. Apabila nilai i dan n tidak tersedia
dalam daftar lampiran, dapat diselesaikan dengan menggunakan metode
interpolasi. Sebagai kesimpulan: interval pembayaran dan bunga majernuk dalam

30
complex annuity mempunyai interval yang berbeda. Apabila complex annuity
diubah menjadi simple annuity, dapat dilakukan dengan cara menyamakan
interval pembayaran dengan interval bunga majemuk.

3. Ringkasan
Perhitungan bunga dan nilai uang dapat dilakukan dengan menggunakan
perhitungan simple interest (bunga biasa), compound interest (bunga majemuk),
dan annuity (anuitas). Dilihat dari sifatnya, annuity dapat digolongkan atas dua
bagian yaitu simple annuity dan complex annuity. Simple annuity dilihat dari
tanggal pembayaran dari sebuah annuity, dan dapat dibagi atas ordinanannuiry,
annuity due, dan deferred annuity. Complex annuity dapat dibagi atas complex
ordinary annuity, complex annuity due, dan complex deferred annuity.

31
BAB III
METODE PENYUSUTAN INVESTASI
PROYEK

1. Pendahuluan
Untuk menjaga kontinuitas kegiatan usaha dari proyek yang direncanakan
perlu dihitung besarnya biaya penyusutan pada setiap tahun. Sebuah perusahaan
yang sehat pada umumnya mempunyai cadangan penyusutan/ depresiasi untuk
menjaga kontinuitas dari kegiatan usaha di samping menjaga kualitas produk dan
memudahkan dalam mengikuti perubahan aset dengan adanya perubahan
teknologi.
Tidak jarang terjadi pada akhir-akhir ini, dengan pesatnya perubahan
teknologi, penggunaan aset lama kendatipun secara teknis masih relatif baik tetapi
secara ekonomis sudah dianggap tidak layak lagi karena para pesaing telah
menggunakan aset baru dengan teknologi yang lebih baru, yang dapat
memproduksi dengan harga pokok produksi lebih rendah dengan kualitas
produksi yang lebih tinggi.
Dana penyusutan adalah biaya yang dibebankan pada konsumen melalui
perhitungan harga pokok produksi. Dengan demikian, layaknya dari sebuah studi
kelayakan bisnis, sebenamya telah diperhitungkan dana penyusutan sebagai dana
pengganti dari aset yang tidak ekonomis lagi. Di pihak lain, biaya penyusutan juga
dianggap sebagai laba dalam perhitungan rugi laba, karena dana yang disisihkan
sebenamya merupakan penerimaan perusahaan yang dapat digunakan pada
berbagai kepentingan.
Jenis investasi yang perlu disusut terdiri dari mesin, bangunan/gedung, dan
peralatan lainnya yang memerlukan penggantian pada suatu masa sebagai akibat
dari pemakaian. Besar kecilnya biaya penyusutan yang dilakukan pada setiap aset
tergantung pada harga aset, umur ekonomis, serta metode yang digunakan dalam
penyusutan. Metode penyusutan pada umumnya dapat dikelompokkan atas 4
bagian, yaitu:
1. Metode rata-rata.
2. Metode bunga majemuk.
3. Metode penurunan.
4. Metode penyusutan gabungan.

Pemilihan salah satu dari metode di atas, sangat tergantung pada penyusun
studi kelayakan bisnis dan jenis aset, di samping keinginan dari pimpinan proyek.
Namun demikian, berdasarkan kebiasaan dari proyek yang dikembangkan, apabila
kegiatan usaha/proyek dalam skala yang relatif keel dengan umur ekonomis yang
relatif singkat kecenderungan menggunakan metode rata-rata lebih realistis
dibanding dengan menggunakan metode bunga majemuk. Demikian pula halnya
dengan proyek-proyek yang berskala besar seperti pabrik semen, pabrik pupuk,

32
pabrik besi, dan proyek yang berskala besar lainnya, menggunakan metode bunga
majemuk lebih baik daripada menggunakan metode lainnya.

2. Metode Penyusutan
2.1 Metode Rata-rata
Metode rata-rata adalah salah satu cara yang dilakukan dalam penyusutan aset
dengan cara rata-rata. Metode ini dikelompokkan atas 3 bagian, yaitu metode garis
lurus, metode jam kerja mesin, dan metode yang didasarkan pada jumlah
produksi.

Contoh 1:
Pimpinan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengangkutan membeli
sebuah bus dengan harga 80 juta rupiah. Berdasarkan pada pengalaman sebagai
pimpinan perusahaan, bus ini dapat beroperasi secara ekonomis selama 5 tahun
dan pada akhir tahun kelima, masih dapat dijual dengan harga 25 juta rupiah
(scrap value). Berapakah jumlah penyusutan yang harus dilakukan pada setiap
akhir tahun selama 5 tahun dan susunlah jadwal penyusutannya?

2.1.1 Metode Garis Lurus (Straight Line Method)

Jumlah penyusutan tahunan.


B-S
P= …………………………………………………. (3-1)
n
di mana : P = Jumlah penyusutan per tahun.
B = Harga beli aset (original cost).
S = Nilai sisa (scrap value).
n = Umur ekonornis aset.
P = 80.000.000 - 25.000.000
5
P = Rp 11.000.000,-

Penyusutan per tahun sebesar Rp 11 juta dan jumlah dana pada akhir tahun
kelima sebesar Rp 80 juta, termasuk nilai sisa aset (scrap value) sebesar Rp 25
juta.
Berdasarkan pada cadangan dana ini, pimpinan perusahaan pada akhir
tahun kelima telah dapat mengganti bus lama dengan bus baru dengan
menggunakan dana penyusutan/depresiasi sebagai dana pengganti.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dana depresiasi merupakan biaya
yang dibebankan pada konsumen melalui harga pokok produksi. Demikian pula
dalam usaha pengangkutan, dana depresiasi dibebankan melalui harga tiket yang

33
dijual pada konsumen. Jumlah dana depresiasi dalam satu tahun sebesar Rp 11
juta atau setiap bulan sebesar Rp 916.667,- dan bila dihitung per hari adalah
sebesar Rp 30.556,-.
Apabila bus iru dalam satu hari dapat mengangkut rata-rata sebanyak 80
orang maka beban biaya depresiasi pada setiap tiket yang dijual diperhitungkan
sebesar Rp 382,- (lihat Tabel III-1),

2.1.2 Metode Jam Kerja Mesin (Service Hours Method)


Depresiasi yang dihitung berdasarkan jumlah jam kerja mesin, didasarkan
pada jumlah jam kerja yang digunakan datam tahun bersangkutan.

Tabel III-1
Jadwal Penyusulan dengan Menggunakan
Metode Garis Lurus
Akhir Penyusutan Jumlah Nilai
Tahun Tahunan Penyusutan Buku
(Rp) (RP) (RP) (12p)

0 - - 80.000.000
1 11.000.000 11.000.000 69.000.000
2 11.000.000 22.000.000 58.000.000
3 11.000.000 33.000.000 47.000.000
4 11.000.000 44.000.000 36.000.000
5 11.000.000 55.000.000 25.000.000

Contoh 2 : Harga beli sebuah mesin Rp 20.000.000,- dan diperkirakan scrap


value (nilai sisa) sebesar Rp 2.000.000,-. Mesin ini secaraa teknis
dapat bekerja secara efektif selaria 18.000 jam dengan usfa ekonomis
selama 5 tahun. Hitunglah jumlah penyusutan tahunan berdasarkan
padajarn kerja mesin dari susun pulajadwal penyusutan?

Jumlah Penyusutan perjam (J) = B - S


j
Di mana : j = Jumlah jam kerja ekonomis.

J = 20.000.000 - 2.000.000 = Rp. 1000,-


18100

Jumlah penyusutan tahunan (P) tergantung pada jumlah jam kerja mesin yang
digunakan pada setiap tahun. Besar kecilnya jumlah jam kerja dalam satu tahun
tergantung pada rencana produksi yang direncanakan pada setiap tahun. Di dalam
membuat rencana produksi tahunan ada kecenderungan terhadap produk yang

34
dihasilkan, apabila produk yang dihasilkan belmn dikenal konsumen, rencana
produksi pada tahun pertama relatif lebih kecil dari tahun-tahun berikutnya.
Demikian pula sebaliknya, apabila produk yang dihasilkan telah dikenal oleh
konsumen dan mempunyai pasaran yang luas, bisa jadi rencana produksi pada
tahun pertama lebih besar dari tahun-tahun berikutnya karena mesin masih dalam
keadaan baru di samping tingkat kerusakan masih relatif kecil. Berikut merupakan
contoh perencanaan produksi terhadap produk yang belum dikenal:
Rencana Produksi:
Tahun I 10% = 1.800 jam
Tahun II 15% = 2.700 jam
Tahun III 20% = 3.600 jam
Tahun IV 25% = 4.500 jam
Tahun V 30% = 5.400 jam
Jumlah 100%=18.000 jam

Penyusutan per tahun:


Tabun I = 1.800 x Rp. 1000 = Rp 1.800.000,-
Tahun II = 2.700 x Rp. 1000 = Rp 2.700.000,-
Tahun III = 3.600 x Rp. 1000 = Rp 3.600.000,-
Tahun IV = 4.500 x Rp. 1000 = Rp 4.500.000,-
Tahun V = 5.400 x Rp. 1000 = Rp 5.400.000,-

Tabel III-2
Jadwal Penyusutan dengan Menggunakan
Jam Kerja Mesin (dalam Rp)
Akhir Penyusutan Jumlah Nilai
Tahun (Rp) Penyusutan Buku
0 20.000.000

l 1.800.000 1.800.000 18200.00


2 2.700.000 4.500.000 15500.000
3 3.600.000 8.100.000 11.900.400
4 4.500.000 12.000.000 7.400.000
5 5.400.000 18.000.000 2.000.000

2.1.3 Metode Jumlah Produk (Product Units Method)


Penyusutan yang dihitung berdasarkan jumlah produk yang dihasilkan
sama dengan penyusutan yang menggunakan metode jam kerja mesin. Besar
kecilnya jumlah penyusutan pada setiap tahun tergantung pada jumlah produk
yang diproduksi pada setiap tahun. Jumlah produksi pada setiap tahun tergantung
pada permintaan pasar serta jenis barang yang dihasilkan. Apabila mesin A dapat
memproduksi sebanyak 100.000 unit selama umur ekonomis mesin 5 tahun,

35
dengan B=10 juta dan S= 2 juta, jumlah penyusutan per unit produk
dihitungsebagai berikut:
P=B-S
U
Dimana: U = Jumlah unit selama umur ekonomis mesin.
Diketahui: B= 10.000.000 S = 2.000.000,
n= 5 dan U = 100.000 unit
P = 10.000.000 - 2.000.000 = Rp 80,-
100.000

Besar kecilnya jumlah penyusutan pada setiap tahun tergantung pada jumlah
produk yang diproduksi dalam tahun bersangkutan. Untuk menentukan jumlah
produksi juga tidak terlepas dari permintaan pasar, dikenal atau tidak dikenalnya
produk yang dihasilkan, jenis barang yang diproduksi, dan adanya market space
serta market share yang dikuasai.

Contoh rencana produksi dengan produk yang telah dikenal.


Tahun I 25.000 unit = 25.000 x 80 = Rp 2.000.000,-
Tahun II 25.000 unit = 25.000 x 80 = Rp 2.000.000,-
Tahun III 20.000 unit = 20.000 x 80 = Rp 1.600.000,-
Tahun IV 15.000 unit = 15.000 x 80 = Rp 1.200.000,-
Tahun V 15.000 unit = 15.000 x 80 = Rp 1.200.000,-
Jumlah 100.000 unit Rp 8.000.000,-

Jadwal penyusutan selama lima tahun dengan menggunakan metode jumlah


produk adalah seperti terlihat dalam Tabel III-3 berikut (lihat halaman 48).

2.2 Metode Bunga Majemuk (Compound Interest Method)


Penyusutan yang dilakukan dengan menggunakan metode bunga majemuk
didasarkan pada tingkat bunga yang berlaku dalam masyarakat atau sering disebut
dengan opportunity cost of capital (OCC) sebagai biaya modal. Apabila tingkat
bunga yang berlaku dalam masyarakat

Tabel III-3
Jadwal Penyusutan dengan Menggunakan
Metode Jumlah Produk (Rp)
Akhir Penyusutan Jumlah Nilai
Tahun (Rp) Penyusutan Buku
0 - - 10.000.000
1 2.000.000 2.000.000 8.000.000
2 2.000.000 4.000.000 6.000.000
3 1.600.000 6.600.000 4.300.000

36
4 1.200.000 7.800.000 3.200.000
5 1.200.000 8.000.000 2.000.000
Jumlah 8.000.000

sebesar 18% per tahun maka perhitungan penyusutan tahunan didasarkan pada
tingkat bunga yang berlaku. Metode penyusutan yang didasarkan pada bunga
majemuk dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode anuitas dan
metode penyisihan dana yang sering disebut dengan sinking fund method.
Metode anuitas sebenarnya identik dengan perhitungan annuity yang
didasarkan pada nilai aset atau original cost sebagai present value. Untuk
mengatasi harga, baik sebagai akibat kenaikan tingkat inflasi maupun sebagai
perubahan teknologi disediakan dana cadangan sebesar 18% dari nilai aset pada
setiap tahun. Sebaliknya dengan menggunakan metode penyisihan dana
(sinkingfund method), sebenarnya sama dengan melakukan deposito di bank pada
setiap tahun, dan pada akhir umur ekonomis aset dana ini digunakan sebagai dana
untuk membeli aset baru.

2.2.1 Metode Anuitas


Contoh 3 : Harga beli sebuah mesin 50 juta rupiah dengan scrap value
diperkirakan sebesar 10 juta rupiah dan umur ekonomis aset selama
5 tahun. Tingkat bunga efektif diperhitungkan sebesar 18% pertahun.
Berapa besar penyusutan tahunan yang harus diiakukan dengan
menggunakan metode anuitas dan susunlah jadwal penyusutannya?
Dikethui: B=Rp 50.000.000 S = Rp 10.000.000
n=5 i = 18%

Untuk menentukan nilai aset yang disusut perlu dihitung present value dari scrap
value dengan menggunakan formula sebagai berikut:

Present value dari scrap value:


P = S (1+i)-n ……………………. (2-7)
P = 10.000.000 (1+0,18)-5
P = 10.000.000 (0,43710922)
P = 4.371.092

Nilai aset yang disusut


An = B - P = 50.000.000 - 4.371.092
= Rp 45.628.908,-

Penyusutan per tahun dihitung sebagai berikut:

37
R = 45.628.908 (0,31977784)
R = Rp 14.591.114,-
di mana: R = jumlah penyusutan per tahun.

Nilai discount factor dari perhitungan di atas dapat dilihat pada Lampiran
5 dengan n = 5 dan i = 18%. Jumlah penyusutan dalam satu tahun adalah sebesar
Rp 14.591.114,- dengan jumlah nilai aset yang disusut sebesar Rp 45.628.908,-
dan nilai present value dari scrap value sebesar Rp 4.371.092,-. Jadwal
penyusutan dengan menggunakan metode anuitas adalah sebagai berikut (lihat
Tabel III-4).
Seperti terlihat dalam tabel tersebut, jumlah penyusutan bersih selama 5
tahun adalah sebesar Rp 40.000.000,- dan nilai sisa aset sebesar Rp 10.000.000,-
sehingga nilai depresiasi ditambah nilai sisa pada akhir tahun kelirna sebesar
Rp 50.000.000,- untuk mengatasi kenaikan harga dalam penggantian aset baru
sebagai akibat tingkat inflasi telah dicadangkan dana sebesar Rp 32.955.570,-.

2.2.2 Metode Penyisihan Dana (Sinking Fund Method)


Penyusutan yang dilakukan dengan metode penyisihan dana, merupakan
deposito yang dilakukan oleh pemilik perusahaan pada setiap

Tabel III-4
Jadwal Penyusutan dengan Menggunakan
Metode Anuitas (dalam Rp)
(2) (3) (4) (5) (6)
(1) Bunga Penyusutan
Penyusutan Jumlah Nilai
Thn 18% Bersih
Per tahun Penyusutan Sisa Aset
(Rp) (6)x(18%) (2)-(3) (4)+(5) (6)-(4)

0 50.000.000
- - - -
1 14.591.114 9.000.000 5.591.114 5.591.114 44.408.886
2 14.591.114 7.993.599 6.597.515 12.188.629 37.811.371
3 14.591.114 6.806.047 7.785.067 19.973.696 30.026.304
4 14.591.114 5.404.735 9.186.378 29.160.074 20.839.925
5 14.591.114 3.751.188 10.839.926 40.000.000 10.000.000
72.955.570 32.955.570 40.000.000

38
akhir tahun pada lembaga keuangan (bank). Besar kecilnya deposito yang
dilakukan tergantung pada besar kecilnya nilai aset, tingkat bunga, dan umur
ekonomis dari aset itu sendiri.
Dengan demikian jumlah dana penyusutan yang disetor pemilik aset relatif
lebih kecil dari jumlah penyusutan yang seharusnya dan sisa dana penyusutan
ditutupi dengan jumlah bunga dari dana yang telah didepositokan.
Perhitungan jumlah penyusutan yang harus dilakukan pada setiap akhir
tahun berdasarkan soal di atas, dihitnng dengan menggunakan formula sebagai
berikut:
Diketahui: Sn = B - S = 50.000.000 - 10.000.000 = Rp 40.000.000,-
n= 5 tahun dan i= 18%/tahun

R = 40.000.000 (0,139777837)
R = Rp 5.591.113,-

Nilai compounding factor untuk {i/(i+l)n-1)} dapat dilihat pada Lampiran 6 pada
n=5 dan i=18%. Jadwal penyusutan yang didasarkan pada penyisihan dana seperti
terlihat dalam Tabel III-5 berikut. Seperti terlihat dalam tabel tersebut, jumlah
penyusutan pada setiap akhir tahun dilakukan sebesar Rp 5.591.113,- ditambah
dengan bunga uang dari hasil penyetoran tahun sebelumnya. Berdasarkan pada
perhitungan ini, jumlah bunga dari deposito kumulatif bertambah lama bertambah
besar, dengan demikian jumlah depresiasi/penyusutan yang dilakukan pada setiap
akhir tahun juga bertambah lama bertambah besar.

Tabel III-5
Jadwal Penyusutan dengan Menggunakan
Metode Penyisihan Dana (dalam Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Thn Penyusutan Bunga Penyusutan Jumlah Nilai
Pertahun 18% Bersih Deposito Sisa Aset
(5)x(18%) (2)-(3) (4)+(5) (6)-(4)

0 - - - - 50.000.000
1 5.591.113 - 5.591.113 5.591.113 44.408.887
2 5.591.113 1.006.400 6.597.513 12.188.626 37.811.374
3 5.591.113 2.193.954 7.785.066 19.973.692 30.026.308
4 5.591.113 3.595.267 9.186.380 29.160.073 20.839.928
5 5.591.113 5.248.814 10.839.927 40.000.000 1.000.000

39
27.955564 12.044.436 40.000.000

Jumlah dana yang disetor selama 5 tahun sebesar Rp 27.955.564,dengan jumlah


bunga dari setoran selama 5 tahun sebesar Rp 12.044.436,-, sehingga jumlah dana
pada akhir tahun kelima sebesar Rp 40.000.000,- dan scrap value dari aset sebesar
Rp 10.000.000, dengan demikian dapat membeli aset baru senilai Rp 50.000.000,-

2.3 Metode Penurunan

Penyusutan yang dilakukan dengan menggunakan metode penurunan adalah


jumlah penyusutan yang dilakukan setiap tahun pada aset yang mengalami
penurunan dari tahun ke tahun sesuai dengan keadaan aset yang makin lama
semakin tua. Cara penyusutan dengan menggunakan metode ini dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan metode jumlah angka tahunan yang sering disebut
dengan sum of years digit method dan dengan menggunakan angka persentase.

2.3.1 Metode Jumlah Angka Tahunan.


Jumlah dana penyusutan yang harus dikeluarkan pada setiap tahun
didasarkan pada jumlah angka tahunan dan umur ekonomis aset. Apabila sebuah
aset mempunyai umur ekonomis selama 5 tahun, dengan original cost (harga beli)
aset sebesar Rp 10.000.000.- dan scrap value diperhitungkan Rp 2.000.000,- maka
besarnya jumlah penyusutan pada setiap tahun dihitung sebagai berikut:
Jumlah angka tahunan:
1+2+3+4+5=15
Nilai aset yang disusut:
(B-S) = 10.000.000 - 2.000.000 = Rp 8.000.000,-

Penyusutan setiap tahun:


- Tahun I = 5/15 x Rp 8.000.000 = Rp 2.666.667,-
- Tahun II = 4/15 x Rp 8.000.000 = Rp 2.133.333,-
- Tahun III = 3/15 x Rp 8.000.000 = Rp 1.600.000,-
- Tahun IV= 2/15 x Rp 8.000.000. = Rp 1.066.667,-
- Tahun V = 1/15 x Rp 8.000.000 = Rp 533.333,-
Jumlah Rp 8.000.000,-

Jadwal penyusutan yang didasarkan pada metode jumlah angka tahunan seperti
terlihat dalam Tabel III-6 berikut:

Tabel III-6
Jadwal Penyusutan Atas Dasar Angka Tahunan
(dalam Rp)

40
Penyusutan Jumlah Nilai
Tahun
Tahun Penyusutan Aset
0 - - 10.000.000
1 2.666.667 2.666.667 8.333.333
2 2.133.333 4.800.000 5.200.000
3 1.600.000 6.400.000 3.600.000
4 1.066.667 7.466.667 2.533.333
5 533.333 8.000.000 2.000.000

2.3.2 Metode Persentase


Metode penyusutan yang didasarkan metode persentase terdiri dari metode
penyusutan persentase rata-rata dan metode penyusutan persentase tetap.

2.3.2.1 Metode Penyusutan Persentase Rata-Rata


Jumlah penyusutan yang didasarkan pada metode penyusutan persentase
rata-rata adalah hasil pembagian dan nilai aset yang elinilai dalam keadaan baru
(100%) dengan umur ekonomis dan aset. Apabila harga beli aset seharga 10 juta
rupiah dengan umur ekonomis selama 5 tahun, maka besarnya penyusutan
tahunan adalah sebesar 100%/ 5= 20%. Untuk membeli aset baru pada masa yang
akan datang dengan harga yang lebih mahal, baik sebagai akibat tingkat inflasi
maupun akibat perubahan teknologi maka persentqse penyusutan ratarata
ditingkatkan dengan cara kelipatan dua. Berdasarkan pada penjelasan ini, jumlah
penyusutan setiap tahun dihitung sebagai berikut:
- Tahun I = 40% x Rp 10.000.000 = Rp 4.000.000
Rp 10.000.000 - Rp 4.000.000 = Rp 6.000.000
- Tahun II = 40% x Rp 6.000.000 = Rp 2.400.000
Rp 6.000.000 - Rp 2.400.000 = Rp 3.600.000
- Tahun III = 40% x Rp 3.600.000 = Rp 1.440.000
Rp 3.600.000 - Rp 1.440.000 = Rp 2.160.000
- Tahun IV = 40% x Rp 2.160.000 = Rp 864.000
Rp 2.160.000 - Rp 864.000 = Rp 1.296.000
- Tahun V = 40% x Rp 1.296.000 = Rp 518.400
Rp 1.296.000 - Rp 518.400 = Rp 777.600

Tabel III-7.
Jadwal Penyusutan dengan Menggunakan
Metode Persentase Rata-Rata (dalam Rp)
Penyusutan Jumlah Nilai
Tahun
Tahun Penyusutan Aset
0 - - 10.000.000
1 4.000.000 4.000.000 6.000.000

41
2 2.400.000 6.400.000 3.600.000
3 1.440.000 7.840.000 2.100.000
4 864.000 8.704.000 1.296.000
5 518.000 9.222.000 777.600

2.3.2.2 Metode Persentase Tetap


Perhitungan yang digunakan untuk menentukan jumlah penyusutan secara
persentase tetap dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut:

di mana: r = Dasar penyusutan dari aset


S = Nilai sisa
n = Jumlah masa usia ekonomis dari aset
B = Harga beli aset (original cost)

Kembali pada contoh sebelumnya, apabila harga beli aset Rp 10.000.000,- dengan
nilai sisa Rp 2.000.000,- dan umur ekonomis 5 tahun, maka besamya persentase
penyusutan:

r = 1 - (0,2)1/5
r = 1 - (0,72477966)
r = 0,2752-2034 = 27,522034%

Untuk menghitung jumlah penyusutan tahunan:


- Tahun I = 10.000.000 x 0,27522034 = Rp 2.752.203,-
= 10.000.000 - 2.752.203 = Rp 7.247.796,-
- Tahun II = 7.247.796 x 0,27522034 = Rp 1.994.741,-
= 7.247.796 - 1.994.741 = Rp 5.253.055,-
- Tahun III = 5.253.055 x 0,27522034 = Rp 1.445.748,-
= 5.253.055 - 1.445.748 = Rp 3.807.307,-
- Tahun IV = 3.807.307 x 0,27522034 = Rp 1.047.848,-
= 3.807.307 - 1.047.848 = Rp 2.759.459,-
- Tahun V = 2.759.459 x 0,27522034 = Rp 759.459,-
= 2.759.459 - 759.459 = Rp 2.000.000,-

Tabel III-8
Jadwal Penyusutan yang Didasarkan pada
Metode Persentase Tetap (dalam Rp)
Penyusutan Jumlah Nilai
Tahun
Tahunan Penyusutan Asset

42
0 - - 10.000.000
1 2.752.203 2.752.203 7.247.797
2 1.994.741 4.746.944 5.253.056
3 1.449.748 6.192.692 3.807.308
4 1.047.848 7.240.540 2.759.460
5 759.459 8.000.000 2.000.000

2.4 Metode Penyusutan Gabungan


Apabila aset yang disusut lebih dan satu, mempunyai umur ekonomis yang
berbeda dan harga beli serta scrap value yang berbeda pula, biasanya dalam
perhitungan penyusutan dilakukan dengan metode penyusutan gabungan.
Contoh 4: Sebuah perusahaan mempunyai 3 buah mesin, mesin I harga belinya
Rp 10.000.000,-, mesin II Rp 7.000.000,-, dan mesin III harga belinya
Rp 5.000.000,-. Umur ekonomis mesin I, II, dan III masing-masing 5
tahun, 4 tahun, dan 10 tahun. Scrap value dari ketiga mesin tersebut
diduga Rp 2.000.000,-, Rp 1.000.000,-, dan mesin ketiga Rp 400.000,-
. Jelasnya seperti terlihat dalam Tabel III-9 berikut:

Tabel III-9
Harga Beli, Umur Ekonomis, dan Nilal Sisa
dari 3 Mesin
Harga Scrap Jumlah Umur Penyusutan
Mesin Beli Value Penyusutan Mesin Tahunan
(Rp) (Rp) (Rp) (Tahun) (RP)
A 10.000.000 2.000.000 8.000.000 5 1.600.000
B 7.000.000 1.000.000 6.000.000 4 1.500.000
C 5.000.000 400.000 4.600.000 10 460.000
Jml 22.000.000 3.400.000 18.600.000 19 3.560.000

Jumlah penyusutan dalam satu tahun yang dihitung berdasarkan penyusutan tetap
adalah sebagai berikut:
Persentase Penyusutan = Jumlah penyusutan tahunan
Jumlah harga beli aset

P = 3.560.000 = 0,161818181 = 16,18%


22.000.000
Jumlah penyusutan yang dilakukan pada setiap tahun adalah sebagai
berikut:
0,161818181 x 22.000.000,- = 3.600.000,-

Lamanya waktu untuk melakukan penyusutan dihitung sebagai berikut:


18.600.000 = 5 tahun 2 bulan

43
3.600.000

Untuk menentukan umur aset secara rata-rata dari sekelompok aset, juga dapat
diselesaikan dengan menggunakan Sinking Fund Method. Dengan menggunakan
metode ini, kita asumsikan tingkat bunga efektif diperhitungkan sebesar 18% per
tahun.

R = 4.600.000 (0,04251464) __________________ > Rp 195.567,- +


Jumlah deposito per tahun __________________> Rp 2.464.222,-

Untuk menentukan umur aset secara rata-rata dan sekelompok aset yang berbeda
dapat diselesaikan dengan cara sebagai berikut:
Diketahui: R= Rp 2.464.222,- Sn = 18.600.000,-
i = 18% dan n = ?

Untuk menentukan umur aset rata-rata dapat dilihat pada Lampiran 5 dengan nilai
7,548021241 pada tingkat bunga 18% di mana n= 5 nilainya 7,15421 dan pada

44
n= 6 nilainya 9,44196777. Dengan demikian umur aset rata-rata adalah lebih
besar dari 5 tahun dan lebih kecil dari 6 tahun, atau
(5<n<6)

Dalam menentukan umur aset rata-rata secara pasti dapat dilakukan dengan
menggunakan metode interpolasi seperti yang telah dijelaskan dalam Bab II
sebelumnya.

3. Ringkasan
Depresiasi/penyusutan adalah salah satu kebijakan dalam pengadaan dana
untuk penggantian aset baru. Cara untuk melakukan depresiasi penyusutan pada
umumnya dapat dilakukan dengan 4 metode, antara lain penyusutan secara rata-
rata yang terdiri dan metode garis lurus, metode yang didasarkan pada jumlah
produksi, dan metode yang didasarkan pada jumlah jam kerja mesin Kedua,
metode bunga majemuk yang terdiri dari metode anuitas (annuity method), dan
metode penyisihan dana (sinking fund method). Ketiga, metode penurunan yang
terdiri dari metode jumlah angka tahunan (sum of years digit method), dan metode
persentase. Menggunakan metode persentase dapat dilakukan dengan metode
persentase tetap dan metode persentase rata-rata. Terakhir, metode gabungan
sering digunakan pada usaha/proyek yang mengunakan beberapa aset yang
mempunyai harga dan umur ekonomis yang berbeda.

45
BAB IV
METODE PENGUKURAN DAN
PERAMALAN

1. Pendahuluan
Untuk mengetahui prospek usaha dari proyek yang direncanakan perlu
diadakan peramalan dan perkiraan tentang peluang pasar dari produk yang
dihasilkan. Peluang pasar merupakan aspek yang sangat penting untuk
diperhatikan karena tanpa adanya pemasaran dari produk yang dihasilkan, tidak
ada artinya usaha ini dilanjutkan.
Datam mengukur peluang pasar dari produk yang direncanakan perlu
diperhatikan bentuk dan sifat dari produk yang dihasilkan. Apabila gagasan
usaha/proyek yang direncanakan bertaraf nasional maka peluang pasar juga
dihitung berdasarkan pada perrnintaan secara nasional, apabila usaha/proyek yang
direncanakan bersifat lokalldaerah maka peluang pasar juga didasarkan pada
permintaan daerah.
Hasil peramalan dan perkiraan juga dapat digunakan sebagai informasi dalam
mengukur tentang besar kecilnya kapasitas produksi yang direncanakan. Semakin
kecil kapasitas produksi dibanding dengan peluang pasar yang tersedia semakin
besar kemungkinan tingkat keberhasilan, dan sebaliknya semakin besar kapasitas
produksi dibanding dengan peluang yang tersedia semakin kecil kesempatan
untuk mendirikan usaha/proyek yang direncanakan.

2. Metode Pengukuran dan Peramalan


2.1 Trend
Trend adalah salah satu peralatan statistik yang dapat digunakan untuk
memperkirakan keadaan di masa yang akan datang berdasarkan pada data masa
lalu. Misalnya, jumlah produksi yang direncanakan didasarkan pada
perkembangan permintaan masa lalu, tingkat harga yang ditetapkan didasarkan
pada perkembangan harga sebelumnya, dan lain sebagainya.
Kejadian pada masa akan datang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
kejadian masa lalu, hanya saja dalam hal ini perlu diadakan penyesuaian dengan
berbagai independent variable, seperti sikap konsumen, pendapatan, konsumsi,
dan berbagai independent variable lainnya. Kita juga menyadari tidak sernua
peristiwa di masa yang lampau akan terjadi secara tepat pada masa yang akan
datang, tetapi beberapa ketentuan dan pola-pola tertentu tidak jauh berbeda
dengan masa lalu. Berdasarkan pada uraian ini pula, penyusun studi kelayakan
bisnis banyak menggunakan trend sebagai alat proyeksi untuk memperkirakan
tentang pernuntaan (demand) dan penawaran (supply) dari berbagai kegiatan di
masa yang akan datang.

46
2.1.1 Trend Linear
Persamaan trend dengan menggunakan metode least squares method
dijabarkan sebagai berikut:
Yc = a + b (x)
Dimana:
Yc = nilai yang diperkirakan
a,b = nilai konstanta dan coefecient dalam sebuah persamaan trend.
x= serangkaian tahun yang dihitung sebagai berikut:

Diagram IV -1
Untuk rnemperjelas uraian di atas, berikut disajikan sebuah contoh tentang
permintaan ikan segar di sebuah kota dan perkiraan jumlah permintaan beberapa
tahun akan datang.
Tabel IV-1
Jumlah Permintaan Ikan Segar di Sebuah
Kota Tahun 1997 s.d. 2005 (dalam Ton)
Tahun Permintaan X X2 XY Perkiraan
1997 955 -4 16 -3.820 996,84
1998 975 -3 9 -2.925 1.051,49
1999 1.175 -2 4 -2.334 1.106,14
2000 1.302 -1 1 -1.302 1.160,79
2001 1.207 0 0 0 1.215,44
2002 1.265 1 1 1.265 1.270,09
2003 1.236 2 4 2.472 1.324,74
2004 1.375 3 9 4.125 1.379,39
2005 1.452 4 16 5.808 1.434,04
Jumlah 10.939 0 60 3.279 10.939,00

Untuk menghitung persamaan trend, konstanta a dan b dihitung sebagai berikut:

Persamaan trend : Yc = 1.215,44 + 54,65 (x)

Perkiraan permintaan (Y,) jumlah ikan segar di kota tersebut dihitung dengan
menggunakan persamaan trend sebagaimana dalam contoh berikut:

47
Yc 1987 = 1.215,44 + 54,65 (-4) = 996,84
Yc 1995 = 1.215,44 + 54,65 ( 4) = 1.434,05

Grafik 4-1
Grafik Trend

Seperti terlihat dalam grafik di atas, garis lurus merupakan garis trend,
yaitu sebuah garis yang dibentuk berdasarkan data proyeksi (perkiraan) sedangkan
garis yang berbentuk patah adalah data yang sebenamya (actual data).
Untuk mengetahui jumlah permintaan ikan segar pada tahun-tahun
mendatang dengan menggunakan trend sebagai alat proyeksi perlu juga diketahui
besarnya penyimpangan antara nilai proyeksi dengan data yang sebenamya.
Semakin besar angka penyimpangan, seniakin besar kesalahan yang terjadi dalam
angka proyeksi dan besarnya angka penyimpangan merupakan suatu pertanda
lebih baik menggunakan peralatan lainnya sebagai alat proyeksi.
Cara untuk menghitung penyimpangan antara data trend dengan data
sebenamya dapat dilakukan sebagaimana dalam Tabel IV-2 berikut.

Tabel IV -2
Perhitungan Penyimpangan Antara Data Proyeksi
dengan Data Sebenarnya (dalam Ton)
Permintaan Proyeksi Penyimpangan Proyeksi
Tahun
(Y) (Y) Tinggi Rendah
1997 955 996,84 41,84 -
1998 975 1.051,49 76,49 -
1999 1.172 1.106,14 - 65,86

48
2000 1.302 1.160,79 - 141,21
2001 1.207 1.215,44 8,45 -
2002 1.265 1.270,09 5,09 -
2003 1.236 1.324,76 88,76 -
2004 1.375 1.379,39 4,39 -
2005 1.452 1.434,05 - 17,59
Jumlah 10.939 10.939,00 225,02 225,02
Rata-rata penyimpangan 37,50 75,00

Berdasarkan pada perhitungan di atas, perkiraan jumlah pemintaan ikan


segar di kota tersebut untuk tahun 2006 sampai tahun 2014 seperti terlihat dalam
Tabel IV-3 berikut (lihat halaman 64):
Untuk menghitung perkiraan permintaan tahun 2006 sampai tahun 2014
sama dengan cara perhitungan sebelumnya, di mana x untuk tahun 2006 = 5 dan
untuk tahun 2009 = 8 dan seterusnya. Perkiraan tinggi dihitung dengan cara
menambahkan jumlah perkiraan normal dengan penyimpangan rata-rata tertinggi
(37,50) dan perkiraan rendah.
Tabel IV-3
Perkiraan Permintaan Ikan Segar
Tahun 1996 s.d. 2004 (dalam Ton)
Perkiraan Perkiraan
Perkiraan
Tahun Normal Tinggi
Rendah
(Y1) (Y2)
1996 1.488,69 1.526,19 1.413,69
1997 1.543,34 1.580,84 1.468,34
1998 1.597,99 1.635,49 1.522,99
1999 1.652,64 1.690,14 1.577,64
2000 1.707,29 1.744,79 1.632,29
2001 1.761,94 1.799,44 1.686,94
2002 1.816,34 1.854,09 1.741,59
2003 1.871,24 1.908,74 1.796,24
2004 1.925,89 1.963,39 1.850,89

dihitung dengan cara mengurangkan antara perkiraan normal dengan jumlah


penyimpangan rata-rata terendah (75). Apabila data perkiraan normal menurut
pandangan para penyusun kurang sesuai (relevant), baik disebabkan oleh adanya
perubahan pola pennintaan maupun sebagai akibat perubahan beberapa variable
lainnya, dalam hal ini dapat digunakan perkiraan permintaan antara (range)
perkiraan tertinggi dengan perkiraan terendah. Dengan adanya batas-batas
perkiraan yang dibentuk berdasarkan pada data penyimpangan, para penyusun

49
studi kelayakan bisnis dapat mengadakan perkiraan secara lebih realistis dalam
batasbatas yang telah ditetapkan sesuai dengan kondisi di masa yang akan datang.
Dengan kata lain, para penyusun maupun para pengusaha yang ingin
mengembangkan usahanya dalam bidang pelayanan ikan di kota tersebut dapat
merencanakan kegiatan usahanya dalam batas-batas perkiraan terendah dan
perkiraan tertinggi. Kita juga menyadari kemungkinan terjadinya jumlah
permintaan lebih besar dari perkiraan tertinggi maupun lebih kecll dad perkiraan
terendah, tetapi kemungkinan akan terjadinya penyimpangan ini relatif lebih kecil
dan dapat dikontrol.

2.1.2 Trend Non-Linear


Trend nonlinear adalah trend yang mempunyai persamaan berbentuk
fungsi kuadrat dengan bentuk grafik seperti parabola. Apabila perkembangan data
pada mulanya mengalami perkembangan yang reIatif besar dan pada suatu masa
laju pertumbuhan rata-rata per tahun bertambah lama bertambah kecil, baik
sebagai akibat j enuhnya kegiatan maupun disebabkan perubahan faktor-faktor
lainnya, maka perkiraan laju pertumbuhan pada masa yang akan datang dengan
menggunakan trend nonlinear akan memberikan hasil lebih representatif daripada
menggunakan trend linear Demikian pula sebaliknya, apabila data rnasa lalu
mengalami penurunan pada awalnya dan kemudian pada suatu masa mengalami
perkembangan secara drastis, keadaan ini apabila diproyeksikan dengan
menggunakan trend nonlinear hasilnya juga lebih baik daripada penggunaan trend
linear Sebagai contoh. dal am tabel berikut adalah j umlah permintaan terhadap
biji kopi yang berkualitas I di sebuah kota sejak tahun 1992 s.d. 2005

Tabel IV-4
Permintaan Biji Kopi Kualitas I
Tahun 1992 s.d. 2005 (dalam ton)
Demand
Tahun X XY X2 X2Y X4 Perkiraan
(Y)
1992 80.000 -13 -1.040.000 169 13.520.000 28.561 146.397
1993 50.000 - 1 -550.000 121 6.50.000 14.641 90.979
1994 81.000 - 9 -729.000 81 5.561.000 6.561 57.960
1995 100.000 - 7 -700.000 49 4.900.000 2.401 47.341
1996 129.000 - 5 645.000 25 3.225.000 625 59.122
1997 160.000 - 3 480.000 9 1.440.000 81 93.303
1998 190.000 - 1 190.000 1 190.000 1 149.884 1
1999 220.000 1 220.000 1 220.000 1 228.864
2000 300.000 3 900.000 9 2.700.000 81 330.244
2001 400.000 5 2.0A000 25 10.000.000 625 454.023

50
2002 550.000 7 3.850.000 49 26.950.000 2.401 600.203
2003 700.000 9 6.300.000 81 56.700.000 6.561 768.782
2004 800.000 11 8.800.000 121 96.800.000 14.641 959.761
2005 1.400.000 13 18.200.000 169 236.600.000 28.561 1.173.140
5.160.000 0 35.936.000 910 465.856.000 105.742 5.160.000
Persamaan trend nonlinear adalah sebagai berikut:
Yc = a + bx + cx2

Untuk menghitung parameter a, b, dan c digunakan persamaan normal sebagai


berikut:

Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:

Berdasarkan pada persamaan di atas, nilai parameter a, b, dan c dihitung sebagai


berikut:
5.160.000 = 11 a + 910 c (1)
35.936.000 = 910 b (2)
465.856.000 = 910 a + 105.742 c (3)

Untuk nilai b

Untuk nilai a dan c


5.160.000 = 14 a + 910 c (1)
465.856.000 = 910 a + 105.742 c (3)
599.592.000 = 1626,8 a + 105.742 c /x 116,2
465.850.000 = 910 a + 10-5.742 c -
133.736.000 = 716,8 a + 0

a = 133.736.000 = 186.573,66
716,8

5.160.000 = 14 (186.573,66) + 910 c


5.160.000 = 2.612.031 + 910 c
c = 2,799,97

Dengan demikian persamaan trend nonlinear:

51
Yc = 186.573,66 + 39.490,11 (X) + 2.799,97 (X2)
Apabila dimasukkan nilai x dan x2 pada persamaan di atas, jumlah
perkiraan permintaan (Yc) seperti terlihat dalam Tabel IV-4 sebelumnya.

Grafik 4-2
Grafik Trend Non-Linear

Perkiraan permintaan kopi kualitas I tahun 2006 sampai tahun 2014


dihitung dengan jalan yang sama, dimana pertambahan x dan X2 sama dengan
pertumbuhan tahun sebelumnya. Perkiraan tinggi uihitung dari jumlah perkiraan
normal ditambah dengan penyimpangan rata-rata tertinggi dan perkiraan rendah
dikurangi dengan rata-rata penyimpangan terendah Hasil lengkap dari perhitungan
ini terlihat dalam Tabel IV-5 berikut:
Tabel 1-5
Perkiraan Permintaan kopi Kualitas I
Tahun 2006 s.d. 2014 (ton)
Perhiraan Perkiraan Perkiraan
Tahun
Normal Tinggi Rendah
(Y1) (Y2) (Y3)
2006 1.409 1.469 1.367
2007 1.667 1.727 1.625
2008 1.948 2.008 1.906
2009 2.251 2.331 2.209
2010 2.576 2.636 2.534

52
2011 2.924 2.984 2.885
2012 3.294 3.354 3.252
2013 3.687 3.746 3.645
2014 4.102 4.161 4.060

2.2 Analisis Regresi dan Korelasi


Dalam menyusun studi kelayakan maupun analisis proyek ada kalanya
mengalami kelemahan dengan menggunakan trend sebagai alat proyeksi, dalam
keadaan ini dapat diselesaikan dengan mencari hubungan antara satu variabel
dengan vaniabel lainnya. Keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya
biasanya diselesaikan dengan menggunakan persamaan regresi, korelasi maupun
koefisien determinasi di antara variabel tersebut.
Proyeksi/perkiraan dengan menggunakan analisis regresi menjelaskan
hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainnya. Adakalanya dalam
menyusun studi kelayakan dengan menggunakan regresi hasilnya lebih
representatif daripada menggunakan trend, dan ada kalanya trend lebih baik
daripada regresi dalam menafsir dari nilai sesuatu variabel di masa yang akan
datang.
Dalam analisis ekonomi, hubungan antara satu variabel dengan variabel
lainnya saling terkait, ada yang berhubungan positif dan ada pula yang
berhubungan negatif. Apabila X adalah pendapatan seseorang sebagai in-
dependent variable dan Y merupakan pengeluaran sebagai dependent variable
naik turunnya variable X diikuti dengan naik turunnya variabel Y disebut
berhubungan positif dan sebaliknya bila X naik dan Y turun hubungan di antara
kedua variabel dikatakan berhubungan negatif.
Hukum permintaan menyatakan, bila harga naik permintaan akan berkurang
dan bila harga turun permintaan akan bertambah, ini berarti hubungan antara
harga dengan permintaan dikatakan berhubungan negatif.

2.2.1 Regresi Linier


Sebagai contoh, Tabel IV-6 benikut adalah jumlah produksi dan biaya
semivariabel dari sebuah perusahaan batu bata selama 10 bulan.

Tabel IV-6
Jumlah Produksi dan Biaya Semi- Variabel
dalam Berbagai Tingkatan Produksi.
Jumlah Biaya Semi
Bulan
Produksi (Unit) Variabel (Rp)
1 14.000 746.000
2 16.000 808.000
3 17.000 829.000
4 18.000 848.000

53
5 20.000 900.000
6 18.000 812.000
7 20.000 900.000
8 17.000 830.000
9 15.000 705.000
10 16.000 860.000

Persamaan regresi linier:


Ŷ = a + b(x)
di mana, Ŷ = Perkiraan biaya produksi
a = Konstanta dan dalam kasus ini nilai a = fixed cost
b = Koefisien regresi, dalam kasus ini sama dengan biaya variabel
per unit
x = Independent variable.
Untuk menghitung parameter a dan b:

Persiapan perhitungan regresi berdasarkan formula di atas terlihat dalam Tabel


IV-7 berikut:
Tabel IV-7
Persiapan Perhitungan Regresi Antara
jumlah Produksi dengan Biaya Semi-Variabel
Jumlah B. Semi
Perkiraan
Produksi Variabel X Y X2 XY
Ŷ
(X) (Y)
14.000 746.000 - -77.800 10.240.000 248.960.000 735.457
3.200
16.000 808.000 -1200 -15.800 1.440.000 18.960.000 790.672
17.000 829.000 - 200 5.200 40.000 -1.040.000 818.279
18.000 848.000 800 24.200 640.000 19.360.000 845.886
20.000 900.000 2.800 75.200 7.940.000 213.360.000 901.100
18.000 812.000 800 11.800 640.000 -9.410.000 845.886
20.000 900.000 2.800 76.200 7.840.000 213.360.000 901.100
17.000 830.000 300 6.200 90.000 1.860.000 832.082

54
15.000 705.000 - - 4.840.000 261.360.000 763.065
2.200 118.800
16.000 850.000 - 700 36.200 490.000 -25.340.000 804.475
172.000 8.238.000 0 0 34.100.000 941.400.000 6.233.000

Untuk menghitung nilai x dan y pada kolom 3 dan 4 dihitung sebagai berikut:

Persamaan Regresi:

Berdasarkan pada persaunaan di atas, biaya tetap (fixed cost) dalam


perusahaan ini adalah sebesar Rp 348.959,- dengan variable cost per unit sebesar
Rp 27,61 . Cara untuk memperkirakan biaya produksi di masa yang akan datang,
didasarkan pada perkiraan jumlah produksi yang didasarkan pada potensi pasar.
Apabila perkiraan junilah produksi sebesar 25.000 unit pada setiap satu
kali produksi maka perkiraan biaya yang dibutuhkan adalah sebesar:

Total Cost (Ŷ) = 348.959 + 27,61 (25.000) = Rp 1.039.209,-


Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh jumlah produksi terhadap
perubahan biaya produksi dapat diselesaikan rnelalui hasil perhitungan korelasi
(corelation) dan koefisien determinasi (co-effecient of determination) dari hasil
perkiraan regresi dengan cara sebagai berikut:
Tabel IV-8
Persiapan Perhitungan Korelasi dan Koefisien
Determinasi Antara Jumlah Produksi
dengan Total Maya

- 88.343 7.804.485.649 - 77.800 6.052.840.000


- 33.128 1.097.464.384 - 15.800 249.640.000
-5.521 30.481.441 5.200 27.040.000
22.086 487.791.396 24.200 585.640.000

55
77.300 5.975.290.000 76.200 5.806.440.000
22.086 487.791.396 - 11.800 139.240.000
77.300 5.975.290.000 76.200 5.806.400.000
8.282 68.591.524 6.200 38.440.000
- 60.735 3.688.740.225 118.800 14.113.440.000
- 19.325 373.455.625 36.200 1.31.0.440.000
25.989.381.640 34.129.600.000

Berdasarkan pada hasil perhitungan di atas, pengaruh jumlah produksi terhadap


total biaya adalah sebesar 76,15% ini berarti naik tuiunnya biaya yang dikeluarkan
ditentukan oleh jumlah produksi sebesar 76,15% dan hanya 23,85% naik turunnya
biaya produksi dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak disebutkan dalam
persamaan ini. Hubunga antara jumlah produksi (X) dan total biaya (Y)
mempunyai hubungan positif, ini berarti setiap penambahan jumlah yang
diproduksi akan diikuti dengan kenaikan biaya.
Perkiraan yang dilakukan dengan menggunakan regresi adalah mencari
hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Untuk menentukan jumlah
penjualan minyak pelumas dipengaruhi oleh banyaknya jumlah kendaraan
bermotor. Apabila jumlah kendaraan betmotor dapat diketahui, akan mudah untuk
menentukan jumlah persediaan minyak pelumas berdasarkan pada pola yang telah
ditentukan. Untuk menentukan perkiraan jumlah biaya yang dikeluarkan
ditentukan oleh jumlah produksi di masa yang akan datang.

2.2.2 Hubungan Regresi dengan Analisis Pulang Pokok

Pola pengeluaran biaya dari perusahaan batu bata tersebut dapat digunakan
sebagai pengukuran untuk menentukan kapan usaha ini berada dalam keadaan
break even point, yaitu suatu skala usaha di mana total revenue satna dengan total

56
cost (TR=TC). Skala ini juga perlu diketahui untuk merencanakan kegiatan usaha
dalam perencanaan laba yang ingin dicapai.
Konsep total revenue (TR) = p.q dan perkiraan jumlah biaya (TC) = a +
bq. Dengan demikian break even point (BEP) pada saat TR = TC dapat
diselesaikan sebagai berikut:
TR = p.q dan
TC = a + bq  persamaan regresi
di mana p.q = a+ bq
p . q - bp = a
q (p-b) = a
a
q =
(p - b)
di mana: q = Jumlah produksi
p = Harga
b = Biaya variabel per unit
a = Biaya tetap (fixed cost).
Hasil perhitungan persamaan regresi:
Ŷ = 348.959 + 27,61 (q)
Di mana a merupakan fixed cost (biaya tetap) dengan nilai Rp 348.959,- dan b
merupakan variable cost per unit dengan nilai sebesar Rp 27,61,-. Apabila harga
jual batu bata dengan harga Rp 50,- per unit maka tingkat pulang pokok (BEP)
berada pada jumlah unit produksi sebagai berikut:

atau dalam rupiah

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, tingkat BEP dan perusahaan batu bata ini
berada pada 15.586 unit dengan jumlah biaya (total cost) sebesar Rp. 779.275,
Bila dicek dengan perhitungan rugi/laba:
TR = 15.585,5 x Rp 50 ……………………………….. Rp 779.275,-
TC
a. Fixed cost ……………………… = 348.959,-
b. Variable cost 15.585,5 x 27,61... = 430.316,- +

Rp 779.275,- -
Laba/Rugi …………………………………. Rp 0

57
Dengan mengetahui jumlah produksi pada tingkat BEP, jumlah ini dapat
digunakan sebagai indikator bagi sebuah perusahaan untuk menentukan jumlah
produksi, apakah junilah produksi perlu ditingkatkan atau tidak. Demikian pula
jumlah produksi pada tingkat BEP dapat digunakan sebagai alat dalam
pengendalian biaya produksi dan menentukan laba perusahaan. Apabila para
perencana ingin menentukan jumlah keuntungan yang diperoleh sebesar Rp
200.000,- pada setiap satu kali produksi, maka jumlah yang diproduksi dihitung
sebagai berikut:

58
2.2.3 Regresi Non-Linier
Apabila perkembangan datanya tidak proporsional, dengan menggunakan
regresi nonlinier mungkin hasilnya lebih representatif daripada menggunakan
regresi linier. Baik tidaknya menggunakan salah satu dari model ini, dapat dilihat
melalui hasil perhitungan korelasi dan koefisien determinasi dari persamaan
regresi.

59
Sebagai contoh, penggunaan dari regresi nonlinier adalah seperti terlihat
dalam Tabel IV-9 berikut, yaitu mengenai perkembangan Total Cost (TC) dan
Total Revenue (TR) dari sebuah perusahaan batu bata. Apabila diamati pola
perkembangan data tersebut, di mana TC dan TR berbentuk garis lengkung
(nonlinier), ini menunjukkan semakin besar jumlah produksi, total cost akan
cenderung meningkat dan total revenue cenderung menurun. Keadaan ini
memberi gambaran, apabila jumlah produksi terus ditingkatkan perusahaan akan
menderita kerugian.
Tabel IV-9
Junilah Produksi, Total Cost, dan Total
Revenue Sebuah Perusahaan Batu Bata
Jumlah Total Total
Bulan Produksi Cost Revenue
(Unit) (Rp) (Rp)
Januari 14.000 726.700 700.000
Februari 15.000 768.800 750.000
Maret 16.000 820.900 832.000
April 17.000 875.900 901.000
Mei 18.000 942.875 981.000
Juni 19.000 994.500 1.064.000
Juli 20.000 1.058.900 1.160.000
Agustus 21.000 1.104.800 1.176.000
September 22.000 1.184.800 1.210.000
Oktober 23.000 1.295.900 1.300.000
November 24.000 1.305.000 1.305.000
Jumlah 209.000 11.079.075 1.379.000

Pola total cost dari perusahaan ini lebih baik diselesaikan dengan
menggunakan persarnaan regresi nonlinier karena total cost dan total revenue
tidak proporsional.
Hasil perhitungan total cost yang diperkirakan selarna 11 bulan adalah
seperti terlihat dalam Tabel IV-10, dan perkiraan total revenue dalam waktu yang
bersamaan seperti terlihat dalam Tabel IV- 11. Apabila diamati hasil perkiraan
tersebut, pola TC berbentuk U, dan pola TR berbentuk parabola, ini berarti pola
pengeluaran dan pola pendapatan dari perusahaan ini mengalami kerugian secara
terus-menerus.
Tabel IV-10
Persiapan Perhitungan Pola Total Cost
Jumlah Total Perkiraan
2 4
Produksi Cost X X X XY X=Y TC
(X) (Y) (Ŷ)

60
14.000 726.700 -5 25 625 -3.633.500 18.167.500 721.921
15.000 768.800 -4 16 256 -3.075.200 12.300.800 771.892
16.000 920.900 -3 9 81 -2.462.700 7.388.100 824.224
17.000 875.900 -2 4 16 -1.751.800 3.503.600 878.916
18.000 942.875 -1 1 1 -942.875 942.875 935.970
19.000 994.500 0 0 0 0 0 995.384'
20.000 1.058.900 1 1 1 1.058.900 1.058.900 1.057.159
21.000 1.104.800 2 4 16 2.209.600 4.419.400 1.121.295
22.000 1.184.800 3 9 81 3.554.400 10.663.200 1.187.792
23.000 1.295.900 4 16 256 5.183.600 20.734.400 1.256.650
24.000 1.305.700 5 25 625 6.625.000 32.625.000 1.327.870
Jumlah 11.079.075 0 110 1958 6.665.425 111.803.575 11.079.075

Persiapan perhitungan persamaan regresi nonlinier dilakukan sebagai berikut:

Untuk mendapatkan nilai parameter a, b, dan c:


11.079.075 = 11 a + 110 c (1)
6.665.425 = 110 b (2)
111.803.575 = 110 a + 1958 c (3)

b = 6.665.425 = 60.594,77
110
Untuk mendapatkan nilai a dan c
11.079.075 = 11a + 110 c (1)
111.803.575 = 110a + 1958 c (3)
197.207.535 = 195,8 a + 1958 c x (1958/110) = 17,8
111.803.575 = 110 a + 1958 c –
05.403.960 = 85,8 a + 0
a = 85.403.960 = Rp 995.384,
85,8
11.079.075 = 11(995.384) + 110 c
129.849 = 110 c
c = 129.849 = 1.180,45
110

Persamaan regresi nonlinier:


Tc (Ŷ) = 995.384 + 60.594,77 (X) + 1.180,45 (X2)

Apabila dimasukkan nilai x dan x2, jumlah total cost yang diperkirakan seperti
terlihat dalam Tabel IV-10. Pola total revenue dari perusahaan ini bila dihitung

61
dengan persamaan regresi nonlinier adalah seperti terlihat dalam Tabel IV-11
berikut:

Tabel IV-11
Persiapan Perhitungan Pola Total Revenue
Jumlah Total Perkiraan
produksi revenue X X2 X4 XY X2Y TR
(X) (Y) Ŷ
14.000 700.000 -5 25 625 - 17.500.000 676.647
3.500.500
15.000 750.800 -4 16 256 - 12.000.000 762.459
3.000.000
16.000 832.000 -3 9 81 - 7.488.000 843.520
2.496.000
17.000 901.000 -2 4 16 - 3.604.000 919.832
1.802.000
18.000 981.000 -1 1 1 -981.005 981.000 991.394
19.000 1.064.000 0 0 0 0 0 1.058.205
20.000 1.160.000 1 1 1 1.160.000 1.160.000 1.120.266
21.000 1.176.000 2 4 16 2.352.000 4.704.000 1.177.578
22.000 1.210.000 3 9 81 3.630.000 10.890.000 1.230.139
23.000 1.300.000 4 16 256 5.200.000 20.800.000 1.277.950
24.000 1.305.000 5 25 625 6.525.000 32.625.000 1.321.010
Jumlah 1.379.000 0 110 1958 7.089.000 111.752.000 11.379.000

Pola penerimaan (Ŷ) hasil perhitungan:


TR (Ŷ) = 1.058.205 + 64.436,36 (X) - 2.375,06 (X2)

Untuk menghitung jumlah produksi pada tingkat BEP dapat dilakukan sebagai
berikut:
TR = 1.058.205 + 64.436,36 (x) - 2.375,06 (x2)
TC = 995.384 + 60.594,77 (x) + 1.180,45 (x2)
1.058.205 + 64.436,36(x) - 2.375,06(x2) = 995,384 + 60.594,77 (x) + 1.180,45(x2)
-3.555,51 x2 + 3.841,59 (x) + 62.852 = 0
3.555,51 x2 - 3.841,59 (x) - 62.852 = 0

62
X1 = -3,70
X2 = 4,77

Untuk menghitung junilah produksi pada tingkat BEP diselesaikan sebagai


berikut:
BEP1  X1 = -3,70
Produksi pada X= -3 = 16.000 unit
0,70 x 1.000 = 700 unit -
Jumlah Produksi 15.300 unit
BEP2  X2 = 4,77
Produksi pada X= 4 = 23.000 unit
0,77 x 1.000 = 770 unit +
Jumlah Produksi 23.770 unit

Maksimum profit diperoleh dari beda terbesar antara total revenue dengan
total cost yaitu pada saat MR-MC=0 atau MR = MC. Secara matematis,
maksimum profit dapat dihitung dengan menggunakan persamaan TR dengan TC
yang berada pada turunan pertama dari derivatif pertama.
MR = 64.436,36 - 4.750,12 x
MC = 60.594,77 + 2.360,9 x
0 = 3.841,59 - 7.111,02 x

X = 3.841,59 = -0.54
-7.111,02

Maksimum Profit  X = 0 = 19.000 unit


0,54 x 1.000 = 540 unit -
Jumlah Produksi = 18.460 unit

Rekap perhitungan di atas adalah seperti terlihat dalam Tabel IV- 12 berikut:

63
Tabel IV-12
Jumlah Produksi, Break Even Point,
dan Keuntungan Maksimum
Jumlah
Bulan X Keterangan
Produksi
Januari 14.000 -5
Februari 15.000 -4
15.300 (BEP1)
Maret 16.000 -3
April 17.000 -2
Mei 18.000 -1
18.460 (max
Juni 19.000 0 (Profit)
Juli 20.000 1
Agustus 21.000 2
September 22.000 3
Oktober 23.000 4
23.770 (BEP2)
November 24.000 5

Seperti terlihat dalam tabel IV-12, BEP pertama dari perusahaan ini berada
pada x=-3,70 yaitu pada jumlah produksi sebesar 15.300 unit dan BEP kedua pada
saat x = 4,77 atau pada jumlah produksi sebesar 23.770 unit dan
maksimum profit diperoleh pada x=- 0,54 atau jumlah produksi sebesar 18.460
unit. Rekapitulasi dari jumlah produksi, perkiraan total cost dan total revenue,
serta perkiraan profit dari hasil persamaan tersebut terlihat dalam Tabel IV-13
berikut:
Tabel IV-13
Jumlak. Produksi, Perkiraan Total Cost, Total
Revenue, dan Perkiraan Profit
Jumlah Total Total Perkiraan
Produksi cost Revenue Profit
(unit) (RP) (RP) (Rp)
14.000 721.921 676.647 -45.274
15.000 771.892 762.459 - 9.433
16.000 824.224 843.520 19.296
17.000 878.916 919.832 40.916
18.000 935,970 991.394 55.424
19.000 995.384 1.058.205 62.821
20.000 1.057.159 1.120.266 63.107
21.000 1.121.296 1.177.178 50282

64
22.000 1.187.793 1.230.139 42.346
23.000 1.256.650 1.277.950 21.300
24.000 1.327.870 1.321.010 - 6.8860

Apabila data Tabel IV-12 dan Tabel IV-13 dimasukkan dalam sebuah
grafik adalah sebagaimana dalam grafik berikut (lihat Grafik 4-4 halaman 83).
Seperti dilihat dalam gafik tersebut, maksimum profit terdapat pada
MR=MC yaitu beda terbesar antara TC dengan TR, tepatnya pada jumlah
produksi 18.460 unit. Apabila jumlah produksi lebih besar dari 18.460 unit per
bulan, keuntungan yang diperoleh menjadi lebih kecil hingga pada jumlah,
produksi 23.770 unit, total cost telah sama dengan total revenue (BEP). Apabila
jumlah produksi terus ditambah,

Jumlah Produksi
Grafik 4-4
Grafik BEP dalam regresi Non-Liniear

perusahaan akan mengalami kerugian karena total revenue lebih kecil dari total
cost. Demikian pula sebaliknya apabila jumlah produksi lebih kecil dari 18.460
unit, keuntungan yang diperoleh juga menjadi lebih kecil sampai pada jumlah
produksi 15.300 unit, produksi berada dalam keadaan BEP. Apabila jumlah
produksi berada di bawah 15.300 unit perusahaan akan mengalami kerugian
karena total cost lebih besar daripada total revenue.
Tingkat keuntungan maksimum, di mana MR=MC, dan jumlah produksi
pada tingkat BEP1 maupun pada BEP2 dapat diketahui dengan menggunakan
perhitungan seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Berdasarkan pada hasil perhitungan ini, pimpinan perusahaan dapat
mengetahui pada jumlah produksi berapa perusahaan masih dalam batas-batas

65
yang menguntungkan, dan pada jumlah produksi berapa pula perusahaan
mendapat kerugian, serta pada jumlah produksi berapa perusahaan mendapat
keuntungan maksimum, hasil perhitungan ini juga dapat digunakan sebagai pola
dan indikator dalam pengawasan jumlah Praduksi. Demikian pula dalam
penyusunan studi kelayakan, batas-batas ini perlu diketahui karena atas dasar ini
pula kita dapat menyatakan bahwa gagasan usaha yang kita susun feasibel atau
tidak untuk dilaksanakan.

3. Mathematical Expectation
Analisis mathematical expectation pada akhir-akhir ini telah banyak
digunakan sebagai salah satu metode pengukuran dan peramalan dalam
mengambil suatu keputusan. Keputusan yang diambil pada umumnya menyangkut
dengan beberapa kebijakan dalam pemilihan dari beberapa alternatif yang
didasarkan pada teori probabilitas.
Perhitungan probabilitas didasarkan pada peristiwa-peristiwa dan kejadian
yang terjadi dalam populasi. Oleh karenanya beberapa dari kalangan perencana
melihat bahwa menggunakan rata-rata populasi hasilnya lebih mencerminkan
kejadian/peristiwa yang sebenamya daripada menggunakan ratarata sampling.
Untuk menghitung rata-rata populasi yang juga disebut dengan expected value
dari nilai x dihitung sebagai berikut:
E(x) = x1.Pr(x1) + x2.Pr(x2) ...... xn.Pr(xn)
atau

Sebagai contoh, Tabel IV-14 berikut merupakan distribusi dan probabilitas dari
nilai x:
Tabel IV-14
Distribusi dan Prababilitas dari Nilai X
xi 3 5 7
Pr(xi) 0.3 0.4 0.3

Secara teori, perhitungan ini dihitung sebagai berikut:


E(x) = (3x0.3) + (5x0.4) + (7x0.3) = 5
E(2x) = {(2x3)0.3} + {(2x5)x0.4} + {(2x7)x0.3} =10

66
Aplikasi penggunaan mathematical expectation dalam pengainbilan
keputusan, baik dalam penyusunan studi kelayakan bisnis, analisis proyek, dan
berbagai kegiatan bisnis lainnya adalah seperti terlihat dalam contoh 1 dan contoh
2 berikut:
Contoh 1 : Seorang pengusaha minurnan susu segar, menyediakan minuman
setiap hari untuk dijual pada konsumen. Dalam menyediakan susu
segar, penjual selalu berhadapan dengan beberapa harapan dan
tantangan karena setiap susu segar yang tidak terjual pada hari
tersebut merupakan kerugian total bagi penjual. Harga beli susu
segar per kerat minuman seharga Rp 800,- dan harga jual Rp 1.000,-
dengan demikian profit yang diharapkan sebesar Rp 200,- perkerat.
Berapa jumlah kerat yang harus disediakan agar penjual mendapat
keuntungan yang maksimum. Sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan jumlah kerat yang disediakan, berikut pengalaman dari
penjual selama 200 hari.
Tabel IV-15
Pengadaman Penjual Selama 200 Hari
dalam Menjual Susu Segar
Persediaan Frekuensi
Probabilitas
(Kerat) (Hari)
25 20 0,10
26 60 0,30
27 100 0,50
28 20 0,10
Jumlah 200 1

Untuk memperkirakan jumlah kerat minuman yang perlu disediakan dalam


mendapatkan keuntungan maksimum, terlebih dahulu dihitung kemungkinan
untuk mendapat profit dari sejumlah kerat yang disediakan seperti terlihat dalam
Tabel IV-16 berikut:

Tabel IV-16
Jumlah Stock, Demand, Total Revenue,
Total Cost, dan Profit dari Berbagai
Kemungkinan Hasil Penjualan
No. Stock Demand Total Total Cost Profit

67
(Krt) (Krt) Revenue (Rp)
1 25 25 (25 x (25 x 800) 5.000
1.000)
26 (25 x (25 x 800) 5.000
1.000)
27 (25 x (25 x 800) 5.000
1.000)
28 (25 x (25 x 800) 5.000
1.000)
2. 26 25 (25 x (26 x 800) 4.200
1.000)
26 (26 x (26 x 800) 5.200
1.000)
27 (26 x (26 x 800) 5.200
1.000)
28 (26 x (26 x 800) 5.200
1.000)
3. 27 25 (25 x (27 x 800) 3.400
1.000)
26 (26 x (27 x800) 4.400
1.000)
27 (27 x (27 x 800) 5.400
1.000)
28 (27 x (27 x 800) 5.400
1.000)
4. 28 25 (25 x (28 x 800) 2.600
1.000)
26 (26 x (28 x 800) 3.600
1.000)
27 (27 x (28 x 800) 4.600
1.000)
28 (28 x (28 x 800) 5.600
1.000)

Catatan: Untuk no.I di atas, walaupun demand (permintaan) lebih besar


dari 25 kerat, karena stok (supply) yang disediakan hanya sebanyak 25 kerat, ini
berarti profit tetap sebesar Rp 5.000,-. Untuk perhitungan no.4, penyediaan
minuman sebanyak 28 kerat dan demand hanya sebesar 25 kerat, maka profit yang
diperoleh hanya sebesar Rp 2.600,- karena jumlah kerat minuman yang tidak
terjual sebanyak 3 kerat merupakan kerugian bagi penjual. Perhitungan profit
dihitung dengan cara mengurangkan antara total revenue dengan total cost.

68
Sebagai rekapitulasi dari hasil perhitungan di atas, seperti terlihat dalam Tabel IV-
17 berikut (lihat halaman 87).
Perkiraan profit dari berbagai stok yang disediakan dihitung dengan
menggunakan probabilitas sebagai berikut:

Tabel IV-17
Tabel Condisional Perkiraan Profit
dari Berbagai Alternatif (Rp)
Stock
Demand Probablity
25 26 27 28
25 0,1 5.000 4.200 3.400 2.600
26 0,3 5.000 5.200 4.400 3.600
27 0,5 5.000 5.200 5.400 4.600
28 0,1 5.000 5.200 5.400 5.600

E(25)= 0,10x5000+0,30x5000+0,50x5000+0,10x5000 = Rp 5.000,-


E(26)= 0,10x4200+0,30x5200+0,50x5200+0,10x5200 = Rp 5.100,-
E(27)= 0,10x3400+0,30x4400+0,50x5440+0,10x5400 = Rp 4.900,-
E(28)= 0,10x2600+0,30x3600+0,50x4600+0,10x5600 = Rp 4.200,-

Lengkapnya hasil perhitungan perkiraan (expected profit) dan ranking


prioritas dari masing-masing stok yang disediakan seperti terlihat dalam Tabel IV-
18 berikut:
Tabel IV-18
Expected Benefit dan Ranking Prioritas
dari Berbagai Alternatif Penjualan Susu Segar
Probabi- Expected Probabilitas Ranking
Stock
lity Benefit Benefit Prioritas
0,10 25 5.000 0,2604 (2)
0,30 26 5.100 0,2656 (1)
0,50 27 4.900 0,2552 (3)
0,10 28 4.200 0,2188 (4)

Berdasarkan pada Tabel IV-18 di atas, ranking prioritas pertama adalah


dengan menyediakan stok sebanyak 26 kerat, dengan profit yang diharapkan
sebesar Rp 5.100; . Ranking prioritas keempat adalah ranking terendah, dengan
menyediakan stok sebanyak 28 kerat, profit yang diharapkan hanya sebesar Rp
4.200,-. Berdasarkan pada uraian ini, keuntungan maksimum diperoleh pada stok
sebanyak 26 kerat dengan probabilitas sebesar 0,2656 atau 26,56% dari total
keuntungan dengan jumlah perkiraan keuntungan sebesar Rp 5.100,-.

69
Dengan adanya ranking prioritas ini, tentu para pengusaha maupun para
penyusun studi kelayakan tidak mengalami kesukaran dalam menentukan pilihan
dari berbagai peluang yang ada. Ada kalanya, kasus yang terjadi di dalam usaha
perdagangan maupun kegiatan-kegiatan lainnya lebih rumit lagi sehingga
membingungkan para decision maker dalam mengambil keputusan. Banyak
variabel yang perlu dipertimbangkan dan berbagai syarat yang perlu
diperhitungkan secara teliti sehingga dalam menentukan pilihan menjadi lebih
kompleks, tidak jarang terjadi keputusan yang diambil akan merugikan usaha
yang sedang dijalankan sebagai mana dalam contoh berikut:
Contoh 2 : Sebuah perusahaan penerbit yang menghasilkan majalah, mena-
warkan majalah pada sebuah toko buku dengan tingkat harga sebagai
berikut:
Apabila majalah yang diambil sejumlah 1.000 eksemplar diper-
hitungkan harga Rp 2.000,- per eksemplar dan lebih besar dari 1.000
eksemplar diperhitungkan harga @ Rp 1.800,-. Sebuah toko buku
yang ingin mengambil tawaran ini memperhitungkan biaya
pengeluaran untuk memperlancar penjualan antara lain; biaya
advertensi pada berbagai media massa membutuhkan biaya sebesar
Rp 300.000,-, biaya penjualan diperkirakan sebesar Rp 100,- per
eksemplar dan biaya-biaya lainnya sebesar Rp 50, per eksemplar.
Harga jual majalah diperhitungkan Rp 3.000, per
eksemplar dan majalah yang tidak laku terjual pada bulan tersebut,
masih dapat di jual pada bulan berikutnya dengan harga
Rp 1.700,- per eksemplar.

Berdasarkan pada studi kasus di atas, berapa jumlah majalah yang diambil
oleh toko buku tersebut untuk mendapatkan keuntungan maksim ini?
Sebagai bahan pertimbangan dalam memperkirakan jumlah majalah yang
diambil, berikut pengalaman penjual selama 40 kali melakukan penjualan
majalah. Lihat Tabel IV-19 halaman 89.
Untuk memperkirakan jumlah benefit dari berbagai kemungkinan
diadakan perhitungan sebagai berikut:
1) Apabila stok 750 buah dan permintaan 750
Total Revenue 750 x Rp 3.000,- Rp 2.250.000,-
Total Cost
- Harga majalah 750 x 2000 = Rp 1.500.000,-

Tabel IV-19
Pengalaman Menjual Majalah
Selama 40 Kali
Jumlah Majalah Frekuensi
Probabilitas
(buah) (hari)

70
750 6 0,15
1.000 8 0,20
1.250 10 0,25
1.500 10 0,25
1.350 6 0,15
Jumlah 40 1

- Biaya advertensi = 300.000


- Biaya penjualan 750x100 = 75.000
- Biaya lain-lain 750x50 = 37.500 +
Rp. 1.912.500 -
Profit Rp. 337.500
Apabila stok tetap 750 examplar, permintaan tetap sama 7.50
2) Apabila stok 1.000 dan permintaan 750
Total Revenue 750 x Rp 3.000,- Rp 2.250.000
250 x Rp 1.700,- Rp 425.000 +
Rp 2.675.000
Total Cost
- Harga majalah 1.000x2.000 = 2.000.000
- Biaya advertensi = 300.000
- Biaya penjualan 1.000x100 = 100.000
- Biaya lain-lain 1.000x50 = 50.000 +
Rp. 2.450.000
Profit Rp. 225.000

3) Apabila stok 1.250 dan permintaan 750


Total Revenue 750 x Rp 3.000,- Rp 2.250.000
500 x Rp 1.700,- Rp 850.000 +
Rp 3.100.000
Total Cost
- Harga majalah 1.250 x 1.500 =1.250.000
- Biaya advertensi = 300.000
- Biaya penjualan 1.250 x 100 = 125.000
- Biaya lain-lain 1.250 x 50 = 62.500 +
Rp. 2.737.500
Profit Rp. 362.500

Sebagai rekapitulasi dari perkiraan profit secara keseluruhan seperti dilihat dalam
tabel berikut:
Tabel IV-20
Tabel Condisional Tentang Perkiraan
Profit dari Berbagai Alternatif (Rp)

71
Stock
Demand Pr
750 1.000 1.250 1.500 1.750
750 0,15 337.500 225.000 362.500 300.000 237.500
1.000 0,20 337.500 550.000 687.500 625.000 562.500
1.250 0,25 337.500 550.000 1.012.500 950.000 887.500
1.500 0,25 337.500 550.000 1.012.500 1.275.000 1.212.500
1.750 0,15 337.500 550.000 1.012.500 1.275.000 1.537.500

Profit rata-rata bila stok sebanyak 750 eksemplar dilakukan perhitungan sebagai
berikut:
E(750) = 0,15 x 337.500,- = Rp 50.625
= 0,20 x 337.500,- = Rp 67.500
= 0,25 x 337.500,- = Rp 84.375
= 0,25 x 337.500,- = RP 84.375
= 0,15 x 337.500,- = Rp 50.625
Jumlah Rp 337.500

Dengan jalan yang sama untuk penyediaan stok lainnya, sehingga sebagai
rekapitulasi perkiraan profit rata-rata dari setiap stok yang dilakukan seperti
terlihat dalam Tabel IV-21 berikut:

Tabel IV-21
Rekapitulasi Perkiraan Profit Rata
Rata dan Ranking Prioritas
Jumlah Expected Probability Ranking
Stock Benefit Benefit Prioritas
750 337.500 0,0948 (5)
1.000 512.500 0,1440 (4)
1.250 887.500 0,2494 (3)
1.500 917.500 0,2578 (1)
1.750 903.750 0,2540 (2)

Berdasarkan pada hasil perhitungan tersebut, ranking prioritas pertama


pada jumlah stok sebesar 1.500 eksemplar dengan jumlah profit rata-rata
diperoleh sebesar Rp 917.500,-. Pada jumlah tersebut memberikan profit
maksimum karena mempunyai probabilitas tertinggi dibanding dengan persediaan
stok lainnya. Dengan adanya perhitungan yang dilakukan berdasarkan rata-rata
populasi, tentu para perencana dalam bidang produksi, pemasaran, dan bidang
lainnya akan mudah untuk mengadakan pilihan terhadap berbagai alternatif.

72
4. Ringkasan
Kegiatan dalam menyusun studi kelayakan bisnis adalah pekerjaan yang
berhubungan dengan perkiraan, penafsiran, dan peramalan tentang bermacam-
macam peluang serta kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang.
Metode pengukuran dan alat proyeksi yang digunakan pada umumnya
menggunakan peralatan statistik seperti trend, regresi, korelasi, koefisien deter-
minasi, dan berbagai teori probabilitas yang disesuaikan dengan keadaan dan
naasalah yang dihadapi.

73
BAB V
SISTEMATIKA STUDI KELAYAKAN BISNIS

1. Pendahuluan
Studi kelayakan bisnis merupakan gambaran kegiatan usaha yang direncanakan,
sesuai dengan kondisi, potensi, serta peluang yang tersedia dari berbagai aspek.
Dengan demikian dalam menyusun sebuah studi kelayakan bisnis, harus meliputi
sekurang-kurangnya aspek-aspek sebagai berikut:
a. Pendahuluan
b. Aspek pasar dan pemasaran
c. Aspek teknis dan teknologis
d. Aspek organisasi dan manajemen
e. Aspek ekonomi dan keuangan
f. Kesimpulan dan rekomendasi serta lampiran-lampiran yang diperlukan.

2. Sistematika Penyusunan
2.1 Pendahuluan
Yang perlu diuraikan di dalam bab pendahuluan, antara lain latar belakang
masalah yang memberikan jawaban dari beberapa pertanyaan seperti jenis-jenis
kegiatan atau gagasan usaha/proyek yang akan direncanakan, alasan-alasan dalam
pemilihan gagasan usaha/proyek, serta manfaat apa saja yang dapat diperoleh
dengan adanya gagasan usaha/proyek tersebut.
Gagasan usaha yang disajikan juga dijelaskan, apakah dalam bentuk
usaha/proyek baru atau merupakan perluasan dari usaha/proyek yang telah ada
serta jenis produk yang dihasilkan.
Dilihat dari segi manfaat/benefit dari gagasan usaha/proyek yang akan
direncanakan, perlu diuraikan benefit yang dapat diteritna akibat adanya gagasan
usaha/proyek tersebut, baik yang bersifat financial benefit maupun yang bersifat
social benefit. Secara umum hares diuraikan jugs peranan dari gagasan
usaha/proyek terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan di samping
manfaat finansial berupa return equity terhadap penanam modal. Selain dari
faktor-faktor di atas, perlu juga diuraikan tentang kerangka analisis dari
penyusunan studi kelayakan dan manfaat beserta tujuan dari penyusunan studi
kelayakan, baik yang berhubungan dengan kepentingan usaha maupun yang
berhubungan dengan lembaga-lembaga yang membiayai gagasan usaha, seperti
lembaga perbankan, pemerintah, para investor, dan lain sebagainya.

2.2 Aspek Pasar dan Pemasaran


Aspek pasar dan Pemasaran adalah inti darn penyusunan studi kelayakan.
Kendatipun secara teknis telah menunjukkan hasil yang feasible untuk
dilaksanakan, tapi tidak ada artinya apabila tidak dibarengi dengan adanya
Pemasaran dari produk yang dihasilkan. Oleh karenanya, dalam membicarakan

74
aspek pemasaran harus benar-benar diuraikan secara baik dan realistis baik
mengenai masa lalu maupun prospeknya di masa yang akan datang, serta melihat
bermacam-macam peluang dan kendala yang mungkin akan dihadapi. Permintaan
pasar dari produk yang dihasilkan, merupakan dasar dalam penyusunan jumlah
produksi, jumlah produksi itu sendiri merupakan loser dalam rencana pembelian
bahan baku, jumlah tenaga kerja yang diperlukan, serta fasilitas lainnya yang
dibutuhkan.
Dalam uraian aspek pasar dan Pemasaran, sekurang-kurangnya harus
melingkupi peluang pasar, perkembangan pasar, penetapan pangsa pasar, dan
langkah-langkah yang perlu dilakukan di samping kebijaksanaan yang diperlukan.
Untuk pembahasan dalam peluang pasar perlu disajikan angkaangka permintaan
dan penawaran di daerah Pemasaran dari produk yang dihasilkan pada masa lalu
(trend perkembangan permintaan) dan membuat perkiraan perkembangan
permintaan terhadap produk yang direncanakan di masa yang akan datang. Bila
produk yang dihasilkan mempunyai pemasaran secara nasional, perlu disajikan
permintaan dan penawaran secara nasional, dan bila produk yang dihasilkan
mempunyai pemasaran secara daerah tertentu juga perlu disajikan data penawaran
dan permintaan secara daerah tersebut. Demikian pula dalam aspek pasar dan
Pemasaran, harus diuraikan mengenai kendala-kendala yang dihadapi dalam
pemasaran, seperti passing, kekuatan dan kelemahannya, serta menguraikan
keunggulan-keunggulan dari usaha yang direncanakan.

2.3 Aspek Teknis dan Teknologis


Aspek teknis dan teknologis dibahas setelah usaha/proyek tersebut dinilai
layak dari aspek pemasaran. Faktor-faktor yang perlu diuraikan adalah yang
menyangkut lokasi usaha/proyek yang direncanakan, sumber bahan baku, jenis
teknologi yang digunakan, kapasitas produksi, jenis dan jumlah investasi yang
diperlukan di samping membuat rencana produksi selama umur ekonomis proyek.
Apabila studi kelayakan yang disusun adalah dalam bidang usaha produksi
atau kegiatan yang melakukan pengolahan, faktor utama yang perlu dimuat dalam
aspek teknis produksi adalah lokasi usaha/pabrik yang akan dikembangkan.
Faktor-faktor yang perlu dijelaskan, antara lain dilihat dari segi bahan baku,
keadaan pasar, penyediaan tenaga kerja, transportasi dan fasilitas tenaga listrik,
serta penanganan limbah bila diperlukan. Di samping itu perlu juga dijelaskan
kemungkinan untuk mengadakan ekspansi di masa yang akan datang, baik dilihat
dari kemungkinan tersedianya areal serta lingkungan, maupun situasi dan kondisi
di mana lokasi usaha/proyek tersebut ditetapkan. Demikian pula dengan sumber
bahan baku yang diperlukan, apakah bersumber dari luar negeri, dalam negeri atau
sebagian dari luar dan sebagiaai dari dalam. Jika bersumber dari dalam negeri,
pada beberapa daerah tertentu, juga perlu diketahui tentang persediaan bahan
tersebut dalam waktu yang relatif lama, baik jumlahnya maupun kualitasnya
sehingga dapat menjamin kontinuitas usaha/proyek yang direncanakan.

75
Pemilihan terhadap jenis teknologi yang digunakan juga perlu dijelaskan, baik
mengenai jenis, jumlah, dan ukuran bila diperlukan serta alasan-alasan dalam
pemilihan, dihubungkan dengan masalah yang dihadapi di samping investasi
lainnya.
Dalam aspek teknis produksi, perlu juga dibuat rencana produksi pada setiap
tahun selama umur ekonomis proyek yang didasarkan pada peluang pasar,
kapasitas produksi, serta penyusunan keperluan kegiatan secara teknis.

2.4 Aspek Organisasi dan Manaiemen


Dalam aspek organisasi dan manajemen, yang perlu diuraikan adalah bentuk
kegiatan dan cara pengelolaan dari gagasan usaha/proyek yang direncanakan
secara efisien. Apabila bentuk dan sistem pengelolaan telah dapat ditentukan
secara teknis (jenis pekerjaan yang diperlukan) dan berdasarkan pada kegiatan
usaha, disusun bentuk struktur organisasi yang cocok dan sesuai untuk
menjalankan kegiatan tersebut. Berdasarkan pada struktur organisasi yang
ditetapkan, kemudian ditentukan jumlah tenaga kerja serta keahlian yang
diperlukan.

2.5 Aspek Ekonomi dan Keuangan


Aspek ekonomi dan keuangan yang perlu dibahas, antara lain menyangkut
dengan perkiraan biaya investasi, perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan,
kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, perkiraan pendapatan, perhitungan
kriteria investasi. Selain perhitungan ini, juga perlu ditampilkan perhitungan break
even point beserta pay back period, proyeksi laba/rugi, proyeksi aliran kas dan
dampak proyek terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan.

2.5.1 Perkiraan Investasi


Jumlah dan jenis investasi apa saja yang diperlukan dalam rencana
kegiatan usaha/proyek yang akan dikerjakan harus jelas, baik mengenai jumlah
dan jenisnya maupun harga dari masing-masing investasi dan dibentuk dalam
sebuah tabel. Harga dari masing-masing investasi sedapat mungkin harus sesuai
dengan harga pada saat pengadaan investasi sehingga tidak terjadi penyimpangan
dalam perhitungan.

2.5.2 Biaya Operasi dan Pemeliharaan


Biaya operasi dan pemeliharaan terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan
biaya tidak tetap (variable cost). PerWtungan biaya ini harus disusun dan dihitung
sedemikian rupa sehingga tidak ada unsur biaya yang tertinggal. Hal ini sangat
perlu karena keadaan ini akan mempengaruhi perhitungan analisis kriteria
investasi yang digunakan sebagai indikator dalam menentukan feasible tidaknya
rencana usaha/proyek yang akan dikembangkan. Di samping perhitungan tersebut,
penentuan unsur biaya yang dihitung dari semua unsur biaya berhubungan dengan

76
perhitungan harga pokok produksi yang akan digunakan dalam menentukan harga
jual dari produk yang dihasilkan.
Biaya tetap terdiri dari gaji karyawan tetap, bunga bank, pengembalian
pokok pinjaman, penyusutan, asuransi, dan biaya tetap lainnya yang harus dapat
ditentukan besarnya setiap tahun selama umur ekonomis dari proyek/usaha yang
direncanakan.

2.5.3 Sumber Pembiayaan


Sumber pembiayaan, baik biaya investasi maupun modal kerja harus
direncanakan secara jelas dan terperinci. Dalam hal ini harus dapat ditentukan
komposisi modal secara jelas, berapa persen sumber modal yang berasal dari
pengusaha/investor maupun saham, dan berapa persen pula yang berasal dari
pinjaman luar (kredit).
Bila pendanaan yang diharapkan sebagian dari pinjaman (kredit), juga
harus jelas berapa jumlahnya dan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi, baik cara
pengembalian pinjaman, tingkat bunga, jangka waktu pinjaman, dan syarat-syarat
lainnya yang berhubungan dengan pinjaman karena hal ini berhubungan erat
dengan kemampuan usaha/proyek yang direncanakan.

2.5.4 Perkiraan Pendapatan


Perkiraan pendapatan atau benefit yang diterima dari usaha/proyek yang
akan dikembangkan juga harus benar-benar dapat diperkirakan secara benar
sehingga keputusan yang diambil benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Perkiraan benefit dalam bentuk finansial direncanakan sesuai dengan rencana
produksi dan rencana penjualan. Bentuk penerimaan ini dapat digolongkan atas 2
bagian, yaitu penerimaan yang berasal dari hasil penjualan barang-barang yang di-
proses dan penerimaan yang berasal dari luar barang-barang yang diproses.
Penerimaan yang berasal dari luar kegiatan usaha tapi berhubungan
dengan adanya kegiatan usaha, seperti penerimaan dalam bentuk bonus karena
pembelian barang-barang kebutuhan kegiatan usaha/ proyek, penerimaan bunga
bank, scrap value (nilai sisa aset), dan penerimaan lainnya seperti sewa gedung,
sewa kendaraan, dan lain sebagainya bila ada.

2.5.5 Analisis Kriteria Investasi


Analisis kriteria investasi yang dimaksudkan di sini adalah mengadakan
perhitungan mengenai feasible atau tidaknya usaha/proyek yang dikembangkan
dilihat dari segi kriteria investasi. Analisis ini sarigat diperlukan apabila usaha
yang sedang direncanakan dalam bentuk jenis kegiatan produksi, sekurang-
kurangnya dilihat dari segi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), maupun Net Benefit Cost Ratio (Net WC). Faktor-faktor yang perlu
diperhatikan di sini adalah perkiraan investasi, modal kerja, biaya operasi dan
pemeliharaan, serta perkiraan pendapatan.

77
2.5.6 Break Even Point dari Pay Back Period
Break even point adalah suatu tingkat produksi di mana total revenue sama
dengan total cost (TR=TC). Tingkat BEP ini dapat dilihat dari 3 bagian, antara
lain dari segi jumlah produksi, lamanya waktu pengembalian biaya, dan jumlah
biaya yang dikeluarkan. Tingkat BEP dilihat dan jumlah produksi bertujuan untuk
mengetahui jumlah produksi yang dapat menghasilkan profit. Dalam analisis ini
juga perlu dihitung jumlah produksi yang dapat menghasilkan maximum profit
(MR=MC) sebagai indikator bagi pengusaha dalam menjalankan produksi
nantinya.
Tingkat BEP dilihat dari segi waktu, maksudnya untuk mengetahui berapa
lama usaha/proyek yang direncanakan baru dapat menutupi segala biaya yang
dikeluarkan. Ukuran ini sangat penting untuk diketahui, karena terlalu lama waktu
mengembalikan total biaya belum tentu layak bagi semua pengusaha/investor
kendatipun usaha/proyek ini feasible untuk dikembangkan.
Dilihat dan segi jumlah biaya yang dikeluarkan, maksudnya berapa jumlah
biaya yang dikeluarkan baru berada dalam keadaan BEP. Khusus untuk
usaha/proyek yang bergerak dalam produksi perlu dihitung pay back period, yaitu
suatu jangka waktu untuk mengembalikan jumlah investasi dari usaha proyek
yang direncanakan.

2.5.7 Proyeksi Laba Rugi dan Aliran Kas


Proyeksi laba rugi dan aliran kas dibentuk dalam jangka waktu tertentu
untuk melihat prospek keuangan dari usaha/proyek yang direncanakan. Dengan
adanya proyeksi laba rugi dan aliran kas dapat diketahui posisi keuangan di masa
yang akan datang, di samping itu dapat digunakan sebagai pedoman indikator bagi
pengusaha dalam menjalankan usaha/proyek.

2.6 Kesimpulan dan Rekomendasi

2.6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang perlu diuraikan dari hasil pembahasan sebelumnya
adalah apakah gagasan usaha/proyek yang direncanakan ini feasible atau tidak
dilihat dari berbagai aspek, terutama dari segi aspek marketing dan aspek
keuangan. Dalam kesimpulan ini dicantumkan angka-angka yang mendukung dari
statement yang dikemukakan.

2.6.2 Rekomendasi
Rekomendasi yang dimaksukan di sini adalah suatu rekom yang diberikan
oleh penyusun studi kelayakan yang dapat ditujukan pada siapa saja yang
berhubungan dengan penanganan proyek, baik pada lembaga perbankan sebagai
sumber dana maupun pada pemerintah yang memberikan izin usaha dari pendirian

78
proyek, dan lain sebagainya. Rekomendasi yang diberikan oleh penyusun studi
kelayakan adalah berdasarkan pada hasil perhitungan dan penilaian.

3. Ringkasan
Ringkasnya penyusunan studi kelayakan bisnis meliputi pendahuluan, aspek
pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek organisasi dan
manajemen, aspek ekonomi dan keuangan, dan beberapa kesimpulan dan
rekomendasi. Dalam pendahuluan, yang perlu diuraikan, antara lain latar belakang
masalah, kerangka analisis, serta tujuan dan manfaat dari usaha/ proyek.
Dalam aspek pasar dan pemasaran, pembahasan ditujukan pada perkiraan
peluang pasar, perkembangan pasar, penetapan pangsa pasar, dan langkah-langkah
yang perlu dilakukan di samping kebijaksanaan yang diperlukan.
Aspek teknis dan teknologis pembahasan meliputi lokasi usaha/proyek yang
direncanakan, sumber bahan baku, jenis teknologi yang digunakan, kapasitas
produksi, jenis dan jumlah investasi yang diperlukan di samping membuat
rencana produksi selama umur ekonomis proyek. Dalam aspek orgarusasi dan
manajemen pembahasan meliputi bentuk organisasi dan jumlah tenaga kerja, di
samping keahlian yang diperlukan.

79
BAB VI
ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

1. Pendahuluan
Pembahasan yang dilakukan dalam aspek pasar dan pemasaran benujuan
untuk menguji serta menilai sejauh mana pemasaran dari produk yang dffiasilkan
dapat mendukung pengembangan usaha/proyek yang direncanakan. Faktor utama
yang perlu dinilai dalam aspek pasar dan pemasaran, antara lain :
a. Jumlah permintaan produk di masa lalu dan masa kini serta kecenderungan
permintaan di masa yang akan datang.
b. Berdasarkan pada angka proyeksi (perkiraan), berapa besar kemungkinan
market space (market potensial) yang tersedia di masa yang akan datang.
c. Berapa besar market share yang direncanakan berdasarkan pada rencana
produksi.
d. Faktor-faktor apa saja yang inungkin mempengaruhi permintaan di masa yang
akan datang.
e. Strategi apa saja yang perlu dilakukan dalam meraih market share yang telah
direncanakan.

Secara ringkas, baik tidaknya aspek pemasaran dari produk yang dihasilkan dapat
dilihat dari segi daya serap pasar, kondisi pemasaran, dan besarnya persaingan di
masa yang akan datang.

2. Daya Serap Pasar


Daya serap pasar merupakan peluang pasar yang dapat dimanfaatkan dalam
memasarkan hasil produksi dari usaha/proyek yang direncanakan.
Sebuah gagasan usaha/proyek yang direncanakan, kendati telah feasible untuk
dikembangkan jika dilihat dari aspek teknis, Manajemen, keuangan, dan
lingkungan, tapi kalau produk yang dihasilkan tidak mempunyai pemasaran tidak
ada artinya usaha ini dikembangkan. Demikian pula terhadap sesuatu produk yang
telah mempunyai pasaran yang baik di daerah tertentu, belurn tentu baik apabila
dikembangkan di daerah lainnya. Tidak jarang terjadi beberapa pengusaha di
daerah, telah mencoba mendirikan beberapa usaha yang berhasil di pulau Jawa
dan dikembangkan di daerah lain ternyata mengalami kegagalan karena
permintaan (selera konsumen) terhadap produk yang dihasilkan tidak sama. Untuk
mengetahui permintaan pasar (konsumen) terhadap produk yang telah ada
dipasaran ternyata lebih mudah mendeteksinya dibanding dengan produk yang
belum pernah ada di daerah tersebut. Berdasarkan pada uraian ini, dalam
menyusun suatu studi kelayakan bisnis, aspek pasar dan pemasaran harus benar-
benar dipelajari, diteliti, dan dinilai tentang permintaan pasar, selera konsumen,
tingkah laku konsumen, kemampuan konsumen, serta siapa yang menjadi
konsumen terhadap produk yang dihasilkan, dan berapa besar peluang yang ada

80
serta berapa besar market share yang direncanakan untuk dapat dimanfaatkan
dalam mengisi pemnintaan pasar.

2.1 Dara Segi Permintaan


Permintaan dari produk yang dihasilkan dapat diketahui melalui daya serap
pasar. Untuk menghitupg daya serap pasar dari hasil produksi dapat dilakukan
berdasarkan perhitungan atas dasar konsumsi per kapita dan perhitungan atas
dasar jumlah konsumsi nyata.

2.1.1 Permintaan Atas Dasar Konsumsi Per Kapita


Perhitungan yang dilakukan atas dasar konsumsi per kapita perlu
memperhalikan bentuk dan sifat usaha/proyek yang direncanakan. Apabila
gagasan usaha/proyek yang direncanakan bertaraf nasional, maka permintaannya
dihitung berdasarkan pada permintaan, secara nasional dan sebaliknya bila
gagasan usaha/proyek yang direncanakan bertaraf daerah, maka pennintaan yang
dihitung juga berdasarkan pada permintaan daerah. Hal ini perlu mendapat
perhatian untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam penentuan jumlah
permintaan serta proyeksi proyeksi yang dilakukan di masa yang akan datang.
Perhitungan konsumsi per kapita yang sedang berlaku dapat dilakukan dengan
mengadakan penelitian terhadap konsumsi dari produk yang dihasilkan dengan
cara membagi jurnlah produksi dengan jumlah penduduk. Berdasarkan pada
konsumsi per kapita yang sedang berlaku kita dapat mengetahui apakah gagasan
usaha/proyek yang menghasilkan produk tersebut masih mempunyai peluang
untuk dikembangkan atau tidak. Apabila konsumsi per kapita yang sedang berlaku
masih berada di bawah rata-rata konsumsi riil, keadaan ini menunjukkan bahwa
gagasan usaha/proyek yang direncanakan masih mempunyai peluang untuk
dikembangkan.
Untuk mendapatkan data konsumsi per kapita riil, bisa diketahui melalui
beberapa dinas terkait seperti data konsumsi ikan, beras, minyak, semen, tekstil
dan lain sebagainya yang dihitung besarnya sebagai konsumsi per kapita, baik per
tahun, per bulan, maupun per hari. Apabila telah diketahui jumlah konsumsi per
kapita, berarti jumlah permintaan adalah hasil perkalian antara konsumsi per
kapita dengan jumlah penduduk.
Terhadap produk yang belum pernah diadakan perhitungannya, konsumsi
per kapita dapat dilakukan dengan mengadakan penelitian secara sederhana, baik
dengan menggunakan data primer maupun data sekunder.
Apabila konsumsi per kapita telah dapat diketahui, untuk mengetahui
jumlah permintaan di masa yang akan datang dapat dilakukan melalui proyeksi
perkembangan penduduk dari masing-masing daerah pemasaran dari produk yang
direncanakan.

81
Sebagai contoh, data dalam Tabel VI-1 berikut adalah perkiraan jumlah
permintaan ikan segar di sebuah kabupaten pada tahun 1989, 1993, dan 1995 yang
didasarkan pada jumlah perkembangan penduduk.
Tabel VI-1
Perkiraan Jumlah Permintaan Ikan Segar
di Sebuah Kota Tahun 1999, 2003, dan 2005
Jumlah Jumlah
Tahun
Penduduk (Jiwa) Permintaan (Kg)
1999 179.079 1.343.092
2003 199.634 1.497.255
2005 210.765 1.580.738
Calatan: diketahui jumlah konsumsi ikan di daerah ini 7,5 kg per kapita.

Untuk memperkirakan jumlah permintaan ikan segar selama 5 tahun


mendatang, dapat dihitung berdasarkan laju pertumbuhan penduduk rata-
rata/tahun dengan menggunakan formula sebagai berikut

di mana: r = Laju pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun


S = Jumlah penduduk pada tahun ke n
P = Jumlah penduduk pada tahun dasar

Rata-rata pertumbuhan penduduk di daerah tersebut adalah sebesar 2,75%


per tahun dengan konsumsi ikan per kapita 7,5 kg, maka perkiraan jumlah
penduduk dan jumlah pernyintaan ikan segar selania 5 tahun mendatang seperti
terlihat dalam Tabel VI-2 berikut (halaman 104).
Untuk mengisi peluang permintaan ikan, banyak faktor yang harus
dipertimbangkan, antara lain berapa besar market space yang masih tersedia dan
berapa besar market share yang mungkin dapat dimanfaatkan. Di pihak lain, harus
dapat diketahui secara pasti berapa banyak jumlah usaha yang ingin
rnemanfaatkan peluang tersebut baik dalam penangkapan ikan, seperti pengadaan
buat ikan, pembukaan tambak, maupun proyek-proyek yang bergerak dalam
pengawetan ikan seperti cool storage, pengeringan, dan lain sebagainya. Semakin
Tabel VI-2
Proyeksi Penduduk dan Jumlah
Permintaan Ikan Segar Tahun 2006-2010
Jumlah Jumlah
Tahun
Penduduk (Jiwa) Permintaan (Kg)

82
2006 216.561 1.124.108,-
2007 222.517 1.668.178,-
2008 228.636 1.714.770,-
2009 234.923 1.761.923,-
2010 241.384 1.810.380,-

kecil market share yang diambil dari market space yang tersedia, semakin
besar kemungkinan peluang usaha dalam keberhasilan dan sebaliknya semakin
besar market share yang diambil dari market space yang tersedia semakin
diragukan keberhasilan usaha yang direncanakan. Sebagai contoh, apabila market
space yang tersedia sebesar 500 ton ikan dan berdasarkan pada kapasitas
peralatan, ikan yang tersedia sebesar 100 ton, berarti hanya sebesar 20% dari
market space yang tersedia yang dimanfaatkan dan sebaliknya apabila market
share yang direncanakan sebesar 500 ton, tentu keadaan ini akan mengganggu
kegiatan usaha apabila masuk usaha sejenis di masa yang akan datang.
Pengambilan keputusan akhir sangat tergantung pada jumlah market share
yang mungkin dapat dikuasai serta kemungkinan penguasaan teknik produksi, di
samping layaknya usaha tersebut dalam perhitungan analisis finansial.

2.1.2 Permintaan Atas Dasar Jumlah Konsumsi Nyata


Permintaan hasil praduksi yang didasarkan pada jumlah konsumsi nyata
dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Jumlah produksi setempat = 5000 ton
Jumlah produksi masuk = 2000 ton +
Jumlah = 7000 ton
Jumlah barang keluar = 3000 ton -
Jumlah konsurnsi nyata = 4000 ton

Dalam beberapa jenis produk, mungkin bisa diketahui jumlah persediaan


awal dan persediaan akhir terhadap sesuatu produk yang dihasilkan, bisa
ditambahkan selisihnya dalam perkiraan dari konsumsi nyata. Namun demikian
apabila sulit untuk mengetahui jumlah persediaan awal dan persediaan akhir
sehingga dalam hal ini tidak perlu diperhitungkan, karena ada kecenderungan
bahwa persediaan awal suatu masa merupakan persediaan akhir dari masa
tersebut.
Konsumsi nyata yang diperhitungkan ini adalah jumlah permintaan dari
produk tersebut. Oleh karena itu, dalam melakukan proyeksi terhadap jumlah
permintaan dapat dilakukan dengan menggunakan regresi atau trend, maupun
menggunakan laju pertumbuhan rata-rata per tahun dari serangkaian data waktu
ke waktu, baik mengenai jumlah produksi setempat, jumlah barang masuk, dan
jumlah barang yang keluar dari daerah tersebut. Apabila dalam hal ini mengalami
kesulitan untuk menentukan jumlah permintaan di mask yang akan datang,

83
perkiraan permintaan dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antara
konsumsi suatu barang dengan penggunaan barang lain, seperti konsumsi ikan
dengan jumlah pertambahan penduduk, antara jumlah kendaraan bermotor dengan
jumlah minyak pelumas yang harus disediakan, antara jumlah batu bata yang
diproduksi dengan besarnya kegiatan pembangunan yang sedang dikembangkan
di daerah tersebut.
Berdasarkan pada hubungan korelasi dan koefisien determinasi antara
variabel tersebut, kita dapat menafsir dan menaperkirakan jumlah konsumsi nyata
dari produksi yang akan direncanakan dan berdasarkan pada hasil perkiraan ini
akan ditentukan ada tidaknya peluang usaha yang mungkin dapat dimanfaatkan.

2.2 Dari Segi Penawaran


Apabila konsumsi nyata terhadap sesuatu produk telah diketahui, pengisian
pemaintaan dan penawaran dapat terjadi, baik dari dalam maupun dari luar daerah
tersebut.
Dengan mengetahui jumlah konsumsi nyata dan jumlah penawaran dari
sesuatu produk, perbedaan antara konsumsi nyata dengan penawaran adalah
peluang yang dapat dimanfaatkan dalam pembukaan usaha baru. Apabila
konsumsi nyata lebih kecil dari jumlah produk yang ditawarkan, berarti usaha
tersebut tidak mempunyai peluang untuk didirikan.
Dalam melakukan proyeksi juga dapat digunakan peralatan regresi, trend, dan
compoud interest seperti hainya dengan permintaan. Sebagai contoh, jumlah
penawaran hasil produksi dari sebuah perusahaan batu bata dalam 5 tahun
mendatang dapat diproyeksikan dengan memperhatikan beberapa variabel, seperti
perkembangan produksi masa lalu, kapasitas produksi, dan kemungkinan
penambahan beberapa perusahaan sejenis di naasa yang akan datang.
Demikian pula sebaliknya, proyeksi permintaan dapat dilakukan melalui
permintaan masa lalu, rencana pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah
beberapa tahun mendatang, serta melihat perkembangan kegiatan pembangunan
yang sedang dan akan dilakukan oleh masyarakat secara keseluruhan. Dengan
mengetahui proyeksi permintaan dan penawaran di masa yang akan datang,
perbedaan ini merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan apabila permintaan
lebih besar dari penawaran.

2.3 Menghitung Market Space dan Market Share


Market space adalah peluang pasar (market potensial) yang dapat
dimanfaatkan oleh berbagai perusahaan dan market space terjadi apabila
permintaan lebih besar dari penawaran. Selisih yang terjadi ini merupakan ruang
gerak bagi perusahaan untuk dapat masuk pasar. Sedangkan market share
merupakan bagian yang dapat diambil oleh gagasan usaha (proyek) yang
direncanakan. Dengan demikian, apabila market space tidak tersedia, tidak
mungkin terdapat market share. Kesempatan untuk mendapatkan market share

84
sangat tergantung pada masing-masing perusahaan dalam melakukan
kompetisi/persaingan di antara perusahaan dalam harga, kualitas, kuantitas, teknis
produksi, penggunaan teknologi, dan lain sebagainya.
Contoh: Jumlah kebutuhan minyak pelumas dengan jumlah kendaraan yang ada
dalam sebuah kota. Apabila jumlah kendaraan sebanyak 25.000 buah
dan membutuhkan minyak pelumas sebanyak 3.000.000 liter per tahun.
Suplai yang ada baru mampu memenuhi permintaan sebanyak
2.500.000 liter, berarti 500.000 liter merupakan peluang pasar (market
space) bagi perusahaan lain untuk masuk pasar. Apabila ada 2
perusahaan yang ingin memanfaatkan peluang tersebut maka market
share adalah sebesar 250.000 liter per tahun.

Demikian pula dengan jumlah penduduk di sebuah kabupaten, pada


tahun 1998 tercatat 228.836 jiwa dengan konsumsi ikan per kapita yang
didasarkan pada hasil penelitian tercatat 7,5 kg. Dengan demikian
jumlah pennintaan adalah sebesar 1.716.270 kg. Berdasarkan pada data
yang tersedia, jumlah produksi ikan di kabupaten tersebut per tahun
diperkirakan sebesar 250.000 kg dan pemasukan ikan dari luar daerah
sebanyak 1.300.000 kg. Maka besarnya market space adalah 1.716.270
- 250.000 - 1.300.000 = 166.270 kg. Untuk mengisi market space, apa
bila ada 3 perusahaan yang ingin menanamkan modalnya di dalam
pengadaan ikan maka market share adalah sebesar 55.423 kg.
2.4 Kondisi Pasar
Kondisi pasar adalah keadaan pasar yang mendasari proses dan kegiatan
pemasaran dari kegiatan usaha yang direncanakan, seperti rantai pemasaran,
penetapan harga, sistem pembayaran dan biaya pemasaran, serta program
pemasaran.

2.4.1 Rantai Pemasaran


Baik tidaknya aspek pemasaran dari usaha yang akan dikembangkan, juga
rantai pemasaran, perlu mendapat perhatian karena mempunyai pengaruh yang
cukup besar dalam mendapatkan margin (keuntungan). Semakin panjang rantai
pemasaran dari suatu produk yang dihasilkan, cenderung semakin kecil margin
yang diterima produsen dan sebaliknya semakin pendek rantai pemasaran,
semakin besar margin yang diterima dari setiap unit produksi, namun demikian
akan semakin sempit pemasaran dari produk yang dihasilkan. Berdasarkan pada
uraian ini, dalam menyusun studi kelayakan perlu diperhitungkan secara tepat,
apakah produk yang dihasilkan lebih baik melalui rantai pemasaran yang panjang
atau yang pendek. Hal ini sangat tergantung pada sifat dan jenis produk dari usaha
yang direncanakan.

85
Rantai pemasaran yang dimaksud di sini adalah pola tata niaga mulai dari
produsen sampai pada konsumen akhir. Sebagai contoh rantai pemasaran, channel
berikut adalah bentuk rantai pemasaran ikan segar di beberapa kota di daerah:

Rantai Pemasaran

Margin pemasaran adalah selisih antara harga jual pada tingkat pengecer
dengan harga jual pada tingkat produsen, selisih tersebut dihitung dalam
persentase. Besar dari margin pemasaran tidak lain dari semua biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk memasarkan barang beserta keuntungan yang diterima oleh
setiap mata rantai pemasaran.
Dengan demikian, margin pemasaran adalah hasil penjumlahan antara
persentase keuntungan dengan persentase biaya pemasaran yang terjadi pada
setiap mata rantai pemasaran. Cara untuk menghitung margin pemasaran dapat
dilakukan sebagai berikut:
1. MP = HJK - 1 x 100%
HJP
atau
2. MP = MK + BP

di mana: MP = Margin Pemasaran


HJK = Harga Jual Pengecer
HJP = Harga Jual Produsen
MK = Margin Keuntungan
BP = Biaya Pemasaran

Sebagai contoh untuk menghitung margin pemasaran, berikut adalah hasil


penelitian biaya-biaya pemasaran ikan segar di beberapa daerah penghasil ikan.
Berdasarkan hasil penelitian, ternyata besamya biaya yang dikeluarkan
pada tingkat pedagang menengah pada setiap daerah penelitian untuk biaya
transportasi rata-rata sebesar 10% dari selisih harga beli dengan harga jual, biaya
penyimpanan rata-rata 15%, pungutan 5%, risiko/kerusakan 20%, dan biaya-biaya
lainnya sebesar 10%, Untuk tingkat pengecer, biaya yang dikeluarkan untuk
pungutan 10%, biaya pendinginan rata-rata sebesar 7%, risiko/kerusakan 25%,
dan biaya-biaya lainnya sebesar 5%. Berdasarkan mata rantai pemasaran yang
telah diuraikan sebelumnya maka sistematika perhitungan margin pernasaran lihat
halaman berikut:

86
Pada perhitungan terrsebut harga jual nelayan merupakan harga beli
pedagang menengah dan harga beli konsumen akhir adalah harga jual pengecer.
Sedangkan biaya pemasaran yang dikeluarkan sampai pada tingkat pengecer
adalah jumlah biaya pernasaran pada tingkat pedagang menengah ditambah
dengan biaya pernasaran pada tingkat pengecer. Jumlah keuntungan setiap badan
usaha yang ikut dalam pemasaran adalah jumlah keuntungan yang diperoleh
pedagang menengah ditambah keuntungan yang diperoleh oleh pengecer. Dengan
demikian, perhitungan margin pemasaran adalah seperti terlihat dalam Tabel VI-3
berikut:

Tabel VI-3
Perkiraan Biaya Pemasaran dan Keuntungan
Pedagang Menengah & Eceran (dalam Rp)

I. Pedagang menengah.
1. a. Harga jual 1.196,29
b. Harga beli 912,50 -
Selisih 283,79
2. Biaya pemasaran
a. Transportasi 10% x 283,79 = 28,38
b. Penyimpanan 15% x 283,79 = 42,57
c. Pungutan 5% x 283,79 = 14,19
d. Risiko 20% x 283,79 = 56.76
e. Biaya lain 10% x 283,79 = 28.38 +
170,28 -
3. Keuntungan 113,51

II. Pengecer.
1. a. Harga jual 1.794,44
b. Harga beli 1.196,29 -
Selisih 598,15
2. Biaya pemasaran
a. Pungutan 10% x 598,15 = 59,82
b. Pendinginan 7% x 598,15 = 41,87
c. Risiko 20% x 598,15 = 119.63
d. Biaya lain 5% x 598,15 = 29,91 +
251,23 -
3. Keuntungan 346,92

87
Tabel VI-4
Margin Pemasaran Hasil Produksi Perikanan
Uraian Margin keuntungan Biaya pemasaran
P.M 113,51/912,5 = 0,1244 170,28/912,5 = 0,1866
P.E 346,92/912,5 = 0,3802 251,23/0,12,5 = 0,2753
M.P 460,43/912,5 = 0.5045 421,5 1/912,5 = 0,4619

Keterangan: P.M = Pedagang Menengah


RE = Pedagang Eceran
M.P = Margin Pemasaran

Berdasarkan hasil perhitungan tensebut. margin pernasaran hasil produksi


perikanan di daerah tersebut adalah seperti terlihat dalam Tel VI-4 (halaman 110).
Seperti terlihat dalam Tabel VI-4, margin keuntungan adalah sebesar
12,44% untuk pedagang menengah dan 3 8;02% untuk pedagang eceran. Secara
total, margin keuntungan di daerah ini adalah sebesar 50,46%. Semakin besar
margin keuntungan, memberi indikasi semakin kecii margin yang diterima oleh
produsen dan sebaliknya semakin kecil margin keuntungan semakin besar margin
yang diterima produsen.
Dilihat dari segi biaya pemasaran, komposisi biaya pemasaran adalah
sebesar 18,66% untuk pedagang menengah dan 27,53%untuk pedagang eceran
dan secara total adalah sebesar 46,19%. Besarnya biaya pemasaran yang diterima
adalah sebagai akibat besarnya biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memasarkan
hasil-hasil produksi, seperti biaya transportasi, biaya penyimpanan dan
pengawetan, biaya pungutan, risiko/ kerusakan, dan biaya-biaya lainnya.
Margin pemasaran adalah penjumlahan antara margin keuntungan dengan
biaya pemasaran dan untuk kasus ini adalah sebesar 31, 10% untuk pedagang
menen,gah, 65,55%untuk pedagang eceran dan margin pemasaran dalam
subsektor perikanan di daerah ini adalah sebesar 96,64% Semakin besar margin
pemasarara berarti keuntungan dan biaya pemasaran yang diterima dan dibayar
oleh lembaga-lembaga pemasaran relatif besar. Hal ini memberi indikasi bahwa
pemasaran hasil produksi perikanan di daerah tersebut relatif kurang efisien.
Analisis margin keuntungan, biaya pemasaran, dan margin pemasaran dalam
menyusun studi kelayakan perlu diperhatikan, karena kondisi ini memberi
gambaran pada para penyusun tentang keadaan sarana/prasarana yang tersedia di
daerah tersebut, di samping keadaan ini dapat membantu para penyusun tentang
prospek kelayakan usaha yang direncanakan di masa yang akan datang.
2.4.2 Percetapan Harga
Tujuan dalam penyusunan studi kelayakan bisnis adalah untuk menilai
sampai seberapa jauh sebuah gagasan usaha dapat menghasilkan benefit/manfaat,
baik dalam arti financial benefit maupun social benefit. Dalam arti financial
benefit, yang diterima dari sebuah gagasan usaha adalah hasil perkalian antara

88
harga dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Dengan demikian tinggi
rendahnya benefit yang diterima sangat tergantung pada tinggi rendahnya harga
dan jumlah produksi yang dihasilkan.
Kesalahan dalam penetapan harga akan menyebabkan kesalahan dalam
kelayakan usaha, oleh karenanya kebijakan dalam penetapan harga harus benar-
benar diperhitungkan secara tepat dan benar.
Kebijakan dalam penetapan harga adalah kegiatan yang amat penting,
karena apabila harga terlalu tinggi, produk tersebut mengalami kesulitan dalam
memasuki pasar, demikian pula sebaliknya dengan harga terlalu rendah
menyebabkan kerugian terhadap kegiatan usaha. Berdasarkan pada uraian ini,
penetapan harga harus benar-benar diperhitungkan, termasuk dalam menetapkan
besarnya keuntungan yang diperlukan. Penentuan harga dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu, penetapan harga dengan cara menentukan persentase keuntungan
dan penetapan harga dengan cara menghitung biaya produksi secara keseluruhan.

2.4.2.1 Dengan Menentukan Keuntungan


Penetapan harga jual dari hasil produksi pada hakikatnya dihitung dengan
cara menjumlahkan biaya produksi atau harga pokok pembelian barang per unit
serta beban biaya tetap per unit dan menentukan besarnya jumlah keuntungan
yang diinginkan.
Harga Jual = Biaya produksi per unit
1 - Margin/100

Dalam perhitungan ini margin ditentukan dengan angka dari 1 s.d. 100 dan
margin yang diinginkan dinyatakan dalam persentase dari harga jual. Sebagai
contoh, biaya produksi per unit diketahui adalah sebesar Rp 300,- dan keuntungan
yang ingin diperoleh sebesar 30% maka besamya harga jual per unit dihitung
sebagai berikul:

Harga Jual = 300 = 428,57


1- 30/100

Dalam contoh ini para penyusun sering mengalami kesulitan dalam


menentukan biaya produksi per unit terutama besamya fixed cost dan variable cost
dari setiap unit produksi, lebih-lebih lagi apabila produk yang dihasilkan lebih
dari satu jenis produk.
Metode selanjutnya dalam menentukan biaya produksi sebagai ukuran untuk
menentukan harga jual dari hasil produksi yang dihasilkan, dihitung dengan
melakukan perhitungan dari seluruh komponen biaya dari masing-masing produk
yang dihasilkan.

89
2.4.2.2 Dengan Anggaran Biaya Produksi
Penetapan harga melalui perhitungan komponen biaya dihitung melalui
seluruh biaya (total cost) yang dibebankan untuk produk tersebut. Untuk
menentukan biaya per unit dari produk yang dihasilkan dapat dihitung dari 3 jenis
biaya, antara lain:
1. Biaya bahan baku
2. Biaya tenaga kerja langsung
3. Biaya overhead pabrik

2.4.2.2.1 Biaya bahan baku


Biaya bahan baku adalah biaya bahan yang dikeluarkan untuk
memproduksi sejumlah barang sesuai dengan jumlah produksi yang
direncanakan. Besarnya jumlah bahan baku yang diperkirakan
berdasarkan pada rencana penjualan. Dengan mengetahui rencana
penjualan, akan dapat diketahui secara pasti tentang jenis dan jumlah
bahan baku yang diperlukan. Berdasarkan pada jenis dan jumlah bahan
baku akan dihitung jumlah biaya baik dalam 1 bulan maupun dalam 1
tahun dan jumlah itu dibagi dengan jumlah produksi. Jumlah ini adalah
harga pokok produksi dari segi bahan baku.

2.4.2.2.2 Biaya tenaga kerja langsung


Biaya tenaga kerja langsung adalah biaya yang dikeluarkan terhadap
tenaga kerja yang langsung berhubungan dengan produksi.
Perhitungan upah tenaga kerja langsung ada yang didasarkan pada
upah per unit produksi, upah per jam kerja, dan upah yang didasarkan
pada banyaknya produk yang dihasilkan.
Pemilihan salah satu cara dalam pembayaran upah tergantung pada
jenis produk dan jenis proses produksi serta kebijaksanaan pimpinan
dalam pembayaran upah. Jurnlah upah langsung yang dikeluarkan,
baik dalam satu bulan maupun dalam satu tahun merupakan unsur
harga pokok produksi.

2.4.2.2.3 Biaya overhead pabrik


Biaya overhead pabrik terdiri dari biaya bahan penolong, biaya listrik,
biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya penyusutan, biaya
pemeliharaan, biaya asuransi, dan biaya-biaya lainnya di luar biaya
bahan mentah dan upah tenaga kerja langsung.

Untuk menghitung besamya harga pokok produksi yang didasarkan


pada koniponcn-komponen di atas perlu adanya penetapan dan
perkiman produksi dalam satu tahun.

90
Setelah diketahui jumlah produksi dalam satu tahun yang didasarkan
pada perkiraan penjualan, kemudian dihitung kebutuhan bahan baku,
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead yang diperlukan untuk
memproduksi jumlah produksi yang telah ditetapkan. Jumlah seluruh
biaya yang dikeluarkan dibagi dengan jumlah produksi dalam satu
tahun adalah harga pokok per unit produksi yang dihasilkan.

Permasalahan, yang sering timbul dalam hal ini adalah penetapan


harga jual dari produk yang dihasilkan. Semakin tinggi harga jual
semakin sulit produk tersebut untuk memasuki pasar dan sebaliknya
apabila harga terlalu rendah terlalu lama untuk mencapai tingkat break
even point dari usaha yang dikembangkan. Berdasarkan pada
permasalahan ini, dalam menetapkan besarnya keuntungan terhadap
produk yang dihasilkan, perlu adanya beberapa pertimbangan, antara
lain.
1. Apakah produk yang dihasilkan mempunyai daya saing yang kuat
di pasaran. Kalau mempunyai daya saing yang kuat, salah satu
kobijakm yang perlu dikembangkan adalah dengan cara
menetapkan keuntungan seminimal mungkin serta menekan cost
seefisien mungkin, di samping menggunakan aset yang mempunyai
teknologi lebih tinggi. Dengan menggunakan teknologi tinggi
biasanya harga pokok produksi bisa ditekan di samping kualitas
produksi lebih baik, dengan demikian lebih mudah dalam
memasuki pasar.
2. Apabila produk yang dihasilkan tidak mempunyai daya saing yang
begitu kuat, mungkin dalam penetapan harga jual tidak sesulit pada
produk yang mempunyai saingan yang ketat. Namun demikian
dalam penetapan harga harus bersaing di samping kualitas harus
ditingkatkan.
3. Salah satu kebijakan yang diperlukan pasar bebas dalam rangka
meningkatkan keuntungan perusahaan adalah dengan bekerja
secara efektif dan efisien karena harga tidak mungkin untuk
dinaikkan.
4. Kemungkinan pesaing untuk menurunkan harga, keadaan ini bisa
saja terjadi karena pesaing telah menguasai pasar di samping
kedudukannya yang telah kuat.
5. Mempelajari kembali tentang kelemahan produk saingan sehingga
konsumen dapat membedakan dari produk yang dihasilkan.

91
2.5 Sistem Pembayaran dan Biaya Pernasaran
Dalam sistem pembayaran dari hasil penjualan nroduksi juga perlu diketahui
secara jelas, apakah produk yang dijual dilakukan secara cash atau kredit dan
berapa besar potongan-potongan yang diberikan pada penjual. Apabila hasil
produksi dijual dengan cara kredit, apakah pembayaran dilakukan pada setiap
penyerahan barang yang kedua atau dilakukan pada setiap bulan, setiap minggu,
dan lain sebagainya karena keadaan ini akan berpengaruh terhadap penyediaan
modal kerja serta kemampuan usaha dalam menutupi segala kegiatan ini.
Demikian pula halnya dalam biaya pemasaran, apakah biaya pemasaran seperti
biaya transportasi, biaya pajak, dan pungutan-pungutan lainnya merupakan beban
perusahaan atau merupakan beban pembeli. Jika merupakan beban perusahaan
tentu keadaan ini memerlukan perhitungan harga pokok produksi dilihat dari
biaya pemasaran.
Di pihak lain, perlu diketahui dan dipelajari tentang pola konsumsi dan
selera dari konsumen, terutama yang berhubungan dengan produk yang
dihasilkan.

2.6 Program Pemasaran


Berdasarkan pada hasil pembahasan dari uraian tersebut, terakhir perlu
dibuat suatu program pemasaran yang merupakan kesimpulan akhir yang harus
disusun secara jelas dan terperinci baik mengenai rencana penjualan, tingkat
harga, kebijaksanaan pengadaan bahan baku, kebijaksanaan penyaluran, sistem
pembayaran, promosi, dan lain sebagainya. Dengan mengetahui semua faktor ini,
tentu para perencana dan penyusun studi kelayakan dapat mempertimbangkan
keputusan akhir dari usaha yang direncanakan.

3. Faktor Persaingan
Dalam mengisi peluang usaha yang ada, perlu diperhatikan tentang faktor
persaingan dari perusahaan sejenis, terutama terhadap usaha yang telah ada dan
kemungkinan tentang berdirinya usaha sejenis lainnya di masa yang akan datang.
Faktor-faktor yang perlu dipelajari dan diperhitungkan terhadap usaha sejenis
yang telah ada adalah bagaimana kapasitas produksi mereka dan apakah mereka
merencanakan untuk mengisi peluang yang masih ada. Jika mereka merencanakan
untuk mengisi peluang yang ada, apakah mereka lakukan dengan cara
memperbesar tingkat produksi, melalui penambahan jam kerja, atau mereka
membuka usaha baru. Jika mereka membuka usaha baru, berapa besar kapasitas
produksi yang direncanakan, di mana didirikan dan bagaimana sumber modalnya,
serta teknologi apa yang digunakan.
Demikian pula, perlu dipelajari tentang perusahaan sejenis yang telah ada,
baik mengenai kesehatan perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya maupun
besarnya peranan mereka dalam mengisi kebutuhan konsumen. Perlu juga

92
dipelajari kembali bagaimana strategi pemasaran yang rnereka lakukan, baik
dalam produk, harga, distribusi produk, maupui dalam kebijaksanaan promosi.

4. Ringkasan
Pembahasan yang dilakukan dalam aspek pemasaran bertujuan untuk menguji
serta menilai seberapa jauh pemasaran dari produk yang dihasilkan dapat
mendukung pengembangan usaha/proyek yang direncanakan. Baik tidaknya aspek
pemasaran dari produk yang dihasilkan dapat dilihat dari daya serap pasar,
prospek pengembangannya di masa yang akan datang, kondisi pemasaran, dan
tepat tidaknya program pemasaran dari hasil usaha/ proyek yang direncanakan,
Untuk melihat daya serap pasar dari hasil produksi dapat dilakukan
berdasarkan pada perhitungan konsumsi per kapita dan perhitungan jumlah
konsumsi nyata. Kondisi pasar adalah keadaan pasar yang mendasari proses dan
kegiatan pemasaran dari kegiatan usaha yang direncanakan, seperti rantai
pemasaran, penetapan harga, sistem pembayaran dan biaya pemasaran, serta
program pemasaran.
Program pemasaran merupakan kesimpulan akhir yang harus disusun secara
jelas dan terperinci baik mengenai rencana penjualan, tingkat harga,
kebijaksanaan pengadaan bahan baku, kebijaksanaan penyaluran, sistem
pembayaran, promosi, dan lain sebagainya.
Dalam aspek pemasaran juga perlu dipelajari tentang faktor saingan, baik
mengenai usaha yang telah ada maupun usaha yang mungkin didirikan pada masa
yang akan datang, terutama yang menyangkut luas usaha, teknologi yang
digunakan, sumber modal, kebijakan yang digunakan, peranannya dalamm
menguasai komsumen, serta kelemahan dan keunggulannya.

93
BAB VII
ASPEK TEKNIS DAN MANAJEMEN
OPERASI

1. Pendahuluan
Aspek teknis dan manajemen operasi merupakan lanjutan dari aspek
pemasaran. Kegiatan ini timbul apabila sebuah gagasan usaha/proyek yang
direncanakan telah menunjukkan peluang yang cukup cerah dilihat dari segi
pemasaran. Aspek pokok yang perlu dibahas dalain aspek teknis produksi, antara
lain masalah lokasi, luas produksi, proses produksi, peralatan yang digunakan,
serta lingkungan yang berhubungan dengan proses produksi. Dalam manajemen
operasi, yang perlu mendapat perhatian adalah masalah perencanaan,
pengorganisasian, pengadaan tenaga kerja, pengarahan pekerjaan, dan
pengawasan.

2. Aspek Teknis Produksi


Aspek teknis produksi adalah aspek yang berhubungan dengan pembangunan
dari proyek yang direncanakan, baik dilihat dari faktor lokasi, luas produksi,
proses produksi, penggunaan teknologi (mesin/peralatan), maupun keadaan
lingkungan yang berhubungan dengan proses produksi.
Di dalam menyusun studi kelayakan bisnis, aspek teknis perlu
dipertimbangkan dan diperhitungkan secara tepat dan benar karena kesalahan
dalam menentukan aspek ini juga mengakibatkan perusahaan mengalami
kegagalan. Banyak perusahaan yang telah jalan, namun aspek ini masih me-
rupakan masalah yang memerlukan pemecahan karena kesalahan dalam
memperhitungkan aspek teknis secara tepat dan benar pada saat pendirian usaha,
seperti tidak tepatnya lokasi perusahaan, terbatasnya bahan baku, besarnya ongkos
angko, tidak cocoknya teknologi yang digunakan, mahalnya biaya tenaga kerja,
dan lain sebagainya.
Mengingat begitu besar peran dari aspek teknis produksi dalam kegiatan
usaha/proyek yang direncanakan, maka dalam menyusun studi kelayakan dari
suatu gagasan usaha/proyek, aspek ini harus dipertimbangkan dan diperhitungkan
secara tepat dan benar dari segi lokasi proyek, luas produksi, proses produksi,
penggunaan teknologi (mesin/peralatan), di samping perlu, memperhatikan
keadaan lingkungan yang berhubungan dengan proses produksi.
2.1 Lokasi Proyek
Faktor lokasi adaiah faktor yang ikut secara langsung mempengaruhi
kontinuitas dari kegiatan usaha karena lokasi proyek erat hubungannya dengan
masalah pemasaran hasil produksi dan masalah biaya pengangkutan, di samping
masalah persediaan bahan baku. Dalam penyusunan studi kelayakan bisnis dari

94
sebuah gagasan usaha/proyek, faktor lokasi harus diperhitungkan darn
dipertimbangkan secara tepat dan benar baik dilihat dati segi ekonomisnya
maupun dari segi teknis, serta kemungkinan pengembangan usaha di masa yang
akan datang. Secara umum faktor-faktor yang ikut mempengaruhi lokasi proyek,
antara lain daerah pemasaran, bahan baku, penyediaan tenaga kerja, fasilitas
pengangkutut, dan tersedianya pembangkit tenaga listrik.

2.2 Daerah Pemasaran


Kebijakan dalam menentukan lokasi usaha/proyek, apakah dekat dengan pasar
hasil produksi atau dekat dengan bahan baku harus dipertimbangan secara teknis
dan ekonomis sehingga kelangsungan dari usaha dapat terjamin. Lokasi usaha
yang dekat dengan pasar biasanya mempunyai beberapa keunggulan, antara lain
pelayanan terhadap konsumen dapat dilakukan dengan lebih cepat, ongkos angkut
dari produk yang dihasilkan relatif lebih murah. dan volume menjualan dapat
ditingkatkan.
Ditinjau dari segi biaya pengangkutan, apabila biaya pengangkutan barang
jadi lebih besar dari biaya pengangkutan bahan mentah dalam ukuran yang sama,
selayaknya lokasi usaha/proyek yang dekat dengan pasar lebih menguntungkan
daripada dekat dengan bahan baku. Sepeni pabrik minuman, pabrik yang hasil
produksinya lebih cepat risak/pecah, dan lain sebagainya

2.3 Bahan Baku


Pendirian usaha/proyek dekat dengan bahan baku juga mempunyai beberapa
keunggulan antana lain supply bahan mentah dapat menjamin kontinuitas kegiatan
usaha, ongkos angkut bahan lebih murah, dan perluasan usaha lebih mudah untuk
dilakukan.
Dilihat dari ongkos angkut bahwa mentah, apabila jumlah bahan mentah yang
diangkut jauh lebih besar daripada tahan jadi sebagai akibat proses produksi,
lokasi usaha/proyek yang dekat dengan bahan baku lebih menguntungkan dalam
jangka panjang.
Contoh: Apabila lokasi pabrik kertas yang berorientasi pada pasar, keadaan ini
bisa menyulitkan usaha/proyek tersebut dilihat dari biaya transportasi
maupun melancaran supply bahan baku. Jumlah bahan baku yang
diangkut jauh lebih besar daripada jumlah barang jadi, keadaan ini
menjadi menyebabkan ongkos angkut bahan mentah lebih besar dari
barang jadi. Dalam waktu lama kesalahan dalam memilih lokasi akan
mempengaruhi aktivitas perusahaan, baik sebagai akibat sulitnya
pengadaan transportasi (ongkos angkut bahan mentah yang lebih besar)
maupun jauhnya lokasi proyek/ pabrik dengan bahan baku yang tidak
menjamin kelancaran supply bahan baku karena pengaruh
pengangkutan dan variabel-variabel lainnya.

95
Berdasarkan pada contoh di atas, dekat tidaknya lokasi usaha dengan pasar
atau bahan baku tergantung pada biaya pengangkutan dari bahan mentah dan
bahan jadi. Semakin kecil peranan ongkos angkut, semakin tidak berpengaruh
faktor pasar dan bahan baku dalam menentukan lokasi usaha/ proyek yang
direncanakan.

2.4 Tenaga Kerja


Dalam menentukan lokasi usaha/proyek, supply tenaga kerja juga perlu
mendapat perhatian, baik dilihat dari jumlah tenaga kerja maupun kualitas yang
diperlukan. Apabila usaha/proyek yang didirikan membutuhkan tenaga kerja
dalam jumlah yang relatif besar (padat karya) sebaiknya lokasi usaha yang
didirikan dekat dengan pemukiman penduduk. Demikian pula dengan usaha-usaha
yang memanfaatkan keahlian penduduk setempat, seperti kerajinan kayu,
kerajinan ukir, kerajinan logam, dan lain sebagainya,
Supply tenaga kerja yang cukup bagi usaha padat karya pada umumnya
merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian, walaupun kualitas dan
komposisi tenaga kerja yang tersedia juga amat diperlukan. Untuk gagasan
usaha/pabrik yang direncanakan memerlukan pekerja yang mempunyai keahlian
(skill) sebaiknya lokasi usaha/proyek tersebut didirikan dekat dengan tenaga kerja
yang mempunyai skill karena ada kalanya untuk memindahkan tenaga kerja skill
amat sulit untuk dilakukan.
Berdasarkan pada uraian ini, dalam menyusun studi kelayakan bisnis, faktor
supply tenaga kerja perlu mendapat perhatian terutama menyangkut dengan
penyediaan tenaga kerja baik tenaga kerja ahli, setengah ahli, maupun tenaga kerja
yang tidak mempunyai keahlian.

2.5 Fasilitas Pengangkutan


Fasilitas pengangkutan yang tersedia dalam pemilihan lokasi perlu menjadi
perhatian dari penyusun studi kelayakan, karena masalah pengangkutan
merupakan masalah dalam pengangkutan bahan mentah, barang jadi, maupun
tenaga kerja.
Jenis alat angkut yang sering digunakan dalam kegiatan ini, antara lain kereta
api, truk, angkutan air, dan pengangkutan melalui udara. Apabila barang yang
diangkut dalam jumlah yang relatif besar, sedapat mungkin lokasi usaha/proyek
yang didirikan dekat dengan jalur kereta api karena biaya angkut dengan kereta
api relatif lebih murah.
Pendirian usaha/proyek yang tidak mempunyai fasilitas angkutan, terpaksa
membangun jalan-jalan baru yang memerlukan investasi yang cukup besar dan
kesemuanya ini merupakan beban dari proyek/kegiatan usaha yang direncanakan.
Besarnya biaya transportasi yang dikeluarkan akan berpengaruh terhadap harga
pokok produksi dan keadaan ini bisa menyebabkan gagasan usaha/proyek yang
direncanakan tidak feasible untuk dikedakan.

96
2.6 Fasilitas Tenaga Listrik dan Air
Secara teknis, apabila usaha/proyek yang direncanakan memerlukan fasilitas
listrik dalam kegiatan produksi, tentu dalam penyusunan studi kelayakan dalam
perhitungan lokasi proyek (pabrik) perlu mendapat perhatian, terutama ada
tidaknya tenaga listrik yang tersedia. Tenaga listrik yang telah ada seperti PLN
biayanya lebih murah dibanding dengan membangun tenaga listrik tersendiri.
Kalau di lokasi proyek (pabrik) tidak tersedia fasilitas listrik, usahakan lokasi
proyek yang didirikan dekat dengan pembangkit tenaga listrik seperti adanya air
terjun yang memungkinkan pembangunan tenaga listrik di tempat tersebut.
Demikian pula dengan air, apabila usaha/proyek yang didirikan dalam, proses
produksi memerlukan air, baik sebagai tenaga penggerak maupun, dalam proses
produksi maka lokasi proyek/pabrik harus dekat dengan air. Berdasarkan pada
uraian ini, peranan lokasi dalam menentukan tempat pendirian kegiatan
proyek/pabrik yang akan didirikan tidak dapat diabaikan, tapi hasus
diperhitungkan secara objektif dengan menggunakan penilaian dan perhitungan
yang cermat dan teliti sehingga keadaan ini dapat menjamin kontinuitas dari
kegiatan usaha yang akan didirikan.
Menurut Drs. Sofjan Assauri dalam bukunya Management Produksi, metode
penilaian plant site dapat dilakukan melalui metode penilaian hasil values, metode
cost comparison, dan economic analysis.

a. Metode Penilaian Hasil Values

Menggunakan metode ini, semua lokasi yang memungkinkan dinilai dengan


memberikan skor dari masing-masing faktor dan lokasi dengan total nilai tertinggi
merupakan lokasi yang terbaik.
Faktor-faktor yang perlu dinilai antara lain daerah pemasaran, pengangkutan,
bahan baku, tenaga keda, tenaga listrik, dan iklim. Sebagai contoh, dalam Tabel
VII-I berikut disajikan cara pemilihan sebuah lokasi pabrik dari 3 lokasi yang
mungkin untuk dipilih.

Tabel VII-1
Pemilihan Lokasi Usaha dari Tiga Lokasi
yang Memungkinkan
Nilai
Lokasi Lokasi Lokasi
No. Kebutuhan Pabrik Lokasi
A B C
Ideal
1. Pasar 20 19 20 18
2. Pengangkutan 25 24 20 23
3. Bahan Baku 25 23 21 22
4. Tenaga Kerja 10 7 9 8

97
5. Iklim 5 4 3 5
6. Fasilitas Listrik 15 12 15 10
Jumlah 100 89 88 86

Seperti terlihat dalarat tabel tersebut, lokasi yang ideal untuk -


pembangunan proyek tersebut adalah lokasi A karena lokasi A secara kesclunahan
mempunyai total skor yang tertinggi,

98
b. Cost Comparison Method
Pemilihan lokasi dengan menggunakan cost comparison method (metode
perbandingan biaya) dimaksudkan untuk memilih biaya terendah dari beberapa
lokasi yang memungkinkan. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
pemilihan biaya terendah antara lain biaya bahan baku, biaya bahan bakar, serta
biaya proses produksi seperti biaya tenaga kerja dan biaya laboratorium bila
diperlukan. Selain dari biaya-biaya di atas perlu juga diperhitungkan biaya lainnya
seperti biaya administrasi, asuransi, pajak, bunga bank, biaya pengepakan, biaya
penjualan, dan biaya pengangkutan.
Cara penilaian ini dapat dilakukan terhadap sejumlah produk atau jumlah
produksi per bulan dalam jumlah yang sama pada setiap lokasi yang
memungkinkan. Alternatif yang diambil adalah lokasi yang mempunyai total
biaya yang terendah dari beberapa lokasi yang dipertimbangkan.

c. Economic Analysis Method


Penilaian lokasi yang didasarkan pada economic analysis method pada
prinsipnya sama dengan metode sebelumnya. Dalam metode ini juga perlu
dipertirnbangkan antara lain biaya tenaga kerja, biaya pengangkutan, pajak, listrik,
dan ditambah beberapa faktor kualitatif seperti adat istiadat di mana lokasi
usaha/proyek itu didirikan, masalah lingkungan, sikap masyarakat, perumahan
pegawai, dan lain sebagainya yang dianggap perlu untuk dipertimbangkan.

3. Luas Produksi
Untuk menentukan luas produksi dalam usaha/proyek yang direncanakan
tergantung pada pangsa pasar dari produk yang dihasilkan. Apabila pangsa pasar
dapat dimiliki dalam jumlah yang tidak terbatas, tentu jumlah produksi yang
dihasilkan sangat tergantung pada keuntungan optimal yang mungkin diperoleh.
Untuk menentukan jumlah produksi yang menghasilkan keuntungan optimal
diperlukan suatu perhitungan yang teliti dan dalam hal ini dapat digunakan
beberapa pendekatan, antara lain:
a. Pendekatan konsep Marginal Revenue dan Marginal Cost.
b. Pendekatan analisis Break Event Point.
c. Pendekatan Metode Linear Programming.
Pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan konsep Marginal Revenue
dan Marginal Cost, di mana keuntungan optimal atau junalah keuntungan
maksimum dicapai apabila MR = MC atau MR-MC = 0. Secara grafis dapat
digambarkan sebagaimana dalatn gambar berikut:

99
Grafik 7-1
Konsep Marginal Revenue dan Marginal Cost

Berdasarkan pada uraian ini, luas produksi yang dilakukan pada jumlah
produksi yang menghasilkan MR=MC menghasilkan keuntungan yang optimal.
Dilihat dari pendekatan analisis Break Even Point (BEP) yang
menggunakan garis lengkung, pertama sekali harus ditentukan pola penerimaan
dan pola pengeluaran dari bermacam-macam tingkat produksi. Tentu dalam
menentukan pola ini diperlukan penelitian untuk menentukan komponen biaya
untuk menghasilkan produk yang direncanakan. Apabila biaya per unit produksi
telah dapat ditentukan di samping harga jual dari produk tersebut, langkah
selanjutnya berdasarkan data ini dapat diperkirakan Total Revenue (TR) dan Total
Cost (TC) dari bermacam-macam kapasitas produksi. Berdasarkan pada total cost
aan total revenue dari masing-masing kapasitas produksi dapat dibentuk pola
pengeluaran dan pola peneritnaaan dengan bantuan persamaan regresi.
Seperti contoh dalain Bab IV Tabel IV-9 mengenai jumlah produksi, di
mana total cost dan total revenue telah diketahui, pola penerimaan dan pola
pengeluaran adalah sebagai berikut:
TR = 1.058.205 + 64.436.36 (X) - 2.375,06 (X2)
TC = 995.384 + 60.594,77 (X) + 1.180.45 (X2)

Berdasarkan pada persamaan ini, jumlah produksi pada BEP, berada pada
jumlah produksi sebesar 15.300 unit dan BEP 2 berada pada jumlah produksi
23.770 unit. Hasil perkiraan TR dan TC apabila digambarkan ke dalam sebuah
graft akan dapat dilihat bahwa keuntungan diperoleh apabila TR > TC atau profit
diperoleh apabila jumlah produksi lebih besar dari 15.300 unit dan lebih kecil dari
23.770 unit. Luas produksi yang diinginkan dalam analisis ini tentu beda terbesar
antara TR dengan TC atau pada saat MR = MC, hal ini dapat dihitung dengan

100
menggunakan persamaan antara pola penerimaan dengan pola pengeluaran.
Keuntungan maksimun diperoleh pada turunan derivalif pertama dari persamaan
tersebut dan berdasarkan hasil perhitungan, ini, jumlah produksi yang
menghasilkan keuntungan maksimum adalah pada saat jumlah produksi sebesar
18.460 unit (lihat Tabel IV-12 dan Tabel IV-13),

4. Proses Produksi
Proses produksi dari gagasan usaha/proyek yang akan direncanakan juga perlu
diketahui untuk menentukan jumlah biaya investasi, jenis mesin yang digunakan,
serta bentuk bangunan yang diperlukan, sesuai dengan proses produksi secara
teknis.
Bermacam-macam cara dapat dilakukan dalam proses produksi, namun secara
umum dapat digolongkan dalam dua cara, yaitu proses produksi yang bersifat
terputus-putus dan proses produksi yang bersifat kontinu.
Bagi penyusun studi kelayakan, yang pedu mendapat perhatian adalah sifat
dari proses produksi, di samping mesin-mesin yang digunakan. Di pihak lain,
dengan mengetahui sifat proses produksi, para penyusun studi kelayakan dapat
merencanakan tentang bentuk bangunan dari pabrik yang akan direncanakan,
apakah memerlukan bangunan bertingkat atau cukup satu lantai, biasanya keadaan
ini banyak disesuaikan dengan proses produksi.
Dengan mengetahui kegiatan secara telmis dari proses produksi, tentu
penyusun studi kelayakan dapat menghitung biaya yang diperlukan dalam
pengadaan mesin-mesin dan gedung-gedung yang diperlukan di samping
peralatan lainnya, karena biaya bangunan serta mesin merupakan biaya investasi
yang perlu untuk diketahui dalam analisis kriteria investasi.
Di pihak lain, perlu jugaa diketahui tentang dampak yang ditimbulkan oleh
proses produksi terhadap lingkungan, apakah proses produksi akan mempengaruhi
keadaan lingkungan. Bila menimbulkan dunpak negatif perlu diperkirakan cara-
cara dalam penanggulangannya dan keadaan ini membutuhkan dana yang perlu
diperhitungkan.

5. Manajemen Operasi
Dalam usaha untuk melaksanakan proyek/usaha yang telah dinyatakan
feasible untuk dikembangkan, peranan manajemen tidak dapat diabaikan untuk
keberhasilan dari usaha tersebut. Bagaimanapun baiknya prospek dari gagasan
usaha/proyek yang dilaksanakan, tanpa didukung dengan manajemen yang baik,
tidak mustahil akan mengalami kegagalan. Berdasarkan pada masalah ini pada,
pertu diuraikan di sini tugas-tugas penting yang perlu dilaksanakan agar tujuan
yang telah tercantum dalam studi kelayakan dapat tercapai.
Pada umumnya tujuan yang tercantum dalam studi kelayakan adalah tujuan
makro yang masih perlu untuk dijabarkan dalam bentuk mikro sehingga jelas apa
yang akan dikerjakan. Berdasarkan pada uraian ini, tugas pokok yang harus

101
dilakukan adalah menyangkut dengan fungsi manajemen, antara lain perencanaan,
pengorganisasian, pengadaan tenaga kerja, pengarahan pekerjaan, dan
pelaksanaan pengawasan.

5.1 Perencanaan
Tujuan dari gagasan usaha/proyek adalah untuk mendapatkan
keuntungan/manfaat sesuai dengan tujuan yang telah tercantum dalam studi
kelayakan. Untuk mencapai tujuan ini masih diperiukaii suatu perencanaan secara
menyeluruh beserta kebijakan yang diperlukan, di samping perlu adanya pedoman
kerja agar para karyawan dapat mengetahui apa yang akan dikedakan.
Langkah selanjutnya perlu ditetapkan suatu program kerja untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan serta menyusun kegiatan-kegiatan yang diperlukan
dan dijabarkan dalam bentuk angka-angka, baik dalam bentuk kuantitas maupun
dalam bentuk nilai yang dituangkan dalam anggaran perusahaan.
Perencanaan dalam anggaran perusahaan juga harus dilakukan dengan sebaik
mungkin, seperti membuat anggaran pembelian, anggaran produksi, anggaran
penjualan, dan anggaran lainnya disesuaikan dengan kebutuhan dari masing-
masing usaha/proyek yang dijalankan. Perencanaan dari masing-masing anggaran
juga harus direncanakan secara mendetil, umpamanya dalam bidang anggaran
pembelian bahan, bahan apa saja yang akan dibeli, berapa jumlah bahan pada
setiap pembelian, berapa harga dari masing-masing bahan, siapa yang menangani
masalah pembelian, dan bagaimana masalah pengangkutannya, pergudangan, dan
lain sebagainya.
Perencanaan dalam bidang pengadaan karyawan disesuaikan dengan rencana
proses produksi, kegiatan apa saja yang akan dilakukan, persyaratan apa saja yang
diperlukan dan berapa jumlah karyawan. Berapa jumlah pimpinan yang
diperlukan disesuaikan dengan jenis pekedaan serta persyaratan yang dikehendaki
sesuai dengan studi kelayakan bisnis yang disusun.

5.2 Pengorganisasian
Untuk memudahkan pelaksanaan dari perencanaan yang telah ditetapkan perlu
dibentuk kelompok-kelompok kerja dari berbagai aktivitas berdasarkan pada
urutan kegiatan, secara mengelompokkan orang-orang ke dalam hubungan kerja
dengan sebaik-baiknya sehingga para pekerja dapat bekerja dengan seekonomis
mungkin dalam bidangnya masing-masing. Langkah konkret dalam pelaksanaan
kegiatan ini adalah dengan mengadakan pembagian pekerjaan/ tugas yang jelas di
antara pekerjaan serta mengelompokkannya ke dalam suatu struktur organisasi,
seperti bagian pembelian, bagian produksi, bagian pemasaran, bagian
administrasi, dan lain sebagainya sesuai dengan kegiatan usaha.
Dalam pembentukan struktur organisasi ini yang perlu mendapat perhatian
adalah bentuk kegiatan dan cara pengelolaan dari kegiatan usaha/ proyek yang
direncanakan secaraa efisien. Apabila bentuk dan sistern pengolahan telah

102
ditentukan secaraa teknis jenis pekerjaan yang telah ditentukan seperti dalam
rencana di atas, berdasarkan pada kegiatan ini pula disusun bentuk struktur
organisasi yang cocok dan sesuai untuk menjalankan kegiatan tersebut.
Setelah struktur organisisi terbentuk Sesuai dengan rencana, baru kemudian
ditentukan jumlah tenaga kerja serta keahlian yang diperlukan.
Menurut Drs. M. Manulang dalam bukunya Pengantar Ekonomi Perusahaan,
bentuk-bentuk organisasi dilihat dari hubungan kerja, serta lalu lintas wewenang
dan tanggung jawab. Bentuk-bentuk organisasi dapat dibedakan atas 4 (empat)
bagian, yaitu untuk organisasi garis, bentuk organisasi fungsional, bentuk
organisasi garis dan staf, dan bentuk organisasi fungsional dan staf.
Apabila pekerjaan dalam skala yang relatif kecil, jumlah tenaga kerja masih
sedikit, antara karyawan dan pimpinan masih mudah diadakan pengawasan dan
spesialisasi kerja, di sini bentuk organisasi garis masih baik untuk dipergunakan.
Apabila perusahaan dalam skala besar, di mana pekerjaan telah begitu kompleks
dan rumit, diikuti dengan jumlah karyawan yang relatif banyak, penggunaan
organisasi dalam bentuk garis dan staf lebih representative daripada organisasi
garis, karena dalam organisasi ini telah dibentuk berbagai staf yang terdiri dari
tenaga-tenaga ahli yang dapat memberikan advise pada manajer-manajer, baik
pada lop manajer maupun pada manajer lainnya.
Organisasi fungsional adalah sebuah organisasi di mana seorang pimpinan
tidak mempunyai bawahan yang jelas, demikian pula seorang bawahan
mempunyai banyak atasan, sehingga dalam memberikan tanggung jawab sering
terjadi tumpang tindih. Biasanya organisasi fungsional ini diterapkan terhadap
kegiatan usaha yang mempunyai beberapa proyek yang berlainan. Tenaga kerja
pada masing-masing proyek mempunyai keahlian sesuai dengan tugas pada
masing-masing proyek. Bentuk Organisasi staf dan fungsional adalah, gabungan
antara organisasi garis dan staf dengan organisasi fungsional.
Bentuk-bentuk organisasi di atas bila digambarkan dalam sebuah struktur
adalah sebagaimana dalam gambar berikut (Lihat halaman 130).
5.3 Pengadaan Tenaga Kerja
Pembentukan struktur organisasi yang dibuat tentu telah didasarkan pada
bentuk kegiatan dan cara pengelolaan dari kegiatan usaha/proyek yang
direncanakan. Dan berdasarkan struktur organisasi ini pula baru ditentukan jumlah
tenaga kerja serta keahlian yang diperlukan. Berapa jumlah tenaga kerja yang
diperlukan disesuaikan dengan jenis pekerjaan, struktur yang telah dibentuk, dan
jenis keahlian apa saja yang diperlukan, atau kemungkinan akan diadakan
pendidikan ulang dengan dasar pengetahuan yang ditentukan. Apabila gagal
dalam pengadaan tenaga kerja yang sesuai dengan pekerjaan yang tersedia,
karyawan akan mengalami kesukaran dalam pelaksanaan pekerjaan. Berdasarkan
pada uraian ini, dalam mengadakan tenaga kerja harus benar-benar diperhatikan
agar rencana yang telah ditetapkan dapat tercapai.
1. Bentuk Organisasi Garis

103
2. Bentuk Organisasi Garis dan Staf

104
3. Struktur Organisasi Fungsional

5.4 Pelaksanaan Pengarahan


Dalam menjalankan pekerjaan, pimpinan perusahaan atau proyek harus dapat-
mengarahkan para karyawan untuk mengerjakan pekerjaan dengan cara
memberikan instruksi, petunjuk, dan lain sebagainya. Untuk mudahnya para
karyawan dalam menjalankan tugasnya, pimpinan harus mendelegasikan
kekuasaan pada pimpinan menengah, agar mereka dapat melaksanakan tugasnya
dan memberikan pertanggungjawaban dari tugas-tugas yang diberikan. Pimpinan
juga harus dapat mengembangkan kerja sama yang baik antara karyawan agar
dapat melaksanakan pekerjaan secara efektif dan efisien, di samping harus
diperhatikan kesulitan para karyawan dalam melakukan pekerjaan.

5.5 Pelaksanaan Pengawasan


Pimpinan perusahaan atau proyek harus melakukan pengawasan terhadap
kegiatan usaha yang dikerjakan secara teratur. Apakah hasil dari pekerjaan telah
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan bila terjadi penyimpangan perlu
dilakukan tindakan perbaikan agar kesalahan tidak terjadi secara terus menerus.
Untuk mencapai tujuan proyek dalam jangka panjang, sebaiknya dibuat dalaan
tujuan-tujuan jangka pendek agar mudah dalam pengawasan. Sebagai contoh,
tujuan yang ingin dicapai dalam satu tahun dipecah-pecah dalam tujuan setiap
kuartal, bulanan, dan mingguan. Apabila tujuan dalam mingguan pertama tidak
tercapai, perlu segera dilakukan perbaikan sehingga tidak terjadi kegagalan dalam
minggu kedua dan seterusnya. Berdasarkan pada uraian ini, kemungkinan untuk
mencapai tujuan tahunan dikerjakan secara terkoordinir, rapi, teratur, dan kecil
kemungkinan akan mengalami kegagalan. Sasaran pengawasan yang perlu
diperhatikan antara lain jumlah produk yang direncanakan, apakah jumlahnya
sudah sesuai dengan perencanaan atau belum, demikian pula mengenai kualitas,
bila kualitas standar tidak tercapai perlu segera dicari faktor-faktor yang
mempengaruhinya karena keadaan ini akan merugikan secara keseluruhan,
Demikian pula dalam jenis produk yang dihasilkan, apakah jenis produk yang
dihasilkan telah sesuai dengan rencana penjualan. Dalam masalah penjualan, perlu
diawasi tentang penjualan produk, pengangkutan, masalah harga, langganan, dan

105
lain sebagainya. Perlu juga diawasi masalah pembelian bahan baku, baik
mengenai jumlah, harga, masalah pergudangan maupun kualitas dari bahan baku
itu sendiri.

6. Ringkasan
Dalam menyusun sebuah studi kelayakan bisnis, aspek teknis produksi dan
manajemen operasi timbul setelah kegiatan usaha/proyek tersebut mempunyai
peluang pasar yang cukup cerah pada masa mendatang,
Penilaian yang diperlukan dalam aspek teknis, antara lain lokasi proyek, luas
produksi, dan proses produksi. Faktor-faktor yang perlu dinilai dan segi lokasi,
antara lain daerah pemasaran, bahan mentah, tenaga kerja, fasilitas pengangkutan,
dan fasilitas listrik dan air. Luas produksi dari suatu gagasan usaha, proyek
tergantung pada permintaan pasar serta tingkat keuntungan yang optimal untuk
diterima.
Proses produksi perlu diketahui untuk menentukan jumlah peralatan yang
diperlukan, bentuk dan luas bangunan untuk menentukan jumlah investasi, modal
kerja, biaya operasi dan pemeliharaan dalam perhitungan analisis kriteria
investasi.
Dilihat dari segi manajemen operasi, pokok bahasan menyangkut dengan
fungsi manajemen, antara lain perencanaan, pengorganisasian, pengadaan tenaga
kerja, pengarahan pekekjaan, dan pelaksanaan pengawasan.

106
BAB VIII
ASPEK EKONOMI DAN KEUANGAN

1. Pendahuluan
Jika sebuah gagasan usaha/proyek yang direncanakan telah feasible dilihat
dari aspek pemasaran dan teknis produksi, langkah selanjutnya adalah
mengadakan penilaian dari aspek ekonomi dan keuangan, baik yang menyangkut
dengan biaya investasi, modal kerja, maupun yang berhubungan dengan pengaruh
proyek terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan.
Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan dalam pembangunan proyek,
terdiri dari pengadaan tanah, gedung, mesin, peralatan, biaya pemasangan, biaya
feasibility study dan biaya lainnya yang berhubungan dengan pembangunan
proyek.
Modal kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha
setelah pembangunan proyek siap, terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya
tidak tetap (variable cost). Selain biaya investasi dan modal keda, yang perlu
diperhatikan juga dalam aspek keuangan adalah sumber modal, proses perputaran
keuangan, asas pembelanjaan, break even point, dan analisis profit, serta dampak
proyek terhadap perakonomian masyarakat secara keseluruhan. Diharapkan
dengan adanya pembahasan yang dilakukan dari aspek ekonomi dan keuangan
akan menjamin kontinuitas dan kelancaran usaha yang direncanakan.

2. Dana Investasi
Untuk menentukan jumlah dana investasi secara keseluruhan disesuaikan
dengan aspek teknis produksi, yaitu mengenai:
a. Tanah, luas tanah yang diperlukan disesuaikan dengan luas tanah yang
ditetapkap dalam aspek teknis, baik untuk bangunan gedung, kantor, gudang,
perumahan karyawan, halaman, dan lain sebagainya. Jumlah dana yang
diperlukan untuk pengadaan tanah disesuaikan dengan harga yang berlaku.
b. Gedung, gedung yang diperlukari dalam hal ini adalah untuk bangunan pabrik,
kantor, gudang, rumah karyawan, dan lain sebagainya. Untuk menilai biaya
gedung untuk bangunan pabrik tergantung pada aspek produksi, apakah satu
lantai atau dua lantai. Hal ini disesuaikan dengan proses produksi.
c. Mesin, mesin yang digunakan juga disesuaikan dengan aspek produksi,
apakah menggunakan mesin yang mempunyai teknologi tinggi atau tidak.
Bermacam-macam mesin yang dapat digunakan dalam proses produksi tentu
telah dinilai dalam aspek produksi. Demikian pula jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk membeli mesin juga termasuk biaya perakitan dan biaya-
biaya lainnya.
d. Peralatan, peralatan yang dimaksudkan di sini adalah peralatan produksi
lainnya termasuk angkutan seperti truk, kendaraan roda dua, pompa air, spare
part, alat-alat kantor, dan lain sebagainya. Untuk menilai jumlah biaya

107
peralatan, disesuaikan dengan jenis dan jumlah peralatan yang diperlukan dan
dihitung dalam harga berlaku.
e. Biaya pemasangan mesin beserta pemasangan peralatan lainnya juga termasuk
biaya investasi yang periu dihitung sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.
f. Biaya lainnya, seperti biaya feasibility study, biaya survei, biaya impor
mesin/peralatan, dan biaya lain yang berhubungan dengan pembangunan
proyek.

3. Biaya Modal Kerja


Biaya modal kerja dalam kegiatan usaha/proyek terdiri dad biaya tetap (fixed
cost) dan biaya tidak tetap (variable cosf). Biaya tetap adalah biaya yang tidak
dipengaruhi oleh naik turunnya produksi yang dihasilkan, seperti biaya tenaga
kerja tidak langsung, penyusutan, bunga bank, asuransi, dan lain sebagainya.
Biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan
mentah/bahan pembantu, upah tenaga kerja langsung, biaya transportasi, biaya
pemasaran, dan lain sebagainya. Untuk menentukan jumlah biaya tetap sesuai
dengan rencana yang telah disusun, seperti:

3.1 Biaya Tetap


3.1.1 Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung
Jumlah biaya tenaga kerja tidak langsung adalah jumlah tenaga kerja
dikalikan dengan gaji masing-masing yang telah ditetapkan per bulan. Untuk
menentukan jumlah tenaga kerja tetap, baik pada tingkat atasan/pimpinan serta
bawahan disesuaikan dengan banyaknya pekerjaan seperti tergambar dalam
struktur organisasi.

3.1.2 Bunga Bank


Besarnya bunga bank dan pengembalian pokok pinjaman pada setiap bulan
disesuaikan dengan kemampuan usaha/proyek yang direncanakan, baik jumlah
kredit, tingkat bunga, serta lamanya waktu pengembalian pinjaman.

3.1.3 Biaya Asuransi.


Jumlah biaya asuransi yang harus dibayar tergantung pada besamya
jumlah aset yang diasuransikan.

3.1.4 Dana Depresiasi/Penyusutan.


Jumlah dana penyusutan disesuaikan dengan jumlah dana yang dihitung
setiap tahunnya berdasarkan metode yang digunakan.

3.2 Biaya Tidak Tetap

108
Biaya tidak tetap juga dihitung pada sedap bulan dan tahun seperti biaya
bahan baku, upah tenaga kerja langsung, dan biaya-biaya bahan penolong lainnya
sesuai dengan rencana produksi yang telah disusun pada setiap tahunnya.

4. Sumber Pembiayaan
Untuk memenuhi kebutuhan biaya investasi dan modal kerja dapat dilakukan
melalui dua sumber, yaitu sumber dari dalam perusahaan dan sumber dari luar
perusahaan. Sumber dari dalam perusahaan adalah modal yang berasal dari para
investor sendiri atau modal yang dihimpun atas penjualan saham. Modal dari luar
perusahaan adalah modal yang berasal dari bank, produsen mesin/peralatan, dan
lembaga keuangan lainnya.
Sehubungan komposisi sumber modal antara modal sendiri dehgan modal
yang berasal dari liar perusahaan, sebenamya tidak ada suatu ketentuan untuk
menentukan sehat tidaknya suatu usahalproyek yang dikerjakan. Namun demikian
semakin besar sumber modal yang berasal dari liar perusahaan semakin besar
beban bunga sebagai biaya modal dalam pelaksanaan proyek. Demikian pula
sebaliknya, tanpa mengadakan pinjaman dari tuar, perusahaan mungkin
mengalami kesulitan dalam pengadaan dana, baik untuk biaya investasi maupun
biaya modal kerja.
Pengusaha ekonomi lemah pada umumnya menggunakan kedua sumber modal
itu. Sering dilakukan oleh pengusaha, biaya investasi bersumber dari kredit bank
(KIK) dan modal kerja merupakan modal sendiri atau sebaliknya modal kerja
bersumber dari bank (KMKP) dan investasi merupakan modal sendiri. Komposisi
lainnya mungkin 50% dari seluruh biaya merupakan pinjaman bank dan 50%
merupakan modal sendiri. Dari uraian ini dapat diringkaskan, komposisi modal
yang berasal dari kedua sumber tergantung pada pengusaha/investor, komposisi
mana yang lebih menguntungkan dalam pelaksanaan proyek.
Dalam menyusun studi kelayakan, sumber modal harus diperhitungkan secara
jelas karena keadaan ini bisa mengganggu aktivitas perusahaan dan kelancaran
usaha. Apabila modal kerja direncanakan dari keuntungan usaha yang tidak dibagi
maupun dari cadangan penyusutan terhadap modal tetap, permasalahan yang perlu
mendapat perhatian adalah berapa besar kemampuan dana yang berasal dari dalam
perusahaan tersebut untuk menutupi segala biaya, baik biaya operasi maupun
pemeliharaan, seperti pembelian bahan baku, bahan penolong, upah tenaga kerja,
dan berbagai biaya lainnya.
Apabila sumber dana yang berasal dari dalam tidak mampu untuk menutupi segala
pos-pos pengeluaran, para penyusun studi kelayakan harus memperhitungkan
tentang kemungkinan untuk mendapatkan dana, modal dari luar usaha/proyek,
baik dalam bentuk kredit dari lembaga perbankan maupun pinjaman-pinjaman
lainnya dari pihak luar.

109
5. Proses Perputaran Keuangan
Proses perputaran keuangan juga perlu direncanakan secara jelas karena
perputaran keuangan akan mempengaruhi kemampuan usaha/proyek dalam
menutupi segala kewajiban-kewajibannya. Seperti dalam penjualan hasil produksi,
apabila dilakukan dengan cara tunai mungkin penyediaan modal kerja relatif lebih
kecil jika dibanding dengan penjualan yang dilakukan dengan cara kredit.
Apabila hasil produksi direncanakan dijual dengan cara kredit, diperlukan
perhitungan kembali tentang lamanya kredit untuk menentukan jurnlah modal
kerja yang perlu dicadangkan.
Semakin lama putaran piutang baru dapat ditagih kembali, semakin besar
harus disediakan modal kerja sebagai biaya operasi/pemeliharaan untuk membeli
bahan baku, bahan penolong, dan pengeluaran biaya-biaya lainnya. Semua
kegiatan ini harus direncanakan secara jelas sejak awal sehingga kegiatan
usaha/proyek yang dikerjakan benar-benar terencana dengan baik.

6. Asas Pembelanjaan
Lebih lanjut, masalah keuangan yang perlu dipertimbangkan adalah masalah
likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. Dalam masalah likuiditas, yang perlu
diperhatikan adalah kemampuan usaha dalam memenuhi segala kewajiban, baik
untuk mempertahankan kelangsungan operasi usaha maupun untuk membayar
utang-utangnya tanpa mengganggu kelancaran jalannya usaha. Kegiatan ini perlu
direncanakan dengan sebaik-baiknya dalam perkiraan cash inflows maupun cash
outflows dari kegiatan usaha. Demikian pula dengan solvabilitas, yaitu
kemaanpuan usaha yang direncanakan dalam menutupi segala kewajibannya
terhadap pihak luar, baik kredit jangka panjang maupun kredit jangka pendek
yang harus tergambar dalam cash out flows selama umur ekonomis usaha yang
direncanakan.
Selain likuiditas dan solvabilitas, yang juga perlu direncanakan secara jelas
adalah rentabilitas, yaitu tingkat persentase keuntungan yang diterima dengan cara
membandingkan antara jumlah keuntungan dengan modal yang ditanam dalam
usaha/proyek tersebut. Semakin kecil persentase keuntungan yang diterima dari
sejumlah modal yang ditanamkan, mungkin semakin sulit usaha/proyek tersebut
dalam menutupi segala kewajibannya.

7. Titik Pulang Pokok


Titik pulang pokok (break even point) adalah titik keseimbangan antara total
penerimaan dengan total pengeluaran atau TR = TC, seperti yang telah diuraikan
dalam Bab IV. Di dalam menyusun sebuah studi kelayakan harus dapat ditentukan
kapan terjadinya titik keseimbangan ini karena semakin lama waktu pencapaian
TR=TC, semakin lama pula usaha/proyek yang diusahakan untuk mencapai
keuntungan dan semakin besar pula saldo kerugian yang merupakan beban
terhadap biaya-biaya operasi dan pemeliharaan yang dikeluarkan.

110
Kita juga mengakui setiap usaha/proyek yang akan dikerjakan tetap
mengalami kerugian pada tahap awalnya, tetapi terlalu lama dalam kerugian untuk
mencapai titik pulang pokok berarti segala keuntungan yang diterima selalu
menutupi saldo kerugian. Keadaan ini perlu dipertirnbangkan sebagai altematif
tentang layak atau tidak layaknya kegiatan usaha/proyek yang dikerjakan.
Sebagai contoh, proyek perkebunan (kelapa sawit, kopi, kulit manis) di mana
proyek ini baru mulai berproduksi pada tahun kelima dan pada tahura kesepuluh
mungkin baru tercapai titik pulang pokok. Ini berarti selama sepuluh tahun
investor harus membiayai segala biaya operasi dan pemeliharaan yang
membutuhkan modal dalam jumlah yang cukup besar, kendatipun proyek ini
cukup feasible dilihat dalam waktu jangka panjang. Bagi investor yang
mempunyai modal relatif kecil, mungkin pembukaan usaha perkebunan ini tidak
feasible, tapi bagi investor yang mempunyai modal yang cukup besar mungkin
proyek perkebunan ini rnerupakan salah satu pilihan yang paling tepat dalam
penanaman investasi. Berdasarkan pada contoh ini, tidak semua proyek yang
layak untuk dikerjakan, layak pula bagi semua investor/pengusaha, keadaan ini
sangat tergantung pada kernampuan modal yang dimiliki dari masing-masing
penanam modal.
Selain titik pulang pokok yang perlu diketahui datarn penyusunan studi
kelayakan, waktu pengembalian biaya investasi pun menjadi lebih penting karena
terlalu lama pengembalian investasi, merupakan indikator baru tentang
kemungkinan diterima atau ditolaknya usaha/proyek yang akan dikerjakan.

8. Perhitungan Profit
Keuntungan (profit) adalah tujuan utama dalam pembukaan usaha/proyek
yang direncanakan. Semakin besar keuntungan yang diterima, semakin layak
pembukaan usaha/proyek yang dikembangkan. Didasarkan pada perkiraan dan
perencanaan produksi, dapat diketahui pada jumlah produksi berapa perusahaan
mendapat keuntungan maksimal dan pada jumlah produksi berapa pula
perusahaan mendapat kerugian. Informasi ini dapat digunakan sebagai indikator
dalam pengendalian produksi bagi pelaksana proyek.
Berdasarkan pada uraian ini, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dalam
mengambil keputusan untuk menyatakan layak atau tidak layaknya sebuah
gagasan usaha/proyek yang direncanakan. Juga telah dijelaskan pada "Bab
Pendahuluan" dari penulisan buku ini, untuk membuat sebuah studi kelayakan
bisnis diperlukan berbagai disiplin ilmu baik dalam bidang marketing, produksi,
manajemen, maupun keuangan, dan menggunakan herbagai peralatan seperti
analisis statistik, mathematics of finance, dan berbagai parameter iainnya.

9. Dampak Proyek Terhadap Perekonomian Masyarakat


Dalam bagian ini perlu dianalisis dampak proyek terhadap perekonomian
masyarakat, terutama dilihat dari segi penyerapan tenaga kerja, peningkatan

111
pendapatan masyarakat, dan dampak proyek terhadap kegiatan ekonomi
masyarakat lainnya dalam sektor pertanian, perdagangan, dan lain sebagainya.

10. Ringkasan
Analisis dalam bidang ekonomi dan keuangan dilakukan setelah gagasan
usaha/proyek tersebut layak untuk dikembangkan dilihat dari aspek pemasaran,
teknis, dan teknologis. Pembahasan dalam aspek ekonomi dan keuangan
menyangkut dengan perhitungan biaya investasi, modal kerja, maupun yang
berhubungan dengan pengaruh proyek terhadap perekanomian masyarakat secara
keseluruhan.
Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan dalam pembangunan proyek
yang terdiri dari pengadaan tanah, gedung, mesin, peralatan, biaya pemasangan,
biaya feasibility study, dan biaya lainnya yang berhubungan dengan pembangunan
proyek.
Modal kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha
setelah pembangunan proyek siap, terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya
tidak tetap (variable cost). Selain biaya investasi dan modal kerja, dalam aspek
keuanganjuga dibahas sumber modal pembiayaan proyek, proses perputaran
keuangan, asas pembelanjaan, break even point dan analisis profit, serta dampak
proyek tefiadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan.

112
BAB IX
ANALISIS KRITERIA INVESTASI

1. Pendahuluan
Dalam bab ini akan dibahas mengenai perhitungan kriteria investasi yang
erat hubungannya dengan studi kelayakan bisnis. Tujuan dari perhitungan kriteria
investasi adalah untuk mengetahui sejauh mana gagasan usaha (proyek) yang
direncanakan dapat memberikan manfaat (benefit), baik dilihat dari financial
benefit maupun social benefit.
Hasil perhitungan kriteria investasi merupakan indikator dari modal yang
diinvestasikan, yaitu perbandingan antara total benefit yang diterima dengan total
biaya yang dikeluarkan dalam bentuk present value selama umur ekonomis
proyek.
Apabila hasil perhitungan telah menunjukkan feasible (layak),
pelaksanaannya akan jarang mengalami kegagalan. Kegagalan hanya terjadi
karena faktor-faktor uncontrolable seperti banjir, gempa bumi, perubahan
peraturan pemerintah, di samping data yang digunakan tidak relevan.
Perkiraan benefit (cash inflows) dan perkiraan cost (cash outflows) yang
menggambarkan tentang posisi keuangan di masa yang akan datang dapat
digunakan sebagai alat kontrol dalam pengendalian biaya untuk memudahkan
dalam mencapai tujuan usaha/proyek. Di pihak lain, dengan adanya hasil
perhitungan kriteria investasi, penanam modal dapat menggunakannya sebagai
bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, apakah modal yang ditanam
lebih baik pada proyek atau lembaga keuangan seperti bank dan lain sebagainya.
Kriteria investasi yang digunakan dalaan analisis ini adalah:
a. Net Present Value (NPV).
b. Internal Rate of Return (IRR).
c. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C).
d. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C).
e. Profitability Ratio (PR).
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, hasil perhitungan kriteria
investasi merupakan salah satu peralatan dalam mengambil keputusan, apakah
gagasan usaha (proyek) yang dinilai dapat diterima atau ditolak. Diterima dalam
pengertian studi kelayakan bisnis adalah feasible untuk dilaksanakan dan
dikembangkan karena dapat menghasilkan benefit dilihat dari segi financial
benefit sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam studi kelayakan.
Dalam pengertian evaluasi proyek, feasible adalah memberikan indikasi bahwa
proyek tersebut telah termasuk dalam urutan prioritas untuk dikerjakan karena
proyek tersebut layak, sesuai dengan analisis proyek. Pelaksanaan proyek sangat
tergantung pada kemampuan investasi yang tersedia.
Berdasarkan pada uraian ini, keputusan yang timbul dari hasil analisis
proyek secara umum dapat digolongkan atas 3 bagian, yaitu:

113
a. Menerima atau menolak proyek.
b. Memilih satu atau beberapa proyek yang paling layak untuk dikerjakan.
c. Menetapkan skala prioritas dari proyek yang layak.
Kebenaran dari hasil perhitungan sangat tergantung pada data atau
informasi yang digunakan, oleh karenanya dalam menggunakan data harus benar-
benar teliti sehingga tidak terjadi kesalahan dalam hasil perhitungan maupun
keputusan.

2. Perhitungan Kriteria Investasi


2.1 Net Present Value
Net present value (NPV) adalah kriteria investasi yang banyak digunakan
dalam mengukur apakah suatu proyek feasible alau tidak. Perhitungan Net present
value merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social
opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor. Secara singkat,
formula untuk net present value adalah sebagai berikut:

di mana:
NB = Net Benefit = Benefit - Cost
C = Biaya Investasi + Biaya Operasi
B = Benefit yang telah di-discount
C = Cost yang telah di-discount
i = Discount factor
n = Tahun (waktu)

Apabila hasil perhitungan net present value lebih besar dari 0 (nol),
dikatakan usaha/proyek tersebut feasible (go) untuk dilaksanakan dan jika lebih
kecil dari 0 (nol) tidak layak untuk dilaksanakan. Hasil perhitungan net present
value sama dengan 0 (nol) ini berarti proyek tersebut berada dalam keadaan break
even point (PEP) di mana TR = TC, dalam bentuk present value.
Untuk menghitung NPV di dalam sebuah gagasan usaha (proyek),
diperlukan data tentang perkiraan biaya. investasi, biaya operasi, dan
pemeliharaan serta perkiraan benefit dari proyek yang direncanakan:

114
Contoh 1 : Seorang pengusaha merencanakan membangun sebuah industri yang
mengolah hasil-hasil pertanian. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, untuk mendirikan industri ini membutuhkan dana
investasi sebesar 35, juta rupiah yang akan dialokasikan selama 2
tahun. Pada tahun persiapan sebesar 20 juta rupiah dan tahun
pertama sebesar 15 juta rupiah. Kegiatan pabrik mulai berjalan
setelah 2 tahun dan pembangunan kontruksi. Jumlah biaya operasi
dan pemeliharaan berdasarkan rekapitulasi dari berbagai biaya pada
tahun kedua sebesar Rp 5.000.000,- per tahun dan untuk tahun-tahun
berikutnya seperti terlihat dalam Tabel IX-1(mengenai biaya operasi
dan pemeliharaan). Benefit dari kegiatan industri ini adalah jumlah
produksi dari pengolahan hasil-hasil pertanian. Kegiatan produksi
mulai pada tahun kedua dengan jumlah penghasilan sebesar
Rp 10.000.000,- dan untuk tahun-tahun berikutnya seperti terlihat
dalam Tabel IX-I (perkiraan benefit). Berdasarkan pada studi kasus
di atas, apakah rencana pembukaan industri yang mengolah hasil-
hasil pertanian tersebut layak untuk dikembangkari bila dilihat dari
segi Net Present Value (NPV) dengan discount factar sebesar 1891?

115
Tabel IX-I
Persiapan Perhitungan Net Present Value
Biaya Total Net D.F. Present
Investasi Benefit
Thn Operasi Cost Benefit 18% Value
(Rp.000) (Rp.000)
(Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000)
0 20.000 - 20.000 - -21000 1,0000 -20000
1 15.000 15.000 - -15.000 0,8475 -12.713
2 - 5.000 5.000 10.000 5.000 0,7182 3.591
3 - 6.000 6.000 12.000 6.000 0,6086 3.652
4 - 6.000 6.000 14.000 8.000 0,5158 4.126
5 - 7.000 7.000 17.000 10.000 0,4371 4.371
6 - 7.000 7.000 21.000 14.000 0,3704 5.186
7 - 8.000 8.000 25.000 17.000 0,3139 5.336
8 - 9.000 9.000 30.000 21.000 0,2660 5.586
9 - 10.000 10.000 36.000 26.000 0,2255 5.863
10 - 11.000 11.000 43.000 32.000 0,1911 6.115
NPV 11.115,73

NPV = Rp 11.115 = Rp 11.115.00


Hasil perhitungan menunjukkan NPV > 0 (nol), ini berarti gagasan usaha
(proyek) tersebut layak untuk diusahakan, apabila NPV < 0 (nol) berarti tidak
layak untuk dikerjakan, dan NPV = 0 (nol) berarti berada dalam keadaan break
even point. Demikian pula dengan menggunakan formula (9-2), hasilnya juga
sama dengan hasil perhitungan ini, hanya saja dalam perhitungan formula (9-2)
cost maupun benefit langsung dikalikan dengan discount factor seperti dalam
contoh tabel berikut.

116
Tabel IX-2
Persiapan Perhitungan Net Present Value
Biaya Total Net - -
Investasi Benefit D.F
Thn Operasi Cost Benefit B C
(Rp.000) (Rp.000) 18%
(Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000)
0 20.000 - 20.000 - -20.000 1,0000 - 20,000
1 15.000 - 15.000 - -15.000 0,8475 - 12.713
2 - 5.000 5.000 10.000 5.000 0,7182 7.182 3.591
3 - 6.000 6.000 12.000 6.000 0,6086 7.304 3.652
4 - 6.000 6.000 14.000 8.000 0,5158 7.221 3.095
5 - 7.000 7.000 17,000 10.000 0,4371 7.431 3.060
6 - 7.000 7.000 21.000 14.000 0,3704 7.779 2.593
7 - 8.000 8.000 25.000 17.000 0,3139 7.848 2.511
8 - 9.000 4.000 30.000 21.000 0,2660 7.980 2.394
9 - 10.000 10.000 36.000 26.000 0,2255 8.118 2.255
10 - 11.000 11.000 43.000 32.000 0,1911 8.217 2.102
NPV 69.080 57.966

NPV = Rp 69.080 - Rp 57.966


NPV = Rp 11.114 = Rp 11.114.000
Dalam perhitungan kriteria investasi, yang perlu mendapat perhatian
adalah perkiraan cash inflows dan cash outflows yang menyangkut dengan
proyeksi, baik cost maupun benefit di masa yang akan datang. Dalam membuat
perkiraan benefit, harus benar-benar dipertimbangkan dengan menggunakan
berbagai variabel, baik dengan melihat perkembangan trend masa lalu, potensi
pasar, perkembangan proyek sejenis di masa akan datang, perubahan teknologi,
maupun perubahan selera konsumen, dan lain sebagainya sehingga kesalahan
dalam membuat proyeksi dapat diminimumkan.

Contoh 2: Setelah berproduksi beberapa tahun, pimpinan perusahaan terpaksa


mengganti mesin lama dengan mesin baru karena mesin lama tidak
ekonomis lagi, baik secara teknis maupun ekonomis. Untuk mengganti
mesin lama dengan mesin baru membutuhkan dana investasi sebesar
75 juta rupiah dan mesin barn ini mempunyai umur ekonomis selama
5 tahun dengan salvage value berdasarkan pengalaman pada akhir
tahun kelima sebesar 15 juta rupiah. Didasarkan pada Pengalaman
pengusaha, cash in flows setiap tahun diperkirakan sebesar 20 juta
rupiah dengan biaya modal sebesar 18% per tahun. Berdasarkan pada
studi kasus ini, apakah penggantian mesin ini layak untuk dilakukan
apabila dilihat dari present value dan net present value (NPV)?

117
Untuk melihat feasible atau tidak, kasus di atas dapat diselesaikan dengan
menggunakan formula sebagai herikut:

di mana: PV = Present value


CF = Cash flow
n = Periode waktu tahun ke n
m = Penode waktu
r = Tingkat bunga
Sv = Salvage value

Berdasarkan pada hasil. perhitungan di atas, pembelian mesin baru dengan


harga 75 juta rupiah temyata tidak feasible karena present value lebih kecil dari
original outlays dau original cost (harga beli mesin). Demikian yang apabila
dilihat dari segi net present value (NPV), di mana nilainya negatif, ini berarti
harga mesin lebih tinggi dari NPV sebagaimana dalam perhitungan berikut:

NPV = PV - OO = Rp 69.100.059 - Rp 75.000.000


= - Rp 5.899.941
di mana: OO = Original Outlays

2.2 Internal Rate of Return


Ukuran kedua dari perhitungan kriteria investasi adalah IRR. IRR atau internal
rate of return adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan net present
value sama dengan 0 (nol). Dengan demikian apabila hasil perhitungan IRR lebih
besar dari Social Oppartunity Cost of Capital (SOCC) dikatakan proyek/usaha
tersebut feasible, bila sama dengan SOCC berarti pulang pokok dan di bawah
SOCC proyek tersebut tidak feasible.
Untuk menentukan besarnya nilai IRR harus dihitung nilai NPV1 dan nilai
NPV2 dengan cara coba-coba. Apabila nilai NTPV1 telah menunjukkan angka
positif maka discount factor yang kedua hams lebih besar dari SOCC dan

118
sebaiknya apabila NPV1 menunjukkan angka negatif maka discount factor yang
kedua berada di bawah SOCC atau discount factor.
Berdasarkan hasil percobaan ini, nilai IRR berada antara nilai NPV positif dan
nilai NPV negatif yaitu pada NPV = 0. Formula untuk IRR dapat dirumuskan
sebagai berikut:

di mana: i1 = adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1.


i2 = adalah tingkat discount rate yang nrsengfasilkan NPV2.
Sebagai realisasi dari rumus di atas, kembali pada contoh 1 sebelumnya
seperti terlihat dalam Tabel IX-3 berikut (halaman 148).

IRR = 0,23974 = 23,97%

Tabel IX-3
Perslapan Perhitungan IRR Industri yang
Mengolah Hasil-Hasil Pertanian
Net sent Present
DA D.F.
Thn Benefit Value Value
18% 24%
CRP.000) (Rp.000) (Rp.000)
0 -21.000 1,0000 -20.000 1,0000 -20.000
1 -15.000 0,8475 -12.712 0,8065 -12.097
2 5.000 0,7182 3.591 0,6504 3.252
3 6.000 0,6086 3.652 0,5245 3.147
4 8.000 0,5158 4.126 0,4230 3.384
5 10.000 0,4371 4.371 0,3411 3.411
6 14.000 0,3704 5.186 0,2751 3.851
7 17.000 0,3139 5.336 0,2218 3.771
8 21.000 0,2660 5.586 0,1789 3.757
9 26.000 0,2255 5.863 0,1443 3.752
10 32.000 0,1911 6.115 0,1164 3.724
NPV 11.113,73 - 48,94

Hasil perhitungan tersebut (halaman 147) menunjukkan, IRR sebesar


23,79% dan Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) sebesar 18%, ini berarti
IRR > SOCC, dengan demikian proyek tersebut feasible untuk dibedakan.

119
Sebaliknya apabila IRR < SOCC ini berarti tidak layak untuk dikembangkan, dan
IRR = SOCC pengembangan proyek berada dalam keadaan break even point.
Berdasarkan pada uraian ini proyek yang mempunyai IRR lebih besar dari
social discount rate dinyatakan dengan feasible (go) dan untuk proyek-proyek
yang lebih kecil dari SOCC dinyatakan dengan tidak feasible atau no go.
Hubungan antara IRR dengan NPV seperti terlihat dalam grafik berikut (lihat
Grafik 9-1);
Seperti terlihat dalam grafik tersebut, nilai NPV, adalah sebesar Rp 11.114
dan NPV2 = - Rp 48 dengan discount factor pertama sebesar 18%. Pada tingkat
IRR sebesar 23,97% menunjukkan net present value sama dengan 0 (nol).
Kembali pada contoh 2 sebelumnya, internal rate of return merupakan
tingkat bunga yang menyamakan antara harga beli aset (original outlays)

Grafik 9-1
Grafik Hubungan Antara IRR dengan NPV

dengan present value. Berdasarkan pada uraian ini, untuk mendapatkan nilai PV =
Original Outlays harus dicari dengan menggunakan dua tingkat bunga. Tingkat
bunga pertama menghasilkan present value lebih kecil dari 00 (original outlays)
dan tingkat bunga kedua lebih besar dari nilai OO (orighnal Outlays).
Present value I derigan DF = 18% menghasilkan PV seperti terlihat dalam
perhitungan sebelumnya PV = Rp 69.100.059,- dan present value II dengan DF =
14% dihitung sebagai berikut:

PV = 17.543,860 + 15,389.351 + 13.499A30 +

120
11.84 1.606 + 10387,373 + 7.790.530
PV = Rp 76.45.1.149,-

Berdasarkan pada hasil perhitungan ini:

IRR = 14 +(76.452.149 - 75.000.000) x


{(18 - 14)/(69.100.059 - 76.452.149)}
= 14 + (1.452.149) x (4/7.352.090)
= 14 + 0,79 = 14,79%

Nilai IRR adalah sebesar 14,79%, lebih kecil dari tingkat bunga uang yang
berlaku dalam masyarakat (DF=18%), maka penggantian mesin baru tersebut
tidak layak (feasible) dilihat dari kriteria IRR maupun NPV, oleh karenanya
pimpinan perusahaan harus mencari mesin lain sebagai mesin pengganti karena
mesin lama tidak ekonomis lagi.
Penyajian perhitungan yang digunakan dengan menggunakan tabel pada
prinsipnya sama, hanya saja dalam contoh soal 2 sebelumnya cash flow yang
dihitung merupakan net benefit seperti contoh dalam Tabel IX-4 berikut.

Tabel IX-4
Persiapan Perhitungan NPV dan IRR
dalam Penggantian Mesin Baru
Inves- Cash Net Present Present
D.F. D.F.
Thn tasi Flow Benefit Value Value
18% 14%
(Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000)
0 75.000 - -75.000 1,0000 -75.000 1,0000 -75.000
1 - 20.000 20.000 0,8475 16.950 0,8772 17.544
2 - 20.000 20.000 0,7182 14.364 0,7695 15.390
3 20.000 20.000 0,6086 12.173 0,6750 13.500
4 - 20.000 20.000 0,5158 10.316 0,5921 11.842
5 - 20.000 20.000 0,4371 8.742 0,5194 10.388
6 15.000 15.000 0,4371 6.557 0,5194 7.791
NPV - 5.900 1.455

Net Present value = - Rp 5.900.000


IRR = 0,14 + 1.455 . (0,18 - 0,14)
1.455 + 5.900
IRR = 0,1479 = 14,79%

121
2.3 Net Benefit Cost Ratio
Net benefit cost ratio merupakan perbandingan antara net benefit yang telah di
discount positif (+) dengan net benefit yang telah di discount negatif (-), dengan
formula sebagai berikut:

Jika nilai Net B/C lebih besar dari 1(satu) berarti gagasan usaha/ proyek
tersebut layak untuk dikerjakan dan jika lebih kecil dari 1 (satu) berarti tidak layak
untuk dikerjakan. Untuk Net B/C sama dengan 1 (satu) berarti cash inflows sama
dengan cash outflows, dalam present value disebut dengan Break Even Point
(BEP), yaitu total cost sama dengan total revenue.
Tabel IX-5
Jumlah Benefit dan Persiapan Perhitungan
Net Benefit Cost Ratio Proyek A
Net Present
D.F.
Tahun Benefit Value
18%
(RP) (RP)
0. -20.000.000 1,0000 -20.000.000
1. -15.000.000 0,847458 -12.711.870
2. 5.000.000 0,718218 3.590.920
3. 6.000.000 0,608631 4.651.785
4. 8.000.000 0,515789 4.126.312
5. 10.000.000 0,437109 4.371.090
6. 14.000.000 0,370432 5.186.048
7. 17.000.000 0,313925 5.336.725
8. 21.000.000 0,266038 5.586.798
9. 26.000.000 0,225456 5.861.856
10. 32.000.000 0,191064 6.114.048

122
Berdasarkan pada hasil perhitungan di atas, jika Net B/C > 1 berarti
proyek tersebut layak (feasible) untuk dikerjakan, jika Net B/C < 1 tidak layak,
dan untuk Net B/C = 1 tercapai break even point, dalam hal ini tergantung pada
investor.

2.4 Gross Benefit Cost Ratio


Gross benefit cost ratio (Gross B/C) adalah perbandingan antara benefit kotor
yang telah di-discount dengan cost secara kcscluruhan yang telah di discount.

Berdasarkan pada Tabel IX-2, Gross B/C dapat dihitung sebagai berikut:
Gross B/C = 69.077.839 = 1,1917 = 1,19
57.964.101
Ratio ini juga menunjukkan:
Gross B/C > 1  Feasible (go).
Gross B/C < 1  Tidak Feasible (no go).
Gross BIC = 1  berada dalam keadaan BEP.

2.5 Profitability Ratio


Profitability ratio merupakan suatu rasio perbandingan antara selisih benefit
dengan biaya operasi dan pemeliharaan dibanding dengan jumlah investasi. Nilai
dari masing-masing variabel dalam bentuk present value atau nilai yang telah di-
discount dengan discount factor dad Social Opportunity Cost of Capital yang
berlaku dalam masyarakat, dapat ditulls dalam formula sebagai berikut:

123
Tabel IX-5
Jumlah Investasi, Biaya Operasi, dan Biaya
Pemeliharaan dalam Harga Berlaku
Dan dalam Present Value

Inves Biaya - - -
Benefit Net
Thn tasi Operasi I OM B
(Rp.000) 18%
(Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000) (Rp.000)

1 20.000 1,0000 -20.000


1 15.000 0,8475 -12.712
2 5.000 10.000 0,7182 - 3.591 7.182
3 6.000 12.000 0,6086 - 3151 7.303
4 6.000 14.000 0,5158 - 3.095 7.221
5 7.000 17.000 0,4371 - 3.060 7.431
6 7.000 21.000 0,3704 - 2.593 7.778
7 8.000 25.000 0,3139 - 2.511 7.848
8 9.000 30.000 0,2660 - 2.394 7.980
9 10.000 36.000 0,2255 - 2.255 8.118
10 11.000 43.000 0,1911 - 2.102 8.217
32.712 25.253 69.078

PR = 1,3397 = 1,34

Ukuran yang digunakan dalam hasil perhitungan Profitability Ratio sama


dengan rasio sebelumnya, apabila PR > 1= layak (feasible), PR < 1= tidak layak,
dan PR = 1 berada dalam keadaan break even point.

124
3. Analisis Pay Back Period dan Break Even Point
3.1 Pay Back Period
Pay Back Period (PBP) adalah jangka waktu tertentu yang menunjukkan
terjadinya arus penerimaan (cash in flows) secara kumulatif sama dengan jumlah
investasi dalam bentuk present value. Analisis Pay Back Period dalam studi
kelayakan perlu juga ditampilkan untuk mengetahui berapa lama usaha/ proyek
yang dikerjakan baru dapat mengembalikan investasi. Semakin cepat dalam
pengembalian biaya investasi sebuah proyek, semakin baik proyek tersebut karena
semakin lancar perputaran modal. Di pihak lain, dengan adanya perkembangan
teknologi yang begitu cepat pada akhir-akhir ini, semakin cepat pengembalian
biaya investasi semakin mudah dalam penggantian aset baru. Terlambatnya
pengembalian investasi dari proyek yang dikerjakan bisa menyebabkan kerugian
bagi perusahaan karena aset lama, kendatipun masih baik dilihat dari segi teknis,
dari segi ekonomis kurang menguntungkan lagi karena adanya perusahaan sejenis
telah menggunakan aset baru dengan menggunakan teknologi baru yang bisa
menyebabkan harga pokok bertambah rendah dan kualitas produksi bertambah
tinggi.

Di mana:
PBP = Pay Back Period.
TP-1 = Tahun sebelum terdapat PBP
Ii = Jumlah Investasi yang telah di-discount.
Bicp-1 = Jumlah Benefit yang telah di-discount sebelum Pay Back Period.
B = Jumlah benefit pada Pay Back Period berada.

Berdasarkan pada hasil perhitungan discount factor dalam Tabel IX5,


besamya nilai Pay Back Period dihitung sebagai berikut:
PBP = 5 + 32.712 - 29.137
7.778
PBP = 5 + 0,4596
PBP = 5 tahun 5 bulan 15 hari.

Untuk nilai Tn-i dihitung secara kumulatif dari nilai benefit yang telah di-
discount (7.182 + 7.303 + 7.221 + 7.431 = 29.137) karena pada tahun kelima
terdapat kumulatif benefit yang berada di bawah jumlah investasi yang telah di-
discount. Apabila diambil kumulatif benefit hingga tahun keenam, di sini jumlah
benefit lebih besar dari jumlah investasi. Selanjutnya untuk nilai BP yaitu jumlah
benefit pada PBP adalah sebesar 7.778 artinya pada tahun keenam terdapat jumlah
kumulatif benefit sama dengan jumlah investasi.

125
3.2 Break Even Point (BEP)
Break even point adalah dtik pulang pokok di mana total revenue = total cost.
Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang
pokok atau TR=TC tergantung pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat
menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya.
Apabila sebuah studi kelayakan atau analisis proyek telah dapat menentukan
jangka waktu dalam pengembalian total biaya, timbul pertanyaan lainnya apakah
perusahaan mampu untuk menanggung segala biaya sebelum tercapainya titik
BEP ini. Karena selama perusahaan masih berada di bawah titik break even point,
selama itu juga perusahaan tersebut masih menderita kerugian. Dalam hal ini
semakin lama sebuah perusahaan mencapai titik pulang pokok, semakin besar
saldo rugi karena keuntungan yang diterima masih menutupi segala biaya yang
telah dikeluarkan. Dilihat dari kemampuan pimpinan perusahaan, karena lamanya
untuk mencapai tidk pulang pokok, pengembangan proyek tidak feasible karena
para pengusaha tidak mampu dalam menutupi segala biaya dalam waktu yang
relatif lama. Sebaliknya bagi pengusaha yang mempunyai dana/modal dalam
jumlah yang relatif besar, kendatipun dalana waktu yang relatif lama baru
mencapai titik pulang pokok, tapi proyeknya feasible dalam jangka panjang,
mungkin pemilihan proyek ini merupakan salah satu altematif yang tepat dalam
penanaman investasi.
Sebagai contoh: Usaha perkebunan sawit, di mana proyek ini baru mulai
berproduksi pada tahun kelima atau tahun keenam dan diperkirakan di atas tahun
kesepuluh baru mencapai titik BEP Dilihat dari perkiraan benefit, karena waktu
produksi yang cukup lama dan biaya operasi cenderung menurun, mungkin
proyek ini dilihat dari segi analisis ekonomi dalam jangka panjang akan
memberikan benefit yang cukup layak. Dilihat dari kemampuan investor dalam
pengadaan dana serta prospek usaha di masa yang akan datang, memilih proyek
perkebunan adalah salah satu alternatif yang tepat dalam penanaman investasi.
Berdasarkan pada uraian ini, layak tidaknya suatu proyek atau suatu gagasan
usaha yang akan dikembangkan juga tergantung pada kemampuan investor dalam
pengadaan dana, di samping hasil analisis ekonomi yang cukup mendukung.
Formula yang digunakan untuk menghitung BEP yang menunjukkan waktu
pengembalian total cost, sehagai berikut:

Di mana:
BEP = Break even point.
Tp-1 = Tahun sebelum terdapat BEP
TCi = Jumlah total cost yang telah di-discount.

126
Bicp-1 = Jumlah benefit yang telah di-discount sebelum break even point.
Bp = Jumlah benefit pada break even point berada.
Berdasarkan pada nilai present value dalam Tabel IX-2 dan Tabel IX-5
besarnya BEP adalah sebagai berikut:
BEP = 8 + 57.966 - 52.745
8.118
BEP = 8 + 0,6431
BEP = 8 tahun 7 bulan 22 hari.
Untuk melihat Pay Back Period (PBP) dan Break Even Point (BEP) dalam
sebuah grafik, terlihat dalam grafik berikut.

Grafik 9-2
Graft Pay-Back Period (PBP) dan
Break Even Point (BEB)

Seperti terlihat dalam grafik tersebut, keuntungan didapat setelah


perusahaan mencapai titik BEP, dan di bawah titik BEP kegiatan usaha tetap
mengalami kerugian karena keuntungan yang diperoleh masih menutupi biaya--
biaya yang dikeluarkan dalam pengadaan investasi dan biaya operasi. Dengan kata
lain, pengembalian biaya modal dan biaya-biaya lainnya dicapai selama 8 tahun 7
bulan dan 22 hari. Waktu pengembalian investasi (Pay Back Period) selama 5
tahun 5 bulan 15 hari, pada saat TR=1 sebesar Rp 32.712,- dalam bentuk present
value.
Dilihat dari jumlah produksi, titik BEP diperoleh pada saat penerimaan
sama dengan pengeluaran atau TR=TC. Semakin besar keuntungan yang diterima,
semakin cepat waktu pengembalian biaya. Dengan mengetahui jumlah produksi
dalam keadaan BEP, hal itu dapat digunakan sebagai ukuran bagi pelaksana
proyek dalam mendapatkan keuntungan yang diharapkan. Formula yang

127
digunakan untuk mengetahui jumlah produksi dalam keadaan BEP di mana
TR=TC dapat dilihat dari uraian berikut:
TR = p x q dan TC = a + bq
TR =TC  p.q=a+bq
p.q – bq =a  q(p-b)=a
q =a/(p-h)
BEP (Q) = a (9-11)
(p-b)
Untuk menghitungan BEP dalam rupiah adalah mengalikan dengan harga
per unit produksi (p).
BEP (Rp) = a (9-12)
(1-b/p)

Di mana: a : Fixed cost (biaya tetap).


b : Biaya variabel per unit.
p : Harga per unit.
q : Jumlah produksi.

Penggunaan formula (9-11) dan (9-12) dapat diikuti dalam Bab IV


mengenai metode pengukuran dan peramalan. Apabila nilai fixed cost dan
variable cost per unit tidak diketahui, dapat diselesaikan dengan menggunakan
persamaan regresi.

4. Contoh Pemecahan Kasus


Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan terhadap sebuah gagasan
usaha dalam pembangunan perusahaan batu bata diperoleh data sebagai berikut:
1. a. Kebutuhan investasi
- Bangunan untuk tempat kerja dengan
ukuran 10 x 20 m x @ Rp 7.500,- Rp 1.400.000
- Bangunan kantor
5 x 4 m @ Rp 10.000,- Rp 200.000
- Peralatan kantor Rp 100.000
- Bangunan/dapur pembakar 8 x 6 m @ Rp 12.000,- Rp 576.000
- Peralatan pencetak dari kayu Rp 20.000
- Tanah lokasi usaha 500 m2dengan harga @ Rp 7.000,- Rp 3.500.000
b. Kebutuhan modal kerja Rp 2.500.000
Jumlah Rp 8.296.000
2. Sumber dana direncanakan melalui kredit bank sebesar Rp 6.000.000,dengan
suku bunga 18% per tahun dan dimajemukkan setiap tahun selama 5 tahun.
Sisa modal sebesar Rp 2.296.000,- merupakan modal sendiri.
3. Kapasitas produksi (full capacity) per tahun sebesar 100.000 unit yang
dilakukan dalam 4 kali pembakaran dan setiap 1 kali pembakaran sebanyak

128
25.000 unit. Rencana produksi pada tahun pertama dan kedua sebesar 75%
dan tahun ketiga sampai dengan tahun kelima sebesar 100%.
4. Biaya operasi dan pemeliharaan.
a. Biaya tidak tetap
- Biaya bahan baku per unit produksi diterima di tempat usaha
diperhitungkan sebesar Rp 5,-.
- Biaya bahan pembantu per unit produksi diperkirakan sebesar Rp 3,-.
- Upah tenaga kerja langsung diperhitungkan per unit produksi sebesar
Rp 6,-.
- Biaya bahan kayu bakar dalam satu kali pembakaran sebesar Rp
80.000,-.

b. Biaya tetap
- Gaji karyawan tetap 1 orang per bulan Rp 75.000,-.
- Biaya umum rata-rata per tahun Rp 30.000,-.
- Biaya penyusutan rata-rata per tahun diperhitungkan sebesar Rp
459.200,-.
- Nilai scrap value asset pada akhir tahun kelima sebesar Rp 4.500.000,-.
- Biaya perawatan per tahun rata-rata Rp 75.000,-.

5. Harga jual hasil produksi sesuai dengan harga pasar Rp 65,- per unit dan pajak
diperhitungkan sebesar 15% dari hasil net benefit.
Berdasarkan pada kasus di atas, apakah gagasan usaha ini layak untuk
dikembangkan bila dilihat dari NPV, IRR, dan Net B/C?

Penyelesaian:
Cicilan pengembalian pokok pinjaman dan bunga bank dari jumlah pinjaman
sebesar Rp 6.000.000,
R = 6.000.000,- 0,18 = Rp 1.918.670
-5
( 1-(1+0,18) )

Jadwal pelunasan kredit terlihat dalam Tabel IX-6, rekapitulasi biaya


operasi dan pemeliharaan dalam Tabel IX-7. Perhitungan NPV dapat dilihat dalam
Tabel IX-8, perhitungan IRR dan Net B/C, terlihat dalam Tabel IX-9.

Tabel IX-6
Jadwal Pengembalian Kredit
Perusahaan Batu Bata (Rp. Ribuan)
Akhir Cicilan/ Bunga P. Pokok Jumlah Sisa
Kwt Tahun 18% Pinjaman PPP Kredit
0 - - - - 6.000,00
1 1.918,67 1.080,00 838,67 838,67 5.161,33

129
2 1.918,67 929,04 989,63 1.828,30 4.171,70
3 1.918,67 750,91 1.167,76 2.996,06 3.003,94
4 1.918,67 540,71 1.377,96 4.374,03 1.625,97
5 1.918,67 292,68 1.625,99 6.000,02 0,00

Tabel IX-7
Rekapitulasi Biaya Operasi dan Biaya Pemeliharaan
Perusahaan Batu Bata (Rp Ribuan)
Tahun
Jenis Biaya
1 2 3 4 5
A. Biaya Tidak Tetap 1.290,00 1.290,00 1.720,00 1.720,00 1.720,00
1. Bahan Baku 375,00 375,00 500,00 500,00 500,00
2. Bahan Pembantu 225,00 225,00 300,00 300,00 300,00
3. Up. Tenaga Kerja 450,00 450,00 600,00 600,00 600,00
4. Bahan Bakar Kayu 240,00 240,00 320,00 320,00 320,00
B. Biaya Tetap 1.464,20 1.464,20 1.464,20 1.464,20 1.464,20
5. Biaya Caji 900,00 900,00 900,00 900,00 900,00
6. Biaya Umum 30,00 30,00 30,00 30,00 30,00
7. Biaya Penyusutan 459,20 459,20 459,20 459,20 459,20
8. Biaya Perawatan 75,00 75,00 75,00 75,00 75,00
Total Biaya 2.754,20 2.754,20 3.184,20 3.184,20 3.184,20

Tabel IX-8
Persiapan Perhitungan Net Present Value
Perusahaan Batu Bata
Tahun
No. Uraian
0 1 2 3 4 5
1. Pendapatan
a. Hasil Usaha - 4.875,00 4.875,00 6.500,00 6.500,00 6.500,00
c. Salvage Value - - - - - 4.500,00
Gross Benefit - 4.875,00 4.875,00 6.500,00 6.500,00 11.000,00
2. lnvestasi Awal 2.296,00 - - - - -
3. Operating Cost - 2.754,20 2.754,20 3.184,20 3.184,20 3.184,20
Kredit Bank
a. Pokok Pinjam - 838,67 989,63 1.167,76 1.377,96 1.625,99
b. Bunga Bank - 1.080,00 929,04 750,91 540,71 292,68
Total Cost 2.296,00 4.672,87 4.672,87 5.102,87 5.102,87 5.102,87
4. Net Benefit -2.296,00 202,13 202,13 1.397.13 1.397,13 5.897,13
5. Pajak 15% 30,22 30,32 209,57 209,57 884,57

130
6. Net Benefit -2.296,00 171,81 171,81 1.187,56 1.187,56 5.012,56
7. D.F 18% 1,000 0,8475 0,7182 0,6086 0,5158 0,4371
Present Value (PV) -2.296,00 145,60 123,39 722,79 612,53 2.191.04
NPV = Total RV. 1.499,35

Tabel XII-9
Persiapan Perhitungan IRR dan Net B/C
Net Present Present
D.F. D.F,
Thn Benefit Value Kredit
18% 34%
(Rp.000) (Rp.000) (Rp.000)
0 -2.296,00 1,0000 - 2.296,00 1,0000 -2.196,00
1 171,81 0,8475 145,60 0,7463 128,72
2 171,81 0,7192 123,09 0,5569 95,68
3 1.187,56 0,4986 722,39 0,6156 493,56
4 1.187,56 0,5158 612,53 0,3102 368,33
5 5.012,56 0,4371 2.191,04 0,2315 1.160,21
N.P.V. 1.499,35 -50,00

Berdasarkan pada hasil perhitungan, proyek ini feasible, untuk dikerjakan karena
NPV > 0, IRR > D.F dan net B/C >1.

5. Ringkasan
Tujuan dari perhitungan kritena investasi adalah untuk mengetabui sejauh
mana gagasan usaha/proyek yang direncanakan dapat memberikan manfaat
(benefit) baik dilihat dari segi financial benefit maupun social benefit.
Hasil perhitungan juga merupakan indikator dari modal yang
diinvestasikan, yaitu perbandingan antara total benefit yang diterima dengan total
biaya yang dikeluarkan dalam bentuk present value selama umur ekonomis
proyek.

131
Kriteria investasi yang digunakan dalam analisis ini, antara lain net present
value, internal rate of return, net benefit cost ratio, gross benefit cost ratio, dan
profitability ratio. Selain kriteria tersebut, dalam bab ini juga dibahas analisis pay
back period dan analisis break even point untuk mengetahui waktu pengembalian
biaya investasi dan total biaya dari sebuah proyek yang dikembangkan. Dalam
bab ini juga dibahas analisis BEP dilihat dari jumlah produksi serta biaya yang
dikeluarkan dengan tujuan sebagai pedoman bagi pelaksana proyek dalam
mendapatkan keuntungan yang diharapkan.

132
BAB X
EVALUASI PROYEK

1. Pendahuluan
Dalam bab ini disajikan evaluasi proyek mengenai perhitungan benefit
(manfaat proyek), jenis biaya, dan keputusan analisis dari evaluasi proyek sebagai
perbandingan antara studi kelayakan bisnis dengan evaluasi proyek.
Proyek adalah suatu rangkaian aktivitas yang direncanakan untuk
mendapatkan benefit/manfaat dalam jangka waktu tertentu. Untuk mencapai
tujuan tersebut diperlukan pengorbanan dad resources yang dimiliki, karenanya
dalam pemilihan suatu proyek yang akan dikerjakan harus diadakan penilaian,
baik dari segi teknis maupun ekonomis agar penanagnan modal/investasi jatuh
pada pilihan proyek yang paling tepat.
Seperti yang telah diuraikan dalam Bab I, persamaan antara studi kelayakan
dengan evaluasi proyek adalah samamsama bertujuan menilai kelayakan suatu
gagasan usaha/proyek, hasil dari penilaian ini merupakan bahan pertimbangan
bagi pengambil keputusan untuk menerima atau menolak usaha/proyek yang
direncanakan.
Dilihat dari segi studi kelayakan bisnis, yang disusun merupakan suatu
pedoman kerja bagi pelaksana proyek, baik dalam produksi, pelaksanaan
pemasaran hasil produksi, cara dalam penanaman investasi, bahkan cara dalam
menentukan jumlah tenaga kerja serta jumlah pimpinan yang diperlukan.
Layaknya suatu gagasan usaha/proyek untuk dikerjakan, dalam sebuah studi
kelayakan, adalah apabila kegiatan usaha/proyek yang dikerjakan berdasarkan
pada kegiatan yang telah diatur dalam kelayakan usaha, dan keadaan ini tidak
menjamin kegiatan proyek apabila dikerjakan tidak selaras dengan kegiatan yang
telah ditetapkan dalam sebuah studi kelayakan.

2. Perhitungan Benefit
Benefit/manfaat yang berdasarkan, evaluasi proyek pada umumnya lebih
bersifat social benefit dan pada financial benefit. Sebaliknya perhitungan studi
kelayakan bisnis lebih menitikberatkan pada financial benefit daripada Social
benefit.
Berdasarkan pada perbedaan ini, untuk menghitung benefit dalam evaluasi
proyek, terutama dalam perhitungan kriteria investasi, penilaian didasarkan pada
manfaat langsung yang diterima dari proyek, di samping mengadakan penilaian
secara kualitatif terhadap dampak proyek bagi perekonomian masyarakat secara
keseluruhan, seperti penyerapan tenaga kerja, perubahan pola pikir masyarakat,
terbukanya isolasi daerah, dan berbagai dampak sosial lainnya yang timbul secara
multiplier effects.
Dengan demikian, ruang lingkup evaluasi proyek lebih. Luas dari ruang
lingkup studi kelayakan. Ruang lingkup studi kelayakan, pada umumnya, lebih

133
menitikberatkan pada kelayakan usaha dari pengusaha secara individu sedangkan
ruang lingkup dari evaluasi proyek melihat kelayakan suatu proyek ditinjau dari
kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Berdasarkan pada uraian ini,
layaknya sebuah studi kelayakan yang dilihat dari kepentingan pengusaha secara
individu belum tentu layak terhadap masyarakat secara keseluruhan. Demikian
pula sebaliknya, layaknya proyek, dilihat dari masyarakat secara keseluruhan
(evaluasi proyek) tidak selalu layak bila dilihat dari segi individu.
Besar kecilnya dampak proyek terhadap perekonomian, masyarakat secara
keseluruhan, berhubungannya dengan besar kecilnya jumlah investasi yang
ditanam dalam sebuah proyek. Semakin besar proyek yang dikerjakan, semakin
besar pula dampak yang ditimbulkannya terhadap perekonomian, masyarat.
Keadaan ini sama halnya dengan melemparkan sebuah batu ke dalam sebuah
danau yang tenang, semakin besar batu yang dilempar, semakin besar pula riak
gelombang yang ditimbulkannya.

3. Manfaat Proyek
Benefit/manfaat yang dinilai dari evaluasi proyek pada urnumnya lebih
bersifat social benefit daripada financial benefit dan sebaliknya dalam perhitungan
studi kelayakan bisnis lebih menitikberatkan pada financial benefit daripada social
benefit.
Manfaat proyek, dilihat dari evaluasi proyek, adalah penerimaan (revenue) yang
dihasilkan suatu proyek sebelum dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan.
Dilihat dari sifatnya, manfaat proyek ini dapat digolongkan atas 3 bagian, yaitu:
- Manfaat langsung (direct benefits).
- Manfaat tidak langsung (indirect benefits).
- Manfaat tidak kentara (intangible benefits).

3.1 Manfaat Langsung


Manfaat langsung adalah manfaat yang diterima sebagai akibat adanya
proyek, seperti naiknya nilai hasil produksi barang atau jasa, perubahan bentuk,
turunnya biaya, dan lain sebagainya.
Kenaikan nilai hasil produksi dapat disebabkan karena meningkatnya jumlah
produksi dan kualitas dari produk yang dihasilkan sebagai akibat adanya proyek.
Misalnya, kenaikan produksi padi karena adanya irigasi, tururuiya biaya
pengangkutan karena adanya perbaikan jalan, membaiknya job description di
antara tenaga kerja karena adanya perbaikan cara-cara kerja, dan lain sebagainya.
Demikian pula dalam perubahan bentuk, dengan adanya perubahan bentuk
dari sesuatu produk yang dihasilkan, demand bisa meningkat bila dibanding
dengan sebelurn adanya perubahan. Semua manfaat yang diperoleh sebagai tujuan
utama dalam pembangunan proyek dinamakan dengan manfaat langsung (direct
benefits).

134
3.2 Manfaat Tidak Langsung
Manfaat tidak langsung adalah manfaat yang timbul sebagai dampak yang
bersifat multiplier effects dari proyek yang dibangun terhadap kegiatan
pembangunan lainnya.
Sebagai contoh, adanya perbaikan jalan dari sebuah kota ke kota lainnya telah
menyebabkan timbulnya berbagai kegiatan masyarakat dalam memanfaatkan
berbagai potensi ekonomi di sepanjang jalan yang dibangun. Demikian pula,
dengan adanya pmyek listrik masuk desa telah tumbuh berbagai industri yang
memanfaatkan listrik sebagai sumber energi. Kesemua kegiatan usaha yang
timbul sebagai dampak dari proyek yang dibangun adalah benefit/ manfaat tidak
langsung (indirect benefits) yang perlu diperhitungkan dalam evaluasi proyek.

3.3 Manfaat Tidak Kentara


Manfaat tidak kentara sebuah proyek adalah manfaat dari pembangunan
proyek yang sulit diukur dalam bentuk yang, seperti perubahan pola pikir
masyarakat, perbaikan lingkungan, berkurangnya pengangguran, peningkatan
ketahanan nasional, kemantapan tingkat harga, dari lain sebagainya. Manfaat tidak
kentara ini juga perlu diperhitungkan secara kualitatif dalam mengadakan evaluasi
proyek.
Berdasarkan pada uraian ini, jelas pertutungan benefit dalam evaluasi proyek
lebih luas dan lebih rumit jika dibanding dengan studi kelayakan bisnis yang
hanya melihat segi financial benefit, seperti contoh-contoh sebelumnya.

4. Jenis Biaya (Costs)


Jenis biaya dalam evaluasi proyek pada umumnya dapat dikelompokkan
dalam 2 bagian, yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung
adalah biaya yang berhubungan langsung dengan kepentingan proyek, seperti
biaya investasi, biaya operasi, dan biaya pemeliharaan proyek. Biaya investasi
dalam suatu proyek terdiri dari biaya pembangunan konstruksi dan biaya peralatan
lainnya. Biaya operasi dan pemeliharaan proyek terdiri dari biaya penyusutan,
biaya bunga bank, biaya tanah, modal kerja, biaya pengganti, dan berbagai biaya
lainnya sesuai dengan kebutuhan biaya dari masing-masing proyek. Biaya tidak
langsung adalah biaya yang perlu diperhitungkan dalam menganalisis proyek,
seperti biaya polusi udara karena adanya proyek, biaya untuk mengatasi
pencemaran, bising, dan berbagai biaya lainnya yang haru dikeluarkan untuk
mengatasi dampak negatif atas keberadaan proyek

135
5. Keputusan dalam Evaluasi Proyek
Keputusan yang diambil dari hasil evaluasi proyek pada dasarnya dapat
dikelompokkan dalam 3 keputusan, yaitu:
a. Menolak atau menerima proyek.
b. Memilih satu atau beberapa proyek dari proyek yang layak, sesuai dengan
dana yang tersedia.
c. Membuat skala prioritas dari beberapa proyek yang layak.

Penerimaan atau penolakan dari sebuah proyek biasanya didasarkan pada hasil
perhitungan kriteria investasi seperti yang telah diuraikan dalam Bab IX. Apabila
hasil perhitungan secara ekonomis telah menunjukkan bahwa proyek layak untuk
dikembangkan maka keputusan yang diambil adalah menerima proyek, demikian
pula sebaliknya.
Keputusan kedua dalam evaluasi proyek adalah menerima satu atau, beberapa
proyek yang layak untuk dikerjakan sesuai dengan dana yang tersedia.
Sebagai contoh, jumlah prayek yang dinilai submiyak 7 buah dan setelah
dinilai hanya 5 dari jumlah tersebut yang layak untuk dikeinbangkan dengan
jumlah dana dari masing-masing proyek seperti terlihat dalam Tabel X-I berikut:

Tabel X-I
Nama Proyek dan Jumlah Dana Proyek
dari 5 Proyek yang Layak Dikerjakan
Jumlah Dana
No. Nama Proyek
(Rp)
1. Pembangunan Irigasi 350.000.000
2. Perbaikan Jalan Kabupaten 150.000.000
3. Pembuatan Jalan Baru 450.000.000
4. Pembukaan Jalan Desa 200.000.000
5. Peningkatan Jalan Desa 120.000.000
JUMLAH 1.270.000.000

Seperti terlihat dalam Tabel X-1 tersebut, jumlah dana proyek


Rp 1.270.000.000.- sedangkan dana yang tersedia hanya sebesar Rp 550.000.000
Berdasaikan pada keterbatasan ini, mungkin salah satu keputusan yang diambil
adalah mengerjakan 2 Proyek masing-masing proyek no.1 dan 2 dengan jumlah
dana sebesar Rp 500.000.000,-. Atau mengerjakan 2 proyek, masing-masing
proyek No. 1 dan 4 dengan jumlah dana sebesar Rp 550.000.000,-. Altematif
ketiga adalah mengerjakan proyek no. 3 dengan jumlah dana sebesar Rp
450.000.000,-, atau mengerjakan proyek no. 4 dan 5 dengan alasan proyek-proyek
lainnya, kendatipun layak untuk dikembangkan, kelayakannya masih berada
dalam batas-batas minimum.

136
Demikianlah, dari berbagai macam alternatif yang ada perlu dibuat
penetapan skala prioritas untuk menentukan pilihan terhadap proyek yang layak,
di samping menentukan pilihan sesuai dengan dana investasi yang tersedia.

6. Ringkasan
Dalam bab ini sengaja disajikan evaluasi proyek, baik mengenai perhitungan
benefit (manfaat proyek), jenis biaya, maupun keputusan analisis dan evaluasi
proyek sebagai perbandingan antara studi kelayakan bisnis dengan evaluasi
proyek.
Benefit/manfaat yang dinilai dari segi evaluasi proyek pada umumnya lebih
bersifat social benefit daripada financial benefit, dan sebaliknya dalam
perhitungan studi kelayakan bisnis lebih ditikberatkan pada financial benefit
daripada social benefit. Dilihat dari sifatnya, manfaat proyek ini dapat
digolongkan atas 3 bagian, yaitu manfaat langsung (direct benefits), manfaat tidak
langsung (indirect benefits) dan manfaat tidak kentara (intangible benefits).
Jenis biaya dalam evaluasi proyek pada umumnya dapat dikelompokkan
dalam 2 bagian, yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung
adalah biaya yang berhubungan langsung dengan kepentingan proyek, seperti
biaya investasi, biaya operasi, dan biaya pemeliharaan proyek. Biaya tidak
langsung adalah biaya yang perlu diperhitungkan dalam menganalisis proyek,
seperti biaya polusi udara karena adanya proyek, biaya untuk mengatasi
pencemaran, bising, dan berbagai biaya lainnya yang hams dikeluarkan untuk
mengatasi dampak negatif atas keberadaan proyek.

137
BAB XI
PEMILIHAN KEGIATAN USAHA/PROYEK DENGAN
ANALISIS KRITERIA INVESTASI

1. Pendahuluan
Terbatasnya dana, waktu, dan tenaga dalam mengerjakan sesuatu proyek, telah
mendorong para investor atau perencana untuk mengadakan pemilihan proyek
yang memberikan benefit yang lebih baik di antara bermacam-macam proyek
yang mungkin untuk dikembangkan. Hal ini perlu dilakukan secara teliti agar
benefit yang diperoleh benar-benar merupakan benefit maksimum dari peluang
yang tersedia dalam batas-batas kemampuan investasi dari para penanam modal.
Untuk melakukan pemilihan proyek yang dapat memberikan benefit
maksimum, ditinjau dari hasil kriteria investasi dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Mutually exclusive alternative project.
b. Cross over discount rate analysis.

2. Mutually Exclusive Alternative Project


Mutually exclusive alternative project adalah memilih salah satu alternatif dari
beberapa alternatif karena tidak mungkin melakukan beberapa proyek dalam
waktu bersamaan, baik disebabkan terbatasnya dana, waktu, maupun tenaga yang
diperlukan. Tentu sasaran yang ingin dicapai dalam metode ini adalah mencari
salah satu alternatif yang memberikan benefit yang terbesar sesuai dengan
kemampuan para investor.
Pemilihan kegiatan usaha dari beberapa peluang yang tersedia ini memerlukan
perhitungan dan penelaahan secara saksama, terutama dalam bidang investasi
yang diperlukan. Apakah kegiatan usaha tersebut sesuai atau tidak dengan harapan
dan keinginan dari para investor (penanam modal), serta besarnya perkiraan
benefit yang dapat diberikan oleh usaha/proyek tersebut terhadap investasi yang
ditanamkan. Apabila hasil kriteria investasi dari beberapa kegiatan usaha/proyek
telah menunjukkan hasil yang feasible, perlu diadakan pemilihan alternatif
selanjutnya karena tidak mungkin melakukan beberapa kegiatan usaha dalam
waktu bersamaan, seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Alternatif yang dipilih
dari hasil kriteria investasi adalah proyek/ usaha yang memberikan hasil yang
daninan di antara proyek-proyek tersebut. Dalam hal ini alternatif yang terpilih
tentu telah disesuaikan dengan jumlah investasi yang diperlukan serta faktor-
faktor lainnya, seperti sesuai tidaknya usaha tersebut dengan keinginan investor.
Apabila hasil kriteria investasi tidak konsisten di antara kegiatan usaha/
proyek, perlu dipertimbangkan beberapa faktor, antara lain jumlah investasi yang
diperlukan, waktu pengembalian investasi, serta jangka waktu pembangunan
proyek. Sebagai contoh, dalam Tabel XI-1 berikut adalah cash out flows dan cash

138
in flows dari proyek A, B, dan C yang mempunyai hasil kriteria investasi yang
tidak konsisten.

Tabel XI-1
Cash Out Flows dan Cash In Flows
Proyek AB dan C (Rp Juta)
Proyek A Proyek B Proyek C
Tahun
TC Benefit TC Benefit TC Benefit
0 750 0 400 0 200 0
1 400 400 275 275 285 155
2 360 375 80 250 40 160
3 210 500 80 250 40 170
4 220 500 80 250 40 170
5 230 600 100 300 45 180
6 340 600 100 300 45 180
7 250 600 100 300 45 180
8 250 600 100 350 45 190
9 250 600 100 350 45 190
10 250 600 100 350 45 190
Jumlah 3.510 5.425 1.515 2.975 875 1.765

Hasil perhitungan kriteria investasi proyek A, B, dan C seperti terlihat


dalam tabel XI-2 berikut, dengan social opportunity cost of capital sebesar 18%.
Tabel XI-2
Net Present Value, IRR, dan Net Benefit
Cost Ratio dari Proyek A, B, dan C
NPV IRR Net Benefit
No Nama Proyek
(Rp juta) (%) Cost Ratio
I Proyek A 296,03 26,11 1,39
2 Proyek B 256,25 30,06 1,58
3 Proyek C 172,56 30,56 1,39

Dilibat dari net present value, proyek A lebih besar dari proyek B dan C.
Dari segi IRR, proyek C lebih baik untuk dikembangkan daripada proyek A dan
B. Dari segi net benefit cost ratio ternyata proyek B Ipbih menguntungkan bila
dibandingkan dengan proyek lainnya. Dilihat dari jumlah investasi, proyek A
mempunyai investasi sejumlah 1.100 juta rupiah, proyek B 595 juta rupiah, dan
proyek C sebesar 450 juta rupiah. Apabila para investor mempunyai dana sebesar
1. 100 juta rupiah, kendati mampu membiayai proyek A, lebih baik investor
memilih proyek B yang menghasilkan NPV sebesar 256,25 juta rupiah dan IRR
sebesar 30,06% karena proyek B dapat memaksimumkan NPV lebih besar dari
proyek A. Keadaan ini bisa terjadi karena kelebihan dana dari proyek B

139
memungkinkan para investor mengalihkan investasi pada proyek C atau proyek
lainnya yang mempunyai total NPV lebih besar dari satu proyek besar (proyek A).
Cara lain yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini adalah dengan
melihat pay back period, yaitu jangka waktu pengembalian investasi. Semakin
cepat proyek tersebut dapat mengembalikan investasi, semakin baik karena
investasi yang telah dikembalikan dapat digunakan pada proyek lain yang dapat
menghasilkan benefit baru bagi perusahaan.

3. Cross Over Discount Rate Analysis


Cross over discount rate analysis merupakan salah satu peralatan analisis yang
dapat digunakan dalam pemilihan proyek yang akan dikerjakan. Untuk mengukur
layak tidaknya pengembangan sebuah proyek digunakan social opportunity cost of
capital sehagai discount factor. Tapi, ada kalanya tingkat social opportunity cost
of capital yang berlaku di masyarakat tidak dapat diketahui secara pasti, baik
karena seringnya perubahan tingkat bunga maupun karena adanya pengaruh
perekonomian secara keseluruhan, sehingga para perencana mengalami kesukaran
dalam menentukan SOCC yang digunakan sebagai discount factor. Penggunaan
analisis cross over discount rate sedikitnya dapat membantu para perencana dalam
mengadakan pemilihan terhadap proyek yang akan dikerjakan, SOCC digunakan
sehagai indikator dalam pilihan. Dilihat dari NPV, dari bermacam-macann
discount rate yang digunakan, ternyata jumlah investasi yang relatif besar tidak
selalu akan merrrberikan benefit yang besar pula, tapi keadaan ini tergantung pada
besar kecilnya biaya operasi dan pemeliharaan, serta besarnya benefit kotor yang
dapat diberikan oleh proyek tersebut. Dengan mengetahui discount rate pada titik
CODR dapat dipilih proyek mana yang lebih baik untuk dikerjakan, tergantung
pada NPV yang diberikan oleh proyek tersebut pada SOCC yang digunakan.
Sebagai contoh, Tabel XI-3 berikut adalah perkiraan total cost, benefit dan net
benefit, dari proyek A dan proyek B.
Besarnya net present value dari proyek A dan proyek B, berdasarkan pada
beberapa discount rate terlihat dalam Tabel XI-4, Berdasarkan hasil perhitungan,
NPV pada berbagai discount rate pada masing-masing proyek ternyata tidak
proporsional, proyek B lebih elastis daripada proyek A yang menghasilkan NPV
sebesar 43,73 juta rupiah sedangkan proyek B hanya menghasilkan NPV sebesar
41,08 juta rupiah. Pada tingkat discount rate sebesar 25%, NPV proyek A ternyata
lebih kecil dari proyek B.

Tabel XI-3
Total Cost, Benefit, dan Net Benefit
Proyek A dan Proyek B
Total Cost Benefit Benefit Net Benefit
Tahun
A B A B A B
0 0,00 0,00 0,00 0,00 -35,00 -30,00

140
1 22,00 26,00 22,00 26,00 -15,00 -20,00
2 28,00 10.00 28,00 25,00 -20,00 15,00
3 10,00 11,00 32,00 28,00 22,00 17,00
4 10,00 12,00 34,00 30,00 24,00 18,00
5 10,00 12,00 37,00 32,00 27,00 20,00
6 12,00 14,00 41,00 37,00 29,00 23,00
7 12,00 14,00 44,00 39,00 32,00 25,00
8 13,00 11,00 48,00 39,00 35,00 28,00
9 13,00 11,00 52,00 42,00 39,00 31,00
10 13,00 11,00 56,00 45,00 43,00 34,00
Jumlah 143,00 132,00 394,00 343,00 191,00 161,00

Berdasarkan uraian ini, apabila social opportunity cost of capital yang


berlaku di masyarakat lebih besar dari tingkat cross over discount rate, pilihan
terhadap proyek B lebih menguntungkan dari proyek A. Sebaliknya apabila
SOCC yang digunakan lebih kecil dari CODR, berarti pilihan terhadap proyek A
akan lebih menguntungkan.
Slope dari NPV yang menggunakan bermacam-macam discount rate
apabila digambarkan dalam sebuah curve adalah berbentuk cekung yang menurun
dari kiri atas ke kanan bawah. Dalam kasus ini proyek A lebih elastis daripada
proyek B, dengan demikian titik perpotangan antara NPV proyek A dengan NPV
proyek B adalah titik keseimbangan antara nilai NPV pmyek A dengan proyek B
pada discount rate tertentu.
Besannya nilai NPV dan discount rate pada titik tersebut dapat dihitung dengan
persiapan perhitungan, seperti terlihat dalam Tabel XI-5

Tabel XI-4
Present Value dari Proyek A dan B
pada Berbagai Discount Factor
(dalam Jutaan Rupiah)
Proyek Discount Factor
Tahun
A B 15% 18% 21% 25% 30%
0 -35 -30 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000
1 -15 -20 0,8696 0,8475 0,8264 0,8000 0,7692
2 -10 15 0,7561 0,7182 0,6830 0,6400 0,5917
3 22 17 0,6575 0,6086 0,5645 0,5120 0,4552
4 24 18 0,5718 0,5158 0,4665 0,4096 0,3501
5 27 20 0,4972 0,4371 0,3855 0,3277 0,2693
6 29 23 0,4323 0,3704 0,3186 0,2621 0,2072
7 32 25 0,3759 0,3139 0,2633 0,2097 0,1594

141
8 35 28 0,3269 0,2660 0,2176 0,1678 0,1226
9 39 31 0,2843 0,2255 0,1799 0,1342 0,0943
10 43 34 0,2472 0,1911 0,1486 0,1074 0,0725

Lanjutan
Present value
Proyek A Proyek B
- - - - - - - - - -
35,00 35,00 35,00 35,00 35,00 30,00 30,00 30,00 30,00 30,00
- - - - - - - - - -
13,04 12,71 12,40 12,00 11,54 17,39 16,95 16,53 16,00 15,38
- 7,56 7,18 - 6,83 - 6,40 - 5,92 11,34 10,77 10,25 9,60 8,88
14,47 13,39 12,42 11,26 10,01 11,18 10,35 9,60 8,70 7,74
13,72 12,38 11.20 9,83 8,40 10,29 9,28 8,40 7,37 6,30
13,42 11,80 10,41 8,85 7,27 9,94 8,74 7,71 6,55 5,39
12,54 10,74 9,24 7,60 6,01 9,94 8,52 7,33 6,03 4,77
12,03 10,05 8,43 6,71 5,10 9,40 7,85 6,58 5,24 3,98
11,44 9,31 7,62 5,87 4,29 9,15 7,45 6,09 4,70 3,43
11,09 8,79 7,01 5,23 3,68 8,81 6,99 5,58 4,16 2,92
10,63 8,22 6,39 4,62 3,12 8,40 6,50 5,05 3,65 2,47
43,73 29,79 18,49 6,58 -4,57 41,08 29,50 20,06 10,01 0,49

142
143
Berdasarkan pada hasil perhitungan ini, cross over discount rate (CODR) adalah
seperti terlihat dalam grafik berikut:

Berdasarkan pada krafik di atas, apabila social opportunity cos of capital (SOCC)
yang berlaku di masyarakat di atas CODR (18,47%), berarti proyek B lebih
menguntungkan. Sebaliknya apabila SOCC lebih kecil dari CODR (18,47%),
pilihan terhadap proyek A akan memberikan NTV yang lebih besar daripada
proyek B. Dengan adanya analisis CODR ini, para perencana amu pengambil
keputusan dapat menentukan pilihan terhadap proyek, yang dipilih, tergantung
pada SOCC yang berlaku dalam rnasyarakat.

4. Ringkasan
Pemilihan proyek yang dapat inembefikan benefit maksimum, ditinjau dari
kriteria investasi, dapat dilakukan dengan cara memilih salah satu alternatif dari
beberapa alternatif (mutually exclusive alternative project) atau menggunakan
cross over discount rate analysis.

144
BAB XII
STUDI KASUS

1. Pendahuluan
Dalam bab ini disajikan beberapa studi kasus sebagai contoh bagi para
mahasiswa atau pembaca yang berminat dalam penyusunan studi kolayakan
bisnis. Dengan adanya contoh dari beberapa studi kasus ini, pembaca diharapkan
dapat memahami secara jelas tentang pengelompokan data, analisis data, sena
menarik beberapa kesimpulan sebagai bahan dalam mengambil keputusan.
Studi kasus yang ditampilkan merupakan ringkasan dari beberapa studi
kelayakan yang telah dikerjakan dan sebagian besar dari kelayakan ini telah
mendapat bantuan permodalan, baik dari lembaga perbankan maupun nonbank.

2. Contoh Studi Kasus


2.1 Rice Milling Unit (RMU)
Rice milling unit ini merupakan gagasan usaha dari sebuah Koperasi Unit
Desa (KUD) bersama (nama tidak sebenarnya) yang bergerak dalam bidang
pengadaan pangan dan pada tahun 1990 telah mendapat bantuan keuangan dari
lembaga perbankan.

a. Latar Belakang
KUD Bersama didirikan pada tahun 1984, keadaan umum koperasi dan
masyarakat sekitarnya adalah sebagai berikut : jumlah desa yang menjadi wilayah
KUD Bersama adalah 49 desa dengan jumlah penduduk pada tahun 1985 adalah
13.327 jiwa dan pada tahun 1990 naik menjadi 15.874 jiwa. Sebagian besar mata
pencaharian penduduk adalah bertani terutama sebagai petani padi. Anggota KUD
pada tahun 1985 adalah 163 orang dan pada tahun 1990 naik menjadi 567 orang,
berarti selama 5 tahun mengalami perkembangan sebesar 247,85% atau
berkembang rata-rata per tahun sebesar 28,32%. Luas areal sawah, berdasarkan
data kecamatan, yang masuk wilayah KUD tercatat sekitar 1.130 ha dengan
jumlah produksi 6.200 ton gabah kering. Jumlah penggilingan padi di daerah ini
baru berjumlah 2 buah dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 2.750
ton per tahun sehingga banyak anggota KUD dan masyarakat sekitamya terpaksa
menggiling padi ke luar desa. Salah satu kegiatan KUD Bersama selama ini
adalah usaha pengadaan pangan, baik dalam penjualan beras, gula, maupun
kebutuhan konsumsi lainnya. Dengan adanya usaha RMU yang direncanakan
tentu akan memudahkan usaha pengadaan pangan, khususnya pengadaan beras.
Berdasarkan pada latar belakang masalah ini, atas keputusan rapat anggota KUD,
pada tahun 1990 akan dibangun RMU di daerah ini dalam rangka meningkatkan
kegiatan usaha KUD, di samping membantu anggota KUD dan masyarakat
sekitarnya dalam penggilingan padi.

145
b. Aspek Pemasaran
Berdasarkan hasil penelitian sementara, penggilingan padi di daerah ini baru
berjumlah 2 buah dengan kapasitas produksi sekitar 5.500 ton per tahun,
sedangkan jumlah produksi padi masyarakat telah mencapai 6.200 ton per tahun.
Berdasarkan angka ini, pembukaan usaha RMU di daerah ini masih mempunyai
peluang (market space) sekitar 700 ton. Karena lokasi pabrik direncanakan tidak
begitu jauh dengan batas wilayah, diperkirakan masih dapat menarik konsumen
dari luar kawasan sekitar 10 s.d. 15%. Rencana penirosesan RMU yang
diprakarsai oleh KUD Bersama ini, selain menampung penggilingan pada
masyarakat juga akan menjual dedak sebagai bahan makanan ternak dan ikan di
daerah tersebut.

c. Aspek Teknis
Didasarkan pada hasil observasi yang diadakan pada beberapa pabrik sejenis
di daerah ini, pabrik ini secara teknis membutuhkan investasi dan peralatan
produksi beserta modal kerja sebagai berikut:

c.1 Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja


a) Kebutuhan investasi
- Bangunan Gedung g Rp 5.067,680
- Mesin beserta pemasangan Rp. 11.000.000
- Meja tulis Rp. 20.000
- Timbangan duduk Rp 120.000
- Takaran beras Rp 5.000
- Lampu petromaks Rp 25.000
- Skrup dedak Rp. 3.000
- Alat pemadam kebakaran Rp. 48.000
- Bak air Rp 65.000
- lantai gudang jemuran Rp 1.710.275
- Alat perlengkapan lainnya Rp 408.300
Jumlah Rp 18.472.255
b) Modal kerja Rp 3.000.000
Jumlah (a+b) Rp 21.472.255

c.2 Sumber Modal


Sumber modal untuk membiayai kegiatan RMU ini direncanakan sekitar
48,77% merupakan modal sendiri dan sisanya, sekitar 51,23% atau sebesar 11 juta
rupiah, merupakan kredit bank dengan tingkat bunga sebesar 18% per tahun dan
dimajemukkan setiap tahun selama 10 tahun.

d. Biaya Operasi dan Pemeliharaan


d.1 Biaya Tetap

146
a. Jumlah karyawan tetap direncanakan sebanyak 4 orang, 1 orang sebagai
pimpinan dan 3 orang sebagai bawahan, gaji pimpinan Rp 100.000 dan
bawahan Rp 75.000,- per bulan.
b. Jumlah biaya penyusutan setelah dihitung dan berbagai aset yang
mempunyai umur ekonomis yang berbeda, ditetapkan rata-rata per tahun
sebesar Rp 1.443.530,-.
c. Jumlah investasi dan modal kerja Rp. 21.472.255 dan Rp. 11.000,000,-
diusahakan melalui pinjaman bank.
d. Biaya umum setiap bulannya diperkirakan sebesar Rp. 360.000
e. Sewa tanah untuk lokasi usaha per tahun sebesar Rp 600.000

d.2 Variable Cost


a. Upah buruh pada tahun pertaina diperhitungkan sebesar Rp 2.160.000,-
dari tahun berikutnya naik rata-rata sebesar 5% per tahun sesuai dengan
kenaikan rencana produksi.
b. Bahan bakar/oli tahun pertama sebesar Rp 1.800.000,- tahun berikutnya
naik 5% per tahun.
c. Biaya transportasi tahun pertama Rp 1.440.000,- dan tahun berikutnya
naik 5% per tahun sesuai dengan kenaikan produksi.
d. Pajak penghasilan diperhitungkan 15%.
e. Biaya variabel lainnya diperkirakan Rp 480.000,- juga mengalami
kenaikan rata-rata 5% per tahun.

e. Rencana Produksi
Kapasitas produksi (full capacity) adalah sebesar 1.200 ton per tahun. Rencana
produksi pada tahun pertama sebesar 60% dan untuk tahun-tahun berikutnya
diperkirakan naik rata-rata per tahun sebesar 5%. (Rendahnya rencana produksi
karena pengaruh musim tanam padi).

f. Perkiraan Benefit
Benefit dari usaha RMU ini berupa ongkos giling padi sebesar Rp 15.000,- per
ton dan berdasarkan pengalaman dari usaha sejenis, mesti dapat menggiling 4 ton
padi per hari selama 6 bulan efektif. Dengan demikian penerimaan dari hasil
proses produksi sebesar Rp 10.800.000,- pada tahun pertama. Selain dan ongkos
giling, pihak KUD masih mendapat penerimaan berupa penjualan dedak Rp
7.500,/ton gabah. Dengan demikian penerinaan KUD per tahun sebesar Rp
16.200.000,-. Untuk tahun-tahun berikutnya diperkirakan berkembang rata-rata
per tahun sebesar 5% sesuai dengan rencana produksi.
Penerimaan lainnya adalah berupa scrap value dari aset diperkirakan pada
akhir tahun kesepuluh sebesar Rp 3.000.000.

147
g. Penyelesaian
Untuk memudahkan penyelesaian, perlu diadakan rekapitulasi biaya sebagai
berikut (lihat Tabel 1-1).
Selain biaya di atas, biaya lainnya yang merupakan biaya tetap adalah biaya
pengembalian pokok pinjaman (cicilan kredit) dan biaya modal (bunga pinjaman)
seperti terlihat dalam Tabel 1-2.
Tabel 1-1
Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel
Usaha RMU, KUD Bersama Tahun 1990 (Rp.000)

Tahun
No. Jenis Biaya
1 2 3 4
A. Biaya Tetap
Gaji karyawan 3.900,00 3.900,00 3.900,00 3.900,00
Penyusutan 1.443,53 1.443,53 1.443,53 1.443,53
Biaya Umum 360,00 360,00 360,00 360,00
Sewa tanah 600,00 600,00 600,00 600,00
B. Biaya Variabel
Upah kerja 2.160,00 2.268,00 2.381,41 2.500,47
Bahan Bakar 1.800,00 1.890,00 1.984,50 2.083,73
Biaya Transport 1.440,00 1.512,00 1.587,60 1.666,98
Biaya lainnya 480,00 504,00 529,20 555,66
Jumlah (A+B) 12.183,13 12.477,53 12.786,23 13.110,37

Lanjutan
Tahun
5 6 7 8 9 10
3.900,00 3.900,00 3.900,00 3.900,00 3.900,00 3.900,00
1.443,53 1.443,53 1.443,53 1.443,53 1.443.5 31.443,53
360,00 360,00 360,00 360,00 360,00 360,00
600,00 600,00 600,00 600,00 600,00 600,00

2.625,49 2.756,77 2.814,61 3.039,34 3.191,30 3.350,17


2.187,91 2.297,31 2.412,17 2.132,38 2.659,42 2.792,39
1.750,33 1.837,85 1.929,74 2.026,22 2.127,04 2.233,91
583,44 612,62 643,25 675,41 709,18 744,64
13.450,71 13.808,07 14.183,29 14.577,28 14.090,97 15.425,14

Tabel 1-2
Jumlah Pengembalian Pokok Pinjaman dan
Bunga Pinjaman RMU KUD Bersama

148
Pengembalian Jumlah Sisa
Cicilan Bunga
Thn Pinjaman Pengembalian Kredit
(Rp 000) 18%
(RP 000) (Rp 000) (Rp 000)
1 - - - - 11.000,00
1 2.447,66 1.980,00 467,66 467,66 10.532,34
2 2.447,66 1.895,82 551,84 1.019,50 9.980,50
3 2.447,66 1.796,49 651,17 1.670,67 9.329,33
4 2.447,66 1.679,28 768,38 2.439,05 8.560,95
5 2.447,66 1.540,97 906,69 3.345,75 7.654,25
6 2.447,66 1.377,77 1.069,90 4.415,64 6.584,36
7 2.447,66 1.185,18 1.262,48 5.678,12 5.321,88
8 2.447,66 957,94 1.489,72 7.167,84 3.832,16
9 2.447,66 689,79 1.757,87 8.925,71 2.074,29
10 2.447,66 373,37 2.074,29 11.000,00 0,00

Keterangan:
1. Tingkat Bunga 18% pet tahun.
2. Jangka waktu pinjaman 10 tahun.
3. Grace priod 1 tahun.
4. Jumlah pinjaman 11 juta rupiah.
5. Cicilan per tahun dihitung sebagai berikut (dlm Rp 000):

Untuk menghitung besarnya Net Present Value (NPV), perlu dibuat tabel
persiapan perhitungan sebagaimana dalarta Tabel 1-3 berikut.
Tabel 1-3
Perscapan Perhitungan Net Present Value
Usaha RMU, KUP Bersama, Tahun 1990
Tahun
No. Uraian
0 1 2 3 4
1. Pendapatan
a. Hasil Produksi - 10.800,00 11.340,00 11.907,00 12.502,00
b. Hasil Dedak - 5.400,00 5.670,00 5.953,50 6.251,18
c. Scrap Value - - - - -
Gross Benefit - 16.200,00 17.010,00 17.860,50 18.753,53

149
2. Investasi Awal 10.472,26 - - - -
3. Operating Cost - 12.183,53 12.477,53 12.786,23 13.110,37
Kredit Bank
a. Pokok Pinjaman - 467,66 551,84 651,17 768,38
b. Bunga Bank - 1.980,00 1.895,82 1.796,49 1.679,28
Total Cost - 4.631,19 14.925,19 15.233,89 15.558,03
4. Benefit - 10.472,26 1.568,81 1084,81 2.626,61 3.195,50
5. Pajak 15% - 235,32 312,72 393,99 479,32
6. Net Benefit 0.472,26 1.333,49 1.772,09 2.232,62 2.716,17
7. D.F. 18% 1,0000 0,8475 0,7182 0,6086 0,5168
8. Presen Value 10,472,26 1.130,07 1.272,69 1.358,84 1.400,97

Lanjutan
Tahun
5 6 7 8 9 10
13.127,47 13.783,84 14.473,03 15.196,68 15.956,52 16.754,34
6.563,73 6.891,92 7.236.52 7.598,34 7.978,26 8.377,17
- - - - - 3.000,00
19.691,20 20.675,76 21.709,55 22.795,03 23.934,78 28.131,52
13.450,71 13.808,07 14.183,29 14.577,28 14.990,97 15.425,34
906,69 1,069,90 1.262,48 1.489,72 1.757,87 2.074,29
1.540,97 1.377,77 1.185,18 957,94 689,79 373,37
15.898,37 16.255,73 16.630,95 17.024,94 17.438,63 17.873,00
3.792,83 4.420,03 5.078,60 5.770,09 6.496,15 10.258,52
568,93 663,01 761,79 865,51 974,42 1.538,78
3.223,91 3.757,03 4.316,81 4.904,57 5.521,73 8.719,74
0,4371 0,3704 0,3139 0,2626 0,2255 0,1911
1.409,20 1.391,72 1.355,15 1.304,80 1.244,91 1.666,03

Tabel 1-4
Persiapan Perhitungan IRR dan Net B/C Ratio
Usaha RMU, KUD Bersama, Tahun 1990
Net D.F. Present D.F. Present
Thn
Benefit 18% Value 24% Kredit

150
(Rp 000) (RP 000) (RP 000)
0 -10.472,26 1,0000 -10.472,26 1,0000 -10.472,26
1 1.333,49 0,8475 1.130,07 0,8065 1.075,39
2 1.772,09 0,7182 1.272,69 0,6504 1.152,50
3 2.232,62 0,6086 1.358,84 0,5245 1.170,98
4 2.716,17 0,5158 1.400,97 0,4230 1.148,87
S 3.223,91 0,4371 1.409,20 0,3411 1.099,70
6 3.757,03 0,3704 1.391,72 0,2751 1.033,51
7 4.316,81 0,3139 1.355,15 0,2218 957,66
8 4.904,57 0,2660 1.304,80 0,1789 877,46
9 5.521,73 0,2255 1.244,91 0,1443 796,67
10 8.719,74 0,1911 1.666,03 0,1164 1.014,58
NPV1 3.062,14 NPV2 - 144,93

Waktu pengembalian biaya usaha RMU yang direncanakan KUD Bersama


ini terlihat dalam tabel persiapan perhitungan break even point berikut:

Tabel 1-5
Persiapan Perhitungan Break Event Point
Usaha RMU, KUD Bersama, Tahun 1990
Total - -
Benefit D.F
Thn Cost TC B
(Rp 000) 18%
(Rp 000) (Rp 000) (Rp 000)
0 10.412,26 - 1,0000 10.472,26 0,00
1 14.866,51 16.200,00 0,8475 12.598,74 13.728,81

151
2 15.237,91 17.010,00 0,7182 10.943,63 12.216,81
3 15.627,88 17.860,50 0,6086 9.511,61 10.870,45
4 16.037,35 18.753,53 0,5158 8.271,89 9.672,86
5 16.467,29 19.691,20 0,4371 7.198,01 8.607,21
6 16.918,73 20.675,76 0,3704 6.267,23 7.658,95
7 17.392,74 21.709,55 0,3139 5.460,02 6.815,I7
8 17.890,45 22.795,03 0,2660 4.759,54 6.064,35
9 18.413,05 23.934,78 0,2255 4.151,33 5.396,24
10 19.411,78 28.131,52 0,1911 3.708,90 5.374,93
83.343,16 81.030,36

BEP = 9 tahun 5 bulan 5 hari


h. Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil perhitungan kriteria investasi, dimana NPV =
Rp 3.062.140,- (lebih besari dari nol), IRR - 23,73% lebih besar dari SOCC
(D.F=18%), dan Net B/C Ratio = 1,29 (lebih besar dari 1) maka usaha ini
FEASIBLE untuk dikerjakan dari kemampuam mengembalikan biaya (BEP),
usaha ini relatif lama baru dapat mengembalikan biaya, tepatnya 9 tahun 5 bulan 5
hari.
Berdasarkan pada hasil perhitungan kriteria investasi, analisis pasar, dan aspek
produksi ternyata usaha. RMU dari gagasan KUD Bersama ini layak untuk
dikembangkan.
Atas dasar ini pula, disarankan kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
terutama kepada lembaga perbankan, kiranya dapat membantu usaha ini melalui
kredit perbankan. Pemerintah daerah dapat membantu kelancaran usaha ini dalam
bentuk izin usaha, izin bangunan, maupun kemudahan-kemudahan lainnya,

2.2 Industri Pengalengan Avokad

a. Data Penelitian.
1. Biaya Investasi dan Modal Kerja.
Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan, untuk mendirikan industri
pengalengan avokad di suatu daerah dibutuhkan dana investasi sebanyak 400 juta
rupiah dengan perancian sebagai berikut:
a. Biaya investasi pabrik (dalam Rp 000)
Biaya investasi pabrik yang merupakan komponen impor terdiri dari:
1. Mesin Rp 160.000

152
2. Alat kontrol Rp 3.500
3. Power plant equipment Rp 90.000
4. Work Shop facility equipment Rp 5.500
5. Spare part Rp 13.000
6. Operation support equipment Rp 24.000
7. Alat-alat kantor Rp 1.500
8. Investasi lainnya Rp 4.720
+
Jumlah Rp 302.220

b. Biaya investasi tanah dan bangunan (dalam Rp. 000)


1. Tanah bangunan
- Pabrik 800 m2 @ Rp. 4.000 Rp. 3.200
- Gudang 120 m2 @ Rp. 4.000 Rp. 480
- Kantor 50 m2 @ Rp. 4.000 Rp. 200
- Pekarangan 2.000 m2 @ Rp. 4.000 Rp. 8.000
- Perumahan 200 m2 @ Rp. 4.000 Rp. 800

2. Bangunan
- Pabrik 800 m2 @ Rp 30.000; Rp 24.000
- Gudang 120 m2 @ Rp 30.000; Rp 3.600
- Kantor 50 m2 @ Rp 30.000; Rp 1.500
- Parumahan 200 m2 @ Rp 30.000; Rp 6.000
JumIah Rp 47.780

c. Biaya pemasangan mesin, persiapan, pengangkutan dan lain-lain (dalam


Rp 000)
1. Pemasangan mesin, fondasi, instalasi, dan lain-lain Rp 10.000
2. Biaya impar Rp 5.000
3. Biaya persiapan (survel) Rp 5.500
4. Feasibility study dan lain-lain Rp 10.000
5. Truk 2 buah Rp 20.000
Jumlah Rp 50.000
d. Modal kerja.
Setelah diadakan perhitungan biaya, kegiatan usaha industri ini
membutuhkan modal kerja sebesar Rp 100.000.000,-
e. Jumlah dana investasi dan modal kerja industri ini 500 juta rupiah.
Direncanakan, 40% sumber modal atau 200 juta rupiah disediakan oleh
investor dan 60% sisanya atau 300 juta rupiah diusahakan melalui kredit
perbankan dengan ringkat bunga yang berlaku pada saat pendirian usaha
yaitu sebesar 17% dan dimajemukkan setiap tahun. Pengembalian kredit
beserta bunga pinjaman direncanakan setiap akhir tahun selama 10 tahun.

153
2. Rencana Produksi
Pembangunan konstruksi dari proyek ini diperkirakan 1 tahun dengan
kapasitas produksi (full capacity) sebesar 500 ton per tahun. Rencana produksi
berdasarkan pada permintaan pasar diatur sebagai berikut:
- Tahun 1 s.d. 2 sebesar 70%.
- Tahun 3 s.d. 4 sebesar 80%.
- Tahun 5 s.d. 10 direncanakan 100% (full capacity).

3. Biaya Produksi
Biaya produksi terdiri dari fixed cost dan variable cost dengan perincian
sebagai berikut:
a. Biaya tetap (fixed cost)
1. Gaji karyawan tetap:
Gaji direktur per bulan Rp 300.000.
Gaji karyawan (3 orang) per bulan @ Rp 150.000,-.
2. Biaya kantor/biaya umum per tahun Rp 360.000,-.
3. Biaya pemeliharaan dan perbaikan per tahun Rp 1.862.100,-
4. Biaya eksploitasi kendaraan per tahun Rp 4.000.000,-
5. Owners fee diperhitungkan per bulan Rp 500.000,-
6. Premi asuransi dianggarkan sebesar 3% per tahun dari seluruh nilai
investasi/peralatan yang diasuransikan, yaitu mesin-mesin, bangunan,
dan peralatan proyek lainnya yang berjumlah Rp 357.320.000,-, di
mana jumlah premi setiap tahun adalah sebesar Rp 1.071.960,-.
7. Biaya penyusutan dihitung secara rata-rata per tahun sebesar
Rp 32.280.000,-.
8. Biaya promosi, baik melalui media massa maupun media lainnya per
tahun sebesar Rp 200.000,-
9. Biaya listrik per tahun Rp 2.400.000,-
10. Biaya air per tahun Rp 900.000,-.
b. Biaya tidak tetap (variable cost)
1. Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli buah
avokad dari produsen. Perkiraan produksi sesuai dengan rencana
produksi, pada tahun I s.d. 2 sebesar 70% (350 ton), tahun 3 s.d. 4
sebesar 80% (400 ton), dan tahun 5 s.d. 10 sebesar 500 ton.
Perincian kebutuhan bahan baku dengan perhitungan rendemen sebesar
60% dan tingkat harga rata-rata Rp 100.000,- per ton dihitung sebagai
berikut:
a. Tahun 1 s.d. 2 sebanyak 583, ton Rp 58.300.000,-
b. Tahun 3 s.d. 4 sebanyak 667, ton Rp 66.700.000,-
c. Tahun 5 s.d. 10 sebanyak 833, ton Rp 83.300.000,-.

154
2. Biaya pengalengan Rp 150.000 per ton dan besarnya biaya setiap tahun
sesuai dengan rencana Produksi.
3. Biaya obat adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya pengawet dan
campuran buah-buahan, sebesar Rp 15.000,- per tahun.
4. Bahan bakar (minyak dan oli) tahun 1 s.d. 2 berjumlah 4,6 juta rupiah,
tahun 3 s.d. 4 berjumlah 5 juta rupiah dan tahun 5 s.d. 10 diperkirakan
5,2 juta rupiah per tahun. 4. Biaya lainnya sebesar Rp 3.000.000,- per
tahun.

4. Benefit
Benefit dari industri ini adalah hasil penjualan dari avokad yang telah
dikalengkan, dengan harga Rp 850; per kg. Salvage value dari aset pada akhir
tahun kesepuluh diperhitungkan sebesar 40 juta rupiah.

5. Pajak diperhitungkan sebesar 15% dari net benefit.


Berdasarkan pada studi kasus di atas, apakah usaha ini layak untuk
dikembangkan?
b. Remecahan Kasus
1. Rekapitulasi fixed cost dan variable cost (lihat Tabel 2-1). Perhitungan
kredit bank, baik pengembalian pokok pinjaman maupun bunga pinjaman
(lihat tabel 2-2). Persiapan perhitungan net present value, internal rate of
return (IRR) dan Net B/C (pada Tabel 2-3 dan 2-4). Persiapan perhitungan
break even point dan proyeksi laba rugi masing-masing pada Tabel 2-5
dan 2-6.
2. Hasil evaluasi yang didasarkan pada discounted kriteria investasi
menunjukkan hasil yang positif dengan hasil perhitungan sebagai berikut:
Net Present value (NPV) = Rp 109.120.160,- (Tabel 2-3). Internal Rate of
Return (IRR) = 27,62 dengan discount factor 17% dan Net B/C = 1,55
(Tabel 2-4).
c. Kesimpulan dan Rekomendasi
Berdasarkan pada hasil analisis dan discounted kriteria investasi,
pembangunan industri pengalengan avokad di daerah ini perlu dibantu,
mengingat:
1. Hasil evaluasi yang didasarkan pada discounted kriteria investasi
menunjukkan hasil yang positif.
2. Analisia pasar dari industri pengalengan avokad ini cukup feasible, baik di
dalam maupun luar negari.
3. Potensi daerah ini sebagai daerah agraris sangat baik dalam pengembangan
tanaman avokad sehingga bahan baku cukup tersedia.
4. Benefit dari gagasan usaha ini cukup feasible, baik dilihat dari financial
benefit mau social benefit.

155
5. Lokasi usaha berada dalam sebuah kebupaten yang merupakan daerah
kunjungan wisata di provinsi ini sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
pasar yang cukup potensial dalam mendukung pengembangan usaha.

Tabel 2-1
Rekapitulasi Biaya Tetap dan Biaya Variabel
(dalam RP 000)
Tahun
No. Jenis Biaya
1 2 3 4
A. Biaya Tetap
Gaji Karyawan 9.000,00 9.000,00 9.000,00 9.000,00
Penyusutan 32.280,00 32.280,00 32.280,00 32.280,00
Biaya Umum 360,00 360,00 360,00 350,00
Owners Fee 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00
Pemeliharaan 1.862,10 1.862,10 1.862,10 1.862,10
Eksp. Kendaraan 4.000,00 4.000,00 4.000,00 4.000,00
Asuransi 1.071,96 1.071,96 1.071.96 1.071,96
Promosi 200,00 200,00 200,00 200,00
Listrik 2.400,00 2.400,00 2.400,00 2.400,00
Air 900,00 900,00 900,00 900,00
B. Biaya Variabel
Upah 10.850,00 10.850,00 12.400,00 12.400,00
Bahan Baker 4.600,00 4.600,00 5.000,00 5.000,00
Bahan Baku 58.300,00 58.300,00 66.700,00 66.700,00
Pengalengan 52.500,00 52.500,00 60.000,00 60.000,00
Obat-obatan 5.250,00 5.250,00 6.000,00 6.000,00
Biaya lainnya 3.000,00 3.000,00 3.000,00 3.000,00
Jumlah (A+B) 192.574,06 192.574,06 211.174,06 211.174,06

Lanjutan
Tahun
5 6 7 8 9 10
9.000,00 9.000,00 9.000,00 9.000,00 9.000,00 9.000,00
32.280,00 32.280,00 32.280,00 32.280,00 32.280,00 32.280,00
360,00 360,00 360,00 360,00 360,00 360,00
6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00 6.000,00
1.862,10 1.862,10 1.862,10 1.862,10 1.862,10 1.862,00
4.000,00 4.000,00 4.000,00 4.000,00 4.000,00 4.000,00
1.071,96 1.071,96 1.071,96 1.071,96 1.071,96 1.071,96
200,00 200,00 200,00 200,00 200,00 200,00

156
2.400,00 2.400,00 2.400,00 2.400,00 2.400,00 2.400,00
900,00 900,00 900,00 900,00 900,00 900,00
15.500,00 15.500,00 15.500,00 15.500,00 15.500,00 15.500,00
5.200,00 5.200,00 5.200,00 5.200,00 5.200.00 S:Z00,00
83.300,00 83.300,00 83.300,00 83.300,00 83.300,00 83.300,00
75.000,00 75.000,00 75.000,00 75.000,00 75.000,00 75.000,00
7.500,00 7.500,00 7.500,00 7.500,00 7.500,00 7.500,00
3.000,00 3.000,00 3.000,00 7.500,00 7.500,00 7.500,00
247.574,06 247.574,06 247.574,06 247.574,06 247.574,06 247.574,06

Tabel 2.2
Pengembalian Pokok Pinjaman dan Bunga Pinjaman

Pengembalian Jumlah Sisa


Cicilan Bunga
Thn Pinjaman Pengembalian Kredit
(Rp.000) 17%
(Rp.000) (Rp.000) (Rp.000)
0 - - - - 300.000,00
1 64.396,98 51.000,00 13.396,98 13.396,98 286.603,02
2 64.396,98 48.722,51 15.674,47 29.071,44 270.928,56
3 64.396,98 46.057,85 18.339,12 47.410,57 252.589,43
4 64.396,98 42.940,20 21.456,78 68.867,34 231.132,66
5 64.396,98 39.292,55 25.104,43 93.971,77 206.028,23
6 64.396,98 35.024,80 29.372,18 123.343,95 176.656,05
7 64.396,98 30.031,53 34.365,45 157.709,40 142.290,60
8 64.396,98 24.189,40 40.207,58 197.916,98 102.083,02
9 64.396,98 17.354,11 47.042,87 244.959.85 55.040,15
10 64.396,98 9.356,83 55.040,15 300.000,00 0,00

Keterangan:
1. Tingkat bunga 17% per tahun.
2. Jangka waktu pinjaman 10 tahun.
3. Grace priod 1 tahun.
4. Jumlah pinjaman 300 juta rupiah.
5. Cicilan per tahun dihitung sebagai berikut (dlm Rp. 000)

R = 300.000 (0,2146565957)
R = 64.396,98

157
Tabel 2-3
Persiapan Perhitungan Net Present Value
(dalam RP.000)
Tahun
No. Uraian
0 1 2 3 4
1. Pendapatan
a. Hasil - 297.500,0 297.500,0 340.000,0 340.000,0
Produksi 0 0 0 0
b. Salvage - - - - -
Value
Gross Benefit - 297.500,0 297.500,0 340.000,0 340,000,0
0 0 0 0
2. Investasi 200.000,0 - - - -
Awal 0
3. Operating - 192.574,0 192.574,0 211.174,0 211.174,0
Cost 6 6 6 6
Kredit Bank
a. Pokok - 13.396,99 15.674,47 18.339,12 21.456,78
Pinjam
b. Bunga - 51.000,00 48.72351 46.057,85 42.940,20
Bank
Total Cost - 256.971,0 256.971,0 275.571,0 275.571,0
4 4 4 4
4. Benefit - 40.528,95 40.528,96 64.428,96 64.428,96
200.000,0
0
5. Pajak 15% - 6.079,34 6.079,34 9.664,34 9.664,34
6. Net Benefit - 34.449,62 34.449,62 54.764,62 54.764,62
200.000,0
0
7. D.F. 18% 1,0000 0,8547 0,7305 0,6244 0,5337
8. Present Value - 29.444,12 25.165,91 34.193,41 29.225,14
200.000,0
0

Lanjutan
Tahun
5 6 7 8 9 10
425.000,00 425.000,00 425.000,00 425.000,00 425.000,00 425.000,00
- - - - - 40.000,00
425.000,00 425.000,00 425.000,00 425.000,00 425.000,00 465.000,00

158
247.574,06 247.574,06 247.574,00 247.574,00 247.574,00 247.574,00
25.104,43 29.372,18 34.365,45 40.207,58 47.042,87 55.040,15
39.292,55 35.024,80 30.031,53 24.189,40 17354,11 9.356,83
311.971,04 311.971,04 311.971,04 311.971,04 311.971,04 311.971,04
113.028,96 113.028,95 113.028,96 113.628,96 113.028,96 153.028,96
16.954,34 16.954,34 16.954,34 16.954,34 16.954,34 22.954,34
96.074,62 96.074,62 96.074,62 96.074,62 96.024,62 130.074,62
0,4561 0,3898 0,3332 0,2848 0,2434 0,2080
43.820,70 37.453,59 32.011,62 27.360,36 23.384,92 27.060,38

N.P.V = (-200.000 + 29.444,12 + 25,165,91 +


34.193,41 + 29.225,14 + 43.820,70 +
37.453,59 + 32.011,62 + 27.360,36 +
23.384,92 + 27.060,38) = 109.120,16
N.P.V = Rp 109.120.160,

Tabel 2-4
Persiapan Perhitungan IRR dan Net B/C
Net Present Present
D.F. D.F.
Thn Benefit Value Kredit
17% 28%
(Rp.000) (Rp.000) (Rp.000)
0 -200.000,00 1,0000 -200.000,00 1,0000 -200.000,00
1 34.449,62 0,8547 29.444,12 0,7813 26.913,76
2 34.449,62 0,7305 25.165,91 0,6104 21.026,38
3 54.764,62 0,6244 34.193,41 0,4768 26.113,80
4 54.764,62 0,5337 29.225,14 0,3725 20.401,41
5 96.074,62 0,4561 43.820,70 0,2910 27.961,39
6 96.074,62 0,3898 37.453.59 0,2274 21.844,84
7 96.074,62 0,3332 32.011,62 0,1776 17.066,28
8 96.074,62 0,2848 27.360,36 0,1388 13.333,03
9 96.074,62 0,2434 23.384,92 0,1084 10.416.43
10 130.074,62 0,2080 27.060,38 0,0847 11.017,75
NPV1 109.120,16 NPV2 - 3.904,92

159
Tabel 2-5
Persiapan Perhitungan Break Event Point
Total
Benefit D.F. TC B
Thn Cost
(RP 000) 17% (RP 000) (RP 000)
(RP 000)
0 200.000,00 - 1,0000 200,000,00 -
1 263.050,38 297.300,00 0,8547 224.829,39 254.273,50
2 263.050,38 297.500,00 0,7305 192,161,87 217.327,78
3 285.235,38 340.000,00 0,6244 178.092,57 212.285,99
4 285.235,39 340.000,00 0,5337 152.215,88 181.441,02
5 328.925,38 423.000,00 0,4561 150.026,54 193.847,24
6 328.925,38 425.000,00 0.3898 128.227,81 165.681.40
7 328.925,38 425.000,00 0,3332 109.396,42 143.608,04
8 328.925,38 425.000,00 0,2948 93.672,15 121.032,51
9 328.925,38 425.000,00 0,2434 80.061,67 103.446.59
10 334.925,38 465.000,00 0,2080 69.677,00 96.737,38
1.5783.361,29 1.687.681,45

Tabel 2-6

160
Proyeksi Rugi Laba (dalam Rp.000)
Tahun
Uraian
1 2 3 4
A. Hasil Usaha 297.500,00 297.500,00 340,000,00 340.000,00
B. Biaya Operasi dan 192.574,06 192.574,06 211.174,066 211.174,06
Pemeliharaan
Laba operasi 104.925,94 104.925,94 128.825,94 128.825,94
C. Bunga Bank 51.000,00 48.722,51 46.057,85 4294120
Laba Sbl. Pajak 53.925,94 56.203,43 82.768,09 85,885,74
Pajak 15% 8.088,89 8.430,51 12.415,21 12.882,86
Laba Bersih 45.837,05 47.772,91 70.352,87 73.002,88
(Net Benefit)
Cadangan Laba 45.837,05 93.609,96 163.962,83 236.965,71

Lanjutan
Tahun
5 6 7 8 9 10
425.000,00 425.000,00 425.000,00 425.000,00 425.000,00 425.000,00
247.574,06 247,574,06 247.574,00 247.574,00 247.574,00 247.574.00
177.425,94 177.425,94 177.425,94 177.425,94 177.425,94 177.425,94
39.292,55 35.024,80 30.031,53 24.189,40 17.354,11 9.356,83
138.133,39 142.401,14 147.394,41 153.136,54 160.071,83 168.069,11
20.720,01 21.360,17 22.109,16 22.985,48 24.010,77 25.210,37
117.413,38 121.040,97 125.285,25 130.251,06 136.061,05 142.858,75
354.379,09 475.420,06 600.705,31 730.956,37 4710,42 1.009.876,17

2.3 Usaha Angkutan Kota


Dasar dari pembukaan usaha angkutan kota di daerah ini didasarkan pada
jumlah dan pertumbuhan penduduk yang makin lama semakin besar, di samping
bertambahnya sarana pendidikan, pusat-pusat perbelanjaan, dan kantor-kantor
yang cukup berjauhan antara satu dengan yang lainnya. Keadaan ini telah
menyebabkan besarnya permintaan dan kebutuhan terhadap sarana trasportasi
baik antar desa dengan pusat-pusat kota, antar desa dengan pusat-pusat
pendidikan, maupun angkutan dalam kota sendiri. Besarnya
permintaan/kebutuhan terhadap sarana transportasi angkutan kota telah menarik
perhatian beberapa pengusaha untuk memanfaatkan peluang yang ada. Atas dasar
ini seorang pengusaha meminta bantuan untuk menghitung kelayakan usaha,
sampai seberapa jauh pengadaan angkutan kota ini dapat memberikan benefit,
baik dilihat dari segi financial benefit maupun social benefit.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut :
a. Biaya investasi:

161
1. Harga kendaraan tanpa gerobak 1 buah Rp 17.500.000
2. Biaya pemasangan gerobak, cat, kursi Rp 2.000.000
3. Cap garasi sederhana Rp 200.000
4. Biaya administrasi dan surat-surat Rp 150.000
Jumlah Rp 19.850.000

b. Biaya operasi dan pemeliharaan.


1. Gaji sopir per bulan Rp 150.000
2. Biaya bensin per hari 10 liter, @ Rp 750,- = Rp 7.500
3. Ban 8 buah per tahun @ Rp 35.000,- = Rp 280.000
4. Aki/baterai 2 buah per tahun @ Rp 40.000,- = Rp 80.000
5. Biaya perawatan rata-rata per bulan Rp 10.000
6. Honor pengusaha per bulan Rp 150.000

c. Perkiraan benefit
a. Jumlah setoran (pendapatan) rata-rata per hari sebesar Rp 35.000 dan
sebulan dihitung 26 hari, setoran per tahun Rp 10.920.000,-.
b. Umur ekonomis kendaraan selama 5 tahun dengan scrap value pada akhif
tahun kelima berdasarkan pengalaman Rp 5.000.000,-.

d. Sumber dana
Jumlah dana investasi Rp 19.850.000. Dengan perencanaan, 60,45% atau Rp
12.000.000,- merupakan pinjaman bank dan sisanya sebesar 39,55% merupakan
modal sendiri.
Berdasarkan pada hasil pendekatan dengan pihak perbankan, syarat kredit
diperhitungkan dengan tingkat bunga 15% per tahun dan dimajemukkan setiap
kuartal dengan pengembalian cicilan setiap 3 bulan selama 5 tahun.

e. Penyelesaian
Total biaya operasi dan pemeliharaan selama 5 tahun terlihat dalam Tabel 3-1
berikut:
Tabel 3-1
Biaya Operasi dan Pemeliharaan
Usaha Angkutan Kota (Rp 000)
Tahun
Jenis Biaya
1 2 3 4 5
1. Gaji Sopir 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800
2. Bensin 2.340 2.340 2.340 2.340 2.340
3. Biaya Ban 280 280 280 280 280
4. Aki/Baterai 80 80 80 80 80
5. Perawatan 120 120 120 120 120
Jumlah 4.620 4.620 4.620 4.620 4.620

162
Selain biaya di atas, biaya bunga bank dan pengembalian pokok pinjaman
setiap 3 bulan terlihat dalam Tabel 3-2 berikut (lihat halaman 199).

f. Kesimpulan
Proyek pengadaan angkutan kota tersebut, berdasarkan hasil perhitungan
discounted kriteria investasi, ternyata tidak feasible untuk dilaksanakan karena:
NPV = - 1.858,37 < 0.
IRR = 7,01 < 15%.
NET B/C = 0,7633 < 1.
Berdasarkan pada hasil perhitungan ini, usaha ini tidak perlu dilanjutkan
karena proyek swasta pada umumnya lebih mengutamakan

Tabel 3-2
Jadwal Pelunasan Pinjaman Kredit Usaha
Angkutan Kota (Rp 000)
Akhir Cicilan/ Bunga Bunga/ PPP/ JPPP/ Sisa
Kwt Kuartal 3,75% Tahun Kwt Tahun Kredit
0 - - - - - 12.000,00
1 863,55 450,00 413,55 11.586,45
2 863,55 434,49 429,05 11.157,40
3 863,55 418,40 445,14 11.712,26
4 863,55 401,71 1.704,60 461,84 1.749,58 10.250,42
S 863,55 384,39 479,15 9.771,27
6 863,55 366,42 497,12 9,274,15
7 863,55 347,78 515,76 8.758,38
8 863,55 328,44 1.427,03 535,11 2.027,15 8.223,28
9 863,55 308,37 555,17 7.668,10
10 863,55 287,55 575,99 7.092,11
11 863,55 26S,95 S97,59 6.494,52
12 863,55 243,54 1.105,43 620,00 2.348,76 5.874,52
13 863,55 220,29 643,25 5.231,27
14 863,55 196,17 667,37 4.563,90
1S 863,55 171,14 692,40 3.871,50
16 863,55 145,18 732,79 718,36 2.721,39 3.153,14
17 863,55 118,24 745,30 2.407,83
18 863,55 40,29 773,25 1.634,58
19 863,55 61,30 802,25 832,33
20 863,55 31,21 301,05 832,33 3.153,14 0.00

Keterangan:

163
1. Dihitung dengan annuity
2. PPP = Pengembalian Pokok Pinjaman
3. JPPP = Jumlah Pengembalian Pokok Pinjaman
Tabel 3-3
Persiapan Perhitungan Net Present Value
Usaha Angkutan Kota (Rp 000)
Tahun
No. Uraian
0 1 2 3 4 5
1. Pendapatan
a. Setoran - 10.920,00 10.920,00 10.920,00 10.920,00 10.920,00
b. Salvage Value - - . - - 5.000,00
Gross Benefit - 10.920,00 10.920,00 10.920,00 10.920,00 15.920,00
2. Inveatasi Awal 7.850,00 - - - - -
3. Operating Cost - 4.620,00 4.620,00 4.620,00 4.620,00 4.620,00
Kredit Bank
a. Pokok Pinjarn - 1.749,58 2.027,15 2.348,76 2.721,39 3.153,14
b. Bunga - 1.704,60 1.427,03 1.105,43 732,79 301,05
c. Owner Fee - 1.800,00 1.800,00 1.800,00 1.800,00 1.800,00
Total Cost 7.850,00 9.874,18 9.874,18 9.874,18 9.874,18 9.874,18
4. Net Renefil -7.850,00 1.045,82 1.045,82 1.045,82 1.045,82 6.045,82
5. D.F. 15% 1,0000 0,8696 0,7561 0,6575 0,5718 0,4972
Present Value (PV) -7.850,00 909,41 790,79 687,64 597,95 3.005,84
NPV = Total PV -1.858,37

Tabel 3-4
Persiapan Perhitungan IRR dan Net B/C
Net Resent Present
D.F D.F.
Thn Benefit Value Kredit
15% 7%
(Rp 000) (Rp. 000) (RP 000)
0 -7.850,00 1,0000 7.850,00 11,0000 7.850,00
1 1.045,82 0,8696 809,41 0,9346 977,40
2 1.045,82 0,7361 790,99 0,1734 913,46
3 1.045,82 0,6575 687,64 0,8163 853,70
4 1.045,82 0,5718 597,95 0,7629 797,85
5 6.045,82 0,4972 3.005,84 0,7130 1.310,59
NPV -1.858,37 3,00

164
Tabel 3-5
Proyeksi Rugi Laba Usaha Angkutan Kota

.Tahun
Uraian 2 3 4
1. Pendapatan
a. Satoran 10.920,00 10.920,00 10.920,00 10.920,00 10.920,00
b. Salvage - - - - 5.000,00
Value
Total Pendapatan 10.920,00 10.920,00 10.920 10.920 15.920,00
2. Pengeluaran 4.620,00 4.620,00 4.620 4.620 4.620,00
3. Laba Kotor 4.500,00 4.500,00 4.500 4.500 9.500,00
Gaji Pengusaha 1.800,00 1.800,00 1.800 1.800 1.800,00
4. Laba Operasi 2.795,40 3.072,97 3.394,57 3.767,21 9.198,95
5. Cadangan Laba 2.795,40 5.868,36 9.262,94 13.030,14 22.229,10

financial benefit daripada social benefit. Perlu juga diketahui usaha ini tidak layak
untuk dilaksanakan apabila jumlah sarana angkutan yang dimiliki hanya 1 buah.
Keadaan itu mungkin akan berbeda (feasible) bila kendaraan yang dimiliki lebih
dari 1 buah. Dilihat dari proyeksi rugi/laba ternyata usaha ini memberikan laba,
namun bila nilai tersebut dihitung dalam bentuk present value dengan discount
factor sebesar 15%, hasilnya tidak dapat menutupi biaya investasi.

2.4 Usaha Warung Serba Ada (Waserba)


a. Gambaran Umum
KUD Sekata didirikan pada tahun 1985, keadaan umum koperasi dan
masyarakat sekitarnya pada tahun 1995 adalah sebagai berikut.

165
Jumlah desa yang menjadi wilayah KUD adalah 45 desa dengan jumlah
penduduk pada tahun 1991 tercatat 13.327 jiwa dan tahun 1995 naik menjadi
15.315 jiwa, berarti selama 4 tahun mengalami perkembangan rata-rata per tahun
sebesar 3,54%. Anggota koperasi pada tahun 1991 berjumlah 182 orang dan tahun
1995 tercatat 277 orang, berarti berkembang rata-rata per tahun sebesar 11,07%.
Pendapatan desa berdasarkan hasil penelitian diperkirakan Rp 4.594.500.000,-
dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 5%.
Sisa Hasil Usaha (SHU) pada tahun 1995 sebesar Rp 5.543.246 dengan
pertumbuhan rata-rata sekitar 5% per tahun. Harta tetap sebesar Rp 6.752.595,-
dan harta lancar Rp 49.009,115,-, Volume usaha Rp 24.516.000,- dengan
perkembangan rata-rata per tahun sebesar 5%. Simpanan pokok pada tahun 1991
adalah sebesar Rp 182.000,dan tahun 1995 naik menjadi Rp 277.000,-,
berarti perkembangan rata-rata per tahun sebesar 11,07% atau selama 4 tahun
mengalami perkembangan sebesar 52,07%.
Simpanan wajib pada tahun 1995 tematat sebesar Rp 2.396,604 dan sejak
tahun 1991 diperkirakan berkembang rata-rata per tahun sebesar 10%. Bidang
usaha yang dilaksanakan selama ini adalah metnasarkan hasil pertanian anggota,
kegiatan RMU, dan pelayanan saprodi. Pada tahun 1996, sesuai dengan keputusan
RAT, direncanakan akan diadakan perluasan usaha, yaitu pendirian warung Serba
Ada (Waserda) di kota kecamatan tersebut.

b. Aspek Yuridis
KUD Sekala didirikan tahun 1985 dengan SK No. 1012 a/BH/XII/1985
tanggal 28 Desember 1985 oleh Kanwil Departemen Koperasi (Contoh). Tanah
dan toko akan disewa dan akan dibeli secara kontan dalam tahun-tahun mendatang
dengan menggunakan fasilitas kredit perbankan berdasarkan keputusan RAT
tahun 1996.

c. Aspek Pemasaran
1. Jumlah pengeluaran masyarakat per tahun dalam wilayah KUD Sekata
diperkirakan Rp 459.450.000,- atau Rp 38.287.500,- per bulan atau Rp
1.276.250,- per hari.
2. Waserda akan didirikan di ibukota kecamatan karena daerah ini
merupakan daerah pasar, yang konsumennya bukan hanya berasal dari
daerah kawasan KUD Sekata. Berdasarkan survei sederhana pada
beberapa warung di daerah ini, jumlah penjualan per hari sekitar Rp
300.000,-.
3. Waserda KUD Sekata diperkirakan dapat menarik konsumen sedikitnya
20% dari kawasan KUD Sekata untuk berbelanja di KUD. Dengan

166
demikian perkiraan penjualan per hari sekitar Rp 255.250,-. Berdasarkan
uraian di atas proyeksi jumlah penjualan dapat dilihat dalam Tabel 4-1
berikut:

Tabel 4-1
Froyeksi Daya Beli Masyarakat pada
KUD Sekata Tahun 1996/1998
Tahun Belanja Masyarakat Suplai/Hari 20%
Per hari (Rp) (Rp)
1996 1.276.250 255.250
1997 1.340.062 268.012
1998 1.407.065 281.413

4. Rencana penjualan barang-barang dilakukan sebagai berikut:


a. Dari jenis barang yang cepat berputar (14 hari) dikutip keuntungan
kotor rata-rata di atas 5-10%.
b. Dari jenis barang yang kurang cepat berputar (15-31 hari), keuntungan
kotor rata-rata di atas 8 - 15%.
c. Dari jenis barang yang lamban berputar (31-60 hari) akan diambil
keuntungan rata-rata di atas 10-20%.
d. Perbandingan ketiga jenis barang tersebut direncanakan sebagai
berikut:
- Barang cepat 60%
- Kurang cepat 30%
- Lamban 10%
e. Cara pembayaran setiap jenis barang akan dilakukan sebagai berikut:
- Barang cepat: kontan atau kredit
- Kurang cepat: kontan atau kredit
- Lamban: kontan atau lamban
f. Harga jual setiap jenis barang dirumuskan sebagai berikut:

Dengan demikian harga terendah masing-masing barang sebagai


berikut:

167
d. Aspek Fisik
Lokasi Waserda direncanakan akan ditempatkan di pasar Kecamatan Timang
Gajah dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Lokasi masih dalam wilayah KUD Sekata.
2. Desa-desa yang masuk wilayah KUD Sekata cukup berpencar antara satu
desa dengan desa lain dan pasar kecamatan tersebut merupakan tempat
perbelanjaan secara umum dari seluruh desa.
3. Lokasi terletak di jalur lintas antar desa.
4. Konsumen atau pembeli juga dapat diharapkan dari luar wilayah KUD
Sekata.

e. Aspek Keuangan
Untuk mengelola Waserda ini dibutuhkan biaya investasi, biaya operasi, dan
biaya-biaya lainnya dengan sumber dana untuk mendirikan Waserda adalah
sebagai berikut:
1. Biaya investasi dan beberana biaya lainnya:
a. Sewa toko per tahun Rp 600.000
b. Meja 1 buah Rp 54.300
c. Rak barang-barang Rp 250.000
d. Peralatan lain (kalkulator) Rp 100.000
e. Modal kerja Rp 6.995.700
Jumlah Rp 8.000.000
2. Modal kerja
Modal kerja untuk 30 hari atau 1 bulan adalah sebagai berikut:
a. Barang cepat (60%) Rp 3.981.000
b. Kurang cepat (30%) Rp 1.990.950
c. Lamban (10%) Rp 663.650
d. Biaya tetap Rp 359.100
Jumlah Rp 6.595.300
3. Biaya Tetap
a. Gaji karyawan Rp 240.000
b. Biaya transport Rp 31.200
c. Biaya listrik Rp 10.000
d. Biaya konsumsi Rp 78.000

168
Jumlah Rp 359.200

4. Komposisi sumber dana untuk membiayai usaha diharapkan dari sumber-


sumber pembiayaan sebagai berikut:

Tabel 4-2
Sumber Modal Usaha Waserda
Koperasi Unit Desa Sekata
Nomor Sumber Modal Investasi Modal Kerja
1 Modal sendiri 404.300 5.000.000
2 Kredit - -
Jumlah 404.300 5.000.000 1

Selanjutnya, besarnya perkiraan arus kas dari kegiatan usaha ini dapat dilihat
dalam Tabel 4-3 dan perkiraan neraca, performa dari usaha Warung Serba Ada
dapat dilihat dalam Tabel 4-4.
Tabel 4-3
Arus Kas Warung Serba Ada KUD Sekata
No Perkiraan Januari Februari maret April Mei Juni
1 Penjualan
Penj. Cepat laku - 4.191.474 4.191.474 4.191.474 4.191.474 4.191.474
Penj. Kurang Laku - 1164.076 2.164,076 2.164.076 1164.076 2.164.076
Penj. Lamban - 737.389 737.389 737.389 731.389 737.389
2. Kas Tersedia 7.092.939 7.092,939 7.092.939 7.092.939 7.092.939
3. Pembelian
Penj.Cepat Laku 3.981.900 3.981.900 3.981.900 3.981.900 3.981.900 3.991.900
Penj.Karang LAku - 995.475 1.990.950 1.990.950 1.990.950 1.990.950
Penj. Lamban - - 663.650 661650 663.650 663.650
5 Jumlah 3.981.900 4.977.375 6.636.500 6.636.500 6.636.500 6.636.500

6. Surplus/Devisit (3.981.900) 2.115.564 456.439 456.439 456.439 456.439


7. Biaya Tetap
a. Sewa Toko 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
b. Gaji Karyawan 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
c. Transportasi 31.200 31.200 31.200 31.200 31.200 31.200
Biaya Variabel
a. Listrik 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
b. Konsumsi 78.000 78.000 78.000 78.000 78.000 78.000
c. Investasi Alat 404.300 - - - - -
Jumlah 813.500 409.200 409.200 409.200 409.200 409.200
8. Surplus/Minus (4.795.400) 1.706.364 47.239 47.239 47.239 47.239
9. Saldo Awal - 608.900 2.315.264 2.362.503 2.409.742 4.456.981
10. Pendanaan
a. Modal Sendiri 5.404.300
11. Saldo Akhir 608.900 2.315.264 2.362.503 2.409.742 4.456.981 2.504.220

Lanjutan

169
Juli Agustus September Oktober November Desember
4.191.474 4.191.474 4.191.474 4.191.474 4.191.474 4.191.474
2.164.076 2.164.076 2.164.076 2.164.076 2.164.076 2.164.076
737.389 737.389 737.389 737.389 737.389 737.389
7.092.939 7.092.939 7.092.939 7.092.939 7.092.939 7.092.939
3.981.900 3.981.900 3.981.900 3.981.900 3.981.900 3.981.900
1.990.950 1.990.950 1.990.950 1.990.950 1.990.950 1.990.950
663.650 663.650 663.650 663.650 663.650 663.650
6.636.500 6.636.500 6.636.500 6.636.500 6.636.500 6.636.500
456.439 456.439 456.439 456.439 456.439 456.439
50.000 50.000 50.000 50.000 50.000 50.000
240.000 240.000 240.000 240.000 240.000 240.000
31.200 31.200 31.200 31.200 31.200 31.200
10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000
78.000 78.000 78.000 78.000 79.000 78.000
409.200 409.200 409.200 409.200 409.200 409.200
47.239 47.239 47.239 47.239 47.239 47.239
2.504.220 2.551.459 2.598.698 2.645.937 2.693.176 2.740.415
2.551.459 2.598.698 2.645.937 2.693.176 2.740.415 2.787.654

Tabel 4-4
Perkiraan Neraca Proforma KUD Sekata (dalam Rp 000)
Aktiva Akhir Awal Pasiva Akhir Awal
Kas 2.787,854 5.000 Utang 1.660,625
Persediaan 5.641,025 Modal sendiri 5.403 5.000
Aktiva tetap 404,300 R/L sebelum 1.769.554
Pajak
Total 8.833,179 5.000 Total 8.833,179 5.000

Perkiraan Rugi/Laba Proforma :


Penjualan Rp. 78.022.329
Harga pokok penjualan
- Barang Cepat laku Rp 43.800.900
- Barang kurang laku Rp 20.904.975
- Barang lamban Rp 5.636.500

Rp 71.342.375
Laba kotor Rp 6.679.954
Biaya yang dikeluarkan Rp 4.910.400
Laba bersih sebelum pajak Rp 1.769.554

170
f. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilaian dan perhitungan di atas, rencana pembukaan
usaha Warung Serba Ada (Waserda) dari KUD Sekata memberikan keuntungan
yang layak, oleh karenanya dapat dikembangkan.

2.5 Proyek Peningkatan Jalan


Dalam studi kasus berikut sengaja ditampilkan sebuah contoh proyek yang
dihitung secara makso (evaluasi Proyek), sebagai perbandingan bagi mahasiswa
dan para penyusun dalam perhitungan benefit antara studi kelayakan bisnis
dengan evaluasi proyek.
Pemerintah daerah melalui Pekerjaan Umum setempat, merencanakan
peningkatan kualitas jalan dari sebuah kota kabupaten ke kota kabupaten lainnya
sepanjang 101 km dengan perkiraan biaya investasi sebesar 3 miliar rupiah yang
akan dialokasikan selama 3 tahun. Biaya operasi dan pemeliharaan jalan ini
dimulai pada tahun keempat dengan perhitungan biaya seperti terlihat dalam
Tabel 4-1 berikut.

Tabel 4-1
Maya Rehabilitasi dan Pemeliharaan
Jalan Antar Kabupaten (dalam Rp 000)

Biaya Biaya
Tahun
Investasi Pemeliharaan
1 1.000.000
2 1.200.000
3 800.000
4 - 200.000
5 - 300.000
6 - 300.000
7 - 325.000
8 - 325.000
9 350.000
10 350.000
Perhitungan benefit dalain proyek-proyek yang dikerjakan oleh pemerintah
pada umumnya dilihat dari social benefit yang ditimbulkan terhadap
perekonomian masyarakat secara keseluruhan di samping financial benefit.
Demikian pula dalam proyek peningkatan jalan, yang dianggap sebagai benefit
adalah dampak proyek terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan,
seperti penurunan biaya transpor dan kenaikan frekuensi pengangkutan.
Untuk menghitung besarnya benefit yang diterima dengan adanya proyek
peningkatan jalan ini, dijelaskan melalui Grafik - I (lihat halaman 209):

171
Seperti terlihat dalam grafik tersebut, biaya pengangkutan sebelum adanya
proyek sebesar OC1 dan setelah adanya proyek turun menjadi OC2. Penurunan
biaya sebesar C1C2 adalah benefit dari proyek jalan ini. Total benefit dalam satu
tahun dihitung sebesar C1C2K1K3 atau OQ1.C1C2. Dilihat dari frekuensi
pengangkutan sebelum adanya proyek sebesar OQ2 dan setelah adanya proyek
naik menjadi OQ2 dan penambahan frekuensi sebesar Q1Q2 juga merupakan
benefit dengan total benefit sebesar Q1Q2OC2

Grafik - 1
Grafik Penurunan Biaya dan Kenaikan
Frekuensi Pengangkutan

Berdasarkan hasil evaluasi dan proyeksi terhadap proyek peningkatan


jalan ini, diperkirakan pertambahan frekuensi pengangkutan dan penurun biaya
angkutan sebelum dan sesudah adanya proyek terlihat dalam Tabel 5-2 dan Tabel
5-3 berikut:

Tabel 5-2
Biaya Pengangkutan dan Frekuensi Pengangkutan
Sebelum dan Sesudah Adanya Proyek
(dalam Rp 000)
Biaya Transpor/Traffic Frekuensi Pengangkutan
Thn Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Proyek Proyek Proyek Proyek
1 5.000 4.500 200 300
2 5.300 5.000 200 320
3 5.700 5.500 200 330
4 6.000 5.500 210 250
5 6.300 5.500 210 300
6 7.000 6.000 210 300
7 7.500 6.500 220 350

172
8 8.000 7.000 220 360
9 9.250 8.000 250 400
10 9.450 9.000 250 400

Tabel 5-3
Perhitungan Benefit Proyek Peningkatan jalan
Antarkota (dalam Rp 000)
Thn C1C2 OQ1 C1C2.OQ1 Q1Q2 OC2 Q1Q2.OC2 Benefit
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (4)+(7)
1 500 200 100.000 100 4.500 450.000 550.000
2 300 200 60.000 120 5.000 600.000 660.000
3 200 200 40.000 130 5.500 715.000 755.000
4 500 210 105.000 40 5.500 220.000 325.000
5 800 210 168.000 90 5.500 495.000 663.000
6 1.000 210 210.000 90 6.000 540.000 750.000
7 1.000 220 220.500 130 6.500 845.000 1.065.000
8 1.000 220 220.000 140 7.000 980.000 1.200.000
9 1.250 250 312.500 150 8.000 1.200.000 1.512.500
10 430 250 112.500 150 9.000 1.350.000 1.462.500

Tabel 5-4
Perhitungan Net Present Value, Net B/C, dan
Internal Rate of Return Proyek Peningkatan
jalan Antarkota (dalam RP 000)
Total Net D.F. Present D.F Present
Thn Benefit
Cost Benefit 17,5% Value 30% Value
1 1.000.000 550.000 -450.000 0,8511 -82.979 0,7752 -348.837
2 1.200.000 660.000 -541.000 0,7243 -391.127 0,6009 -324.500
3 800.000 755.000 -45.000 0,6164 -27.740 0,4658 20.963
4 200.000 325.000 125.000 0,5246 65.579 0,3611 45.139
5 300.000 663.000 363.000 0,4465 162.075 0,2799 101.615
6 300.000 750.000 450.000 0,3800 171.996 0,2170 97.650
7 325.000 1.065.000 740.000 0,1214 233.313 0,1682 124.481
8 325.000 1.200.000 975.000 0,2752 240.827 0,1304 114.101
9 350.000 1.512.500 1.162.500 0,2342 272.342 0,1011 117.513
10 350.000 1.462.500 1.112.500 0,1994 221.779 0,0784 87.177
NPV 571.026 -6.622

173
Didasarkan pada hasil perhitungan di atas, NPV > 0, IRR >
D.F. (17,5%), serta Net B/C > 1, ini berarti proyek tersebut layak (go) untuk
dikedakan.

174

Anda mungkin juga menyukai