Teknologi pemboran sumur-sumur panas bumi banyak mengadopsi teknologi
pemboran sumur-sumur minyak dan gas. Kebanyakan sumur-sumur geothermal didesain mengikuti pola dan prinsip sumur-sumur minyak dan gas. Sumur-sumur panas bumi biasanya dibor dengan diameter lebih besar, lebih dalam dan ditujukan untuk waktu produksi lebih panjang daripada sumur minyak dan gas. Meskipun dalam beberapa hal reservoir panas bumi tampak serupa dengan reservoir minyak, namun kenyataannya terdapat cukup banyak perbedaan antara kedua sistem tersebut yang tidak dapat diabaikan dalam pengembangan sumur panas bumi. Hal ini menyebabkan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di dunia panas bumi tidak seluruhnya sama dengan yang dilakukan di sektor minyak dan gas. Maka dari itu, dibutuhkan analisis mengenai perbedaan antara sumurpanas bumi dan sumur minyak/gas. Tantangan utama dari pemboran sumur panas bumi adalah berhubungan dengan batuan beku dan metamorf yang dihadapi yang tidak dihadapi di sumur minyak/gas, temperatur tinggi (gradient temperatur sumur minyak/gas sekitar 5oF/100 ft sedangkan gradient temperatur sumur panas bumi berkisar antara 12o- 13oF/100 ft), dan kebanyakan sumur yang tekanannya telah turun. Dalam pemboran panas bumi, seringkali dihadapi permasalahan yang berkaitan dengan penyemenan. Casing harus disemen dan selama pemboran, sering terjadi permasalahn lost circulation. Operasi penyemenan adalah salah satu operasi yang paling penting dalam operasi pemboran untuk menguatkan kedudukan casing. Salah sastu cara menghadapi zona lost circulation, adalah menyemen daerah zona loss tersebut yang dapat memakan waktu lama tergantung dari rentang kedalaman zona yang akan disemen. Namun, saat ini untuk fenomena loss yang sedikit, jarang dilakukan penyemenan, kecuali untuk zona total loss circulation. Penyemenan casing yang baik dilakuakan dengan metode yang disebut inner- string cementing method yang dilakukan tepat sampai zona loss. Air yang dipompakan dari permukaan menjaga agar zona loss circulation tetap terbuka sampai dilakukan operasi squeeze cementing, dengan memompakan cement slurry melalui annulus sampai ke zona loss. Baru-baru ini "reverse" cementing telah berhasil diterapkan untuk menangani zona lost circulation, dimana semua semen dipompa melalui annulus, bukan dari drillstring sebagaimana operasi penyemenan lazimnya dilakukan. Di beberapa negara, "foam" cement telah digunakan untuk mengurangi densitas semen untuk mengurangi efek loss circulation saat operasi penyemenan, dan juga ditambahkan lost circulation material, seperti serpihan mika untuk menangani zona loss terebut. Penyemenan casing string yang sangat panjang dilakukan secara bertahap (biasanya 2 tahap, tergantung dari panjang casing), dengan peralatan yang dapat membuka port ke annulus untuk proses penyemenan tahap kedua setelah dilakukannya tahap penyemenan pertama. Packer yang dapat dikembangkan ditempatkan dibawah peralatan, dan sering digunakan pada sumur yang memiliki zona loss tinggi. terkadang, liner yang digantung di sumur, disemen, dan dipakai sebagai pump chamber, atau sebagai second section dari casing yang digantungkan sampai ke permukaan yang biasa disebut “tie-back casing string”. Semen harus mampu bertahan pada lingkungan temperatur tinggi, sehingga ditambahkan banyak zat kimia pada campuran semen. Semen yang paling banyak digunakan dalam pemboran geothermal, dan juga pemboran minyak dan gas adalah semen API kelas G dengan penambahan 40% silica flour (ground quartz, -325 mesh). Silica flour memberikan kekuatan pada semen untuk bertahan pada temperatur tinggi dan pada beberapa kasus, silica flour juga digunakan saat semen slag atau semen fly ash digunakan pada proses pemboran. Perusahaan service penyemenan sumur migas biasanya juga dilibatkan pada pelaksanaan operasi penyemenan sumur geothermal. Mereka membawa campuran semen mereka sendiri dan peralatan pemompaan serta material yang dibutuhkan untuk pekerjaan penyemenan ini. Untuk mengurangi biaya, beberapa kontraktor pengeboran melaksanakan operasi penyemenan dengan peralatan mereka sendiri dan menggunakan semen lokal. Aditif seperti temperature retarders, fluid loss, friction reducer dan antifoam, seringkali digunakan berdasarkan waktu pemompaan yang dibutuhkan, yang merupakan fungsi dari suhu, ukuran pekerjaan, dan lainnya. Di Iceland, expanded perlite (bahan vulkanik yang mengembang seperti pop-corn bila dipanaskan dengan cepat) telah digunakan untuk mengurangi densitas semen menjadi 1.7 g/cm3 dan di negara-negara lain glass "microspheres" atau "foaming" slurry dengan injeksi gas atau udara juga sering digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi tekanan collapse yang diberikan pada casing dari kolom semen dan untuk mengurangi kemungkinan fluida formasi masuk ke formasi dan terjadinya loss circulation. Semen pada sistem geothermal yang sering digunakan telah diajukan kepada National Bureau of Standards (NBS) untuk diuji dan diverifikasi. Jenis semen tersebut tertera di bawah ini: Kelas G + 35% silika flour + 54% H2O Kelas B + 35% silika flour + 54% H2O Kelas J + 44% H2O Kelas G + 35% silica flour + 2% bentonite + 8,5% perlite + 116% H2O Kelas G + 35% silica flour + 15% diatomaceous earth+ 91% H2O Kelas G + 100% silika flour + 2% sodium silikat extender + 136% H2O Penambahan Lignosulfonate sebanyak 0.2% berat semen pada setiap suhu, membawa pengaruh positif pada semen. Compressive strength cement naik seiring temperatur naik, dan bila temperatur konstan, compressive strength semen pun cenderung untuk naik (Satiyawira and Fathaddin, 2010). Semen foamed adalah semen yang terbuat dari bubur semen (cement slurry) konvensional API kelas G, foaming agents dan gas (biasanya nitrogen). Terdapat gelembung-gelembung kecil (seringkali berukuran mikroskopik) dalam semen foamed, namun tidak saling terhubung (interconnected). Karena itu, semen foamed memiliki berat lebih ringan dibandingkan semen konvensional sehingga dapat mengurangi permasalahan kehilangan sirkulasi (lost circulation) selama proses penyemenan tahap pertama/primer (primary cementing). Semen foamed mampu menahan tekanan dari sekliling sumur (well bore) lebih baik daripada semen konvensional, karena ikatannya lebih kuat dan young modulusnya lebih tinggi dibandingkan dengan semen konvensional. Kapasistas insulasi-yaitu kemampuan menahan aliran panas dari sekeliling sumur-dari semen foamed dua hingga sepuluh kali lebih baik daripada semen konvensional. Semen yang biasa digunakan untuk kedalaman dalam adalah semen kelas G, 40% silicaflour dan microsilica, aditif fluid loss, retarder/accelerator (jika dibutuhkan). Untuk menyemen zona dangkal (shallow), maka digunakan accelerator calcium cloride, dan untuk zona dalam, digunakan syntetic liquid retarder. Biaya (cost per barrel )semen foamed sedikit lebih mahal daripada semen konvensional, namun hasilnya lebih baik. Prinsip dari pengaplikasian penyemenan sumur geothermal adalah untuk mensupport casing sumur juga untuk melindungi dari panasnya uap yang dapat menyebabkan korosi ( temperature dapat mencapai 320 oC ). Materi penyemenan tidak hanya harus memiliki kestabilan temperatur hydrothermal yang tinggi, namun harus juga dapat memberi tahanan terhadap lingkungan geothermal yang sangat berbahaya yang melibatkan kadar CO2 hingga lebih dari 40.000 ppm. Salah satu hal yang patut diperhatikan dalam menghadapi proses penyemenan sumur geothermal adalah rentannya semen yang mudah hancur jika terkena zat korosif seperti CO2 dan H2SO4. Sekali kerusakan pada proses penyemenan disekitar sumur casing diketahui maka harus segera di perbaiki secepat mungkin untuk menghindari hancur dan runtuhnya sumur tersebut karena rekahan atau fracture. Pemompaan dan sirkulasi semen yang sering digunakan pada sumur geothermal adalah semen slurry dengan densitas 1,9 sampai 2,0 g/cc. dikarenakan terdapat resiko yang perlu diperhatikan yang disebabkan oleh mudah terjadinya rekahan pada fondasi formasi yang dikarenakan oleh tingginya tekanan tenaga hydrostatic untuk mensirkulasi semen slurry yang tinggi densitasnya yang dapat menyebabkan hilangnya sirkulasi. Oleh karenanya penggunaan semen slurry dengan densitas kecil sangat diperlukan untuk mengurangi tekanan hydrostatic tersebut. Saat sumur geothermal diproduksikan dengan superheated steam and fluid, terdapat dua faktor yang sering terjadi yaitu guncangan panas dari lapisan semen yang berkontak langsung dengan pipa dipermukaan dan ekspansi panas dari pipa ( memuai ) menyebabkan terjadi retakan karena tegangan yang besar. Hal tersebut dapat di antisipasi dengan pengikatan durabilitas dari semen untuk dapat melekat dan mengeras dengan cepat membuat integritas semen melindungi pipa casing dari superheat-cold fatigue cycle yang berulang- ulang terjadi. Penyemenan pada umumnya dilakukan dengan memompa semen slurry kebawah permukaan antara casing dengan annulus. di sumur geothermal teknik yang sering digunakan dalam penyemenan dibagi kedalam metode berikut ini: 1. single stage cementing 2. inner string cementing 3. reverse circulation cementing 4. two stage cementing Yang sering digunakan dalam penyemenan sumur geothermal adalah reverse circulation cementing karena pada sumur geothermal sering terjadi lost circulation. Metode ini meliputi pemompaan semen slurry kebawah annulus, menggantikan fluida pemboran kembali melalui casing dengan semen slurry yang diarahkan membalik ( opposite ). Reverse circulation ini membuat jangkauan yang besar dari semen slurry tersebut sehingga semen yang lebih berat dapat di tempatkan diatas bagian annulus. Hal tersebut memberikan keuntungan untuk mengurangi tekanan hidrolik dan tekanan dari fluida itu sendiri, mampu memperpendek waktu pengerasan semen slurry pada saat tidak digunakannya retarder, juga memperpendek waktu untuk pengerjaan karena tidak adanya pemindahan lumpur yang dilakukan.