Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak dua dekade terakhir, banyak diteliti mengenai hubungan otak jantung.
Dan banyak ditemukan bahwa otak dan jantung memiliki hubunguan timbal balik
yang erat. Walter ( 1970 ) memperkenalkan konsep kardiologi neurogenik, yang
menggaris bawahi manifestasi klinik neurologi pada kelainan kardiologi. Kelainan
jantung yang dapat menyebabkan stroke terdapat sekitar 15% atau satu dari enam
kasus stroke iskemik, yang biasanya merupakan emboli jantung. Frekuensi
terjadinya tipe emboli yang berbeda bervariasi, tergantung dari umur penderita,
emboli yang berasal dari penyakit katup jantung rematik terdapat pada usia muda,
emboli yang berasal dari atherosclerosis lebih banyak ditemukan
pada usia yang lebih tua.
Fibrilasi atrium adalah penyakit jantung yang paling sering berkaitan
dengan emboli serebral. Faktanya, di Amerika Serikat hampir setengah dari emboli
kardiogenik terjadi pada pasien dengan fibrilasi atrium. Risiko stroke pada pasien
dengan fibrilasi atrium adalah 5 sampai 7 kali lebih tinggi daripada pasien tanpa
fibrilai atrium. Secara keseluruhan, 20 sampai 25 persen dari stroke iskemik berasal
dari emboli kardiogenik.
Banyak studi yang mengevaluasi risiko stroke pada pasien dengan fibrilasi
atrium. Pasien dengan fibrilasi atrium menunjukkan risiko yang lebih tinggi.
Sebagai contoh, pasien dengan mitral stenosis dan fibrilasi atrium memiliki 4
sampai 6 persen insiden emboli per tahun. Faktor risiko yang memprediksi stroke
pada pasien dengan fibrilasi atrium meliputi riwayat dari kejadian stroke
sebelumnya atau transient ischemic attack (TIA) (risiko relatif 22,5), diabetes
(risiko relatif 1,7), riwayat hipertensi (risiko relatif 1,6), dan usia yang bertambah
(risiko relatif 1,4 tiap dekade). Pasien dengan faktor-faktor risiko tersebut memiliki
risiko stroke setidaknya 4 persen jika tidak ditangani.4 Pasien dengan usia kurang
dari 60 tahun dengan EKG normal dan tanpa faktor risiko memiliki risiko stroke
yang sangat rendah (1 persen per tahun).
Dua sumber utama data fibrilasi atrium yang menyebabkan stroke adalah

1
Framingham Study dan The British Whitehall and Regional Heart Study. Pada studi
Framingham terlihat risiko stroke meningkat 17% pada penyakit jantung rematik
dan 5,6 % pada fibrilasi atrium non valvular. Pada studi kedua terlihat risiko stroke
pada fibrilasi atrium rematik 6,9% dan 2,3 % pada fibrilasi atrium
non valular.
Dengan berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui sejauh mana
pengaruh fibrilasi atrium sebagai faktor risiko stroke iskemik pada penderita stroke
yang dirawat di Bangsal Rawat Inap Ilmu Penyakit Saraf RSUP Dr. Kariadi. Dan
selanjutnya dapat digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan dan penanganan
terhadap fibrilasi atrium sebagai faktor risiko stroke.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stroke
2.1.1 Definisi Stroke
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik
fokal maupun menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian tanpa
adanya penyebab lain selain daripada gangguan vaskular.

2.1.2 Klasifikasi Stroke


a. Stroke Non Hemoragik
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal):
Berdasarkan manifestasi klinik:
Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit
(RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

Berdasarkan Kausal:
Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluhdarah
di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan
pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi
akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang

3
cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol
jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah
kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil
terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.

Stroke Emboli/Non Trombotik


Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan
lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang
mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

b. Stroke Hemoragik
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab
lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti
hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa
dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena
pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV
(5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena
jembatan ( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan
sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya araknoidea.
Faktor Risiko Stroke
Faktor resiko stroke adalah sebuah karakteristik pada seorang individu yang
mengindikasikan bahwa individu tersebut memiliki peningkatan resiko untuk
kejadian stroke dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki karakteristik
tersebut. Faktor resiko stroke di bagi menjadi 2 yaitu :

Faktor resiko yang dapat di modifikasi

Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko terpenting untuk semua tipe stroke, baik
stroke perdarahan maupun stroke infark. Peningkatan resiko stroke sering
terjadi seiring dengan peningkatan tekanan darah. Walaupun tidak ada nilai
pasti korelasi antara peningkatan tekanan darah dengan resiko stroke.
Diperkirakan resiko stroke meningkat 1.6 kali setiap peningkatan 10 mmHg
tekanan sistolik, dan sekitar 50% kejadian stroke dapat dicegah dengan
pengendalian tekanan darah ( Indiana Stroke Prevention Task Force January
2006)

Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus adalah masalah endokronologis yang menonjol dalam


pelayanan kesehatan dan juga sudah terbukti sebagai faktor resiko stroke
( Wolf et al., 1991;Kuller et al., 1996) dengan peningkatan resiko relative
pada stroke iskemik 1.6 sampai 8 kali dan pada stroke perdarahan 1.02 hingga
1.67 kali. Individu dengan diabetes memiliki resiko lebih tinggi untuk
mengalami stroke dibandingkan dengan individu tanpa diabetes. Meskipun
penyakit mikrovaskuler adalah penyebab utama untuk stroke dan mungkin
memainkan peranan penting pada stroke diabetik.

Meta-analisis terhadap 32 penelitian ( Capes et al.,2001) menunjukkan bahwa


pasien tanpa riwayat diabetes yang mengalami stroke iskemik ttap mengalami
kenaikan kadar glukosa yang moderat berhubugan dengan peningkatan rsiko
tiga kali lipat untuk mortalitas jangka pendek dan peningkatan resiko
buruknya penyembuhan fungsional yang buruk dibandingkan dengan kaar
glukosa yang rendah. Ada beberapa kemungkinan penjelasan terhadap hal di
atas. Pertama, hiperglikemia mungkin secara langsung bersifat toksik pada

5
otak yang iskemik. Meski mekanisme tidak diketahui dengan jelas, akumulasi
laktat dan asidosis intraseluler dalam otak yang iskemik mungkin
memberikan kontribusi. Kedua, pasien hiperglikemia relative memiliki
defisiensi insulin. Hal ini menyebabkan berkurangnya uptake glukosa perifer(
yang berarti meningkatkan jumlah glukosa yang tersedia untuk berdifusi ke
dalam otak) dan meningkatnya asam lemak bebas sirkulasi. Ketiga, pasien
dengan diagnosis diabetes yang mengalami hiperglikemia stress cenderung
memiliki abnormalitas gula darah atau diabetes yang tidak terdiagnosis ketika
tidak dalam keadaan stres. Pasien ini mungkin mengalami kerusakan iskemik
yang lebih besar pada waktu infark sebagai akibat dari vaskulopati serebral
yang mendasari dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami
hiperglikemia stres. Keempat, hiperglikemia mungkin mengganggu blood-
brain barrier (sawar darah otak) dan memacu konversi infark hemorrhagik.
Kelima, hiperglikemia stress mungkin adalah marker luasnya kerusakan
iskemik pada pasien stroke.

Penyakit jantung

Atrial Fibrilasi (AF) merupakan gangguan irama yang banyak menyerang pria
dewasa, AF ditemukan pada 1-1,5% populasi di Negara-negara barat dan
merupakan salah satu factor resiko indenpenden stroke. Prevalensi AF
meningkat seiring pertambahan umur, ditemukan 1% pada usia < 60 tahun
tetapi kurang lebih 10% pada usia > 80 tahun. AF dapat menyebabkan resiko
stroke atau emboli menjadi 5 kali lipat daripada pasien tanpa AF. Kejadian
stroke yang didasari oleh AF sering diikuti dengan peningkatan morbiditas,
mortalitas, dan penurunan kemampuan fungsi daripada stroke karena
penyebab yang lain. Resiko stroke karena AF meningkat jika sertai usia > 65
tahun, hipertensi, diabetes mellitus, gagal jantung atau riwayat stroke
sebelumnya.

Obesitas

Obesitas abdomen adalah sebuah faktor resiko yang indepeden dan potensial
untuk stroke iskemik di dalam semua kelompok etnis. Merupakan faktor
resiko yang lebih kuat daripada BMI dan memiliki efek yang lebih kuat pada
orang yang lebih muda. Prevensi obesitas den reduksi berat badan
memerlukan penekanan yang lebih besar di dalam program prevensi stroke.

Alkoholism

Sebuah meta-analisis terhadap 35 penelitian dari tahun 1996 hingga 2002


melaporkan bahwa dibandingkan dengan bukan pengguna alcohol, individu
yang mengkonsumsi <12 g perhari ( 1 minuman standar) alcohol memiliki
adjusted RR yang secara signifikan lebih rendah untuk stroke iskemik
(RR:0.80; 95% CI: 0.67 hingga 0.96), demikian juga individu yang
mengkonsumsi 12 hingga 24 g per hari. ( Hankey et al., 2006)

TIA

Dennis et al (1989) meneliti resiko stroke rekuren pada pasien dengan TIA
dan stroke minor. Setiap kasus yang di diagnosis sebagai stroke pertama kali
atau kejadian TIA dievaluasi pada 1 bulan, 6 bulan, 1 tahun dan kemudian
setiap tahunnya dari onset awal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resiko
stroke rekuren atau kematian lebih tinggi pada minor iskemik stroke ( stroke
iskemik ringan) walaupun perbedaan yang signifikan hanya pada kematian.
Perbedaan prognosis yang tampak mungkin disebabkan karena prognosis
yang baik pada pasien dengan amaurosis fugax diantara pasien dengan TIA
( Transient Iskemik Attack ).

Merokok

Pada penelitian Qureshiet al (2005) meneliti efek rokok di antara suami


terhadap resiko berkembangnya stroke dan stroke iskemik di antara sampel
wanita yang representative. Ang Hasil penelitian memberikan bukti baru yang
menghubungkan kebiasaan merokok suami dengan stroke. Dari 5379 wanita
yang dimasukkan di dalam analisis, wanita yang melaporkan memiliki suami
yang perokok lebih cenderung menjadi perokok aktif dan melaporkan
konsumsi rokok dan lama merokok yang lebih tinggi.

7
Faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi

Usia

Di dalam analisis multivarian menurut Hajat et al(2001), peningkatan usia


dan penyakit serebrovaskuler ssebelumnya memiliki hubungan yang
independen dengan infark daripada dengan usia.

Jenis kelamin

Hasil dari suatu penelitian yang bertujuan untuk menganalisa berdasarkan


jenis kelamin, gambaran klinis, tipe stroke, dan keluaran pada individu yang
terserang stroke pertama kali, ditemukan rata-rata kejadian stroke lebih tinggi
pada wanita dibandingkan dengan laki-laki. Berdasarkan penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa perempuan dengan rata-rata usia 6 tahun lebih tua
dibandingkan laki-laki mempunyai perbedaan profil faktor resiko vascular
dan subtype dari stroke. Wanita ternyata diketahui memilki kecacatan stroke
yang lebih berat disbanding laki-laki (Roquer et al., 2003)

Ras

Penelitian yang dilakukan Ohira et al (2006) bertujuan untuk menentukan


faktor resiko subtype spesifik stroke iskemik. Insidensi stroke ditegakkan dari
rekam medis rumah sakit. Hasil dari data follow up selama 13.4 tahun
ternyata di dapatkan 531 pasien stroke iskemik (105 lakuner, 326 non-lakuner
dan 100 kardioembolik). Kulit hitam memiliki multivariate-adjusted risk
ratio sebesar 3 kali lipat lebih tinggi untuk stroke lakuner di bandingkan
dengan kulit putih.
2.2 Atrial Fibrilasi
2.2.1 Definisi
Atrial fibrilasi adalah depolarisasi atrium yang tidak teratur yang
menghasilkan kontraksi atrium yang tidak efektif. Penyakit jantung koroner adalah
keadaan dimana terdapat plak yang menyumbat arteri koroner jantung. WHO
menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaiut: Usia pertengahan 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat tua
(very old) diatas 90 tahun.

Sistem Konduksi Jantung


Pada umumnya, sel otot jantung yang mendapat impuls dari luar, akan
menjawab dengan timbulnya potensial aksi, yang disertai dengan kontraksi dan
kemudian repolarisasi yang disertai dengan relaksasi. Potensial aksi dari satu sel
otot jantung akan diteruskan kea rah sekitarnya, sehingga sel-sel otot jantung di
sekitarnyaakan mengalami juga proses eksitasi, kontraksi dan relaksasi. Penjalaran
peristiwa listrik ini disebut konduksi.

Berlainan dengan sel-sel jantung biasa, dalam jantung terdapat kumpulan sel-
sel jantung khusus yang mempunyai sifat :

Otomatisasi: kemampuan menghasilkan impuls secara spontan.

Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur.

Konduktivitas : kemampuan untuk menyalurkan impuls.

Daya rangsang : kemampuan untuk menanggapi stimulus.

Karena memiliki sifat-sifat ini maka jantung mampu menghasilkan secara spontan
dan ritmis impuls-impuls yang disalurkan melalui sistem penghantar untuk
merangsang miokardium dan menstimulir kontraksi otot. Sel-sel ini terkumpul
dalam suatu system yang disebut system konduksi jantung. Sistem konduksi
jantung terdiri dari:

Nodus SA ( sinoatrial)

Simpul ini terletak pada batas antara vena kava superior dan atrium kanan.

9
Simpuls ini memilikisifat automatisitas yang tertinggi dalam system
konduksi.Kecepatan pembangkitan impuls ini 60-100 denyut permenit.
Sistem konduksi intra atrial

Akhir-akhir int dianggap bahwa dalam atrium terdapat jalur-jalur khusus


system konduksi jantung yang terdiri dari 3 jalur intermodal yang
menghubungkan simpul sinoatrial dan simpul atrio-ventrikular, dan jalur
Bachmann yang menghubungkan atrium kanan dan atrium kiri.

Nodus AV ( atrioventrikular)

Nodus ini terletak dibagian bawah atrium kanan, antara sinus koronarius
dan daun kautp tricuspid bagian septal. Nodus AV ini merupakanjalur
normal transmisi impuls antara atrium dan ventrikel, serta mempunyai dua
fungsi yang sangat penting. Pertama, impuls jantung ditahan disini selama
0,08 sampai 0,12 detik guna memungkinkan pengisian ventrikel selama
kontraksi atrium. Kedua, nodus AV mengatur jumlah impuls atrium yang
mencapai ventrikel, biasanya tidak lebih 180 mpuls per menit dibolehkan
mencapai ventrikel. Efek proteksi ini penting seklai pada kelaina irama
jantung, AQdimana kecepatan denyut atrium dapat melebihi 400 denyut
permenit. Klau ventrikel tidak mendapat perlindungan dari bombardier
impuls ini, maka tidak cukup waktu untuk mengisi ventrikel, dan curah
jantung akan menurun drastis. Kecepatan pembangkitan impuls ini 40-60
denyut per menit.Gelombang rangsangan ini kemudian menyebar dari nodus
AV menuju berkas his.

Berkas his

Berkas his adalah sebuah berkas pendek yang merupakan kelanjutan bagian
bawah simpul atrioventrikular yang menembus annulus fibrosus dan septum
bagian membrane. Berkas ini membelah menjadi cabang berkas kiri dan
kanan, yang berjalan kebawah di kir kanan septum interventrikular.

Cabang berkas

Kea rah distal. Berkas his bercabang menjadi dua bagian, yaitu cabang
berkas kanan dan kiri. Cabang berkas kiri memberikan cabang-cabang ke
ventrikel kiri, seangkan cabang berkas kanan memberikan cabang ke berkas
kanan.

Fasikel

Cabang berkas kiri bercabang menjadi dua bagian yaitu fasikel kiri anterior
dan fasikel kiri posterior.

Serabut purkinje

Bagian terakhir dari system konduksi jantung ialah serabut-serabut purkinje,


yang merupakan anyaman halus dan berhubungan erat dengan sel-sel otot
jantung. Kecepatan pembangkitan impuls ini 20-40 denyut per menit.

Gambar 1: Jalur system konduksi jantung

Pada fibriasi atrium terjadi gangguan dalam system konduksi jantung


sehingga aktivitas atrium sangat kacau dan nodus AV dapat diberondong oleh lebih
dari 500 impuls per menit.

Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling sering terjadi pada lansia dan

11
meningkatkan morbiditas serta angka resiko kematian. Hal ini dikarenakan pada
lansia telah terjadi perubahan struktur pada jantungnya. AF bisa jadi tipe yang
paroxysmal (intermiten), persisten ataupun yang permanen. Diagnosis dari AF
persisten mengindikasikan adanya perbaikan potensial dari irama sinus, sedangkan
AF yang permanen menunjukkan irama jantung akhir.3
Epidemiologi
AF aritmia yang paling sering terjadi dengan prevalensi 0,4 % pada golongan
usia <65 tahun dan meningkat 10 % pada kelompok usia > 75 tahun. . Di Amerika
Utara, prevalensi AF meningkat dua sampai tiga kali lipat pada tahun 2050. Hal ini
meningkat dikarenakan umur harapan hidup yang juga meningkat. Pada penelitian
kesehatan kardiovaskular, AF ada pada penderita penyakit kardiovaskuler ± 9,4 %
dan 1,6 % tanpa penyakit kardiovaskuler.
Risiko stroke pada pasien dengan fibrilasi atrium adalah 5 sampai 7 kali lebih
tinggi daripada pasien tanpa fibrilai atrium. Secara keseluruhan, 20 sampai 25
persen dari stroke iskemik berasal dari emboli kardiogenik.

Etiologi fibrilasi atrium2


Atrila fibrilasi dapat disebabkan oleh penyakit jantung ataupun penyakit
diluar jantung.

Penyakit jantung yang berhubungan dengan atrial fibrilasi:


Penyakit jantung koroner
Kardiomiopati dilatasi

Kardiomiopati hipertropik

Penyakit katup jantung ( reumatik maupun non reumatik)

Aritmia jantung

Perikarditis

Penyakit diluar jantung yang berhubungan dengan atrial fibrilasi :

Hipertensi sistemik

Diabetes mellitus

Hipertiroidisme

Penyakit paru: penyakit paru obstruksi kronik, hipertensi pulmonal primer,


emboli paru akut.

13
Neurogenik: system saraf autonom dapat mencetuskan FA pada pasien yang
sensitive mealalui peninggian tonus vagal adrenergik.

Faktor Resiko AF
AF biasanya mudah timbul pada kondis berikut ini:
Usia (Semakin tua usia seseorang, semakin besar resiko terjadinya AF)
Alkohol

Riwayat keluarga

Tekanan darah tinggi

Pada lansia, proses menua menyebabkan perubahan pada system


kardiovaskuler, yaitu : basal heart rate menurun, respon terhadap stress menurun,
LV compliance menurun karena terjadi hipertrofe, senile amyloidosis, pada katup
terjadi sklerosis dan kalsifikasi yang menyebabkan disfungsi katup, AV node dan
system konduksi fibrosis, compliance pembuluh darah perifer menurun, sehingga
afterload meningkat dan terjadi proses atherosklerotik. Hal ini lah yang
menyebabkan insidensi atrial fibrilasi pada usia lanjut sering dijumpai.

Klasifikasi Atrial Fibrilasi


Atrial fibrilasi biasanya dibagi atas:
AF Paroksismal
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau episode pertamanya kurang
dari 48 jam. Lebih kurang 50 % AF akan kembali ke irama sinus secara
spontan dalam waktu 24 jam.Episode AF ini datang secara tiba-tiba.

AF persisten

AF yang menetap lebih dari48 jam tetapi kurang dari 7 hari. Pada AF
persisten dibutuhkan kardioversi untuk mengembalikan ke irama sinus.

AF permanen

AF yang berlangsung lebih dari 7 hari. Biasanya dengan kardioversi pun


sulit untuk mengembalikan ke irama sinus ( resisten).
Mekanisme atrial fibrilasi
Aktivasi fokal

Fokus diawali biasanya didaerah vena pulmonalis

Multiple wavelet reentry

Timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau


wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature aktivitas
aritmogenik dari focus yang tercetus secara cepat.

Ket:
Sinus ritme. Selama sinus ritme normal, denyut jantung adalah proses yang
dikoordinasi secara tunggal yang dimulai dari nodus SA(1). sinyal listrik
menyebar menyebrang atrium (2). Kemudian ke AV node (3) terus menyebar ke
ventrikel (4).

Atrial fibrilasi. Ketika pasien dalam keadaan atrial fibrilasi, atrium diaktivasi secara
konstan dengan jalan chaotic karena sinyal listrik multiple yang merangsang
pada 400-600 denyut per menit (1). Nodus AV (2) menyaring keluar hampir
keseluruhan dari sinyal listrik extra ini tetapi masih meloloskan sedikit denyut
untuk mencapai ventrikel dari normalnya.

Salah satu faktor risiko stroke non hemoragik adalah penyakit jantung,
terutama penyakit yang disebut atrial fibrilasi, yakni penyakit jantung dengan
denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri ini
mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung. Ini
menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil terjadi
pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan inilah yang kemudian dapat
mencapai otak danmenyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas 80 tahun,

15
atrial fibrilasi merupakan penyebab utama kematian pada satu di antara empat kasus
stroke.

Manifestasi Klinis AF8


AF dapat asimptomatik dapat pula simptimatik. Gejala-gejala AF sangat
bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel. Umumnya gejala AF
adalah:

Palpitasi
Pusing

Nyeri dada, terutama saat beraktivitas. Namun dapat juga terjadi saat istirahat.

Sesak napas

Cepat lelah

Sinkop

Gejala-gejala ini timbul karena jantung bekerja lebih cepat, sehingga pompa
jantung menjadi kurang efisien. Sejumlah kecil darah yang dipompa oleh jantung
saat frekuensinya meningkat tidak sebaik saat darah dalam jumlah yang lebih
banyak dipompa saat frekuensi yang normal. Hal ini dapat menyebabkan darah
tertahan di paru-paru dan menurunkan volume after load jantung. Sedangkan Af
yang asimptomatikbiasanya disebabkan karena denyut jantung yang tidak begitu
cepat sehingga memberikan kesempatan untuk pengisian ventrikel lebih lama dan
akhirnya cardiac out put juga tidak menurun secara drastis. AF yang asimptomatik
biasanya ditemukan secara tidak sengaja oleh tenaga kesehatan

Diagnosis AF
Anamnesis:

Dari anamnesis didapatkan gejala-gejala umum AF yang berupa: berdebar-debar,


lemah, sesak nafas terutama saat aktivitas, pusing dll. Dari anamnesis juga kita
dapat menentukan tipe AF pada penderita.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan tanda vital dapat diketahui denyut nadi yang irregular dan
cepat.

Elektrokardiogram

Frekwensi : frekwensi atrium antara 350 sampai 600 denyut permenit;


respons ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak indulasi yang
iereguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang F, interval PR
tidak dapat diukur.
Kompleks QRS : Biasanya normal, kecuali adanya kelainan ventrikel.
Irama : irreguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Irregularitas
irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.

Fibrilasi atrium bisa timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah reentri
multipel. Aktifitas atrium sangat cepat (kira-kira 400-700 per menit), namun setiap
rangsang listrik itu hanya mampu mendepolarisasi sangat sedikit miokardium
atrium, sehingga sebenarnya tidak ada kontraksi atrium secara menyeluruh. Karena
tidak ada depolarisasi yang uniform, tidak terbentuk gambaran gelombang P,
melainkan defleksi yang disebut gelombang ”f” yang bentuk dan iramanya sangat
tidak teratur

Bila atrium berfibrilasi, impuls yang berasal dari otot atrium akan tiba pada
nodus AV dengan cepat tetapi juga tidak teratur. Karena nodus AV tidak akan
menghantarkan impuls kedua kira-kira 0,35 detik setelah impuls pertama, paling
sedikit harus ada selang waktu 0,35 detik antara satu kontraksi ventrikel dengan
kontrkasi ventrikel berikutnya dan tambahan waktu yang bervariasi dari 0 – 0,6
detik sebelum satu impuls fibrilasi tiba di AV. Jadi, selang waktu antara kontraksi
ventrikel berikutnya bervariasi dari paling sedikit sekitar 0,35 detik sampai paling
banyak sekitar 0,95 detik, yang menimbulkan sebuah denyut jantung sangat tidak
teratur. Sesungghnya, ketidakteraturan ini, yang diperlihatkan oleh jarak denyut
jantung yang bervariasi adalah salah satu penemuan klinis yang digunakan untuk
mendiagnosa keadaan. Juga karena frekuensi yang cepat dari impuls fibrilasi dalam
atrium, ventrikel biasanya dikendalikan pada suatu frekuensi denyut yang cepat,

17
biasanya antara 125 dan 150 kali per menit.

Pada lansia , respon ventrikel lebih lambat, dan biasanya denyut jantung <
100 x/menit. Hal ini mungkin disebabkan perubahan fibrosis pada sistem konduksi
jantung dan otot atirum Oleh sebab itu AF sering terjadi pada lansia, karena terkait
dengan usia terjadi perubahan pada keadaan jantungnya.3

Atrial fibrilasi pada sadapan II

Atrial fibrilasi ( normo ventricular respon )


Atrial fibrilasi (rapid ventricular respon)

19
Manajemen strategi atrial fibrilasi
harus diutamakan pada kardioversi elektris untuk mengeva-luasi adanya thrombus intrakardiak. # manajemen invasive u

21
Kontrol rate dan ritme

Manajemen penatalaksanaan AF tidak hanya untuk menghentikan


aritmia tapi juga untuk mengendalikan ventricular rate atau untuk
memulihkan dan mempertahankan sinus ritme. Terapi dengan
obat yang membatasi rate seperti β-bocker, digoxin atau
verapamil dapat digunakan untuk menormalkan heart rate selama
aktivitas dan kegiatan sehari-hari. Pada beberapa pasien yang bergejala, ventricular
rate mungkin tidak dapat dikontrol. Strategi invasive termasuk implantasi
pacemaker permanen dan ablasi AV node mungkin dibutuhkan

Untuk pasien dengan onset AF yang baru ( < 3 bulan), dan mereka yang
bergejala, kontrol ritme mungkin merupakan pilihan terbaik. Strategi ini termasuk
kardioversi elektris, atau obat anti aritmia, tunggal atau dalam kombinasi, bersama
dengan terapi warfarin. Pada lansia toleransi terdahadap obat anti aritmia lebih
rendah seperti amiodarone dan sotalol. Obat-obat ini seharusnya digunakan dengan
perhatian, dan atas anjuran dokter. Flecainid seharusnya dihindari karena dapat
menginduksi aritmia ventrikel dan kematian mendadak pada penderita penyakit
jantung koroner. Flecainid seharusnya tidak digunakan pada penderita penyakit
jantung koroner sementara penyakit jantung koroner secara subklinis dierita oleh
lansia.

Jadi, flecainid seharusny dihindari pada lansia. Jika obat yang lain gagal dan
harus menggunakan flecainid, harus dilakukan tes stress untuk memantau iskemia
otot jantung, bersamaan dengan EKG untuk melihat fungsi ventrikel kiri

Kardioversi
Kardioversi adalah pengembalian irama sinus. Kardioversi dapat dilakukan
secara farmakologis maupun elektris. Kardioversi farmakologis kurang efektif
dibandingkan kardioversi elektris. Kardioversi farmaologis paling efektif dilakukan
dalam 7 hari setelah terjadinya FA. Kardioversi elektif diharapkan segera dilakukan
pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil akibat laju irama ventrikel yang
cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop. Kardioversi elektif dimulai dengan
200 joule. Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 joule. Pasien dipuasakan
dan dilakukan anastesi kerja pendek.

Pada pasien yang mengalami onset baru AF diberikan warfarin jika pasien
belum diberikan anti koagulan, kemudian direncanakan melakukan kardioversi
elektris 1 bulan mendatang. Jika sinus ritme masih tidak ada, atau ada namun
kembali menjadi AF, pasien ditawarkan untuk melakukan kardioversi ulangan. Pada
kasus ini, amiodaron akan mulai diberikan dan kardioversi akan dilakukan 6 bulan
mendatan. Amiodarone tetap dilanjutkan setelah itu. Pada kasus ini, durasi terapi
bervariasi tergantung apakah obat tersebut ditoleransi dan sinus ritme dapat
dipertahankan. Pada pasien yang lebih muda ( <60 tahun) dengan AF saja, strategi
kami biasanya melakukan kardioversi yang mungkin lebih baik beberapa tahun
kedepan pada AF permanen. Pada pasien yang lebih tua, yang hanya menderita AF,
saran untuk melakukan kardioversi jauh lebih tinggi karena adanya AF recuren
setelah prosedur ini dilakukan tinggi.

Antikoagulan

Pedoman yang baru merekomendasikan semua pasien AF harus diberikan


terapi obat tromboprofilaktif. Pasien dengan AF saja tanpa resiko stroke dan berusia
< 60 tahun mempunyai resiko pertahun yang rendah (< 1% pertahun) untuk
terjadinya trombo-embolism dan tidak membutuhkan antikoagulan. Banyak dari
pasien-pasien ini dengan AF saja diberikan dosis rendah aspirin 75 mg. pada pasien
yang lebih muda dengan AF saja juga ditawarkan kardioversi elektrik elektif. Pada
Obat
kelas
kasus
Aksi ini, warfarin diberikan ± 4 minggu sebelum dan 6 minggu sesudah prosedur
mekanisme
Indikasi
Komentar/peringatan pada lansia
kardioversi.
Rate control

Pada lansia harus hati-hati terhadap resiko tejadinya perdarahan. Bagi lansia
dengan resiko rendag perdarahan saluran cerna, warfarin aman diberikan. Target
INRBeta blockers
pada
Non-?1 kelompok
selective: ini adalah 2-3. Adanya gangguan kogntif dan disability bukan
atenolol
Anti-sympathetic
merupakan
Rapid atrialkontraindikasi
fibrillation
Menyebabkan letargi atau postural hipotensi

25–100 mg hari
nervous system

23

Dapat bermanfaat ketika angina dan atau hipertensi yang bersamaan

?1-selective: bisoprolol
2.5–10 mg hari

Calcium antagonist
Diltiazem 90–400 mg hari
Slow calcium channel
Rapid atrial fibrillation
Dapat bermanfaat ketika angina dan atau hipertensi yang bersamaan

antagonist (AV node

BAB III
blocker) KESIMPULAN

Stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal maupun
Verapamil 40–360 mg hari
menyeluruh (global) yang berlangsung dengan cepat, dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama
Melawan gagal jatung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian tanpa adanya

penyebab lain selain daripada gangguan vaskular.


Salah satu faktor risiko stroke adalah penyakit jantung, terutama penyakit
yang disebut atrial fibrilasi, yakni penyakit jantung dengan denyut jantung yang
Diltiazem dapat menyebbkan diare,
Verapamil dapat menyebabkan konstipasi
tidak teratur di bilik kiri atas. Pada orang-orang berusia di atas 80 tahun, atrial
fibrilasi merupakan penyebab utama kematian pada satu di antara empat kasus
stroke.
Atrial fibrilasi merupakan aritmia yang paling sering terjadi pada lansia dan
Digitalis glycoside
Digoxin 87.5–250 ?g
meningkatkan morbiditas serta angka resiko kematian. Hal ini dikarenakan pada
Slows AV node
Rapid atrial fibrillation
lansia telah terjadi perubahan struktur pada jantungnya.
Control terhadap rate lebih rendah, terutama saat istirahat dari pada ?=blocker. Dapat ditoleransi dengan baik
Hati-hati paa disfungsi ginjal.
Perubahan yang terjadi pada usia lanjut adalah terjadi proses menua, dimana
terjadi
hari kemunduran struktur anatomi maupun fungsional yaitu terjadi proses
conduction

degenerasi.

Rhythm control

Anti-arrhythmic
Amiodarone 100–200 mg
Durasi potensial aksi yang panjang
Kardioversi kimia AF
Efek sampingnya luas
agents
hari

Anda mungkin juga menyukai