Anda di halaman 1dari 9

Psikoedukasi Tentang Penanganan ODGJ dan Pemahaman Jaminan Kesehatan Nasional

(BPJS dan SKM) di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar

Baiky Elya Prayoga, Edwin Rosario Riyantono, Nabilatul Fiqroh,


Sigma Pujinastiti, Ummiyatus Salamah.

Abstrak
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan
dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau
perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan bagi
orang tersebut sehingga tidak dapat produktif secara sosial dan ekonomi. Dari total 153 korban
pasung pada tahun 2017, 29 diantaranya kini telah dibebaskan (News. Detik. Com, 2017). Sejak
tahun 2017 hingga 2019 terdapat 150 korban pasung yang sudah dibebaskan. Data pasung yang
didapatkan sejumlah 153 orang dan ada tiga orang korban pasung tersisa yang ditargetkan pada
tahun 2019. Metode yang digunakan adalah wawancara dan observasi non partisipan. Hasil yang
diperoleh dari wawancara yang dilakukan alasan keluarga melakukan pemasungan, seperti:
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, ketidakberdayaan keluarga terhadap pendanaan,
dorongan internal keluarga dan masyarakat sekitar, keputusasaan dari anggota keluarga, dan
ketidaktahuan mencari pertolongan (Health Literacy). Faktor kemiskinan yang hampir dialami
sebagaian besar penyandang ODGJ menyebabkan tidak adanya prioritas dalam pengalokasian
keuangan keluarga untuk memeriksakan kesehatan jiwa anggota keluarganya. Untuk
menanggulangi hal tersebut pemerintah telah membentuk suatu sistem jaminan kesehatan
masyarakat melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) seperti BPJS dan SKM. Intervensi yang
digunakan yaitu psikoedukasi kepada keluarga dengan anggota keluarga ODGJ mengenai
penanganan ODGJ dan pemahaman Jaminan Kesehatan Nasional.

Kata kunci: ODGJ, Psikoedukasi, dan JKN


PENDAHULUAN masyarakat lingkungan dan pemerintah baik
Gangguan jiwa menurut Undang-Undang berupa beban ekonomi, psikis maupun beban
Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan sosial. Dari sudut pandang keluarga dapat
Jiwa dapat diartikan sebagai orang dengan menimbulkan beban psikologis dan ekonomi.
gangguan jiwa yang selanjutnya disingkat Banyak ODGJ yang mengalami pemasungan.
ODGJ adalah orang yang mengalami Banyak penyebab pemasungan, diantaranya
gangguan dalam pikiran, perilaku, dan ketidaktahuan pihak keluarga, rasa malu
perasaan yang termanifestasi dalam bentuk pihak keluarga, penyakit yang tidak kunjung
sekumpulan gejala atau perubahan perilaku sembuh, tidak adanya biaya pengobatan, dan
yang bermakna, serta dapat menimbulkan tindakan keluaga untuk mengamankan
penderitaan dan hambatan bagi orang lingkungan merupakan penyebab keluarga
tersebut sehingga tidak dapat produktif (Depkes, 2005). Pemasungan terhadap
secara sosial dan ekonomi. Gangguan jiwa penderita gangguan jiwa merupakan suatu
dapat dibagi menjadi gangguan jiwa ringan tindakan yang dilakukan dengan cara
dan gangguan jiwa berat (Riskesdas, 2013 dikurung bahkan dirantai. Dari adanya
dalam Kementrian Kesehatan, R.I, 2013). pemasungan terhadap penderita gangguan
ODGJ atau Orang Dengan Gangguan Jiwa jiwa menyebabkan hilangnya kebebasan
adalah adanya gejala klinis yang bermakna, serta hilangnya kesempatan untuk
yang berupa sindrom atau pola perilaku dan mendapatkan perawatan. Pemasungan
psikologik yang dapat menimbulkan sendiri biasanya dilakukan karena orang
penderitaan (distress) yaitu ; tidak nyaman, dengan gangguan jiwa dianggap mengancam
rasa nyeri, tidak tentram, disfungsi organ dan dapat membahayakan orang-orang
tubuh, terganggu dan gejala tersebut dapat disekitar.
menimbulkan disabilitas (disability) dalam Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)
menjalani kehidupan sehari-hari yang biasa masih mengalami stigma (labeling
di lakukan untuk perawatan diri dan stereotype, pengucilan bahkan juga
kelangsungan hidup seperti (mandi, makan, diskriminasi) sehingga mempersulit proses
kebersihan, berpakaian) (PPDGJ-III & DSM- kesembuhan dan kesejahteraan hidupnya
5 dalam Islamiati,dkk 2018). karena adanya pemasungan. Berdasarkan
Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) hasil wawancara yang dilakukan dengan
dapat menimbulkan beban bagi keluarga, Kepala Puskesmas Karanganyar Trenggalek,
terhambatnya proses kesembuhan orang korban pasung pada tahun 2017, 29
dengan gangguan jiwa (ODGJ) salah satunya diantaranya kini telah dibebaskan (News.
disebabkan karena sedikitnya pengetahuan Detik. Com, 2017). Kasi Disabilitas Dinas
yang dimiliki oleh anggota keluarga. Sosial dan Pemberdayaan Perempuan dan
Beberapa keluarga yang ada di Trenggalek Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten
sendiri saat ini masih melakukan Trenggalek Sri Winarti mengatakan pada
pemasungan terhadap anggota keluarga tahun 2019 jajarannya menargetkan
dengan gangguan jiwa. Menurut wawancara pembebasan tiga korban pasung yang masih
yang dilakukan kepada keluarga dengan tersisa. Sejak tahun 2017 hingga 2019
gangguan jiwa, mereka cukup menyadari hal terdapat 150 korban pasung yang sudah
tersebut salah dan tidak dapat dibebaskan. Data pasung yang didapatkan
meneyembuhkan penderita ODGJ ,namun sejumlah 153 orang dan ada tiga orang
ada beberapa alasan keluarga melakukan korban pasung tersisa yang ditargetkan pada
pemasungan, seperti: ketidakmampuan tahun 2019. Dari adanya hal tersebut
keluarga mengenal masalah, Trenggalek akan bebas pasung 100 persen di
ketidakberdayaan keluarga terhadap tahun 2019.
pendanaan, dorongan internal keluarga dan Dalam upaya pemenuhan khusus
masyarakat sekitar, keputusasaan dari layanan aksibilitas biaya perawatan
anggota keluarga, dan ketidaktahuan mencari kesehatan selain persoalan persepsi bahwa
pertolongan (Health Literacy). penyandang ODGJ merupakan kutukan atau
Berdasarkan hasil wawancara kepada aib, biaya perawatan menyebabkan
Kepala Puskesmas sudah banyak program penyandang ODGJ tidak dapat
yang dijalankan untuk mengatasi memeriksakan kesehatan jiwa ke layanan
pemasungan diantaranya program bebas kesehatan yang tersedia seperti Psukesmas
pasung, P2PTN (Pencegahan dan atau Rumah Sakit Jiwa. Faktor kemiskinan
Pengandalian Penyakit Tidak Menular) yang hampir dialami sebagaian besar
seperti kesehatan jiwa dan kesehatan penyandang ODGJ menyebabkan tidak
masyarakat. Dinas Kesehatan Trenggalek adanya prioritas dalam pengalokasian
Agus Hari Widodo, mengatakan, saat ini keuangan keluarga untuk memeriksakan
jumlah ODGJ yang mengalami pemasungan kesehatan jiwa anggota keluarganya untuk
terus mengalami penurunan. Dari total 153 memeriksa kesehatan jiwa anggota
keluarganya. Untuk menanggulangi hal seperti BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan
tersebut pemerintah telah membentuk suatu Sosial) dan SKM (Surat Keterangan Miskin).
sistem jaminan kesehatan masyarakat
melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) METODE PENGUMPULAN DATA
bagi kesehatan perorangan. Melalui jaminan a. Wawancara
kesehatan tersebut, maka terdapat Wawancara merupakan metode
mekanisme gotong royong sehingga pengambilan data dengan cara menyakan
keterbatasan akses dan kemampuan sesuatu kepada seorang yang mejadi
membayar (bagi kelompok miskin) akan responden atau informan, dengan cara
dapat dibantu oleh kelompok masyarakat memberikn pertanyaan secara tatap muka.
yang lebih mampu, sehingga status kesehatan Dalam kegiatan ini, penulis menggunakan
diharapkan akan meningkat (WHO, 2017) teknik wawancara semi terstruktur yang
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat memiliki ciri-ciri berupa pertanyaan terbuka
berupa BPJS dan SKM. namun terdapat batasan tema dan alur
Berdasarkan uraian diatas, pembicaraan, kecepatan wawancara dapat
pengetahuan akan penanganan ODGJ masih diprediksi, fleksibel tapi terkontrol, terdapat
belum sepenuhnya dipahami oleh keluarga pedoman wawancara yang dijadikan patokan,
karena masih adanya pemasungan yang dan tujuan wawancara adalah untuk
dilakukan oleh pihak keluarga terhadap memahami suatu fenomena (Herdiansyah,
ODGJ. Selain itu, keluarga juga masih 2010).
memikirkan masalah biaya yang akan No Pertanyaan
dikeluarkan untuk mengobati ODGJ Kepala Puskesmas Karanganyar
sehingga menyebabkan penyandang ODGJ Bagaimana peraturan tentang
kurang mendapatkan pelayanan kesahatan 1
ODGJ di Kabupaten Trenggalek?
yang maksimal. Dari hal tersebut, maka 2 Sejak kapan peraturan itu berlaku?
kelompok melakukan psikoedukasi terhadap
Bagaimana minat masyarakat
pihak keluarga yang memiliki anggota
3 dengan ODGJ untuk berobat ke
keluarga dengan gangguan jiwa mengenai
puskesmas?
penanganan terhadap ODGJ dan juga
Adakah ODGJ yang dipasung
mengenai adanya jaminan kesehatan nasional 4
maupun terlantar?
Bagaimana alur pengobatan untuk HASIL
5
pasien ODGJ? Puskesmas Karanganyar merupakan
Keluarga dengan ODGJ puskesmas satu-satunya di Trenggalek yang
Pernahkah dilakukan memiliki pelayanan poli jiwa dan menjadi
6
pemasungan? puskesmas rujukan untuk ODGJ di wilayah
Bagaimana memperlakukan Trenggalek. Pelayanan poli jiwa yang
7
ODGJ? ditawarkan cukup lengkap, yaitu terdapat
Apakah pernah melakukan rawat inap, rawat jalan, UGD, dan home visit.
8
pengobatan ke puskesmas? Untuk pelayanan rawat inap Puskesmas
Bagaimana pendapat anda Karanganyar dapat menampung sekitar 10
9 mengenai biaya pengobatan di pasien, dengan pembagian 5 pasien laki-laki
puskesmas? dan 5 pasien perempuan. Namun terkadang

Apakah anda mengetahui jumlah pasien melebihi kapasitas yang sudah


10
kegunaan BPJS dan SKM? disediakan. Hal ini dibenarkan oleh Kepala
Puskesmas “ya tidak tentu, kadang bisa 13

b. Observasi orang, jadi kita nambah bed. Apalagi kalau

Observasi merupakan proses pihak dinsos mengadakan Razia itu bisa

penggalian data yang dilakukan langsung banyak”. Di Trenggalek sendiri pelayanan

oleh peneliti dengan cara melakukan poli jiwa hanya bisa dilakukan di Puskesmas

pengamatan mendetail terhadap manusia Karanganyar dan RSUD dr. Soedomo.

sebagai objek observasi dan lingkungannya Dimana kapasitas di RSUD hanya dapat

dalam kancah riset (Cresswel, dalam menampung maksimal 6 orang pasien.

Herdiansyah 2010). Dalam observasi ini, Menurut pencatatan dari Dinas Sosial

penulis menggunakan observasi non- Kabupaten Trenggalek terdapat 1.135 ODGJ

partisipan dimana peneliti mengumpulkan yang tersebar di wilayah Trenggalek. Dari

data yang dibutuhkannya tanpa menjadi keseluruhan ODGJ tersebut sebanyak 24%

bagian dari situasi yang terjadi. Peneliti hadir mengalami pemasungan. Sehingga terdapat

secara fisik namun peneliti hanya mengamati program 2019 bebas pasung yang

serta melakukan pencatatan secara sistematis dicanangkan oleh Dinas Kesehatan

terhadap informasi yang diperolehnya Trenggalek.

(Herdiansyah, 2010).
Berdasarkan wawancara yang karena dirasa murah. Hal ini mengingat
dilakukan oleh saudara R (inisial) Kepala masyarakat termasuk S, menganggap biaya
Puskesmas Karanganyar mengatakan bahwa yang ditentukan untuk pemeriksaan dan
di Kabupaten Trenggalek masih banyak penanganan ODGJ cukup tinggi sehingga S
ODGJ yang dipasung maupun terlantar. sendiri memilih cara yang dirasa
Untuk wilayah kerja di Puskesmas memungkinkan dan sesuai dengan
Karanganyar dinyatakan sudah bebas pasung perekonomian keluarganya.
ODGJ, hal ini dinyatakan oleh R sebagai Pembahasan
Kepala Puskesmas “kalau untuk di wilayah Analisis Kebutuhan
kerja Puskesmas Karanganyar yang meliputi
pengobotan
5 desa sudah tidak ada pemasungan, kami Keluarga mahal pemasungan
Psikoedukasi
dari tim jiwa sudah melaksanakan Penangana
ODGJ dan
penanganan bagi pasien yang di pasung”.
penelantaran Pemahaman
Kebanyakan pemasungan dilakukan oleh kurang pengabaian ODGJ Jaminan
memahami ODGJ Kesehatan
pihak keluarga pasien sendiri. Banyaknya
ODGJ dan
Nasional
kemunculan gejala ODGJ seperti halusinasi, JKN

kesulitan mengatur pikiran, agresif, serta


terkadang merusak lingkungan membuat Adanya pemasungan dan penelantaran ODGJ

para ODGJ harus dipasung oleh keluarga. di Trenggalek disebabkan karena keluarga

Diketahui pula, masyarakat sekitar yang kurang memahami apa itu ODGJ.

kurang mengetahui bagaimana penanganan Keluarga tidak mengetahui bagaimana

ODGJ yang tepat. Dalam wawancara yang penanganan ODGJ karena kurangnya

kami lakukan, salah satu anggota dari pengetahuan dan juga sosialisasi dari petugas

keluarga yang memiliki ODGJ, ia tidak kesehatan setempat. Selain itu adanya

mengetahui bagaimana ODGJ harus anggapan bahwa biaya pengobatan untuk

ditangani. Saudara berinisial S ini ODGJ tergolong mahal. Hal ini dikarenakan

menyatakan ia hanya mengetahui bahwa keluarga kurang mengetahui adanya

ODGJ lazimnya diikat atau dipasung untuk peraturan mengenai Jaminan Kesehatan

mencegahnya melakukan tindakan-tindakan Nasional yang telah dikeluarkan oleh

yang dirasa membahayakan. Saudara S juga pemerintah. Sehingga mereka enggan

mengatakan bahwa pasung masih dilakukan


membawa pasien ODGJ untuk berobat ke Alat Bantu
tempat fasilitas kesehatan. Alat bantu yang digunakan untuk menunjang
Rancangan Program Psikoedukasi kegiatan psikoedukasi yaitu berupa leaflet.
a) Penggalian Data Leaflet dipilih untuk mempermudah subjek
Kegiatan : Wawancara dan observasi memahami informasi-informasi yang
Alat : Catatan, bolpoin, dan alat diberikan karena leaflet bersifat baca cepat
perekam audio dengan kalimat yang singkat dan mudah
Keterangan : Wawancara dan observasi dipahami. Adapun isi leaflet adalah sebagai
keluarga dilakukan bersama dengan kader berikut:
posyandu jiwa Puskesmas Karanganyar. - Materi tentang ODGJ dan penanganan ODGJ
b) Tahap Pembuatan Rancangan Program - Materi alur penggunakan Jaminan Kesehatan
Tujuan Program Nasional yaitu BPJS dan SKM
Program psikoedukasi ini berupa kegiatan Rundown Program Psikoedukasi
door to door yang ditujukan kepada keluarga N Duras
Kegiatan Metode
yang memiliki anggota keluarga dengan o i
ODGJ dengan tujuan untuk memberikan Pembukaan
pemahaman mengenai Jaminan Kesehatan - Perkenalan
Cerama
Nasional (JKN) dan memberikan 1 - Tujuan 7’
h
pengetahuan bahwa ODGJ dapat diobati psikoedukas
sehingga dapat produktif. i
Sasaran Program Penyampaia
Sasaran program psikoedukasi ini yaitu para n Materi
keluarga yang memiliki anggota keluarga - Pemahaman
dengan ODGJ yang berada di wilayah kerja tentang
Puskesmas Karanganyar sebagai upaya untuk ODGJ dan Cerama
mengurangi pemasungan dan penelantaran 2 penanganan 20’ h
OGJ. Dengan harapan keluarga dapat ODGJ Diskusi
memahami alur pemanfaatan fasilitas - Pemahaman
kesehatan, sehingga diharapkan penderita alur JKN
ODGJ mendapatkan penanganan yang yaitu BPJS
sesuai. dan SKM
Penutup dan Pengandalian Penyakit Tidak Menular)
3 8’ Diskusi
- Feedback seperti kesehatan jiwa dan kesehatan
masyarakat. Saat ini jumlah ODGJ yang
Alur Program Psikoedukasi mengalami pemasungan terus mengalami
1. Pembukaan dan perkenalan penurunan. Dari total 153 korban pasung
Pada sesi ini dilakukan perkenalan antara pada tahun 2017, 29 diantaranya kini telah
kelompok penyaji dan subjek. Selanjutnya dibebaskan (News. Detik. Com, 2017). Sejak
pengenalan terhadap pokok bahasan yang tahun 2017 hingga 2019 terdapat 150 korban
akan dibahas dalam psikoedukasi. Kegiatan pasung yang sudah dibebaskan. Pemerintah
pembukaan ini meliputi pemberian leaflet telah membentuk suatu sistem jaminan
yang telah disiapkan. kesehatan masyarakat melalui Jaminan
2. Penyampaian materi Kesehatan Nasional (JKN) yang berupa BPJS
Dalam sesi ini penyaji menanyakan kepada dan SKM. Namun, masyarakat banyak yang
subjek tentang bagaimana pemahamannya belum mengetahui bagaimana cara
terkait ODGJ dan bagaimana penggunakan menggunakan fasilitas tersebut.
JKN untuk pasien ODGJ. Kemudian penyaji
memberikan pemahaman mengenai ODGJ SARAN
serta penanganannya. Selanjutnya 1. Puskesmas perlu melakukan promosi
memberikan penjelasan mengenai fasilitas kesehatan baik dari segi pelayanan dan
JKN dan bagaimana cara memanfaatkannya. fasilitas yang disediakan oleh puskesmas
3. Penutup kepada masyarakat disekitar.
Pada sesi ini, subjek diberikan kesempatan 2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan
untuk melakukan tanya jawab terkait materi dapat menyempurnakan penelitian ini
bahasan dari program psikoedukasi yang baik dari segi isi ataupun cara penulisan.
telah disajikan. 3. Masyarakat diharapkan untuk lebih
perduli terhadap lingkungan sekitar
KESIMPULAN utamanya kepada penyandang ODGJ.
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa
pemerintah sudah banyak melakukan
program untuk bebas pasung, diantaranya
program bebas pasung, P2PTN (Pencegahan
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan R.I. (2005). Rencana
Strategi Departemen Kesehatan.
Jakarta: Depkes RI
Herdiansyah, Haris. 2010. Metode Penelitian
Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.
Islamiati, R., Widianti, e. & Suhendar, I.
2018. Sikap Masyarakat Terhadap
Orang dengan Gangguan Jiwa di Desa
Kersamanah Kabupaten Garut. Jurnal
Keperawatan BSI., Vol. VI. No. 2
Kementrian Kesehatan, R. I. (2013). Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.
Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.
Muttaqin, A. 2017. Canangkan Bebas
Pasung, Ini yang dilakukan Pemkab
Trenggalek..https://news.detik.com/be
rita-jawa-timur/d-3787574/canangkan-
bebas-pasung-ini-yang-dilakukan-
pemkab-trenggalek. Diakses, 17
November 2019
Undang-undang No 18 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Jiwa.
WHO 2017, “The Republic of Indonesia
health system review”, Health systems
in transition, Vol. 7, No. 1.

Anda mungkin juga menyukai