Emha Ainun Najib - PuisiPerjuangan PDF
Emha Ainun Najib - PuisiPerjuangan PDF
http://sawali.co.cc/2009/05/17/puisi-perjuangan-emha-ainun-najib/
Dipublikasikan oleh Sawali Tuhusetya | Sunday, 17 May 2009 (22:55)
1
ANTARA TIGA KOTA
——————-
2
BEGITU ENGKAU BERSUJUD
1987
——————-
3
DARI BENTANGAN LANGIT
4
DITANYAKAN KEPADANYA
5
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia
1988
————————
6
IKRAR
Di dalam sinar-Mu
Segala soal dan wajah dunia
Tak menyebabkan apa-apa
Aku sendirilah yang menggerakkan laku
Atas nama-Mu
Kugenggam kamu
Kau genggam aku
Jangan sentuh apapun
Yang menyebabkan noda
Untuk tidak melepaskan, menggenggam lainnya
Berangkat ulang jengkal pertama
—————–
7
KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG
1987
————————
8
KITA MASUKI PASAR RIBA
Bernapas air
Makan minum air
Darah riba mengalir
Siapakah kita ?
Wajah tak menentu jenisnya
Tiap saat berganti nama
1987
——————
9
MEMECAH MENGUTUHKAN
1987
———————-
10
SEPENGGAL PUISI CAK NUN
————————-
11
SERIBU MASJID SATU JUMLAHNYA
Satu
Masjid itu dua macamnya
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati
Dua
Masjid selalu dua macamnya
Satu terbuat dari bata dan logam
Lainnya tak terperi
Karena sejati
Tiga
Masjid batu bata
Berdiri di mana-mana
Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya
Timbul tenggelam antara ada dan tiada
Empat
Sangat mahal biaya masjid badan
Padahal temboknya berlumut karena hujan
Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban
Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan
12
Oleh gempa ambruk dindingnya
Masjid ruh mengabadi
Pisau tak sanggup menikamnya
Senapan tak bisa membidiknya
Politik tak mampu memenjarakannya
Lima
Masjid ruh kita baw ke mana-mana
Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya
Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota
Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya
Enam
Masjid itu dua macamnya
Masjid badan berdiri kaku
Tak bisa digenggam
Tak mungkin kita bawa masuk kuburan
Tujuh
Masjid itu dua macamnya
Orang yang hanya punya masjid pertama
Segera mati sebelum membusuk dagingnya
Karena kiblatnya hanya batu berhala
13
Syariat dan hakikat
Menyatu dalam tarikat ke makrifat
Delapan
Bahkan seribu masjid, sjuta masjid
Niscaya hanya satu belaka jumlahnya
Sebab tujuh samudera gerakan sejarah
Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah
Sembilan
Seribu masjid dibangun
Seribu lainnya didirikan
Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun
Tagihan masa depan kita cicilkan
1987
———————————
14
TAHAJJUD CINTAKU
15
Biodata Emha Ainun Nadjib
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Emha Ainun Nadjib (lahir di Djombang, Jawa Timur, 27 Mei
1953; umur 58 tahun) adalah seorang tokoh intelektual yang
mengusung napas Islami di Indonesia. Ia merupakan anak
keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya
berakhir di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah
Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok
Modern Gontor Ponorogo karena melakukan ‘demo’ melawan
pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian
pindah ke Yogya dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya
yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film,
panggung, serta penyanyi.
Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International
Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair
Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat,
Jerman (1985).
Teater
16
Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi
modern),
Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990,
di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton
di alun-alun madiun),
Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan
Makassar),
Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang
digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku
diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng,
serta Duta Dari Masa Depan.
Puisi/Buku
Essai/Buku
17
Slilit Sang Kiai (1991),
Sudrun Gugat (1994),
Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
Bola- Bola Kultural (1996),
Budaya Tanding (1995),
Titik Nadir Demokrasi (1995),
Tuhanpun Berpuasa (1996),
Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997),
Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997),
Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998),
Kiai Kocar Kacir (1998),
Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (Penerbit Zaituna, 1998),
Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999),
Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
Menelusuri Titik Keimanan (2001),
Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
Segitiga Cinta (2001),
Kitab Ketentraman (2001),
Trilogi Kumpulan Puisi (2001),
Tahajjud Cinta (2003),
Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003),
Folklore Madura (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 164 hlm;
13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-02-0),
Puasa Itu Puasa (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 264 hlm;
13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-01-2),
Syair-Syair Asmaul Husna (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta; Penerbit Progress,
196 hlm; 12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-0-53)
Kafir Liberal (Cet. II, April 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 56 hlm; 12cm x
18cm, ISBN: 979-9010-12-8),
Kerajaan Indonesia (Cet. II, Agustus 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress, 400
hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-15-2),
Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006),
Istriku Seribu (Cet. I, Desember 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 64 hlm;
12cm x 18cm, ISBN: 979-9010-20-9),
Orang Maiyah (Cet. I, Januari 2007, Yogyakarta; Penerbit Progress,196 hlm;
12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-21-7),
Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Cet. I, Juli 2007, Yogyakarta: Penerbit Progress,248
hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-22-5),
Kagum Pada Orang Indonesia (Cet. I, Januari 2008, Yogyakarta; Penerbit
Progress, 56 hlm; 12cm x 18,5cm, ISBN: 978-979-17127-0-5),
Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib (Cet. I, Mei 2008,
Yogyakarta: Penerbit Progress, XIX + 227 hlm; HVS 65gr; 22,5cm x 20cm,
ISBN: 978-979-17127-1-2)
18
DEMOKRASI La Raiba Fih(cet ketiga, Mei 2010, Jakarta: Kompas)
Penghargaan
Bulan Maret 2011, Emha memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. [1]. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si penerima
memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan
daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat,
bangsa, dan negara. [2]
19