Anda di halaman 1dari 19

Puisi Perjuangan

Emha Ainun Najib

http://sawali.co.cc/2009/05/17/puisi-perjuangan-emha-ainun-najib/
Dipublikasikan oleh Sawali Tuhusetya | Sunday, 17 May 2009 (22:55)

1
ANTARA TIGA KOTA

Oleh : Emha Ainun Najib

di yogya aku lelap tertidur


angin di sisiku mendengkur
seluruh kota pun bagai dalam kubur
pohon-pohon semua mengantuk
di sini kamu harus belajar berlatih
tetap hidup sambil mengantuk

kemanakah harus kuhadapkan muka


agar seimbang antara tidur dan jaga ?

Jakrta menghardik nasibku


melecut menghantam pundakku
tiada ruang bagi diamku
matahari memelototiku
bising suaranya mencampakkanku
jatuh bergelut debu

kemanakah harus juhadapkan muka


agar seimbang antara tidur dan jaga

surabaya seperti ditengahnya


tak tidur seperti kerbau tua
tak juga membelalakkan mata
tetapi di sana ada kasihku
yang hilang kembangnya
jika aku mendekatinya

kemanakah haru kuhadapkan muka


agar seimbang antara tidur dan jaga ?

Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO,


1997

——————-

2
BEGITU ENGKAU BERSUJUD

Oleh : Emha Ainun Najib

Begitu engakau bersujud, terbangunlah ruang


yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid
Setiap kali engkau bersujud, setiap kali
pula telah engkau dirikan masjid
Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid
telah kau bengun selama hidupmu?
Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu
meninggi, menembus langit, memasuki
alam makrifat

Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika


bernama masjid, begitu engkau tempati untuk bersujud
Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada
ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan
Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan
ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk
cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara
adzan

Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid


Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang
Allah, engkaulah kiblat
Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang
didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai
Allah, engkaulah ayatullah

Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud,


karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi
dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud
menjadilah engkau masjid

1987

Pengirim Subhan Toba


Jumat 6 Januari 2000

——————-

3
DARI BENTANGAN LANGIT

Oleh : Emha Ainun Najib

Dari bentangan langit yang semu


Ia, kemarau itu, datang kepadamu
Tumbuh perlahan. Berhembus amat panjang
Menyapu lautan. Mengekal tanah berbongkahan
menyapu hutan !
Mengekal tanah berbongkahan !
datang kepadamu, Ia, kemarau itu
dari Tuhan, yang senantia diam
dari tangan-Nya. Dari Tangan yang dingin dan tak menyapa
yang senyap. Yang tak menoleh barang sekejap.

Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO,


1997

4
DITANYAKAN KEPADANYA

Oleh : Emha Ainun Najib

Ditanyakan kepadanya siapakah pencuri


Jawabnya: ialah pisang yang berbuah mangga
Tak demikian Allah menata
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapakah penumpuk harta


Jawabnya: ialah matahari yang tak bercahaya
Tak demikian sunnatullah berkata
Maka cerdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapakah pemalas


Jawabnya: bumi yang memperlambat waktu edarnya
Menjadi kacaulah sistem alam semesta
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya sapakah penindas


Jawabnya: ialah gunung berapi masuk kota
Dilanggarnya tradisi alam dan manusia
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapa pemanja kebebasan


Ialah burung terbang tinggi menuju matahari
Burung Allah tak sedia bunuh diri
Maka berdusta ia

Ditanyakn kepadanya siapa orang lalai


Ialah siang yang tak bergilir ke malam hari
Sedangkan Allah sedemikian rupa mengelola
Maka berdusta ia

Ditanyakan kepadanya siapa orang ingkar


Ialah air yang mengalir ke angkasa
Padahal telah ditetapkan hukum alam benda
Maka berdusta ia

Kemudian siapakah penguasa yang tak memimpin


Ialah benalu raksasa yang memenuhi ladang
Orang wajib menebangnya
Agar tak berdusta ia

Kemudian siapakah orang lemah perjuangan


Ialah api yang tak membakar keringnya dedaunan

5
Orang harus menggertak jiwanya
Agar tak berdusta ia
Kemudian siapakah pedagang penyihir
Ialah kijang kencana berlari di atas air
Orang harus meninggalkannya
Agar tak berdusta ia

Adapun siapakah budak kepentingan pribadi


Ialah babi yang meminum air kencingnya sendiri
Orang harus melemparkan batu ke tengkuknya
Agar tak berdusta ia

Dan akhirnya siapakah orang tak paham cinta


Ialah burung yang tertidur di kubangan kerbau
Nyanyikan puisi di telinganya
Agar tak berdusta ia

1988

————————

6
IKRAR

Oleh : Emha Ainun Najib

Di dalam sinar-Mu
Segala soal dan wajah dunia
Tak menyebabkan apa-apa
Aku sendirilah yang menggerakkan laku
Atas nama-Mu

Kuambil siakp, total dan tuntas


maka getaranku
Adalah getaran-Mu
lenyap segala dimensi
baik dan buruk, kuat dan lemah
Keutuhan yang ada
Terpelihara dalam pasrah dan setia

Menangis dalam tertawa


Bersedih dalam gembira
Atau sebaliknya
tak ada kekaguman, kebanggaan, segala belenggu
Mulus dalam nilai satu

Kesadaran yang lebih tinggi


Mengatasi pikiran dan emosi
menetaplah, berbahagialah
Demi para tetangga
tetapi di dalam kamu kosong
Ialah wujud yang tak terucapkan, tak tertuliskan

Kugenggam kamu
Kau genggam aku
Jangan sentuh apapun
Yang menyebabkan noda
Untuk tidak melepaskan, menggenggam lainnya
Berangkat ulang jengkal pertama

Antologi Puisi XIV Penyair Yogya, MALIOBORO,


1997

—————–

7
KETIKA ENGKAU BERSEMBAHYANG

Oleh : Emha Ainun Najib

Ketika engkau bersembahyang


Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar

Bacaan Al-Fatihah dan surah


Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya

Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi


Ruku’ lam badanmu memandangi asal-usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis

Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup


Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali

Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri


Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya

Sembahyang di atas sajadah cahaya


Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun

Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah


Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang
Dadamu mencakrawala, seluas ‘arasy sembilan puluh sembilan

1987
————————

8
KITA MASUKI PASAR RIBA

Oleh : Emha Ainun Najib

Kita pasar r iba


Medan perang keserakahan
Seperti ikan dalam air tenggelam

Tak bisa ambil jarak


Tak tahu langit
Ke kiri dosa ke kanan dusta

Bernapas air
Makan minum air
Darah riba mengalir

Kita masuki pasar riba


Menjual diri dan Tuhan
Untuk membeli hidup yang picisan

Telanjur jadi uang recehan


Dari putaran riba politik dan ekonomi
Sistem yang membunuh sebelum mati

Siapakah kita ?
Wajah tak menentu jenisnya
Tiap saat berganti nama

Tegantung kepentingannya apa


Tergantung rugi atu laba
Kita pilih kepada siapa tertawa

1987

——————

9
MEMECAH MENGUTUHKAN

Oleh : Emha Ainun Najib

Kerja dan fungsi memecah manusia


Sujud sembahyang mengutuhkannya
Ego dan nafsu menumpas kehidupan
Oleh cinta nyawa dikembalikan

Lengan tanganmu tanggal sebelah


Karena siang hari politik yang gerah
Deru mesin ekonomi membekukan tubuhmu
Cambuk impian membuat jiwamu jadi hantu

Suami dan istri tak saling mengabdi


Tak mengalahkan atau memenangi
Keduanya adalah sahabat bergandengan tangan
Bersama-sama mengarungi jejeak Tuhan

Kalau berpcu mempersaingkan hari esok


Jangan lupakan cinta di kandungan cakrawala
Kalau cemas karena diiming-imingi tetangga
Berkacalah pada sunyi di gua garba rahasia

1987

———————-

10
SEPENGGAL PUISI CAK NUN

Oleh : Emha Ainun Najib

sayang sayang kita tak tau kemana pergi


tak sanggup kita dengarkan suara yang sejati
langkah kita mengabdi pada kepentingan nafsu sendiri
yang bisa kita pandang hanya kepentingan sendiri

loyang disangka emas emasnya di buang buang


kita makin buta yang mana utara yang mana selatan
yang kecil dibesarkan yang besar di remehkan
yang penting disepelekan yang sepele diutamakan

Allah Allah betapa busuk hidup kami


dan masih akan membusuk lagi
betapa gelap hari di depan kami
mohon ayomilah kami yang kecil ini

————————-

11
SERIBU MASJID SATU JUMLAHNYA

Oleh : Emha Ainun Najib

Satu
Masjid itu dua macamnya
Satu ruh, lainnya badan
Satu di atas tanah berdiri
Lainnya bersemayam di hati

Tak boleh hilang salah satunyaa


Kalau ruh ditindas, masjid hanya batu
Kalau badan tak didirikan, masjid hanya hantu
Masing-masing kepada Tuhan tak bisa bertamu

Dua
Masjid selalu dua macamnya
Satu terbuat dari bata dan logam
Lainnya tak terperi
Karena sejati

Tiga
Masjid batu bata
Berdiri di mana-mana
Masjid sejati tak menentu tempat tinggalnya
Timbul tenggelam antara ada dan tiada

Mungkin di hati kita


Di dalam jiwa, di pusat sukma
Membisikkannama Allah ta’ala
Kita diajari mengenali-Nya

Di dalam masjid batu bata


Kita melangkah, kemudian bersujud
Perlahan-lahan memasuki masjid sunyi jiwa
Beriktikaf, di jagat tanpa bentuk tanpa warna

Empat
Sangat mahal biaya masjid badan
Padahal temboknya berlumut karena hujan
Adapun masjid ruh kita beli dengan ketakjuban
Tak bisa lapuk karena asma-Nya kita zikirkan

Masjid badan gmpang binasa


Matahari mengelupas warnanya
Ketika datang badai, beterbangan gentingnya

12
Oleh gempa ambruk dindingnya
Masjid ruh mengabadi
Pisau tak sanggup menikamnya
Senapan tak bisa membidiknya
Politik tak mampu memenjarakannya

Lima
Masjid ruh kita baw ke mana-mana
Ke sekolah, kantor, pasar dan tamasya
Kita bawa naik sepeda, berjejal di bis kota
Tanpa seorang pun sanggup mencopetnya

Sebab tangan pencuri amatlah pendeknya


Sedang masjid ruh di dada adalah cakrawala
Cengkeraman tangan para penguasa betapa kerdilnya
Sebab majid ruh adalah semesta raya

Jika kita berumah di masjid ruh


Tak kuasa para musuh melihat kita
Jika kita terjun memasuki genggaman-Nya
Mereka menembak hanya bayangan kita

Enam
Masjid itu dua macamnya
Masjid badan berdiri kaku
Tak bisa digenggam
Tak mungkin kita bawa masuk kuburan

Adapun justru masjid ruh yang mengangkat kita


Melampaui ujung waktu nun di sana
Terbang melintasi seribu alam seribu semesta
Hinggap di keharibaan cinta-Nya

Tujuh
Masjid itu dua macamnya
Orang yang hanya punya masjid pertama
Segera mati sebelum membusuk dagingnya
Karena kiblatnya hanya batu berhala

Tetapi mereka yang sombong dengan masjid kedua


Berkeliaran sebagai ruh gentayangan
Tidak memiliki tanah pijakan
Sehingga kakinya gagal berjalan

Maka hanya bagi orang yang waspada


Dua masjid menjadi satu jumlahnya

13
Syariat dan hakikat
Menyatu dalam tarikat ke makrifat

Delapan
Bahkan seribu masjid, sjuta masjid
Niscaya hanya satu belaka jumlahnya
Sebab tujuh samudera gerakan sejarah
Bergetar dalam satu ukhuwah islamiyah

Sesekali kita pertengkarkan soal bid’ah


Atau jumlah rakaat sebuah shalat sunnah
Itu sekedar pertengkaran suami istri
Untuk memperoleh kemesraan kembali

Para pemimpin saling bercuriga


Kelompok satu mengafirkan lainnya
Itu namanya belajar mendewasakan khilafah
Sambil menggali penemuan model imamah

Sembilan
Seribu masjid dibangun
Seribu lainnya didirikan
Pesan Allah dijunjung di ubun-ubun
Tagihan masa depan kita cicilkan

Seribu orang mendirikan satu masjid badan


Ketika peradaban menyerah kepada kebuntuan
Hadir engkau semua menyodorkan kawruh

Seribu masjid tumbuh dalam sejarah


Bergetar menyatu sejumlah Allah
Digenggamnya dunia tidak dengan kekuasaan
Melainkan dengan hikmah kepemimpinan

Allah itu mustahil kalah


Sebab kehidupan senantiasa lapar nubuwwah
Kepada berjuta Abu Jahl yang menghadang langkah
Muadzin kita selalu mengumandangkan Hayya ‘Alal Falah!

1987

———————————

14
TAHAJJUD CINTAKU

Oleh : Emha Ainun Najib

Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan


Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan

Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya


Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya takditerima

Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita


Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara

Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka


Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya

Ke mana pun memandang yang tampak ialah kebenaran


Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang

Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan


Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan

Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta


Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya
1988

15
Biodata Emha Ainun Nadjib
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Emha Ainun Nadjib (lahir di Djombang, Jawa Timur, 27 Mei
1953; umur 58 tahun) adalah seorang tokoh intelektual yang
mengusung napas Islami di Indonesia. Ia merupakan anak
keempat dari 15 bersaudara. Pendidikan formalnya hanya
berakhir di Semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah
Mada (UGM). Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok
Modern Gontor Ponorogo karena melakukan ‘demo’ melawan
pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian
pindah ke Yogya dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya
yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film,
panggung, serta penyanyi.

Lima tahun hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta


antara 1970-1975 ketika belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu
Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan
Emha.

Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International
Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair
Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat,
Jerman (1985).

Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-


aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan
politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensialitas rakyat. Di samping aktivitas
rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang mBulan, ia juga berkeliling ke
berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10-15 kali per bulan bersama Musik Kiai Kanjeng,
dan rata-rata 40-50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung. Selain itu
ia juga menyelenggarakan acara Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di
Taman Ismail Marzuki. Kenduri Cinta adalah forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan
yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas
genre.

Dalam pertemuan-pertemuan sosial itu ia melakukan berbagai dekonstruksi pemahaman


atas nilai-nilai, pola-pola komunikasi, metoda perhubungan kultural, pendidikan cara
berpikir, serta pengupayaan solusi-solusi masalah masyarakat.

Teater

Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halimd HD, jaringan kesenian


melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan menghasilkan repertoar serta
pementasan drama. Beberapa karyanya:

16
 Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
 Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
 Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi
modern),
 Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
 Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990,
di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton
di alun-alun madiun),
 Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan
Makassar),
 Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
 Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang
digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku
diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng,
serta Duta Dari Masa Depan.

Puisi/Buku

Menerbitkan 16 buku puisi:

 “M” Frustasi (1976),


 Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
 Sajak-Sajak Cinta (1978),
 Nyanyian Gelandangan (1982),
 102 Untuk Tuhanku (1983),
 Suluk Pesisiran (1989),
 Lautan Jilbab (1989),
 Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),
 Cahaya Maha Cahaya (1991),
 Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
 Abacadabra (1994),
 Syair Asmaul Husna (1994)

Essai/Buku

Buku-buku esainya tak kurang dari 30 antara lain:

 Dari Pojok Sejarah (1985),


 Sastra Yang Membebaskan (1985)
 Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
 Markesot Bertutur (1993),
 Markesot Bertutur Lagi (1994),
 Opini Plesetan (1996),
 Gerakan Punakawan (1994),
 Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
 Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),

17
 Slilit Sang Kiai (1991),
 Sudrun Gugat (1994),
 Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
 Bola- Bola Kultural (1996),
 Budaya Tanding (1995),
 Titik Nadir Demokrasi (1995),
 Tuhanpun Berpuasa (1996),
 Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997),
 Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997),
 Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
 Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998),
 Kiai Kocar Kacir (1998),
 Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (Penerbit Zaituna, 1998),
 Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999),
 Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
 Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
 Menelusuri Titik Keimanan (2001),
 Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
 Segitiga Cinta (2001),
 Kitab Ketentraman (2001),
 Trilogi Kumpulan Puisi (2001),
 Tahajjud Cinta (2003),
 Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003),
 Folklore Madura (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 164 hlm;
13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-02-0),
 Puasa Itu Puasa (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress, 264 hlm;
13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-01-2),
 Syair-Syair Asmaul Husna (Cet. I, Agustus 2005, Yogyakarta; Penerbit Progress,
196 hlm; 12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-0-53)
 Kafir Liberal (Cet. II, April 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 56 hlm; 12cm x
18cm, ISBN: 979-9010-12-8),
 Kerajaan Indonesia (Cet. II, Agustus 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress, 400
hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-15-2),
 Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006),
 Istriku Seribu (Cet. I, Desember 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress, 64 hlm;
12cm x 18cm, ISBN: 979-9010-20-9),
 Orang Maiyah (Cet. I, Januari 2007, Yogyakarta; Penerbit Progress,196 hlm;
12cm x 20cm, ISBN: 979-9010-21-7),
 Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Cet. I, Juli 2007, Yogyakarta: Penerbit Progress,248
hlm; 13cm x 20cm, ISBN: 979-9010-22-5),
 Kagum Pada Orang Indonesia (Cet. I, Januari 2008, Yogyakarta; Penerbit
Progress, 56 hlm; 12cm x 18,5cm, ISBN: 978-979-17127-0-5),
 Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib (Cet. I, Mei 2008,
Yogyakarta: Penerbit Progress, XIX + 227 hlm; HVS 65gr; 22,5cm x 20cm,
ISBN: 978-979-17127-1-2)

18
 DEMOKRASI La Raiba Fih(cet ketiga, Mei 2010, Jakarta: Kompas)

Penghargaan
Bulan Maret 2011, Emha memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. [1]. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si penerima
memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan
daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat,
bangsa, dan negara. [2]

19

Anda mungkin juga menyukai