Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peningkatan pengetahuan dan teknologi yang sedemikian cepat dalam segala bidang
serta meningkatnya pengetahuan masyarakat berpengaruh pula terhadap meningkatnya
tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan. Hal
ini merupakan tantangan bagi profesi keperawatan dalam mengembangkan profesionalisme
selama memberi pelayanan yang berkualitas. Kualitas pelayanan yang tinggi memerlukan
landasan komitmen yang kuat dengan basis pada etik dan moral yang tinggi.
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin dalam setiap
langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang diambil dalam merespon
situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman yang mendalam tentang etika dan moral
serta penerapannya menjadi bagian yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan
asuhan keperawatan dimana nilai-nilai pasien selalu menjadi pertimbangan dan dihormati.

B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah :
a) Apa pengertian moral?
b) Apa perbedaan moral dan etika?
c) Apa Saja Konsep Moral Dalam Keperawatan ?

C. Tujuan
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat:
a) Mengetahui dan memahami Konsep Moral Dalam Keperawatan
b) Mengetahui dan memahami Pelaksanaan Etik Dan Moral Dalam Pelayanan
Keperawatan
c) Mengetahui dan memahami Perilaku Etis Profesional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian moral
Moral berasal dari bahasa Latin "mos" (jamak: mores) yang berarti kebiasaan, adat. Kata
"mos" (mores) dalam bahasa Latin sama artinya dengan etos dalam bahasa Yunani. Di
dalam bahasa Indonesia, kata moral diterjemahkan dengan arti susila. Adapun pengertian
moral yang paling umum adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide yang
diterima umum, yaitu berkaitan dengan makna yang baik dan wajar.
Berikut ini beberapa Pengertian Moral Menurut para Ahli:
a) Pengertian Moral Menurut Chaplin (2006): Moral mengacu pada akhlak yang
sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang
mengatur tingkah laku.
b) Pengertian Moral Menurut Hurlock (1990): moral adalah tata cara, kebiasaan, dan
adat peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
c) Pengertian Moral Menurut Wantah (2005): Moral adalah sesuatu yang berkaitan
atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar salah dan baik
buruknya tingkah laku.
Dari tiga pengertian moral di atas, dapat disimpulkan bahwa Moral adalah suatu keyakinan
tentang benar salah, baik dan buruk, yang sesuai dengan kesepakatan sosial, yang
mendasari tindakan atau pemikiran. Jadi, moral sangat berhubungan dengan benar salah,
baik buruk, keyakinan, diri sendiri, dan lingkungan sosial.

B. Perbedaan moral dan etika


Kata moral sering disinonimkan dengan etika, yang berasal dari kata ethos dalam bahasa
Yunani Kuno, yang berarti kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, atau cara
berfikir. Tapi sebenarnya moral dan etika itu berbeda
Di bawah ini ada beberapa definisi yang ditemukakan mengenai moral dan etika.
Pengertian dari moral dan etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1989 sebagai berikut.

Moral mempunyai pengertian, yaitu :

a) (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti; susila
b) Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah,
berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam
perbuatan
c) Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita
sedangkan etika yaitu :

a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (akhlak)

b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak

c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

Pada pengertian kesatu dan kedua yang dituliskan KBBI dapat ditarik kesimpulan
yaitu, moral berarti hal-hal mengenai tingkah laku seseorang maupun kelompok yang dapat
dibedakan baik buruknya sesuai dengan lingkungan yang membentuk suatu individu atau
kelompok tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh PN. Masnizah
Mohd (2005) bahwa moral berhubungan dengan perbuatan baik dan buruk berdasarkan
pada keadaan lingkungan, adat dan budaya, sistem sosial, kelas sosial dan kepercayaan
yang dianut. Setiap golongan masyarakat akan membentuk nilai moral yang berbeda-beda.

Berbeda dengan pengertian etika yang dituliskan KBBI, kesimpulan dari pengertian etika
adalah ilmu yang mengkaji tentang moral dengan menentukan apakah suatu moral itu baik
atau buruk berdasarkan nilai yang dianut oleh suatu golongan masyarakat. Menurut PN.
Masnizah Mohd (2005), nilai tersebut muncul berdasarkan kajian tentang definisi moral
yang baik dan buruk berdasarkan peraturan sosial yang berlaku di masyarakat yang dapat
membatasi tingkah laku individu tersebut secara logis dengan menggunakan akal dan
pikiran yang sehat.

Menurut Prof. Dr. K. Suhendra, SH, M.Si (2009) dalam presentasi mengenai Etika
Birokrasi menyatakan bahwa etika adalah filsafat moral yang justru mengkaji moral yang
lebih konkrit bagaimana manusia harus berbuat baik dalam kehidupan. Etika membutuhkan
sesuatu yang logis sesuai dengan pemikiran secara kritis dan rasional bahwa kehidupan
yang baik yaitu sesuai dengan norma bukan hanya sekedar mengikuti kepercayaan kepada
leluhur, orang tua, guru, bahkan Tuhan Yang Maha Esa, melainkan karena sesorang
menyadari dan mengetahui apa yang dilakukan baik bagi dirinya maupun orang lain.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa moral adalah bahan kajian yang dipelajari didalam etika.
Etika akan menentukan beberapa prinsip atau asas apakah apakah suatu tingkah laku baik
atau buruk, apakah tingkah laku tersebut dapat dipertanggungjawabkan atau tidak yang
berkaitan dengan kemanusiaan. Etika dapat berupa peraturan dan ketetapan secara lisan
maupun tertulis mengenai bagaimana menusia bertindak agar menjadi manusia yang baik,
sehingga tercipta perdamaian di dunia.

d. Konsep moral dalam keperawatan

Etika keperawatan mempunyai berbagai dasar penting seperti advokasi, akuntabilitas,


loyalitas, kepedulian, rasa haru, dan menghormati martabat manusia. Di antara pernyataan
ini yang lazaim termaktub dalam standar praktik keperawatan dan telah menjadi bahan
kajian dalam waktu lama adalah advokasi, akuntabilitas, dan loyalitas (Fry, 1991; lih.
Creasia, 1991).
a. ADVOKASI
Pada dasarnya peran perawat sebagai advokat pasien adalah memberi
informasi dan memberi bantuan kepada pasien atas keputusan apa pun yang dibuat
pasien. Memberi informasi berarti menyediakan penjelasan atau informasi sesuai
dengan kebutuhan pasien. Memberi bantuan mengandung dua peran, yaitu peran
aksi dan peran nonaksi. Dalam menjalankan peran aksi, perawat memberikan
keyakinan kepada pasien bahwa mereka mempunyai hak dan tanggung jawab dalam
menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang
lain. Sedangkan peran nonaksi mengandung arti pihak advokat seharusnya menahan
diri untuk tidak mempengaruhi keputusan pasien (kohnke, 1989; lih. Megan, 1991).
 Pengertian Advokasi
1. Perawat sebagai advokat yaitu sebagai penghubung antara klien-tim kesehatan lain
dalam rangka pemenuhan kebutuhan klien. Membela kepentingan klien dan membantu
klien,memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan tim kesehatan
dengan pendeketan tradisional maupun profesional. (Dewi, 2008)
Dewasa ini, banyak definisi umum advokat yang menekankan pentingnya hak-hak pasien
dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini, perawat advokat menolong pasien sebagai
makhluk yang memiliki otonomi untuk mengambil keputusan sendiri, yang sesuai dengan
keinginan pasien dan bukan karena pengaruh dari perawat atau tenaga kesehatan lainnya.
Pendidikan dan dukungan kepada pasien diberikan sesuai kebutuhan dan pilihannya.
Perawat diharapkan mampu mengidentifikasi dan mengerti keinginan pasien dan
memastikan bahwa keinginan tersebut merupakan keputusan yang terbaik dari pasien.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa peran advokat pasien adalah dasar dari semua peran perawat
untuk memberikan asuhan keperawatan dan dukungan terhadap pasien, dengan melindungi
hak pasien dan bertindak atas nama pasien. (Dewi, 2008)
 Peran Perawat Sebagai Advokat Pasien
Sebagai pelindung, perawat membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien
dan mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan serta melindungi klien dari
kemungkinan efek yang tidak diinginkan dari suatu tindakan diagnostic atau pengobatan.
Contoh dari peran perawat sebagai pelindung adalah memastikan bahwa klien tidak
memiliki alergi terhadap obat dan memberikan imunisasi melawat penyakit di komunitas.
Sedangkan peran perawat sebagai advokat, perawat melindungi hak klien sebagai manusia
dan secara hukum, serta membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.
Contohnya, perawat memberikan informasi tambahan bagi klien yang sedang berusaha
untuk memutuskan tindakan yang terbaik baginya. Selain itu, perawat juga melindungi hak-
hak klien melalui cara-cara yang umum dengan menolak aturan atau tindakan yang
mungkin membahayakan kesehatan klien atau menentang hak-hak klien. Peran ini juga
dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam menginterpetasikan berbagai
informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam pengambilan
persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat berperan
mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-
baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan
nasibnya sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian. (WHO, 2005)
Sebagai pembela pasien, perawat juga perlu berupaya melindungi hak pasien dari
pelanggaran. Hak untuk mendapat persetujuan (informed consent) merupakan isu yang
harus dihadapi pasien. hak pasien lain yang melibatkan peran perawat sebagai pembela
adalah hak privasi dan hak menolak terapi.
Sebagai bagian dan salah satu peran dari perawat, advokasi menjadi dasar utama dalam
pelayanan keperawatan kepada pasien, peran advokat keperawatan adalah (Armstrong,
2007)
a) Melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum.
b) Membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan.
c) Memberi bantuan mengandung dua peran,yaitu peran aksi dan peran non aksi.
d) Bekerja dengan profesi kesehatan yang lainnya dan menjadi penengah antar
profesi kesehatan
e) Melihat klien sebagai manusia, mendorong mereka untuk mengidentifikasi
kekuatannya untuk meningkatkan kesehatan dan kemampuan klien berhubungan
dengan orang lain

 Tanggung jawab perawat sebagai advokat


Nelson (1988) dalam Creasia & Parker (2001) menjelaskan bahwa tanggung jawab perawat
dalam menjalankan peran advokat pasien adalah :
1) Sebagai pendukung pasien dalam proses pembuatan keputusan, dengan cara :
memastikan informasi yang diberikan pada pasien dipahami dan berguna bagi
pasien dalam pengambilan keputusan, memberikan berbagai alternatif pilihan
disertai penjelasan keuntungan dan kerugian dari setiap keputusan, dan
menerima semua keputusan pasien.
2) Sebagai mediator (penghubung) antara pasien dan orang-orang disekeliling
pasien, dengan cara : mengatur pelayanan keperawatan yang dibutuhkan
pasien dengan tenaga kesehatan lain, mengklarifikasi komunikasi antara
pasien, keluarga, dan tenaga kesehatan lain agar setiap individu memiliki
pemahaman yang sama, dan menjelaskan kepada pasien peran tenaga
kesehatan yang merawatnya.
3) Sebagai orang yang bertindak atas nama pasien dengan cara : memberikan
lingkungan yang sesuai dengan kondisi pasien, melindungi pasien dari
tindakan yang dapat merugikan pasien, dan memenuhi semua kebutuhan
pasien selama dalam perawatan.

 Nilai-nilai Dasar yang Harus Dimiliki oleh Perawat Advokat


Menurut Kozier & Erb (2004) untuk menjalankan perannya sebagai advokasi pasien,
perawat harus memiliki nilai-nilai dasar, yaitu :
1. Pasien adalah makhluk holistik dan otonom yang mempunyai hak untuk menentukan
pilihan dan mengambil keputusan.
2. Pasien berhak untuk mempunyai hubungan perawat-pasien yang didasarkan atas dasar
saling menghargai, percaya, bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan masalah kesehatan dan kebutuhan perawatan kesehatan, dan
saling bebas dalam berpikir dan berperasaan.
3. Perawat bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pasien telah mengetahui cara
memelihara kesehatannya.
Selain harus memiliki nilai-nilai dasar di atas, perawat harus memiliki sikap yang baik agar
perannya sebagai advokat pasien lebih efektif. Beberapa sikap yang harus dimiliki perawat,
adalah:
i. Bersikap asertif
Bersikap asertif berarti mampu memandang masalah pasien dari sudut
pandang yang positif. Asertif meliputi komunikasi yang jelas dan langsung
berhadapan dengan pasien.
ii. Mengakui bahwa hak-hak dan kepentingan pasien dan keluarga lebih utama
walaupun ada konflik dengan tenaga kesehatan yang lain.
iii. Sadar bahwa konflik dapat terjadi sehingga membutuhkan konsultasi,
konfrontasi atau negosiasi antara perawat dan bagian administrasi atau antara
perawat dan dokter.
iv. Dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain
Perawat tidak dapat bekerja sendiri dalam memberikan perawatan yang
berkualitas bagi pasien. Perawat harus mampu berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain yang ikut serta dalam perawatan pasien.
v. Tahu bahwa peran advokat membutuhkan tindakan yang politis, seperti
melaporkan kebutuhan perawatan kesehatan pasien kepada pemerintah atau
pejabat terkait yang memiliki wewenang/otoritas.

 Tujuan dan Hasil yang Diharapkan dari Peran Advokat Pasien


Tujuan dari peran advokat berhubungan dengan pemberdayaan kemampuan pasien
dan keluarga dalam mengambil keputusan. Saat berperan sebagai advokat bagi pasien,
perawat perlu meninjau kembali tujuan peran tersebut untuk menentukan hasil yang
diharapkan bagi pasien.
Menurut Ellis & Hartley (2000), tujuan peran advokat adalah :
1. Menjamin bahwa pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lain adalah partner dalam
perawatan pasien. Pasien bukanlah objek tetapi partner perawat dalam
meningkatkan derajat kesehatannya. Sebagai partner, pasien diharapkan akan
bekerja sama dengan perawat dalam perawatannya.
2. Melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan.
Pasien adalah makhluk yang memiliki otonomi dan berhak untuk menentukan
pilihan dalam pengobatannya. Namun, perawat berkewajiban untuk menjelaskan
semua kerugian dan keuntungan dari pilihan-pilihan pasien.
3. Memiliki saran untuk alternatif pilihan.
Saat pasien tidak memiliki pilihan, perawat perlu untuk memberikan alternatif
pilihan pada pasien dan tetap memberi kesempatan pada pasien untuk memilih
sesuai keinginannya.
4. Menerima keputusan pasien walaupun keputusan tersebut bertentangan dengan
pengobatannya. Perawat berkewajiban menghargai semua nilai-nilai dan
kepercayaan pasien.
5. Membantu pasien melakukan yang mereka ingin lakukan.
Saat berada di rumah sakit, pasien memiliki banyak keterbatasan dalam melakukan
berbagai hal. Perawat berperan sebagai advokat untuk membantu dan memenuhi
kebutuhan pasien selama dirawat di rumah sakit.
6. Melindungi nilai-nilai dan kepentingan pasien.
Setiap individu memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang berbeda-beda. Sebagai
advokat bagi pasien, perawat diharapkan melindungi nilai-nilai yang dianut pasien
dengan cara memberikan perawatan dan pengobatan yang tidak bertentangan
dengan nilai-nilai tersebut.
7. Membantu pasien beradaptasi dengan sistem pelayanan kesehatan.
Saat pasien memasuki lingkungan rumah sakit, pasien akan merasa asing dengan
lingkungan sekitarnya. Perawat bertanggung jawab untuk mengorientasikan pasien
dengan lingkungan rumah sakit dan menjelaskan semua peraturan-peraturan dan
hak-haknya selama di rumah sakit, sehingga pasien dapat beradaptasi dengan baik.
8. Memberikan perawatan yang berkualitas kepada pasien.
Dalam memberikan asuhan keperawatan harus sesuai dengan protap sehingga
pelayanan lebih maksimal hasilnya.
9. Mendukung pasien dalam perawatan.
Sebagai advokat bagi pasien, perawat menjadi pendamping pasien selama dalam
perawatan dan mengidentifikasi setiap kebutuhan-kebutuhan serta mendukung
setiap keputusan pasien.
10. Meningkatkan rasa nyaman pada pasien dengan sakit terminal.
Perawat akan membantu pasien melewati rasa tidak nyaman dengan
mendampinginya dan bila perlu bertindak atas nama pasien menganjurkan dokter
untuk memberikan obat penghilang nyeri.
11. Menghargai pasien.
Saat perawat berperan sebagai advokat bagi pasien, perawat akan lebih mengerti
dan menghargai pasien dan hak-haknya sebagai pasien.
12. Mencegah pelanggaran terhadap hak-hak pasien.
Perawat sebagai advokat bagi pasien berperan melindungi hak-hak pasien sehingga
pasien terhindar dari tindakan-tindakan yang merugikan dan membahayakan
pasien.
13. Memberi kekuatan pada pasien.
Perawat yang berperan sebagai advokat merupakan sumber kekuatan bagi pasien
yang mendukung dan membantunya dalam mengekspresikan ketakutan,
kecemasan dan harapan-harapannya.
Hasil yang diharapkan dari pasien saat melakukan peran advokat (Ellis & Hartley, 2000),
adalah pasien akan :
1. Mengerti hak-haknya sebagai pasien.
2. Mendapatkan informasi tentang diagnosa, pengobatan, prognosis, dan
pilihan-pilihannya.
3. Bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya.
4. Memiliki otonomi, kekuatan, dan kemampuan memutuskan sendiri.
5. Perasaan cemas, frustrasi, dan marah akan berkurang.
6. Mendapatkan pengobatan yang optimal.
7. Memiliki kesempatan yang sama dengan pasien lain.
8. Mendapatkan perawatan yang berkesinambungan.
9. Mendapatkan perawatan yang efektif dan efisien

b. LOYALITAS
Merupakan suatu konsep yang berbagai segi, meliputi simpati, peduli, dan hubungan
timbal balik terhadap pihak yang secara professional berhubungan dengan perawat. Ini
berarti ada pertimbangan tentang nilai dan tujuan orang lain sebagai nilai dan tujuan
sendiri. Hubungan professional dipertahankan dengan cara menyusun tujuan bersama,
menepati janji, menentukan masalah dan prioritas, serta mengupayakan pencapaian
kepuasan bersama (Jameton, 1984; Fry, lih.Creasia, 1991). Loyalitas merupakan
elemen pembentuk kombinasi manusia yang mempertahankan dan memperkuat
anggota masyarakat keperawatan dalam mencapai tujuan. Loyalitas dapat mengancam
asuhan keperawatan bila terjadi konflik antara anggota profesi atau teman sejawat,
loyalitas lebih penting daripada kualitas asuhan keperawatan.

c. AKUNTABILITAS
Mengandung arti dapat mempertanggungjawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan
dapat menerima konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozier, 1991).

Fry (1990) menyatakan bahwa akuntabilitas mengandung dua komponen utama,


yakni tanggung jawab dan tanggung gugat. Ini berarti bahwa tindakan yang dilakukan
perawat dilihat dari praktik keperawatan, kode etik dan undang-undang dapat dibenarkan
atau absah.
Untuk mencapai kualitas asuhan keperawatan yang tinggi dan hubungan dengan berbagai
pihak yang harmonis, maka aspek loyalitas harus dipertahankan oleh setiap perawat baik
loyalitas kepada pasien, teman sejawat, rumah sakit maupun profesi. Untuk mewujudkan
ini, AR. Tabbner (1981; lih. Creasia, 1991) mengajukan berbagai argumen:
i. Masalah pasien tidak boleh didiskusikan dengan pasien lain dan
perawat harus bijaksana bila informasi dari pasien harus didiskusikan
secara professional.
ii. Perawat harus menghindari pembicaraan yang tidak bermanfaat.
iii. Perawat harus menghargai dan memberi bantuan kepada teman
sejawat.
iv. Perawat harus loyal terhadap profesi dengan berperilaku secara tepat
saat bertugas.

Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban hasil pekerjaan, dimana “tindakan” yang


dilakukan merupakan satu aturan professional. Oleh karena itu pertanggung jawaban atas
hasil asuhan keperawatan mengarah langsung pada praktisi itu sendiri. Pada tingkat
pelaksanaan sebagai perawat harus memiliki kewenangan dan otonomi (kemandirian)
dalam pengambilan keputusan terhadap pelaksana tugas-tugasnya termasuk menyeleksi
staf, terutama mengarah pada kemampuan kinerja mereka masing-masing. Selanjutnya,
setiap perawat sebagai anggota tim bertanggung jawab terhadap penugasan yang
dilimpahkan kepadanya. Oleh karena itu, setiap perawat harus faham terhadap
pertanggungjawaban atas tugas yang dibebankan kepadanya. Kepla ruangan wajib
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dari stafnya. Perawat professional
harus dapat mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan dalam pencapaian tujuan
asuhan kepeawatan kepada pasien. Kepekaan diperlukan kedapa hasil setiap tindakan yang
dilakukan, karena berhubungan dengan tanggung jawab, pendelegasian, kewajiban dan
kredibilitas profesinya.

Akontabilitas professional mempunya beberapa tujuan, antara lain:


1. Perawat harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada pasien, manajer dan
organisasi tempat mereka bekerja.
2. Mereka bertanggungjawab terhadap tindakan yang diambil untuk pasien dan
keluarganya, masyarakat dan juga terhadap profesinya.
3. Mengevaluasi praktek professional dan para stafnya.
4. Menerapkan dan mempertahankan standart yang telah ditetapkan dan yang
dikembangkan oleh organisasi.
5. Membina ketrampilan staf masing-masing
6. Memastikan ruang lingkup dalam proses pengambilan keputusan secara jelas.
Mekanisme akuntabilitas
1. Keperawatan klinis

Kelompok perawat bekerjasama selama 24 jam, 7 hari dalam seminggu untuk


merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi asuhan keperawatan untuk
sekelompok pasiennya. Mereka mempunyai wewenang penting untuk memenuhi
tanggungjawabnya dan harus mampu menerima akontabilitas untuk pencapaian hasil
praktek keperawatan. Kewenangan yang dimiliki perawat umtuk memberikan asuhan
keperawatan diarahkan langsung kepada pasien pada setiap saat dalam melaksanakan
tugas. Praktek klinik keperawatan merupakan instrument yang sudah biasa dilakukan
dan dapat dipergunakan dalam mempromosikan prakterk profesionalnya. Seorang
manajer dapat mengembangkannya melalui dorongan dan kepercayaannya terhadap
staf perawat, agar mereka semakin memiliki kesadaran, dan kemampuan klinis dalam
memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi.

2. Etika perawat

Pada tahun 1985, “The American Association Colleges of Nursing” melaksanakan


suatu proyek termasuk didalamnya mengidentifikasi nilai-nilai esensial dalam praktek
keperawatan profesional. Perkumpulan ini mengidentifikasikan 7 nilai-nilai esensial
dalam kehidupan profesional, yaitu:
1. Aesthetics (keindahan): Kualitas obyek suatu peristiwa atau kejadian, seseorang
memberikan kepuasan termasuk penghargaan, kreatifitas, imajinasi, sensitifitas dan
kepedulian.
2. Altruism (mengutamakan orang lain): Kesediaan memperhatikan kesejahteraan
orang lain termasuk keperawatan atau kebidanan, komitmen, arahan, kedermawanan
atau kemurahan hati serta ketekunan.
3. Equality (kesetaraan): Memiliki hak atau status yang sama termasuk penerimaan
dengan sikap asertif, kejujuran, harga diri dan toleransi
4. Freedom (Kebebasan): memiliki kapasitas untuk memilih kegiatan termasuk percaya
diri, harapan, disiplin serta kebebasan dalam pengarahan diri sendiri.
5. Human dignity (Martabat manusia): Berhubungan dengan penghargaan yang lekat
terhadap martabat manusia sebagai individu termasuk didalamnya kemanusiaan,
kebaikan, pertimbangan dan penghargaan penuh terhadap kepercayaan.

6. Justice (Keadilan): Menjunjung tinggi moral dan prinsip-prinsip legal termasuk


objektifitas, moralitas, integritas, dorongan dan keadilan serta kewajaran.
7. Truth (Kebenaran): Menerima kenyataan dan realita, termasuk akontabilitas,
kejujuran, keunikan dan reflektifitas yang rasional.
PENGEMBANGAN DAN TRANSMISI NILAI-NILAI
Individu tidak lahir dengan membawa nilai-nilai (values). Nilai-nilai ini diperoleh dan
berkembang melalui informasi, lingkungan keluarga, serta budaya sepanjang
perjalanan hidupnya. Mereka belajar dari keseharian dan menentukan tentang nilai-
nilai mana yang benar dan mana yang salah. Untuk memahami perbedaan nilai-nilai
kehidupan ini sangat tergantung pada situasi dan kondisi dimana mereka tumbuh dan
berkembang. Nilai-nilai tersebut diambil dengan berbagai cara antara lain:
(1) Model atau contoh, dimana individu belajar tentang nilai-nilai yang baik atau buruk
melalui observasi perilaku keluarga, sahabat, teman sejawat dan masyarakat
lingkungannya dimana dia bergaul;
(2) Moralitas diperoleh dari keluarga, ajaran agama, sekolah, dan institusi tempatnya
bekerja dan memberikan ruang dan waktu atau kesempatan kepada individu untuk
mempertimbangkan nilai-nilai yang berbeda;
(3) Sesuka hati adalah proses dimana adaptasi nilai-nilai ini kurang terarah dan sangat
tergantung kepada nilai-nilai yang ada di dalam diri seseorang dan memilih serta
mengembangkan sistem nilai-nilai tersebut menurut kemauan mereka sendiri. Hal ini
lebih sering disebabkan karena kurangnya pendekatan, atau tidak adanya bimbingan
atau pembinaan sehingga dapat menimbulkan kebingungan, dan konflik internal bagi
individu tersebut;
(4) Penghargaan dan Sanksi; Perlakuan yang biasa diterima seperti: mendapatkan
penghargaan bila menunjukkan perilaku yang baik, dan sebaliknya akan mendapat
sanksi atau hukuman bila menunjukkan perilaku yang tidak baik;
(5) Tanggung jawab untuk memilih; adanya dorongan internal untuk menggali nilai-
nilai tertentu dan mempertimbangkan konsekuensinya untuk diadaptasi. Disamping itu,
adanya dukungan dan bimbingan dari seseorang yang akan menyempurnakan
perkembangan sistem nilai dirinya sendiri.
KLARIFIKASI NILAI-NILAI (VALUES)
Klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana seseorang dapat mengerti sistem
nilai-nilai yang melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan proses yang
memungkinkan seseorang menemukan sistem perilakunya sendiri melalui perasaan dan
analisis yang dipilihnya dan muncul alternatif-alternatif, apakah pilihan–pilihan ini
yang sudah dianalisis secara rasional atau merupakan hasil dari suatu kondisi
sebelumnya (Steele&Harmon, 1983). Klarifikasi nilai-nilai mempunyai manfaat yang
sangat besar didalam aplikasi keperawatan dan kebidanan. Ada tiga fase dalam
klarifikasi nilai-nilai individu yang perlu dipahami oleh perawat dan bidan.
(1) Kebebasan memilih kepercayaan serta menghargai keunikan bagi setiap individu;
(2) Perbedaan dalam kenyataan hidup selalu ada perbedaan-perbedaan, asuhan yang
diberikan bukan hanya karena martabat seseorang tetapi hendaknya perlakuan yang
diberikan mempertimbangkan sebagaimana kita ingin diperlakukan.
(3) Keyakinan bahwa penghormatan terhadap martabat seseorang akan merupakan
konsekuensi terbaik bagi semua masyarakat.
Penghargaan:
(1) Merasa bangga dan bahagia dengan pilihannya sendiri (anda akan merasa senang
bila mengetahui bahwa asuhan yang anda berikan dihargai pasen atau klien serta
sejawat) atau supervisor memberikan pujian atas keterampilan hubungan interpersonal
yang dilakukan;
(2) Dapat mempertahankan nilai-nilai tersebut bila ada seseorang yang tidak bersedia
memperhatikan martabat manusia sebagaimana mestinya.
Tindakan :
(1) Gabungkan nilai-nilai tersebut kedalam kehidupan atau pekerjaan sehari-hari;
(2) Upayakan selalu konsisten untuk menghargai martabat manusia dalam kehidupan
pribadi dan profesional, sehingga timbul rasa sensitif atas tindakan yang dilakukan.
Semakin disadari nilai-nilai profesional maka semakin timbul nilai-nilai moral yang
dilakukan serta selalu konsisten untuk mempertahankannya. Bila dibicarakan dengan
sejawat atau pasen dan ternyata tidak sejalan, maka seseorang merasa terjadi sesuatu
yang kontradiktif dengan prinsip-prinsip yang dianutnya yaitu; penghargaan terhadap
martabat manusia yang tidak terakomodasi dan sangat mungkin kita tidak lagi merasa
nyaman. Oleh karena itu, klarifikasi nilai-nilai merupakan suatu proses dimana kita
perlu meningkatkan serta konsisten bahwa keputusan yang diambil secara khusus
dalam kehidupan ini untuk menghormati martabat manusia. Hal ini merupakan nilai-
nilai positif yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari dan dalam masyarakat
luas.

Kerangka konsep dan dimensi moral dari suatu tanggungjawab dan akontabilitas dalam
praktek klinis keperawatan didasarkan atas prinsip-prinsip etika yang jelas serta
diintegrasikan kedalam pendidikan dan praktek klinis. Hubungan perawatan dengan
pasien dipandang sebagai suatu tanggungjawab dan akuntabilitas terhadap pasien yang
pada hakikatnya adalah hubungan memelihara (caring). Elemen dari hubungan ini dan
nilai-nilai etikanya merupakan tantangan yang dikembangkan pada setiap system
pelayanan kesehatan degan berfokus pada sumber-sumber yang dimiliki. Perawat harus
selalu mempertahankan filosofi keperawatan yang mengandung prinsip-prinsip etika
dan moral yang tinggi sebagai perilaku memelihara dalam menjalani hubungan dengan
pasien dan lingkungan. Sebagai contoh, ketika seorang perawat melakukan kesalahan
dalam memberikan obat kepada pasien, dia harus secara sportif (gentle) dan rendah hati
(humble) berani mengakui kesalahan. Pada kasus ini dia harus
mempertanggungjawabkan kepada:

a) Pasien sebagai konsumen


b) Dokter yang mendelegasikan tugas kepadanya.
c) Manajer ruangan yang menyusun standart atau pedoman praktek yang
berhubungan dengan pemberian obat.
d) Direktur rumah sakit atau puskesmas yang bertanggungjawab atas semua bentuk
pelayanan dilingkup organisasi tersebut.

Mempertahankan akuntabilitas profesonal dalam asuhan keperawatan


1) Terhadap diri sendiri:
a) Tidak dibenarkan setiap personal melakukan tindakan yang membahayakan
keselamatan status kesehatan pasien.
b) Mengikuti praktek keperawatan berdasarkan standart baru dan
perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi canggih.
c) Mengembangkan opini berdasarkan data dan fakta.

2) Terhadap klien atau pasien


a) Memberikan informasi yang akurat berhubungan dengan asuhan
keperawatan.
b) Memberikan asuhan keperawatan berdasarkan standart yang menjamin
keselamatan, dan kesehatan pasien.
3) Terhadap profesinya
a) Berusaha mempertahankan dan memelihara kualitas asuhan keperawatan
berdasarkan standart dan etika profesi
b) Mampu dan mau mengingatkan sejawat perawat untuk bertindak
professional dan sesuai etika moral profesi
4) Terhadap institusi/organisasi
Mematuhi kebijakan dan paraturan yang berlaku, termasuk pedoman yang
disiapkan oleh institusi atau organisasi.
5) Terhadap masyarakat
Menjaga etika dan hubungan interpersonal dalam memberikan pelayanan
keperawatan yang berkualitas tinggi

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a) Dalam upaya mendorong profesi keperawatan agar dapat diterima dan dihargai
oleh pasien, masyarakat atau profesi lain, maka mereka harus memanfaatkan nilai-
nilai keperawatan dalam menerapkan etika dan moral disertai komitmen yang kuat
dalam mengemban peran profesionalnya. Dengan demikian perawat yang
menerima tanggung jawab, dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara etis
profesional. Sikap etis profesional berarti bekerja sesuai dengan standar,
melaksanakan advokasi, keadaan tersebut akan dapat memberi jaminan bagi
keselamatan pasien, penghormatan terhadap hak-hak pasien, akan berdampak
terhadap peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
b) Moral berbeda dengan etika, moral adalah bahan kajian yang dipelajari didalam
etika. Etika akan menentukan beberapa prinsip atau asas apakah apakah suatu
tingkah laku baik atau buruk, apakah tingkah laku tersebut dapat
dipertanggungjawabkan atau tidak yang berkaitan dengan kemanusiaan
c) Advokasi, loyalitas dan akuntabilitas merupakan bagian dari peran perawat dan
menjadi dasar yang penting dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien

DAFTAR PUSTAKA

Priharjo, Robert, Pengantar Etika Keperawatan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta: 1995


Suhaemi, Mimin Emi.2004.Etika keperawatan.Jakarta:EG
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan
ke-2. Jakarta : Balai Pustaka.

Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. 2012. Tinjauan Umum Tentang Moral dan
Pembinaan Moral. Dapat diunduh dari
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_pkn_040416_chapter2.pdf. Tanggal akses : 02
januari 2015

PN. Masnizah Mohd. 2005. Akhlak, Moral dan Etika. Diunduh dari
http://www.ftsm.ukm.my/mas/nota%20tm3923/mm%201%20akhlak%20moral
%20etika.pdf. Tanggal akses : 02 januari 2015

Prof. Dr. K. Suhendra, SH, M.Si. 2009. Etika Birokrasi. Dapat diunduh dari
bocahbancar.files.wordpress.com. Tanggal akses :02 januari 2015

Armstrong, E. Alan (2007). Nursing Ethics. Macmillan: Palagrave


Creasia, J. L., & Parker. B.. (2001). Conceptuals Foundations : the Bridge to Professional
Nursing Practice.(3rd ed). St. Louis : Mosby.
Dewi. A. I.. (2008). Etika dan Hukum Kesehatan. Yogyakarta : Pustaka book publisher
Ellis, J. R., & Celia L. H. (2000). Managing and Coordinating Nursing Care. (3th ed )
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Hidayat. A. A.. (2008). Konsep dasar keperawatan. (edisi 2). Jakarta : Penerbit Salemba
medika
Kozier, B., et al. (2004). Fundamentals of Nursing : Concepts, Process, and Practice. (7th
ed). Volume 1. New jersey : Pearson Education
Purba. J. M. & Pujiastuti. S. E. (2009). Dilema Etik & Pengambilan
Keputusan Etis.Jakarta. EGC
WHO (2005). Pedoman Perawatan Pasien, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai