Anda di halaman 1dari 13

Laporan Tugas Mandiri

“HUBUNGAN TERAPEUTIK”

Oleh :

Anggun Septiani

185070207111007

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hubungan terapeutik merupakan hubungan yang wajib terjalin antara
perawat dengan klien guna terbentuknya hubungan saling percaya sehingga
semua rencana asuhan keperawatan dapat dilaksanakan dengan optimal dan
memberikan hasil yang maksimal. Untuk dapat terbentuk hubungan terapeutik
perlu adanya komunikasi yang baik terlebih dahulu. Komunikasi adalah proses
penyampaian informasi kepada seseorang melalui simbol-simbol, tanda, atau
tingkah laku (Haber, 1987). Sedangkan menurut Harold Koont dan Cyril
O’Donell komunikasi diartikan sebagai pemindahan informasi dari satu orang
ke orang lain terlepas adanya rasa percaya atau tidak, namun informasi yang
ditransfer tetap harus dimengerti oleh penerima. Berdasarkan pengertian dari
para ahli, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih, bersama-sama membagi ide, fakta, atau pendapat,
serta melalui lambang-lambang yang harus dimengerti oleh seluruh orang yang
terlibat dalam komunikasi.
Hubungan terapeutik dengan komunikasi yang baik merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan terapeutik hanya dapat terbina jika
terdapat komunikasi yang baik. Komunikasi tersebut kemudian disebut dengan
komunikasi terapeutik. Terdapat banyak komponen dalam komunikasi
terapeutik, baik yang harus dilakukan oleh perawat maupun oleh klien hingga
akhirnya dapat mengahasilkan hubungan terapeutik. Selain itu, dalam hubungan
terapeutik juga terdapat hambatan-hambatan yang dapat mengganggu
prosesnya. Hambatan tersebut juga dapat berasal dari diri perawat sendiri
maupun berasal dari klien. Segala bentuk hambatan harus mampu diselesaikan
dengan baik oleh perawat dan klien sehingga hubungan terapeutik dapat tetap
terjaga.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui karakteristik dari hubungan terapeutik
2. Untuk mengetahui kualitas personal yang harus dimiliki oleh perawat jiwa
3. Untuk mengetahui fase-fase dalam hubungan terapeutik
4. Untuk mengetahui terkait facillitative communication
5. Untuk mengetahui dimensi respon dan dimensi perawat jiwa
6. Untuk mengetahui hambatan dalam hubunga terapeutik
1.3 Manfaat
1. Meningkatnya pengetahuan terkait hubungan terapeutik
2. Meningkatnya pengetahuan terkait kualitas personal yang harus dimiliki
oleh perawat jiwa
3. Meningkatnya pengetahuan terkait fase-fase dalam hubungan terapeutik
4. Meningkatnya pengetahuan terkait facillitative communication
5. Meningkatnya pengetahuan terkait dimensi respon dan dimensi perawat
jiwa
6. Meningkatnya pengetahuan terkait hambatan dalam hubunga terapeutik
BAB II

ISI

2.1 Karakteristik Hubungan Terapeutik

A. Bersifat Dinamis

Hubungan terapeutik bersifat dinamis dan selalu berkembang atau berubaha


sesuai dengan progress klien. Hubungan terapeutik tidak terpatok pada
rencana di awal saja, melainkan dapat senantiasa berubah menyesuaikan
dengan keadaan klien.

B. Terjadi Secara Aktif dan Dua Arah

Dalam hubungan terapeutik, proses interaksi yang terjadi harus bersifat aktif
dan dua arah. Perawat dan klien harus sama-sama akif guna membangun
hubungan terapeutik yang optimal dan efektif.

C. Memiliki Tujuan yang Jelas

Hubungan terapeutik berbeda dengan hubungan sosial yang biasa terjalin


antar seseorang. Dalam hubungan terapeutik harus ada tujuan yang jelas
yang ingin dicapai selama proses hubungan terapeutik. Tujuan tersebut yang
menjadi dasar dalam menyusun rencana asuhan dan tujuan tersebut juga
harus diupayakan untuk tercapai dengan maksimal.

D. Memiliki Batasan waktu yang Jelas

Batasan waktu yang jelas juga menjadi salah satu pembeda antara hubungan
terapeutik dengan hubungan lainnya. Batasan waktu diperlukan untuk
meperjelas rencana-rencana yang akan dilakukan selama hubungan
terapeutik. Dengan adanya batasan waktu, hubungan antara perawat dan
klien menjadi terstruktur dan terjadwal sesuai dengan rencana asuhan yang
telah ditetapkan.

2.2 Kualitas Personal Perawat Jiwa


Kualitas personal dapat tercermin dari kemampuan perawat untuk dapat
melakukan analisa diri. Apabila perawat mampu melakukan analisa diri, maka
diharapkan perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik untuk
membantu dan mengembangkan pengalaman bersama pasien dalam
meyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh pasien. Kualitas personal
tersebut terdiri dari :

A. Kesadaran Diri
Perawat harus memiliki kesadaran diri terhadapa kekuranga maupun
kelebihan yang dimiliki olehnya. Kesadaran diri sangat penting agar
perawat dapat menyadari dan mengetahui kemampuan yang dimilikinya
yang dapat digunakan untuk membina hubungan terapeutik yang optimal
dengan klein.
B. Klarifikasi Nilai
Klarifikasi nilai berarti perawat harus mampu mengidentifikasi nilai-nilai
yang ada dalam dirinya sehingga diharapkan dapat melakukan hubungan
terapeutik yang konsisten dengan klien.
C. Eksplorasi Perasaan
Perawat harus memliki kemampuan dalam mengeksplorasi perasaan baik
perasaannya sendiri maupun perasaan klien. Perawat tidak boleh terlalu jauh
dalam mencampuraduka perasaan dengan tindakan yang dilakukan kepada
klien.
D. Model Peran
Dalam melakukan hubungan terapeutik dengan klien, perawat harus mampu
bermain peran agar dapat menyampaikan pesan-pesan atau melakukan
tindakan kepada klien dengan maksimal. Perawat harus mampu
memberikan kenyamanan kepada klien sehingga dapat tercipta hubungan
saling percaya.
E. Altruistik
Merupakan perasaan puas ketika seseorang mampu menolong orang lain.
Altruism ini sangat penting dalam setting hubungan terapeutik dimana
perawat harus senantiasa merasa puas ketika ia dapat menolong pasiennya.
F. Tanggung Jawab
Dalam hubungan terapeuik terdapat tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena
adanya tujuan tersebutlah tanggung jawab sangat penting untuk dimiliki
oleh perawat. Tanggung jawab dapat membangun hubungan terapeutik yang
baik. Hak ini berarti segala macam pesan yang akan disampaikan menjadi
sebuah tanggung jawab tersendiri, baik pesan yang disampaikan perawat
kepada pasien ataupun sebaliknya.

2.3 Fase Hubungan Terapeutik

A. Pra Interaksi

Fase ini merupakan tahap persiapan sebelum perawat memulai hubungan


dengan klien. Tugas perawat pada fase ini diantaranya yaitu :

 Mengeksplorasi harapan, perasaan, dan kecemasan klien


 Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri yang ada pada perawat
 Mengumpulkan data-data tentang klien sebagai dasar dalam membuat
rencana interaksi
 Membuat rencana pertemuan secara tertulis yang nantinya akan
diimplementasikan saat bertemu dengan klien

B. Orientasi / Perkenalan

Fase ini dimulai ketika perawat pertama kali bertemu dengan klien. Pada
fase ini, perawat memperkenalkan diri kepada klien dan merupakan langkah
awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada
fase ini adalah memberikan situasi lingkungan yang nyaman, menunjukan
penerimaan, serta membantu klien untuk dapat mengekspresikan pikiran
dan perasaannya. Kegiatan yang dilakukan oleh perawat pada tahap ini yaitu

 Memberikan salam dan senyuman kepada klien


 Melakukan validasi (kognitif, psikomotor, dan afektif)
 Memperkenalkan diri
 Menyanyakan nama kesukaan klien
 Menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan
 Menjelaskan kontrak waktu yang dibutuhkan
C. Kerja

Fase ini merupakan inti dari suatu hubungan terapeutik, dimana perawat
bersama klien mulai mengatasi permasalahan yang dimiliki oelah klien.
Pada tahap ini, rencana asuhan yang telah ditetapkan mulai dilaksanakan
oleh perawat dan klien. Kegiatan yang dilakukan oleh perawat pada tahap
ini yaitu :

 Menanyakan keluhan utama klien


 Memulai kegiatan dengan cara yang baik
 Melakukan kegiatan sesuai rencana yang telah ditetapkan
 Memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya

D. Terminasi

Fase ini merupakan fase akhir dari hubungan terapeutik. Fase terminasi
merupakan fase yang sulit dan pentng karena hubungan saling percaya telah
terbina dan berada pada tahap yang optimal. Perawat dank lien akan merasa
kehilangan pada tahap ini. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat
mengakhiri tugas pada unit tertentu, atau pada saat klien pulang atau keluar
rumah sakit. Kegiatan yang dilakukan oleh perawat pada fase ini yaitu :

 Manyimpulkan hasil wawancara atau tindakan


 Menyampaikan tindak lanjut dengan klien
 Menyampaikan kontrak selanjutnya (waktu, tempat, dan topik)
 Mengakhiri pertemuan dengan baik

2.4 Facillitative Communication

Facilitative Communication atau komunikasi fasilitatif merupakan cerminan


kemampuan perawat untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip komunikasi dan
berbagai faktor lain yang mempengaruhi. Komunikasi fasilitatif tersebut
meliputi :

A. Perilaku Verbal
Merupakan komunikasi yang dilaksanakan secara lisan, yang dapat
dilakukan secara langsung dengan percakapan tatap muka, ataupun secara
tidak langsung melalui telepon dan yang lainnya. Hal yang perlu dilakukan
dalam penggunaan perilaku verbal diantaranya yaitu penggunaan makna
denotatif dan konotatif, perbendaharaan kata, kecepata penyampaian kata,
intonasi, kejelasan dan ringkasan, serta waktu dan keadaan.
B. Perilaku Nonverbal
Merupakan komunikasi secara tidak langsung yang terjadi dengan
menggunakan mimik atau bahasa tubuh, pantonim, ataupun bahasa isyarat.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada perilaku nonverbal diantaranya yaitu
gerak tubuh, ekspresi wajah, pandangan, postur, jarak tubuh dan kedekatan,
serta sentuhan.
C. Analisis Masalah
Untuk dapat memberikan komunikasi yang memfasilitasi, perawat harus
memiliki kemampuan dalam menganalisa masalah. Perawat harus
mengetahui masalah apa yang sebenarnya terjadi pada klien sehingga dapat
memberikan asuhan keprawatan yang tepat dan optimal. Kemampuan
berfikir kritis sangat diperlukan guna menganalisa masalah klien.
D. Teknik Terapeutik
Dalam melakukan komunikasi fasilitatif diperlukan adanya teknik-teknik
agar komunikasi dapat berjalan dengan optimal. Teknik-teknik tersebut
diantaranya yaitu mendengarkan aktif., mengklarifikasi, mengulang ucapan
klien, menawarkan informasi dan bantuan, serta teknik-teknik yang lainyya.

2.5 Dimensi Respon dan Dimensi Tindakan Perawat Jiwa

Dimensi respon merupakan reaksi perawat terhadap komunikasi yang terjadi.


Dimensi respon terdiri dari :

 Ikhlas
 Hormat
 Empati
 Konkret

Sedangkan dimensi tindakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh perawat


sebagai respon dari jalannya komunikasi. Dimensi tindakan terdiri dari :
 Konfrontasi
 Kesegeraan
 Keterbukaan
 Emosional Katarsis
 Bermain Peran

2.6 Hambatan Hubungan Terapeutik

A. Resisten

Merupakan perilaku penghindaran verbalisasi dari klien sebagai akibat dari


ketidaksediaan klien untuk berubah. Klien berupaya untuk tetap tidak
mengakui kecemasan yang ada pada dirinya dalam rangka melawan atau
menyangkal ucapan perasaan. Resistens biasa diperlihatkan klien pada saat
fase kerja atau fase penyelesaian masalah. Hal-hal yang dapat membuat
klien berlaku resistens diantaranya yaitu karena perawat terlalu berfokus
pada diri sendiri, perawat terlalu membuka diri, serta belum terbinanya trust
antara perawat dengan klien.

B. Transferens

Merupakan respon yang tidak disadari klien terhadap perawat terkait dengan
kehidupan masa lalunya. Transferens juga merupakan kumpulan reaksi
yang timbul sebagai upaya untuk mengurangi kecemasan dan ketidakpuasan
klien terhadap perawat. Reaksi yang dapat dilakukan oleh klien diantaranya
yaitu bermusuhan, menghindar, membantah, marah, dan juga membenci
perawat. Upaya yang dapat dilakukan perawat untuk mengatasi ini
diantaranya yaitu berusaha menjadi pendengan aktif, melakukan klarifikasi
dan refleksi, serta mengkaji perilaku dan pengetahuan yang diperlukan.

C. Kontratransferens

Merupakan hambatan hubungan terapeutik yang berasal dari diri perawat


sendiri akibat dari respon atau tindakan yang dilakukan oleh klien. Reaksi
yang dapat muncul diantaranya yaitu caring berlebihan, bermusuhan,
marah, cemas, serta tidak mampu berempati dengan klien. Hal yang dapat
dilakukan perawat untuk mencegah terjadinya kontratransferens
diantaranya yaitu melatih hubungan terapeutik, melatih kontrol diri, serta
keseriusan perawat untuk mengatasi masalah tersebut.

D. Pelanggaran Batas

Pelanggaran batas dapat terjadi jika perawat melampaui batasan hubungan


terapeutik hingga mengarah pada hubungan personal. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran batas diantaranya yaitu
membuat kesepakatan tentang interaksi yang akan dilakukan serta
senantiasa berfokus pada tujuan hubungan terapeutik.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hubungan terapeutik merupakan hubungan antara perawat dengan


klien yang terjadi selama proses penyembuhan klien. Hubungan terapeutik
berbeda dengan hubungan sosial. Dalam menjalin hubungan terapeutik juga
diperlukan adanya komunikasi yang baik antara perawat dengan klien.
Komunikasi yang baik tersebut kemudian disebut sebagau komunikasi
terapeutik. Komunikasi terapeutik juga memiliki karakteristik yang
membedakannya dengan jenis komunikasi yang lain. Dalam hubungan
terapeutik terdapat beberapa hambatan yang dapat mengganggu jalannya
hubungan terapeutik. Hambatan-hambatan tersebut tidak hanya berasa dari
klien saja, namun juga dapat berasal dari diri perawat itu sendiri. Berbagai
hambatan tersebut harus mampu ditangani bersama oleh perawat dan klien
sehingga diharapkan tidak akan mengganggu proses hubungan terapeutik dan
tujuan dari hubungan terapeutik dapat dicapai dengan optimal.

3.2 Saran

Mahasiswa keperawatan harus mengerti konsep hubungan terapeutik


dan komunikasi terapeutik dikarenakan sangan penting dalam upaya
penyembuhan klien. Mahasiswa keperawatan juga harus mampu menerapkan
konsep-konsep yang telah dipelajarainya dengan baik saat telah menjadi tenaga
professional.
DAFTAR PUSTAKA

Adriati, M. 2012. Fase Hubungan Terapeutik Antara Perawat.


https://www.scribd.com/doc/83033184/Fase-Hubungan-Terapeutik-Antara-
Perawat. Diakses tanggal 18 September 2019

Amanda, S. 2017. Apa Saja Tahapan-Tahapan dalam Membangun Komunikasi


Terapeutik?. https://www.dictio.id/t/apa-saja-tahapan-tahapan-dalam-
membangun-komunikasi-terapeutik/13890. Diakses tanggal 18 September 2019

Barzam. 2017. 7 Karakteristik Hubungan Terapeutik.


https://pakarkomunikasi.com/karakteristik-komunikasi-terapeutik. Diakses tanggal
18 September 2019

Carina. 2019. 12 Hambatan dalam Proses Komunikasi Terapeutik.


https://pakarkomunikasi.com/hambatan-dalam-proses-komunikasi-terapeutik.
Diakses tanggal 18 September 2019

Salim, S. 2018. Hubungan Terapeutik. https://slideplayer.info/slide/12076690/.


Diakses tanggal 19 September 2019

Senja, A. 2017. Hubungan Terapeutik Perawat Klien.


https://www.slideshare.net/AmaliaSenja1/hubungan-terapeutik-perawat-klien-
74529337. Diakses tanggal 19 September 2019

Sidabalok, K. 2017. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien.


https://www.academia.edu/36718443/Hubungan_Terapeutik_Perawat-Klien.
Diakses tanggal 19 September 2019

Sinaulan, R. 2016. Komunikasi Terapeutik dalam Perspektif Islam. Jurnal


Komunikasi Islam. Vol 6, 130-158

Taufik, I. 2017. Teknik Komunikasi Terapeutik.


https://www.academia.edu/8425523/Teknik_Komunikasi_Terapeutik. Diakses
tanggal 19 September 2019
Zetana, AR. 2017. Apa yang Dimaksud dengan Keperawtan Jiwa?.
https://www.dictio.id/t/apa-yang-dimaksud-dengan-keperawatan-jiwa/13816.
Diakses tanggal 19 September 2019

Anda mungkin juga menyukai