Anda di halaman 1dari 4

Psychiatric Intensive Care Unit (PICU)

Konsep Keperawatan di Ruang PICU (Psychiatric Intensive Care Unit)


1. Pengertian
PICU merupakan pelayanan yang ditujukan untuk klien gangguan jiwa dalam kondisi
krisis psikiatri (Keliat, dkk, 2009).
PICU merupakan gabungan pelayanan gawat darurat psikiatri dan pelayanan
intensif, yang dapat diselenggarakan di rumah sakit jiwa atau unit psikiatri rumah sakit
umum (Keliat, dkk, 2009).
PICU adalah suatu unit yang memberikan perawatan khusus kepada klien-klien
psikiatri yang berada dalam kondisi membutuhkan pengawasan ketat (Maryree, 2010).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa PICU adalah
suatu unit gabungan pelayanan gawat darurat psikiatri dan pelayanan intensif, yang
ditujukan untuk klien gangguan jiwa yang dalam kondisi krisis psikiatri dan berada dalam
kondisi yang membutuhkan pengawasan ketat, dimana dapat diselenggarakan di rumah
sakit jiwa atau psikiatri rumah sakit umum.
2. Indikasi masuk PICU
Indikasi masuk PICU adalah klien dengan kedaruratan psikiatri, untuk dapat
dikatakan sebagai suatu kedaruratan situasi tersebut harus memiliki kriteria, sebagai berikut:
a. Ancaman segera terhadap kehidupan, kesehatan, harta benda atau lingkungan.
b. Telah menyebabkan kehilangan kehidupan, gangguan kesehatan, kerusakan harta benda
dan lingkungan.
c. Memiliki kecenderungan peningkatan bahaya yang tinggi dan segera terhadap kehidupan,
kesehatan, harta benda atau lingkungan.
Sedangkan untuk mengukur tingkat kedaruratan pada klien adalah menggunakan
skala GAF (General Adaptive Function) dengan rentang skor 1-30 skala GAF. Kondisi klien
dikaji setiap shift dengan menggunakan skor GAF. Katagori klien yang berada dalam
rentang skor 1-30 GAF adalah:
a. Skor 21 - 30: perilaku dipengaruhi oleh waham atau halusinasi ATAU gangguan serius pada
komunikasi atau pertimbangan (misalnya kadang-kadang inkoheren, tindakan jelas tidak
sesuai preokupasi bunuh diri) ATAU ketidakmampuan untuk berfungsi hampir pada semua
bidang (misalnya tinggal ditempat tidur) sepanjang hari, tidak memiliki pekerjaan.
b. Skor 11 20: terdapat bahaya melukai diri sendiri atau orang lain (misalnya usaha bunuh
diri tanpa harapan yang jelas akan kematian, sering melakukan kekerasan, kegembiraan
manik) ATAU kadang-kadang gagal untuk mempertahankan perawatan diri yang minimal
(misalnya mengusap fases) ATAU gangguan yang jelas dalam komunikasi (sebagian besar
inkoheren atau membisu)
c. Skor 1 10: Bahaya melukai diri sendiri atau orang lain persisten dan parah (misalnya
kekerasan rekuren) ATAU ketidakmampuan persisten untuk mempertahankan hiegene
pribadi yang minimal ATAU tindakan bunuh diri yang serius tanpa harapan bunuh diri yang
jelas.
Pada keperawatan katagori klien dibuat dengan skor RUFA (Respons Umum Fungsi
Adaptif)/GAFR (General Adaptive Funtion Response) yang merupakan modifikasi dari skor
GAF karena keperawatan menggunakan pendekatan respons manusia dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan fungsi respons yang adaptif. Dari respons tersebut
kemudian dirumuskan diagnosa skor RUFA dibuat berdasarkan diganosa keperawatan yang
ditemukan pada klien. Sehingga setiap diagnosa keperawatan memiliki kriteria skor RUFA
tersendiri, untuk sementara baru diagnosa risiko bunuh diri yang sudah mempunyai skor
RUFA, sedangkan untuk diagnosa yang lain masih dalam pengembangan. Adapun skornya
yaitu:

No Diagnosa
Keperawatan
1
Gangguan
sensori

Skor RUFA 1-10 Skor RUFA 11-20 Skor RUFA 21-30


(intensif I)
(Intensif II)
(Intensif III)

2
3
4

5
6
7
8
9

persepsi:
halusinasi
Perilaku
kekerasan
Gangguan
proses pikir:
waham
Risiko bunuh1. Aktif mencoba 1. Aktif memikirkan 1. Mungkin sudah
diri
bunuh diri dengan rencana bunuh
memiliki ide untuk
cara:
diri, namun tidak mengakhiri
a. Gantung diri
disertai dengan
hidupnya, namun
b. Minum racun
percobaan bunuh tidak disertai dengan
c. Memotong urat
diri.
ancaman dan
nadi
a. Mengatakan ingin percobaan bunuh
d. Menjatuhkan diri bunuh diri namun diri.
dari tempat yang tanpa rencana
2. Mengungkapkan
tinggi
yang spesifik
perasaan seperti rasa
2. Mengalami
b. Menarik diri dari bersalah/ sedih/
depresi
pergaulan sosial
marah/ putus asa/
3. Mempunyai
tidak berdaya.
rencana bunuh
3. Mengungkapkan haldiri yang spesifik
hal negatif tentang
4. Menyiapkan alat
diri sendiri yang
untuk bunuh diri
manggambarkan
(pistol, pisau,
harga diri rendah
silet dll)
4. Mengatakan;
Tolong jaga anakanak karena saya
akan pergi jauh!
atau Segala sesuatu
akan lebih baik
tanpa saya.
Panik
Gejala putus
zat
Over dosis
zat adiktif
Defisit
perawatan
diri
Isolasi sosial

Secara umum klien yang dirawat di PICU adalah klien dengan kriteria:
Risiko bunuh diri yang berhubungan dengan kejadian akut dan atau suatu perubahan alam
perasaan atau perilaku yang menetap.
b. Penyalahgunaan NAPZA atau kedaruratan yang berhubungan dan berlangsung relatif
singkat
Sedangkan berdasarkan masalah keperawatan maka klien yang perlu dirawat di PICU
adalah klien dengan masalah keperawatan sebagai berikut:
a. Perilaku kekerasan
a.

b.
1)
2)
3)
a)
b)
c)
d)
3.
a.
b.
c.
d.
a.
b.
4.

a.
b.
c.
5.
a.
1)
a)
b)
2)
3)
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Percobaan bunuh diri


Gangguan sensori persespsi: halusinasi (Fase IV)
Gangguan proses pikir: Waham curiga
Masalah-masalah keperawatan yang berkaitan dengan kondisi klien putus zat dan over
dosis:
Perubahan kenyamanan: nyeri
Gangguan pola tidur
Gangguan pemenuhan nutrisi
Gangguan eliminasi bowel
Pola penanganan di PICU
Pola penanganan di PICU mengadopsi pola pendekatan di ruang MPKP yang terdiri
dari empat pilar, yaitu:
Pendekatan manajemen
Compensatory reward
Hubungan profesional
Manajemen asuhan keperawatan
Sedangkan pada ruangan PICU keempat pilar ini dilebur menjadi 2 pilar, sebagai berikut:
Manajemen pelayanan keperawatan (pilar I-III)
Manajemen asuhan keperawatan (pilar IV)
Alur penerimaan klien di PICU
Klien baru yang masuk PICU dilakukan triase dengan mengkaji keluhan utama klien
dengan menggunakan skor RUFA (1-30) dan tanda vital. Adapun katagori klien menurut skor
RUFA adalah:
Skor 1-10 masuk intensif I
Skor 11-20 masuk ruang intensif II
Skor 21-30 masuk ruang intensif III
Fase tindakan intensif
Fase intensif I (24 jam pertama)
Prinsip tindakan
Life saving
Mencegah cedera pada klien, orang lain dan lingkungan
Indikasi
Klien dengan skor 1-10 skala RUFA
Pengkajian
Hal-hal yang harus dikaji adalah:
Riwayat perawatan yang lalu
Psikiater atau perawat jiwa yang baru-baru ini menangani klien (bila memungkinkan)
Diagnosa gangguan jiwa di waktu lalu yang mirip dengan tanda dan gejala yang dialami
klien saat ini
Stressor sosial, lingkungan, dan kultural yang menimbulkan masalah klien saat ini.
Kemampuan dan keingginan klien untuk bekerjasama dalam proses treatment.
Riwayat pengobatan dan respons terhadap terapi, mencakup jenis obat yang didapat, dosis,
respons terhadap obat, efek samping dan kepatuhan minum obat, serta daftar obat terakhir
yang diresepkan dan nama dokter yang meresepkan.
Pemeriksaan kognitif untuk mendeteksi kerusakan kognitif atau neuro psikiatrik
Tes kehamilan untuk semua klien usia subur.
Pengkajian lengkap harus dilakukan dalam 3 jam pertama. Selain itu klien harus diperiksa
oleh seorang psikiater/dokter umum kesehatan jiwa (Psikiater/Medical Officer Mental
Health(MOMH)/GP+(General Practitioner)/GP++) dalam 8 jam pertama dengan prioritas
pertama adalah psikiater. Bila tidak ada psikiater maka klien dapat ditangani oleh MOMH.
Selanjutnya bila tidak ada MOMH dapat ditangani GP+ atau GP++. Klien-klien yang berada
dalam kondisi membutuhkan penangan sangat segera harus dikaji dan bertemu dengan
psikiater/MOMH dalam 15 menit pertama.
Intervensi:
Intervensi untuk fase ini adalah:

a)
b)
c)
d)
e)
f)
b.
1)

2)
3)

c.
1)

2)
3)

6.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Observasi ketat
Bantuan pemenuhan kebutuhan dasar (makan, minum, perawatan diri)
Manajemen pengamanan klien yang efektif (jika dibutuhkan)
Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik.
Evaluasi: dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi klien memungkinkan
untuk dipindahkan ke ruang intensif II.
Bila kondisi klien diatas 10 skala RUFA maka klien dapat dipindahkan ke intensif II.
Fase intensif II (24-72 jam)
Prinsip tindakan
Observasi lanjutan dari fase krisis (Intensif I)
Mempertahankan pencegahan cedera pada klien, orang lain dan lingkungan
Indikasi: klien dengan skor 11-20 skala RUFA
Intervensi
Intervensi untuk fase adalah:
Observasi frekuensi dan intensitas yang lebih rendah dari fase intensif I
Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik dan terapi olahraga
Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi klien memungkinkan
untuk dipindahkan ke ruang intensif III
Bila kondisi klien di atas skor 20 skala RUFA, maka klien dapat dipindahkan ke intensif III,
bila dibawah skor 11 skala RUFA maka klien dikembalikan ke fase intensif I.
Fase intensif III (72 jam-10 hari)
Prinsip tindakan
Observasi lanjutan dari fase akut (Intensif II)
Memfasilitasi perawatan mandiri klien.
Indikasi: klien dengan skor 21-30 skala RUFA
Intervensi
Intervensi untuk fase ini adalah:
Observasi dilakukan secara minimal
Klien lebih banyak melakukan aktivitas secara mandiri
Terapi modalitas yang dapat diberikan pada fase ini adalah terapi musik, terapi olahraga,
dan life skill therapy.
Evaluasi dilakukan setiap shift untuk menentukan apakah kondisi klien memungkinkan
untuk dipulangkan.
Bila kondisi klien diatas skor 30 skala RUFA maka klien dapat dipulangkan dengan
mengontak perawat CMHN terlebih dahulu. Bila dibawah skor 20 skala RUFA klien
dikembalikan ke fase intensif II, dan bila dibawah skor 11 RUFA klien dikembalikan ke fase
intensif I.
Ketenagaan
Menurut Rollesby (2009), adapun ketenagaan yang terlibat di ruang PICU adalah
sebagai berikut:
Psikiater konsultan
Perawat terampil
Pekerja sosial
Occupation terapist
Instruktur teknis
Psikolog

Anda mungkin juga menyukai