Saat ini, hampir semua lembaga baik di pusat maupun di daerah memahami betapa
pentingnya data spasial. Namun di lain sisi, kekurangan ketersediaan data spasial
yang terkini dalam skala besar dan kurang efektifnya komunikasi dan koordinasi
dengan lembaga-lembaga penghasil data mengakibatkan pembangunan nasional tidak
berjalan seperti apa yang diharapkan.
Sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan IGD Skala Besar dalam era teknologi
informasi saat ini. Penataan ruang dan manajemen kebencanaan merupakan aspek
yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam proses pembangunan bangsa dan
Sampai saat ini ketersediaan data spasial dengan skala besar tersebut masih sangat
terbatas sehingga dibutuhkan suatu terobosan melalui upaya percepatan
penyediaannya terutama di wilayah ibukota provinsi maupun kota-kota besar di
Indonesia.
Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim (PPRT) - BIG memiliki tugas pokok dan
fungsi menyelenggarakan dan membina program pemetaan rupabumi dan toponim.
Sebagai penerapan tugas pokok tersebut, maka pada tahun anggaran 2014, Pusat
Pemetaan Rupabumi dan Toponim melakukan pekerjaan pemotretan udara digital dan
pemetaan Rupabumi Indonesia skala 1:5.000. Hasil dari pekerjaan ini selanjutnya
dapat digunakan sebagai data dasar di antaranya untuk penyusunan Rencana Detil
Tata Ruang dan aplikasi lainnya.
Tujuan dari pekerjaan ini adalah melakukan pekerjaan pemotretan udara digital dan
pemetaan Rupabumi Indonesia pada skala 1:5.000 dengan cakupan wilayah
Banjarmasin-Banjarbaru.
BOBOT
NO TAHAPAN OUTPUT VOLUME
(%)
Laporan Pendahuluan
Perizinan pemotretan udara berupa Security Clearence (SC) dan
Security Officer (SO)
Peta rencana distribusi titik kontrol pada skala 1:50.000 dalam
bentuk digital dan cetak.
Peta Rencana Jalur Terbang pada skala 1:50.000 dalam bentuk
digital dan cetak.
Pemotretan Udara
Triangulasi Udara
Orthorektifikasi
Persiapan Pemetaan
Peta indeks foto udara yang digunakan untuk stereoplotting per
NLP dalam bentuk digital dan cetak.
Indeks lokasi pekerjaan dalam ukuran A0 yang digunakan untuk
pengecekkan progress pekerjaan.
Stereoplotting
Data digital hasil stereokompilasi 3D dalam format
geodatabase per NLP dalam sistem koordinat UTM.
Validasi Topologi
Data digital DTM yang sudah dilengkapi dengan informasi tepi peta.
Peta RBI yang sudah dilengkapi dengan layout peta dalam satu paket
format .mxd, per NLP dilengkapi dengan data sumbernya.
Metadata menggunakan standar format ISO-19139 Metadata
Implementation Specification yang melekat pada setiap feature class.
Quicklook layout data rupabumi berdasarkan sistem nomor lembar peta
dalam format PDF (300 dpi CMYK) dan JPEG (300 dpi).
Album peta tercetak pada skala 1:5.000 (per NLP), yang merupakan hasil
proses penyajian peta rupabumi sebanyak 1 set berisi keseluruhan NLP
yang dikerjakan.
Album peta tercetak pada skala 1:5.000 (per NLP), yang merupakan hasil
proses penyajian peta rupabumi dan dilipat menjadi album dengan
sampul ukuran A4 sebanyak 1 set yang berisi keseluruhan NLP yang
dikerjakan.
Pelaporan
Cetak album DTM yang dilengkapi dengan informasi tepi peta dengan
sampul ukuran A3 sebanyak 1 set.
Data rupabumi digital format geodatabase per NLP (sistem koordinat
UTM).
Data rupabumi digital format geodatabase gabungan (sistem koordinat
geografis).
Laporan kegiatan (hardcopy) sebanyak 3 buku dan dalam format digital,
terdiri laporan bulanan dan laporan akhir.
Volume pekerjaan setara dengan 142 NLP daratan penuh pada skala 1:5.000 di
wilayah Banjarmasin-Banjarbaru (mencakup area seluas 751,00 km2). Luas setiap
Nomor Lembar Peta (NLP) pada skala 1:5.000 adalah ± 5.29 Km2. Lokasi pelaksanaan
pekerjaan sebagaiman tercantum pada gambar 2.
Maksimum waktu pelaksanaan pekerjaan ini adalah 9,5 bulan atau setara dengan 285
hari kalender.
Tenaga teknis dalam pekerjaan ini harus memenuhi persyaratan minimum sebagai
berikut:
Pengalaman Jumlah
No. Posisi Pendidikan Tugas
Minimum minimum
1 Ketua Tim S1 8 tahun 1 Melakukan koordinasi
Pelaksana Geodesi/ dengan koordinator
Geografi dan kegiatan
berpengalaman di
bidang pemetaan. Bertanggung jawab
terhadap seluruh tahapan
pekerjaan dan hasil akhir
yang diserahkan
2 Koordinator S1 Geodesi dan 5 thn 1 Bertanggungjawab dalam
Pengukuran Titik berpengalaman di melakukan koordinasi
Pengalama Jumlah
No. Pekerjaan Posisi Pendidikan
n Minimum Minimum
Mengingat besarnya volume pekerjaan dan jangka waktu pekerjaan dalam satu
tahun anggaran, maka dimungkinkan untuk melakukan pekerjaan ini secara
konsorsium agar persyaratan peralatan dan persyaratan personil tersebut dapat
dipenuhi.
Pada akhir kegiatan ini, pelaksana pekerjaan harus telah menyerahkan hasil pekerjaan
sebagai berikut:
1. Perizinan pemotretan udara berupa Security Clearence (SC) dan Security
Officer (SO)
2. Peta rencana distribusi titik kontrol pada skala 1:50.000 dalam bentuk digital
dan cetak.
3. Peta realisasi distribusi titik kontrol pada skala 1:50.000 dalam bentuk digital
dan cetak.
4. Sketsa dan deskripsi titik kontrol serta quicklook penampakan premark di setiap
foto yang muncul dalam bentuk digital dan cetak.
5. Data pengamatan titik kontrol satelit GPS dalam format asli (bawaan vendor)
dan RINEX dalam bentuk digital.
6. Hasil statistik hitungan perataan dalam bentuk digital.
7. Daftar koordinat titik kontrol utama dan titik kontrol cek dalam bentuk digital dan
cetak.
8. Peta Rencana Jalur Terbang pada skala 1:50.000 dalam bentuk digital dan
cetak.
9. Peta Realisasi Jalur Terbang pada skala 1:50.000 dalam bentuk digital dan
cetak.
10. Foto udara digital dalam format Data mentah (Raw Data).
Untuk setiap nomor lembar peta, item nomor 26, 28 dan 29 dimasukkan dalam satu
amplop tebal berwarna coklat berukuran B4 (250 mm x 353 mm) dengan tali di luarnya.
Data digital diserahkan dalam 1 hardisk eksternal yang berisi semua data hasil
pekerjaan dan 1 rangkap DVD-ROM yang berisi semua data hasil pekerjaan kecuali
data foto udara (no. 10 dan 11) dan orthorektifikasi (no. 20) yang telah diberi label
dengan identitas data berupa nama perusahaan, judul pekerjaan, nomor kontrak, area
dan tanggal.
B. PELAKSANAAN PEKERJAAN
B.1 Persiapan
Titik kontrol yang digunakan pada pekerjaan ini terdiri dari titik kontrol utama dan titik
kontrol cek. Keduanya memiliki distribusi dan fungsi yang berbeda.
1. Titik kontrol utama memiliki konfigurasi sebaran dan jumlah yang minimal bagi
keperluan titik kontrol pada triangulasi udara.
2. Titik kontrol cek memiliki konfigurasi sebaran yang merata di seluruh area
pekerjaan dan berfungsi untuk menentukan nilai akurasi secara independen
pada triangulasi udara tahap awal dan kemudian dijadikan sebagai titik kontrol
pada triangulasi udara tahap akhir.
B.2.1 Penomoran
Titik kontrol diberi nomor dengan ketentuan sebagai berikut:
B.2.3 Pilar
Titik kontrol utama harus menggunakan pilar beton dengan tablet kuningan sebagai
penanda titik dan marmer sebagai identifikasi titik. Sementara titik kontrol cek
menggunakan pilar pralon. Pilar harus tertanam kokoh dan stabil, tidak terganggu oleh
sekitarnya.
Bentuk dan ukuran pilar titik kontrol utama seperti gambar dibawah
B.2.4 Premarking
Premarking adalah pemberian tanda (disebut sebagai premark) pada pilar titik kontrol
agar titik kontrol dapat diidentifikasi pada foto udara. Ketentuan premarking adalah
sebagai berikut:
a. Setiap titik kontrol utama dan titik kontrol cek harus dipasang premark
b. Premark berupa tanda silang ( + ) yang memiliki 4 sayap dan memotong titik
kontrol
c. Ukuran minimum premark di foto udara adalah panjang 10 piksel dan lebar 3
piksel untuk masing – masing sayap premark. Ukuran premark sebenarnya di
lapangan menyesuaikan nilai resolusi tanah pemotretan udara.
d. Warna premark harus kontras dengan permukaan tanah atau lingkungan
sekitar titik kontrol
e. Premark terbuat dari material yang tahan cuaca, tidak mudah robek, serta tidak
pudar
f. Premark dipasang saat mendekati mulainya pemotretan udara
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan pemotretan udara
adalah:
a. Jalur Terbang (Flight Lines)
b. Pertampalan (Overlap)
Resolusi tanah (GSD) yang akan di gunakan harus memenuhi kriteria untuk
menghasilkan peta dasar rupabumi skala 1:5.000, yaitu minimal memiliki
resolusi tanah sebesar 15 cm.
d. Tipe Pemotretan
Tipe pemotretan adalah pemotretan udara vertikal.
e. Tinggi Terbang
1. Tinggi Terbang di atas Permukaan Tanah Rata - rata
Tinggi terbang adalah diatas tinggi rata - rata permukaan tanah dan dihitung
berdasarkan rumus :
H = f*s
dimana,
H = Tinggi Terbang
f = Panjang Fokus Kamera
g. Ketinggian Matahari
Waktu pelaksanaan pemotretan harus dilakukan dengan menyesuaikan
ketinggian matahari. Pemotretan tidak boleh dilakukan pada saat posisi
matahari terlalu rendah yang akan mengakibatkan bayangan obyek menjadi
terlalu panjang atau posisi matahari terlalu tinggi yang akan mengakibatkan
pantulan sinar matahari (sunspot) di foto udara dan bayangan pesawat yang
muncul di setiap foto udara.
Heading, Crab dan Tilt mengacu pada orientasi pesawat pada saat terbang
yang disebabkan oleh pengaruh angin. Pada foto udara, pengaruh ini akan
muncul pada parameter orientasi yaitu Omega, Phi, Kappa yang direkam
langsung oleh IMU. Nilai omega dan phi harus mendekati 00 untuk menjamin
kualitas geometri foto udara. Nilai kappa harus mendekati arah jalur terbang
yang direncanakan.
Kamera udara merekam data dalam bentuk data mentah (raw data) yang
diubah ke format image TIFF menggunakan perangkat lunak bawaan kamera
udara. Image TIFF yang dihasilkan harus dikoreksi secara radiometri
menggunakan perangkat lunak pengolah image untuk mendapatkan warna
yang seimbang (balance) dan seragam untuk seluruh foto udara dalam satu
blok pemotretan udara.
Kamera udara yang digunakan adalah kamera udara digital metrik yang memang
didesain untuk tujuan pemotretan udara (aerial survey) dengan jenis lensa Normal
Angle. Kamera harus dilengkapi dengan GPS Kinematik dan IMU serta mount kamera
yang sesuai.
b. Radiometrik
Kamera udara yang digunakan harus memiliki spektrum dan resolusi
radiometrik sebagai berikut:
1) Spektrum Radiometrik
2) Resolusi Radiometrik
d. Kalibrasi Kamera
1) Sertifikat Kalibrasi
Kamera udara yang digunakan sudah dikalibrasi oleh pabrikan kamera dan
memiliki sertifikat kalibrasi yang dikeluarkan oleh pabrikan kamera tersebut.
e. Mount Kamera
Kamera udara dipasang pada mount kamera yang mampu mengurangi efek
vibrasi di dalam pesawat.
g. GPS/IMU
GPS/ IMU yang digunakan harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:
a. GPS Kinematik
GPS kinematik digunakan untuk menentukan posisi kamera udara (X, Y, Z).
GPS yang digunakan terdiri dari minimal dua unit receiver, 1 unit
ditempatkan di pesawat udara sebagai rover dan yang lain ditempatkan di
titik kontrol sebagai base. GPS Receiver yang digunakan adalah tipe
geodetik dan harus mampu merekam data dengan interval 1 detik. Jarak
baseline antara GPS base dan rover harus kurang dari 40 km. Pemilihan
lokasi GPS base harus mendapat persetujuan Pemberi Pekerjaan.
b. IMU
Triangulasi Udara adalah suatu suatu rangkaian kegiatan yang bertujuan supaya
setiap model stereo foto udara dapat diposisikan dan diorientasikan secara akurat
sehingga dapat dilakukan pekerjaan stereoplotting dalam pembuatan RBI.
Data dan peralatan yang digunakan untuk melakukan triangulasi udara yaitu:
- Foto Udara digital.
- Daftar koordinat titik-titik kontrol utama dan titik kontrol cek beserta deskripsi
dan sketsa lokasinya.
- Perangkat lunak yang digunakan untuk perataan blok harus dapat mengolah
data koordinat foto dan data GPS/IMU serta boresight misalignment.
Pengumpulan data
Titik minor harus terdistribusi secara merata di setiap model dan minimal
harus terdapat 6 titik minor di setiap stereomodel.
Setiap titik minor harus terdapat pada minimal dua buah foto. Antara dua
jalur terbang yang bersebelahan harus diikat oleh titik minor. Titik minor
diusahakan untuk mengikat foto sebanyak mungkin.
Pada metode manual, untuk memudahkan identifikasi titik minor maka sistem
penomoran yang digunakan adalah sebagai berikut:
AAABBBC
d. Hitungan perataan
Ketentuan yang harus dipenuhi pada saat melaksanakan hitung perataan
adalah:
- Nilai residual maksimal titik minor < 1,5 x ukuran piksel (mikron)
b. Stereomodel
- Konsistensi tinggi antar model, apabila terdapat beda tinggi maka hanya
boleh terdapat di pinggir model dan beda tinggi tersebut harus kurang
dari 1 m.
- Koordinat titik kontrol cek pada stereomodel hasil dari hitungan bundle
adjustment tahap awal harus memiliki ketelitian horizontal 1 m dan
ketelitian vertikal 0,6 m atau lebih baik bila dibandingkan dengan
koordinat pengukuran GPS di lapangan.
B.5 Orthorektifikasi
Orthorektifikasi adalah proses pembuatan orthofoto dari data foto udara yang sudah
diproses triangulasi udara. Orthofoto adalah foto udara yang memiliki proyeksi
orhtogonal sehingga memiliki keseragaman skala dan tidak memiliki kesalahan
pergeseran relief sehingga bisa digunakan dalam pemetaan. Orthofoto dibuat dengan
menggunakan data DEM yang dihasilkan melalui proses Auto Image Correlation foto
udara digital. DEM yang dihasilkan minimal memiliki resolusi 32 bit dengan sampling
space 2,5 meter x 2,5 meter.
a. Persiapan data meliputi foto udara, hasil AT dan DEM (dengan ketelitian dan
resolusi yang sesuai untuk pembuatan orthofoto skala 1: 5.000).
c. Mosaik foto per blok, meliputi pembuatan seamline dan tone/color balancing.
Orthofoto yang telah dibuat harus diperiksa ketelitiannya dengan mengukur koordinat
premark pada orthofoto. Ketelitian yang disyaratkan adalah ketelitian horizontal 1 m.
B.7 Stereoplotting
Informasi geospasial dasar merupakan jenis informasi yang dapat digunakan sebagai
kerangka referensi analisis keruangan secara akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Peta RBI yang dihasilkan mencakup 8 tema dasar yaitu:
1. Garis pantai sebagai representasi pemisah wilayah daratan dan perairan;
2. Hipsografi sebagai representasi tiga dimensi permukaan bumi;
3. Perairan sebagai representasi wilayah aliran perairan;
4. Nama Rupabumi sebagai representasi identifikasi obyek rupabumi secara harafiah
mengikuti kaidah penamaan tertentu;
5. Batas Wilayah sebagai representasi pembagian wilayah administratif secara politis;
6. Transportasi dan Utilitas sebagai representasi jaringan penghubung aktifitas dan
mobilitas buatan manusia;
7. Bangunan dan Fasilitas Umum sebagai representasi obyek yang digunakan
manusia dalam beraktifitas;
8. Penutup Lahan sebagai representasi zonasi obyek rupabumi berdasarkan kriteria
klasifikasi jenis tutupan lahan.
a. Perairan, misalnya sungai dua garis, sungai 1 garis, danau, garis pantai, dsb. Garis
pantai diasumsikan sebagai batas antara daratan dan air yang nampak pada foto.
Garis pantai memiliki elevasi sesuai dengan kenyataannya.
b. Breaklines
Breakline adalah garis bantu yang digunakan pada pembentukan DTM dan kontur.
Garis breakline ditarik pada obyek yang memiliki bentuk terain yang tidak dapat
direpresentasikan secara akurat oleh massspoint.
Titik DEM sebaran random (30202) adalah titik tinggi yang digunakan sebagai
pembentuk DTM.
Titik puncak/ lembah (30206) adalah titik tinggi yang ditempatkan pada puncak
gunung/bukit atau pada lembah/cekungan yang berada diatas permukaan
tanah (terrain).
Pada skala 1:5.000, titik DEM sebaran random di plot dengan kerapatan antara
2,5 meter s.d. 10 meter.
Kerapatan titik DEM sebaran random untuk daerah curam adalah 2,5 - 5 meter
sedangkan untuk daerah landai kerapatan titik DEM 5-10 meter.
Untuk daerah datar dimana hanya terdapat beberapa garis kontur maka titik
tinggi ditempatkan pada setiap titik tengah kotak grid peta.
Titik puncak/ lembah dan titik DEM harus ditempatkan di atas permukaan tanah
(bare earth/terrain).
d. Jaringan transportasi
Semua jaringan transportasi yang dapat terlihat pada foto harus diplot sesuai
dengan keadaan sebenarnya.
Jaringan transportasi yang memiliki lebar kurang dari 2,5 meter ditarik 1 garis
pada garis tengah (centerline).
Jaringan transportasi yang memiliki lebar lebih dari 2,5 meter ditarik 3 garis
yaitu pada garis tengah (centerline), dan kedua tepi jaringan jalan.
f. Penutup lahan
Apabila ada unsur rupabumi yang tidak teridentifikasi pada tahapan pekerjaan ini harus
ditambahkan pada tahap pekerjaan survei kelengkapan lapangan. Operator
stereoplotting dapat memberikan keterangan pada lokasi yang kenampakan visualnya
tidak jelas atau hasil interpretasinya meragukan. Keterangan ini harus dicantumkan
pada peta kerja lapangan karena akan berguna memandu surveyor pada saat
pemeriksaan data di dilapangan. Keterangan ini berupa teks ”CHECK DI LAPANGAN”
yang disimpan pada layer tambahan.
Setelah stereoplotting dilakukan, maka data yang dihasilkan adalah data dalam format
geodatabase sesuai dengan skema yang disediakan oleh pemberi pekerjaan. Data
inilah yang akan digunakan dalam pengolahan data berikutnya.
Dalam melakukan pembentukan DTM dan kontur, terlebih dahulu diperlukan editing
untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada saat
stereoplotting. Editing dilakukan hanya pada kekurangan minor yang ditemukan. Untuk
keterangan lebih detil, dapat melihat petunjuk teknis pembentukan DTM dan kontur.
Hidrografi
Breaklines
Spotheights
Garis kontur yang dihasilkan harus memenuhi ketentuan ketentuan sebagai berikut:
3. Untuk daerah relatif datar diberi garis kontur bantu dengan interval setengah
dari interval kontur selang.
6. Garis kontur dengan elevasi yang sama tidak memotong sungai yang sama
lebih dari satu kali.
7. Garis kontur tidak memotong garis tepi perairan (danau, empang, air rawa, dan
pantai).
8. Pada lokasi perpotongan garis kontur dengan sungai maupun anak sungai
maka pola kontur cenderung menjorok ke arah hulu.
9. Pada lokasi perpotongan garis kontur dengan garis punggung bukit, maka pola
kontur cenderung menjorok ke arah hilir.
Adapun peta manuskrip cetak yang harus disiapkan terdiri dari dua macam,
yaitu:
a. Peta manuskrip A berisi kontur, unsur hidrografi, unsur transportasi hasil
plotting dan dilengkapi dengan nama rupabumi unsur alam, kantor ibukota,
batas dan nama wilayah administrasi. Unsur-unsur yang dapat ditambahkan
pada manuskrip A yang diperoleh dari hasil survei berupa:
Batas wilayah administrasi yang sudah diletakkan sesuai dengan
topografi yang diperkirakan (punggung bukit, sungai, jalan, dst.) dan
telah dikonfirmasikan kepada aparat pemerintah setempat.
Kantor ibukota dan nama wilayah administrasi yang sudah
dikonfirmasikan kepada aparat pemerintah setempat.
Jalan-jalan baru yang menghubungkan tempat-tempat yang disurvei,
jika belum tampak pada manuskrip, harus ditambahkan pada manuskrip
ini berdasarkan hasil tracking GPS.
Unsur alam lainnya, contoh: sungai dan nama rupabumi unsur alam.
b. Peta manuskrip B berisi seluruh data hasil plotting, kecuali kontur,
ditambahkan dengan rencana titik sampel untuk cek lapangan. Unsur-unsur
yang dapat ditambahkan pada manuskrip B yang diperoleh dari hasil survei
berupa:
Unsur buatan (misalnya: bangunan terpencar, kantor pemerintahan,
sekolah, fasilitas umum, dsb.) yang belum tampak pada manuskrip,
harus ditambahkan pada manuskrip ini dengan menggunakan posisi
GPS.
Nama unsur rupabumi yang belum belum tercantum di manuskrip A,
misalnya: nama kampung, nama pemukiman.
Titik-titik hasil cek lapangan.
Keterangan penutup lahan, apabila ada perbedaan antara penutup
lahan yang tampak di peta manuskrip dan kondisi yang ditemui di
lapangan.
Untuk contoh peta manuskrip, dapat melihat lampiran 1.
3. Peralatan GPS
4. Formulir lapangan meliputi:
Setelah semua hal ini dipersiapkan, maka dilakukan pertemuan antara pelaksana
pekerjaan dan pemberi pekerjaan untuk membahas persiapan lapangan sekaligus
persetujuan.
Pengumpulan nama rupabumi untuk obyek yang berupa fasilitas umum dan sosial
dilaksanakan dengan mencatat nama dan data atributnya pada formulir toponimi dan
merekam posisi obyek menggunakan GPS Mapping untuk mendapatkan posisi yang
akurat.
Keterangan lebih lanjut mengenai pelaksanaan survei kelengkapan lapangan, dapat
melihat juknis survei kelengkapan lapangan dan entry data.
Analisis spasial akan dapat dilakukan jika hubungan (relasi) antar unsur rupabumi
dapat didefinisikan dengan membangun topologi. Hasil akhir dari pekerjaan ini harus
betul-betul menjamin bahwa data yang dihasilkan benar-benar bersih (clean) baik dari
aspek geometri maupun atribut serta bebas dari kesalahan-kesalahan topologi (free
topological errors). Keterangan lebih lanjut mengenai ini, dapat melihat juknis validasi
topologi.
Cluster toleransi yang digunakan menggunakan standar (default) dari perangkat lunak
GIS. Adapun aturan topologi yang digunakan adalah:
Gasetir adalah daftar nama geografis yang dilengkapi dengan informasi tentang jenis
unsur, posisi, lokasi dalam wilayah administratif, dan informasi lain yang diperlukan.
Prosedur pembuatan gasetir dapat dilihat pada juknis pembuatan gasetir, sedangkan
ontoh format gasetir dapat dilihat pada lampiran 5.
Setelah semua tahapan pekerjaan di atas dilakukan, dan telah diperoleh data final,
maka dilakukan penyajian peta rupabumi Indonesia dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Peta rupabumi Indonesia disajikan untuk tiap-tiap NLP.
2. Hasil dari proses penyajian peta rupabumi pada akhirnya harus dicetak
untuk diserahkan pada penyerahan akhir.
Adapun contoh format peta RBI dapat dilihat pada lampiran 6. Beberapa juknis yang
terkait dengan penyajian peta rupabumi Indonesia diantaranya tentang perhitungan
deklinasi magnetik, penyajian peta RBI, dan pembuatan metadata.
B.15 Pelaporan
Laporan pekerjaan yang dibuat adalah laporan pendahuluan, laporan bulanan dan
laporan akhir kegiatan. Laporan dikumpulkan dalam format digital dan hardcopy
(cetak). Hal ini dimaksudkan agar memudahkan evaluasi dan pengawasan
pelaksanaan pekerjaan. Penjelasan lebih lanjut mengenai pelaporan kegiatan dapat
dilihat pada juknis pelaporan pekerjaan RBI 1:5.000 tahun 2014.
D. PENUTUP
Demikian kerangka acuan kerja ini disusun untuk dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
SELISIH KOORDINAT
TIMUR, X ( Meter ) :
UTARA, Y ( Meter ) :
Barat Timur
A B C D E F G H I J K
jumlah
rata rata
RMSE
NSSDA
Keterangan:
Kolom Keterangan
A Nomor Titik Nomor titik sampel
B Nama Titik Keterangan objek titik sampel
C X (Koordinat Peta) Koordinat X pada peta
Koordinat X pada hasil pengukuran lapangan menggunakan
D X (Koordinat GPS)
GPS
E X) = X (koordinat peta) X (koordinat lapangan)
F X)^2
G Y (Koordinat Peta) Koordinat Y pada peta
Koordinat Y pada hasil pengukuran lapangan menggunakan
H X (Koordinat GPS)
GPS
I Y) = Y (koordinat peta) Y (koordinat lapangan)
J Y)^2
K X)^2 + ( Y)^2 X)^2 + ( Y)^2 = (error radius)^2
jumlah X)^2 + ( Y)^2]
rata rata X)^2 + ( Y)^2]/ jumlah titik
RMSE sqrt( X)^2 + ( Y)^2]/ jumlah titik)
NSSDA = 1,7308 x RMSE
Pengisian tabel didasarkan pada perubahan kelas unsur dari setiap titik sampel. Ketentuan pengisiannya
adalah sebagai berikut :
A Nomor Urut
B Nomor Lembar Peta (NLP)
C Object ID, yaitu ID yang sesuai dengan pada file SHP titik sampel yang digunakan
D Koordinat X titik sampel dari peta RBI dalam UTM
E Koordinat Y titik sampel dari peta RBI dalam UTM
F Keterangan penutup lahan pada peta RBI
G Keterangan penutup lahan yang ditemui di lapangan
Total
Omisi (%) !!
Keterangan: