Tinjauan Geologi Daerah Majalengka PDF
Tinjauan Geologi Daerah Majalengka PDF
2017
Oleh:
Iyan Haryanto (Ketua)
Johanes Hutabarat (Anggota)
Agung Mulyo (Anggota)
PENDAHULUAN 1
STRATIGRAFI 3
Formasi Cinambo 6
Formasi Halang 12
Formasi Subang 16
Formasi Kaliwangu 17
Formasi Citalang 18
Endapan Kwarter 18
Batuan Intrusi 20
STRUKTUR GEOLOGI 21
TEKTONIK 23
PROSPEK HIDROKARBON 28
KESIMPULAN 31
i
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bogor menurut pembagian dari van Bemmelen (1949), sedangkan berdasarkan atas
Bogor yang menempati bagian tengah dari Jawa Barat secara tektonik dikatagorikan
sebagai ”Intra Arc-basin” yang ditinjau dari segi potensi hidrokarbon dianggap tidak
atau kurang prospektip. Sebaliknya disebelah utara dari cekungan ini terdapat Cekungan
Jawa Barat Utara yang selama ini dikenal sebagai cekungan yang mempunyai potensi
Batasan antara kedua cekungan yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda itu
tidaklah begitu jelas, mengingat sering terjadinya perubahan status dari waktu ke waktu,
yang berkaitan dengan kedudukan daripada jalur ”subduksi” dan jalur magmatiknya.
pada apa yang disebut sebagai ”Hinge Belt”, yang diketahui atau dianggap selama ini
sebagai suatu tinggian yang membatasi kedua cekungan tersebut. Secara pasti
sebenarnya baik lokasi dan sifat geologi dari ”Hinge belt” tersebut belum diketahui.
Tetapi yang pasti batasan tersebut dapat saja bersifat sebagai zona peralihan antara
Cekungan Jawa Barat Utara yang kaya hidrokarbon dengan Cekungan Bogor yang
1
Kajian literatur geologi daerah Majalengka dan sekitarnya ini dilatar belakangi
oleh pertanyaan terhadap dimana batas pemisah antara Cekungan Bogor dengan
Cekungan Jawa Barat Utara, dan menerus atau tidaknya sedimen-sedimen isian
cekungan Jawa Barat Utara ke arah lebih selatan. Harapannya dengan mengetahui posisi
antara ke dua cekungan tersebut berserta isiannya, nantinya akan dapat dinilai
kemungkinan prospek atau penafsiran adanya akumulasi hidrokarbon pada daerah zona
transisi tersebut, dan seberapa jauh ke arah selatan eksplorasi hidrokarbon dapat
dilakukan.
Lokasi
yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengengbangan Geologi (P3G) Bandung,
2
STRATIGRAFI
Tinjauan Umum
yang tidak terbit terdapat adanya perbedaan yang menyolok dalam susunan stratigrafi
resmi, atau dengan kata lain belum adanya suatu susunan stratigrafi resmi yang baku
untuk daerah ini, seperti nampak pada tabel yang memperlihatkan perbandingan
Sistematika
dimana tepi-tepi dan dasarnya dibatasi dan disilangi oleh struktur sesar yang
Cekungan pengendapan ini oleh para peneliti terdahulu dikenal sebagai bahagian
dari ”Bogor Through” atau ”Bogor Zone” (Lemigas, 1969, Martodjojo, 1984; van
Bemmelen, 1949).
3
Sedimen-sedimen kastik berupa selang-seling batuan sedimen berbutir kasar
dan halus dengan tanda-tanda endapan arus turbid serta pelengseran, dan selingan
endapan klastika asal gunungapi, telah mengisi cekungan di daerah ini semenjak zaman
Batuan sedimen tertua yang tersingkap berumur Miosen Bawah, sedangkan yang
sungai menutupi secara tidak selaras lapisan-lapisan di bawahnya yang lebih tua.
Berdasarkan atas umur batuannya, maka urutan stratigrafi untuk Zaman Tersier
1. Miosen Bawah terbagi dalam Formasi Cinambo Anggota Bawah dan Cinambo
2. Miosen Tengah diwakili oleh ”Cimanuk Serie 1-4” dan ”Cidadap Beds” Fasies
1984), dan Formasi Cisaar dan Formasi Cinambo (menurut Djuhaeni, dkk
(1984).
Koolhoven, 1936), Formasi Halang Anggota Atas dan Formasi Subang (menurut
1984), dan Formasi Cantayan dan Formasi Bantarujeg (menurut Djuhaeni, dkk.
(1984).
4
4. Pliosen terbagi dalam ”Kaliwangu Beds” dan ”Cilutung Serie” (menurut
5. Pleistosen diwakili oleh Endapan Breksi volkanik kuarter dan Aluvial (menurut
Koolhoven, 1936), Breksi terlipat, Hasil Gunungapi Tua dan Muda (menurut
menggunakan nama-nama yang sudah dikenal dan lazim digunakan dalam publikasi
peta geologi regional yang diterbitkan oleh P3G Bandung, dimana urutannya dari tua ke
1. Formasi Cinambo
3. Formasi Halang
4. Formasi Subang
5. Formasi Kaliwangu
6. Formasi Citalang
8. Batuan Intrusi
5
Formasi Cinambo
meliputi daerah sekitar Darmaraja Kabupaten Sumedang sampai kaki G. Ciremai bagian
barat. Ketebalannya lebih dari 1200 meter. Koolhoven (1935) menamakan formasi ini
Djuri (1973) membagi Formasi Cinambo menjadi dua anggota yaitu Anggota
Batupasir (tertua) dan Anggota serpih selaras di atasnya. Anggota Batupasir terdiri dari
batupasir (graywacke) gampingan, tufa, batlempung dan batulanau. Ciri perlapisan tebal
dengan sisipan serpih dan batulempung tipis yang padat berwarna kehitam-hitaman.
Anggota serpih terdiri dari serpih dengan sisipan batupasir dan batugamping, batupasir
gamping, batupasir tufaan dengan ketebalan 400 meter sampai 500 meter.
Dari hasil kerja pemetaan geologi permukaan oleh mahasiswa Geologi Unpad di
daerah Majalengka dan sekitarnya dari tahun 60-an hingga sekarang baik berupa
laporan pemetaan geologi atau berupa Skripsi/Tugas Akhir, secara stratigrafi litologi
penyusun Formasi Cinambo dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan batuan, yaitu :
Satuan ini menyebar di bagian selatan daerah pembahasan, terdiri dari dominan
6
kadang-kadang menyerpih dan keras. Dibeberapa tempat dijumpai nodul-nodul
besi, massif, sangat keras, berukuran hingga 15 centimeter. Analisis petrografi yang
mineraloginya terdiri dari mineral lempung (60%), karbonat (20$%), kuarsa (10%),
kadang berbintik kuning, tersusun oleh kerangka fosil foraminifera besar dominan,
buruk, struktur gading dan laminasi sejajar, sangat keras, batas bawah tegas dan jejak
karbonat sebagai semen spar, serta fragmen-fragmen yang berupa kuarsa dan fragmen
Packstone”, dengan fragmen pembentuk yang dominan berupa fosil plankton dan
benthos.
kadang granul pada dasar lapisan, terpilah butruk, berbentuk menyudut tanggung-
grading, laminasi sejajar, konvolut dan pelitik, dan mempunyai batas yang tegas pada
7
bagian bawahnya dan butir pembentuknya makin ke atas makin halus. Penelitian
menunjukkan zonasi Blow mulai dari N.9, N.10, N.11, N.12, dan N.13, sehingga
menempatkan satuan ini pada umur Miosen Tengah bagian bawah sampai Miosen
adalah Neritik Tengah dan Bathyal Atas (sekitar 550-2.000 m). Adanya dua jenis
susunannya, struktur sedimen, serta ditunjang pula oleh hasil analisis laboratorium
porositasnya buruk sampai sedang dan sangat keras. Bidang alas lapisan tegas dan
8
umumnya memperlihatkan jejakpengikisan. Fragmen pembentuk bagian bawah
berbutir kasar kadang-kadang granul dan makin ke atas butirannya makin halus.
Struktur sedimen Ta dan Tb (Bouma, 1962) sangat umum dijumpai pada lapisan
batupasir tersebut. Analisis petrografi yang dilakukan terhadap contoh batuan ini
batuan (28%), kuarsa (15%), plagioklas (15%), K-felspar (10%), dan fragmen fosil
(<2%), matriks lempung dan karbonat (30%), kuarsa (10%), mineral bijih (8%) dan
Lebak Situhiang. Clay pellet tersebut berwarna kelabu, sangat gampingan, banyak
menunjukkan zonasi Blow mulai dari N.12, N.13 dan N.14, sehingga menempatkan
susunannya, struktur sedimen, serta ditunjang pula oleh hasil analisis laboratorium
9
bahwa satuan batuannya diendapkan dalam lingkungan marin dengan mekanisme
turbidit.
(70%) sebagai penyusun utama batuan, karbonat (20%), fragmen fosil plankton dan
Batupasir sebagai sisipan utama dalam satuan ini umumnya bersifat lempungan
kadang mengtandung fragmen fosil dan keras. Analisis petrografi yang dilakukan
fragmen foraminifera besar dan fragmen batuan berbutir sangat halus-sangat kasar
dan granul
10
Batugamping Kompleks Kromong
berumur Miosen Awal sampai Miosen Tengah. Terdiri dari batugamping terumbu
Kromong (+587 m). Van Bemmelen memasukan batugamping kompleks Kromong ini
kedalam Upper Halang Beds (Miosen Akhir ?). Karena terbatasnya endapan
batugamping terumbu, sebagian besar Formasi Cinambo ditutupi selaras oleh Formasi
Halang.
Dari hasil kerja pemetaan geologi permukaan oleh mahasiswa Geologi Unpad di
daerah Majalengka dan sekitarnya dari tahun 60-an hingga sekarang baik berupa
kristalin. Tetapi sering juga dijumpai serpih sebagai sisipan, berwarna abu-abu
kehitaman. Batugamping ini terdapat di bagian utara daerah Majalengka, tersingkap dan
menempati pada bagian timurlaut dari komplek Gunung Kromong, yaitu sekitar daerah
suatu puncak kubah dengan pemanjangan sumbu mengarah dari baratlaut – tenggara.
kebiruan, mengandung banyak koral, fosil foraminifera bersar, algae dan moluska; dan
seringkali mengandung konkresi silika (chert) berwarna gelap yang merupakan penciri
dari satuan batugamping ini. Secara mikroskopis menunjukkan bahwa batuan ini adalah
11
batugamping jenis ”packstone-wackestone”, dengan konstitusi utama terdiri dari
bioklastik, foram besar dan kecil, koral, serta ganggang dan moluska yang sebagian
adanya batugamping yang mempunyai perlapisan tipis dengan ketebalan kira-kira 15 cm,
berwarna abu-abu muda sanapi tua, berbutir sedang hingga kasar dan banyak
N.12sampai N.15 atau berdasarkan foram besar pada zona Tf1 sampain Tf2 atau sekitar
kedalaman laut kurang dari 100 meter, jernih dengan temperatur hangat dan salinitas
normal.
Formasi Halang
Koolhoven (1935) menyebut formasi ini Cidadap Beds fasies selatan (Miosen-
Tengah) dan Van Bemmelen (1949) memberi nama Upper Halang Beds fasies volkanik
selatan terdiri dari breksi dan batupasir tufa berumur Akhir Miosen Tengah.
Penyebarannya di bagian selatan antara Darmaraja sampai Talaga dan di bagian utara
antara Jatigede sampai Panyindangan. Ketebalannya sekitar 1200 meter sampai 1500
meter.
Formasi Halang terdiri dari dua anggota yaitu Anggota Bawah dan Anggota
Atas. Anggota Bawah terdiri dari breksi gunungapi yang bersifat andesit dan basalt.
12
Ditemukan juga tufa dan batulempung serta konglomerat. Formasi Halang Anggota atas
Dari hasil kerja pemetaan geologi permukaan oleh mahasiswa Geologi Unpad di
daerah Majalengka dan sekitarnya dari tahun 60-an hingga sekarang baik berupa
laporan pemetaan geologi atau berupa Skripsi/Tugas Akhir, secara stratigrafi litologi
penyusun Formasi Halang dapat dibagi menjadi 2 (dua) satuan batuan, yaitu :
1. Satuan breksi-konglomerat-batupasir
Satuan batuan ini masih menyebar di bagian selatan daerah Majalengka, dimana
singkapan yang baik terlihat di lintasan Sungai Cilutung, Cigunung, Cipeucang dan
Ciwaru. Pada umumnya satuan ini tersingkap dengan baik memanjang dengan arah
hampir barat-timur.
Breksi sebagai penyusun utama satuan ini berwarna kelabu hingga kelabu gelap,
berbutir granul sampai bongkah, terpilah buruk, menyudut hingga menyudut tanggung,
memperlihatkan orientasi yang jelas atau acak. Di bawah mikroskop ternyata masa
13
Konglomerat sebagai penyusun utama lainnya berwarna kelabu hingga kelabu
gelap, berbutir granul sampai kerakal, terpilah buruk, membundar hingga membundar
tanggung, kemas tertutup, kadang ada juga yang mempunyai kemas terbuka terutama di
vertikal butirannya menghalus ke atas berukuran pasir kasar-pasir halus, dan dibeberapa
tempat dijumpai adanya struktur Ta, Tb, dan Tc (Bouma, 1962). Masadasarnya tersusun
keras.
gampingan, berwarna kelabu dan mengandung fosil plankton dan benthos. Secara
batuan ini adalah Miosen Atas sampai Pliosen Bawah, atau N.17-N.18 (zonasi Blow,
litologi dan susunannya, struktur sedimen, serta ditunjang pula oleh hasil analisis
menunjukkan bahwa satuan batuan ini diendapkan dalam lingkungan marin dengan
mekanisme arus turbid pada zona bathyal pada sistem kipas bawah laut.
14
2. Satuan batulempung selang-seling batupasir
singkapan yang baik terlihat di lintasan Sungai Cihikeu, Cilengkrang, Cigunung, Cijurai,
Ciwaru, Cilesang dan Sungai Cilutung dekat Bantarujeg. Pada umumnya satuan ini
tersingkap dengan baik memanjang dengan arah hampir barat-timur agak ketenggara
terdiri dari perselingan batulempung dan batupasir yang berulang dengan interval 3-15
dijumpai konglomerat sebagai sisipan dengan ketebalan 2-4 meter seperti terlihat di
Sungai Cihikeu.
kelabu gelap kehijauan, masif, tidak menunjukkan perlapisan yang baik, mengandung
fosil foram besar dan kecil, serta tidak menunjukkan struktur sedimen yang baik. Dari
masif dan keras. Secara mikroskopis batupasir ini termasuk jenis ”volcanic wacke”.
Besar butir berkisar dari kerikil sampai bongkah, terpilah buruk, membundar tanggung,
kemas terbuka. Sedangkan masa dasarnya terdiri dari batupasir lempungan dan
15
gampingan, berwarna kelabu kehijauan, berbutir halus-kasar, terpilah buruk,
batuan ini adalah Miosen Atas bagian atas hinga Pliosen Bawah bagian bawah, atau
ditentukan dari ciri-ciri litologi dan susunannya, struktur sedimen, serta ditunjang pula
oleh hasil analisis laboratorium berupa analisis paleontologi, analisis petrografi dan
marin dengan mekanisme arus turbid pada zona kedalaman lebih kurang antara 500-
Formasi Subang
hijau. Penyebaran singkapan formasi tersebut mencakup sebelah utara kota Majalengka
ke arah barat-laut sampai daerah Subang pada peta geologi Lembar Bandung (Silitonga,
1973). Ketebalannya lebih dari 500 meter. Koolhoven (1935) menamakan formasi ini
sebagai ”Cidadap Beds” fasies utara ( Miosen Akhir) dan Van Bemmelen (1949)
memasukannya sebagai ”Cidadap Beds” fasies marin utara terdiri dari batulempung dan
16
Formasi Kaliwangu
Pada batupasir dan konglomerat sering terdapat banyak fosil moluska. Ciri litologi ini
utara G. Ciremai (+3078 m). Selain itu tersingkap di sekitar Majalengka memanjang ke
arah barat daya sampai sebelah barat Subang, termasuk pada peta geologi lembar
Bandung (Silitonga, 1973). Ketebalannya sekitar 200 meter sampai 1200 meter.
Koolhoven (1935) menamakan formasi ini Kaliwangu Beds fasies selatan berumur
Pliosen Awal.
Dari hasil kerja pemetaan geologi permukaan oleh mahasiswa Geologi Unpad di
daerah Majalengka dan sekitarnya dari tahun 60-an hingga sekarang baik berupa
laporan pemetaan geologi atau berupa Skripsi/Tugas Akhir, litologi penyusun Formasi
Kaliwangu terdiri dari batulempung disertai sisipan batupasir, yang tersebar di bagian
Utara daerah Majalengka. Pada umumnya satuan ini tersingkap dengan baik
memanjang dengan arah hampir barat-timur agak ketenggara terdiri dari batulempung
hingga kelabu gelap, masif, tidak menunjukkan perlapisan yang baik, mengandung fosil
17
foram plankton dan benthos dan kaya akan fosil moluska. Dibeberapa tempat di bagian
beruipa batuan andesit dan fargmen gamping koral yang mengambang di dalam
batulempung. Ciri khas dari Formasi Kaliwangu adalah sering dijumpainya fragmen
Formasi Citalang
Pliosen Tengah sampai Pliosen Akhir. Formasi ini terdiri dari batupasir tufaan berwarna
gampingan yang keras dan lensa batugamping koral berwarna kuning kotor sampai
coklat. Penyebaran singkapan di sebelah barat dan uatara kota Majalengka memanjang
ke arah barat laut dan makin sempit di sebelah utara G. Tampomas (Djuri, 1973).
Ketebalannya antara 400 meter sampai 600 meter. Yang kemungkinan identik dengan
penelitian Van Bemmelen (1949) ialah Ciherang Beds (Pliosen Tengah) atau Cilutung
Endapan Kwarter
(Djuri, 1973) dan sebagian lembar Bandung (Silitonga, 1973) yang menutupi endapan
18
1). Batupasir tufaan, lempung, konglomerat, breksi tufaan mengandung batuapung dan
breksi gunung api bersifat andesit, breksi tufaan, batupasir kasar, lempung tufaan
2). Hasil gunung api tua (Pleistosen Tengah) terdiri dari batuan gunung api tak
batugamping), breksi volkanik dan lahar, aliran lava tua bersifat andesit dengan
Kedua lapisan batuan Pleistosen tersebut di atas menyebar sangat luas dari sekitar G.
Sebagian besar lapisan batuan tersebut telah tererosi dan sebagian lagi tertutup oleh
lapisan batuan hasil gunung api muda ( Pleistosen Akhir) dan aluvial Resen.
a) Breksi, lava bersifat andesit dan basalt, pasir tufaan dan lapili yang berasal dari
b) Aliran lava muda andesitis dari G. Ciremai dan lava muda basaltis dari G.
(Djuri, 1973) meliputi sepanjang daerah aliran sungai Cimanuk dan sebelah timur
laut kota Arjawinangun. Di daerah penelitian Silitonga (1973) yang termasuk peta
19
Batuan Intrusi
Batuan intrusi cukup banyak tersebar berupa korok dan sill yang menembus
Terdapat di sekitar Talaga, sebelah barat-daya kota Majalengka dan kompleks Kromong
Batuan intrusi umumnya terdiri dari andesit hornblende dan andesit hiperstan.
Pada lembar peta geologi Bandung (Silitonga, 1973) bagian utara (yang termasuk zona
Bogor) tidak banyak di jumpai batuan intrusi. Hanya terdapat di sekitar G. Tampomas
sebelah selatan dan barat serta sebelah selatan kota Subang (Gunung Tua). Umumnya
20
STRUKTUR GEOLOGI
sekitar Kadipaten dan Majalengka didapatkan pola struktur besar yang berpotongan
(Gambar 1-1), berbeda dengan daerah lainnya di Jawa Barat. Pola pertama lebih berarah
hampir barat-timur, disini dinamakan Pola Jatigede, sedangkan pola lainnya adalah Pola
Baribis yang memotong pola pertama sekitar daerah labil Talaga di kaki baratdaya
Gunung Ciremai. Kedua pola struktur ini merupakan akibat kompresi dengan sesar-
sesar naik sebagai gejala struktur utama, tetapi terjadi pada umur yang berbeda
(Martodjojo, 1983).
Struktur lain yang menarik adalah struktur yang dinamakan Pola struktur Malati,
dimana struktur ini ditafsirkan hasil gerak tanah yang besar bersamaan atau sesudah
Dari hasil kerja pemetaan geologi permukaan oleh mahasiswa Geologi Unpad di
daerah Majalengka dan sekitarnya dari tahun 60-an hingga sekarang baik berupa
laporan pemetaan geologi atau berupa Skripsi/Tugas Akhir, struktur geologi yang
1. Suatu kelompok struktur lipatan terdiri dari 9 buah antiklin dan 9 buah
21
umum Barat Baratlaut-Timur Tenggara. Selanjutnya sesar naik ini
Timur Tenggara.
3. Dibagian utara daerah Majalengka ini dijumpai suatu sesar naik yang
dengan bagian selatannya yang naik terhadap bagian utaranya. Sesar ini
22
TEKTONIK
berkaitan dengan evolusi cekungan dalam hubungannya dengan geologi minyak dan gas
Aspek pertama adalah bentuk, ukuran dasn konfigurasi batuan dasar dari
cekungan itu. Konfigurasi batuian dasar cekungan ini, akan tercermin dari pola atau
tatanan struktur geologi regionalnya, terutama yang tersingkap sebagai bagian tepi dari
cekungan. Konfigurasi dasar cekungan ini mempunyai pengaruh besar terhadap proses
depresi-depresi setempat, yang seringkali dibatasi oleh sesar-sesar yang terbentuk pada
Aspek kedua adalah proses pengendapan yang berlangsung selama cekungan itu
berkembang, yang akan membentuk tatanan stratigrafi serta sebaran facies lapisan-
lapisan sedimen. Aspek utama kedua ini akan menentukan potensi batuan induk/sumber,
Aspek ketiga adalah selama perkembangan selanjutnya dari cekungan itu akan
memungkinkan terjadinya :
batuan dasar.
23
Aspek utama yang ketiga ini akan memungkinakan terjadinya perangkap-
perangkap struktur untuk hidrokarbon dan juga dapat berfungsi sebagai saluran-saluran
dalam batuan, yang memungkinkan minyak bumi bermigrasi dari batuan sumbernya.
Hal yang penting juga dalam aspek ketiga ini adalah pembentukan porositas sekunder
Aspek yang keempat adalah proses pematangan dan migrasi yang juga
mempunyai kaitan yang erat dengan sejarah penimbunan (burial history) dan kegiatan
satu tipe ke lainnya, sejalan dengan perubahan sifat interaksi lempengnya. Sebagai
contoh, suatu cekungan pengendapan dapat berawal sebagai cekungan muka busur,
busur, atau juga sebaliknya. Perubahan tipe tersebut, dengan sendirinya juga akan
khususnya, telah begitu banyak dipelajari dan dibahas serta ditulis oleh peneliti
terdahulu berdasar berbagai data foto udara, penelitian lapangan, citra satelit, data
diyakini oleh beberapa ahli mulai sekitar 53 juta tahun lalu, berhubungan erat dengan
terjadinya tumbukan (collosion) antara Lempeng Benua India dengan tepian selatan dari
24
pada Lempeng Benua Eurasia yang terjadi sekitar 50-52 Ma. Gejala tektonik yang
terjadi pada Awal Eosen ini adalah yang mengawali terbentuknya cekungan-cekungan
(Tapponier, dkk 1986; Dally, dkk. 1987). Di Pulau Jawa sendiri dengan adanya gejala
tektonik tersebut menyebakan terjadinya Pola Struktur Sunda yang berarah utara selatan
yang yang hanya terdapat di di bagian barat Jawa Bara dan umumnya berpola regangan
(Pulunggono & Martodjojo, 2002 ?). Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh karena gerak
ke utara pada saat terjadinya tumbukan 50-52 Ma relatif lebih cepat di bagian barat (Di
dan makin mengecil ke arah timur (di Jawa Barat bagian timur, Jawa Tengah dan Jawa
terbentuk pada awal Tersier (40-30 Ma, atau Eosen Akhir-Oligosen). Cekungan ini
merupakan cekungan belakang busur (back arc basin), yang terdiri dari sub-sub
Jawa Barat Utara, yang merupakan bahagian dari pada Cekungan Jawa Utara dan
dan menempati bahagian tengah P. Jawa). Kedua cekungan ini meskipun secara lateral
25
namun didalam perkembangannya sejak dari pembentukannya pada awal Tersier itu
kedudukan dan sifat daripada ”zona transisi” yang hingga saat ini belum jelas baik
kedudukan dan sifat-sifatnya sebagai batas antara Cekungan Jawa Barat Utara dan
Cekungan Bogor.
Cekungan Jawa Barat Utara yang dikenal merupakan daerah paparan yang stabil,
cekungan ditandai oleh pengendapan laut neritik dari sejak Eosen sampai Pliosen
dengan sifat strukturnya terutama ditunjukkan oleh gerak vertikal, bersifat isostatik serta
sesar yang berarah hampir utara-selatan. Sedangkan Cekungan Bogor yang berada di
sebelah selatannya yang dikenal juga sebagai daerah yang labil dan kebanyakan
ditempati oleh endapan laut dalam yang bersifat turbidit, dengan sifat strukturnya sangat
kompleks, lipatan isoklinan serta pembalikan dari lapisan seringkali dijumpai disertai
oleh sesar-sesar naik yang mempunyai kemiringan pada umumnya ke arah selatan.
terbentuk di selatan Jawa yang menerus ke Sumatera pada umur Oligosen Akhir-Miosen
Awal (32 Jtl) mengakibatkan Pulau Jawa mengalami gaya kompresi yang menghasilkan
Zona Anjakan-Lipatan (Thrust Fold Belt) di sepanjang Pulau Jawa dan berlangsung
hingga sekarang dan diikuti pula dengan busur volkaniknya yang bergeser secara
26
Rajamandala yang berdasarkan radiometri berumur 14,5 jt, atau ekivalen dengabn
Miosen Tengah).
Ditafsirkan bahwa pada saat ini terjadi pengangkatan yang disertai oleh
pergeseran-pergeseran melalui sesar ink, yang di acu oleg gejala volkanisma dan intrusi
yang dimulai di bagian selatan Majalengka, yang kemudian secara berngsur bergeser ke
27
PROSPEK HIDROKARBON
Sistematika
Untuk dapat memberikan jawaban akan prospek minyak bumi pada suatu daerah,
hal pertama yang harus diteliti adalah sejarah cekungannya disamping macam
seperti pada daerah cekungan depan busur volkanik umumnya mempunyai heat-flow
Selain hal tersebut di atas, adanya indikasi minyak dan gas bumi dipermukaan
yang dapat diamati di lapangan merupakan fakta yang sangat menunjang kemungkinan
sekitarnya.
Untuk keperluan ini akan dibahas indikasi minyak dan gas bumi di permukaan
dan kemungkinan yang ada pada setiap satuan di daerah Majalengka dan sekitarnya.
Indikasi hidrokarbon
rembesan minyak dan gas dipermukaan yang terdapat di beberapa tempat, yakni :
a. Berupa gas H2S yang tercium sangat kuat di kiri Sungai Cilutung pada lapisan
batupasir Formasi Halang. Di tempat tersebut tampak selalu basah (laporan Skripsi
mahasiswa).
28
b. Rembesan minyak bumi di kampung Sukamurni Kecamatan Maja, yang masih keluar
sampai sekarang (Djuri, 1973; Gondwana, 1983; dan laporan Skripsi mahasiswa).
daerah tersebut pernah di bor oleh partikelir Belanda (Jan Reerink) pada tahun 1981-
1874. Pada waktu itu dikenal sebagai sumur Cibodas (Kampung Cibodas). Telah
1,0 % coal.
Cisaat dekat G. Sela dan G. Bongkok kurang lebih 2 km seblah utara lokasi Cibodas.
4. Di Sungai Cisuleuhen dan Cilutung pada litologi batulempung berwarna kelabu gelap
Formasi Cinambo bagian bawah yang digali kurang lebih 30 cm. mengeluarkan bau
29
5. PT. Gondwana (1983) melaporkan adanya rembesan minyak pada Formasi Subang,
yang ditemukan pada ”thick black aspaltic clay breccias” dengan ”strong odor of
disebalah jalan yang menghubungan Kadipaten dan Jatigede. Tepatnya sekitar 625 m
ke arah baratdaya titik triangulasi K.Q.1240, sepanjang anak sungai yang tidak ada
namanya dalam peta tofografi. Diperkirakan rembesan tersebut keluar pada kontak
sesar diantara Formasi Cantayan (menurut Martodjo, 1984 dan Djuhaeni, dkk, 1984)
30
KESIMPULAN (SEMENTARA)
Berdasarkan atas umur batuannya, maka urutan stratigrafi untuk Zaman Tersier
1. Miosen Bawah terbagi dalam Formasi Cinambo Anggota Bawah dan Cinambo
2. Miosen Tengah diwakili oleh ”Cimanuk Serie 1-4” dan ”Cidadap Beds” Fasies
1984), dan Formasi Cisaar dan Formasi Cinambo (menurut Djuhaeni, dkk
(1984).
Koolhoven, 1936), Formasi Halang Anggota Atas dan Formasi Subang (menurut
1984), dan Formasi Cantayan dan Formasi Bantarujeg (menurut Djuhaeni, dkk.
(1984).
5. Pleistosen diwakili oleh Endapan Breksi volkanik kuarter dan Aluvial (menurut
Koolhoven, 1936), Breksi terlipat, Hasil Gunungapi Tua dan Muda (menurut
31
Djuri, 1973), Breksi Gunungapi dan Formasi Citalang (menurut Martodjojo,
a. Berupa gas H2S yang tercium sangat kuat di kiri Sungai Cilutung pada lapisan
batupasir Formasi Halang. Di tempat tersebut tampak selalu basah (laporan Skripsi
mahasiswa).
b. Rembesan minyak bumi di kampung Sukamurni Kecamatan Maja, yang masih keluar
sampai sekarang (Djuri, 1973; Gondwana, 1983; dan laporan Skripsi mahasiswa).
32