Anda di halaman 1dari 8

CERITA SEJARAH

Fransiska Hidayat (160212602223)


Iqlima Safa Nur (1602126022)

PENDAHULUAN

Sastra anak meliputi semua jenis penulisan kreatif dan imajinatif yang
khusus untuk dibaca dan menghibur anak-anak. Dengan demikian sastra anak
menawarkan kesenangan dan pemahaman bagi anak-anak. Sastra anak erat
kaitannya dengan dunia anak-anak dan bahasa yang digunakannya pun sesuai
dengan perkembangan intelektual dan emosional anak. Sastra (dalam sastra anak-
anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang
menggambarakan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman
tertentu, dan mengandung nilai estetika tertentu yang bisa dibuat oleh orang dewasa
ataupun anakanak. Sastra anak-anak bukan dibatasi oleh siapa pengarangnya,
melainkan untuk siapa karya itu diciptakan. Dengan demikian sastra anak-anak
boleh saja hasil karya orang dewasa, tetapi berisikan cerita yang mencerminkan
perasaan anak-anak, pengalaman anak-anak serta dapat dipahami dan dinikmati
oleh anak-anak sesuai dengan pengetahuan anak-anak.

Sastra anak adalah sastra yang berbicara tentang apa saja yang menyangkut
masalah kehidupan ini sehingga mampu memberikan informi dan pemahaman
yang lebih baik tentang kehidupan itu sendiri. Melalui cerita yang dikemas dalam
berbagai jenis sastra anak, anak akan cenderung lebih nyaman dalam menerima
informasi. Sebab, dunia anak berbeda dengan orang dewasa, jika tidak disampaikan
sesuai dengan tingat kemampuan pemahaman mereka maka akan sia-sia saja segala
amanat atau nilai moral yang terkandung dalam cerita yang disampaikan.

Norton (Hartati, 2017) menjelaskan bahwa sastra anak-anak adalah sastra


yang mencerminkan perasaan dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-
anak. Namun demikian, dalam kenyataannya, nilai kebermaknaan bagi anak-anak
itu terkadang dilihat dan diukur dari perspektif orang dewasa. Hal ini tentunya
menjadikan sastra anak tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik, sebab
tidak semua perspektif orang dewasa diterima oleh anak-anak.
Peran sastra anak dalam kehidupan mereka tentunya memiliki porsi yang
cukup besar, karena dengan sastra anak baik melalui proses membaca sendiri atau
menyimak cerita yang dibacakan oleh orang lain adalah kegiatan yang
menyenangkan dan menjadi sarana hiburan. Karya sastra anak diyakini dapat
digunakan sebagai alat yang sangat efektif bagi para pendidik maupun para orang
tua di dalam menanamkan nilai-nilai, norma, perilaku luhur, dan kepercayaan yang
di dalam suatu masyarakat atau budaya. Penanaman nilai moral terhadap anak-anak
khususnya melalui internalisasi pengetahuan kesusastraan anak mengalami
kemunduran yang bertubi-tubi sehingga berdampak pada moral anak yang kering
dan brutal, jauh dari apa menjadi harapan orang tua dan bangsa.

Cerita sejarah merupakan salah satu contoh sastra anak yang dapat
memberikan informasi serta pemahaman untuk anak. Di dalamnya berisi berbagai
nilai-nilai moral yang baik untuk pertumbuhan kognitif anak. Bacaan fiksi sejarah
tentunya juga bias menumbuhkan karakter anak menjadi lebih terarah dan mungkin
saja bisa mencontoh tokoh-tokoh di dalam bacaan fiksi sejarah tersebut. Hal
tersebutlah yang mendasari penulis untuk menulis artikel ini, sebab di zaman
modern ini nilai-nilai moral anak-anak sudah mulai terkikis terganti dengan hal-hal
yang tidak bermanfaat dan justru merusak proses petumbuhan anak.

A. Hakikat Cerita Sejarah

Menurut Stewig (1980:260) cerita sejarah merupakan cerita yang


didasarkan pada peristiwa masa lalu yang memiliki nilai sejarah. Cerita sejarah
disampaikan secara runtun sesuai dengan kronologi waktu yang terjadi pada masa
lampau. Teks cerita sejarah disampaikan bedasarkan pada peristiwa-peristiwa yang
terjadi di lapangan dan membentuk kisah sejarah teks tersebut. Cerita sejarah
biasanya ditulis menggunakan gaya bahasa yang mudah dimengerti agar anak-anak
tidak mengalami kesulitan dalam memahami maksud penulis. Konflik-konflik yang
disajikan dalam cerita sejarah biasanya menggambarkan masalah sosial yang terjadi
pada era di mana kisah tersebut diceritakan.

Sutherland & Arbuthnot (1991:420) memaparkan pentingnya eksistensi


cerita sejarah karena melalui cerita sejarah, anak-anak dapat melihat atau
merasakan pengalaman yang tidak pernah mereka alami yang kemudian dikemas
dalam bentuk cerita fiksi. Kesimpulannya, cerita fiksi ditulis dengan tujuan untuk
menceritakan sebuah cerita yang didasarkan pada masa lalu dan memiliki nilai
sejarah yang kebanyakan dari pembacanya tidak mengalami secara langsung.
Tokoh yang ada di dalam cerita sejarah bisa berasal dari sejarah yang sebenarnya
dan bisa juga buatan dari penulis (fiksi). Cerita sejarah menjadi penting untuk
dibaca karena masa lalu menggambarkan bagaimana masyarakat zaman dahulu
betahan hidup selain itu cerita sejarah memiliki banyak peristiwa yang dapat
dijadikan pelajaran. Melalui cerita sejarah, anak-anak seolah dibawa untuk
mengalami masa-masa itu sendiri.

B. Karakteristik Cerita Sejarah

Dari definisi cerita sejarah di atas dapat ditemukan beberapa karakteristik, yaitu:

1. Mengandung nilai sejarah.


2. Mengandung unsur fiksi dan fakta yang seimbang.
3. Cerita sejarah disampaikan dengan kronologi waktu yang sama dengan
kejadian sejarah.
4. Tema-tema yang diangkat adalah tema-tema perjuangan, peperangan,
kehidupan sosial, dan tema-tema universal lainnya.
5. Gaya bahasa yang digunakan menggunakan pilihan kata konkret, kalimat
sederhana, dan kata-kata yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
6. Cerita sejarah juga kerap mengandung nilai-nilai kehidupan yang positif di
dalamnya.

C. Jenis Cerita Sejarah

Berdasarkan isinya, cerita sejarah dapat dibagi menjadi dua, yakni:

1. Cerita Sejarah Fiksi

Cerita sejarah fiksi merupakan cerita fiksi yang didasarkan pada peristiwa
masa lalu yang memiliki nilai sejarah. Namun yang disampaikan bukanlah
sepenuhnya fakta, penulis menambahkan fiksi pada cerita dengan tujuan untuk
membuat cerita semakin menarik dan mudah dipahami anak-anak. Sasaran
pembaca cerita sejarah fiksi ini adalah anak-anak usia pra-sekolah hingga anak-
anak yang berusia 12 tahun. Beberapa contoh cerita sejarah fiksi dapat di lihat pada
gambar di bawah ini:

a. Air Mata Cilubintang (2016) karya Fradika Darman.

Air Mata Cilubintang menyimpan cerita sejarah tentang asal-usul Pulau


Banda dan sejarah sumur keramat (sumur negeri) yang terdapat di Desa Lontor.
Dikisahkan hiduplah sepasang suami istri bernama Andan dan Dalima yang
menantikan seorang anak. Akhirnya mereka mendapatkan keturunan bukan hanya
seorang namun lima bersaudara. Salah satunya bernama Cilubintang.

b. Gagalnya Sebuah Sayembara (1998) karya Tirto Suwondo.

Buku ini berupa novel anak, yang diperuntukkan bagi anak usia Sekolah
Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Buku ini merupakan hasil saduran dari buku
Babad Prambanan, suatu cerita rakyat dari daerah Prambanan, Jawa Tengah. Buku
ini bercerita tentang teka-teki Dewi Larasati, kisah Bandung Bandawasa, dan
Endang Rara Temon di Kerajaan Pengging (Bumi Prambanan).

c. Dalem Boncel (2016) karya Sunarsih.

Cerita ini mengandung nilai sejarah tentang bupati yang berkuasa di daerah
Caringin, Banten. Dalam cerita ini Dalem Boncel dikisahkan sebagai anak yang
durhaka terhadap ibunya. Dia tidak mau mengakui ketika ibunya datang, karena
pada saat itu dia sudah menjadi seorang bupati, sedangkan ibunya hanya seorang
tua renta dan miskin. Dalem Boncel tega mengusir ibunya. Ibunya pun
meninggalkan anak mereka dengan hati yang pedih karena tidak diakui oleh
anaknya sendiri.

d. Belajar di Candi Jago karya Al Uyuna Galuh Cantika

2. Cerita Sejarah Nonfiksi


Sedangkan cerita sejarah nonfiksi merupakan cerita yang mengandung nilai
kesejarahan dengan setting waktu masa lampau dengan rentetan peristiwa yang
sesuai dengan fakta. Cerita sejarah nonfiksi umumnya dibaca oleh anak-anak yang
sudah beranjak remaja karena mudah mereka pahami. Beberapa contoh cerita
sejarah nonfiksi ialah:

a. Sang Pangeran Dari Tuban (1996) karya Tirto Suwondo.

Sang Pangeran Dari Tuban merupakan cerita (novel) anak, terutama anak
usia Sekolah Menengah Pertama. Buku ini merupakan hasil saduran dari buku Serat
Rangsang Tuban gubahan Ki Padmasusastra dari Kitab Wedha Paraya karangan
Empu Manehguna. Buku ini bercerita tentang kepergian Pangeran Warihkusuma
dari istana Tuban dan terpaksa berpisah dengan istrinya akibat tindakan semena-
mena adiknya yang diangkat menjadi raja.

b. Baratayuda
c. Gadjah Mada

D. Kriteria Cerita Sejarah

Menurut Stewig (1980) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam
cerita fiksi sejarah meliputi:

1. Buku cerita sejarah harus menarik juga harus memenuhi tuntutan


keseimbangan antara fakta dan fiksi.
2. Cerita sejarah tidak perlu harus tepat dan otentik. Riset memang perlu,
tetapi harus benar-benar bisa dicerna, detail-detail yang dibuat harus
menyatu dengan cerita bukan hanya sebagai efek tambahan. Meskipun
tokoh cerita dan plot-plot bantuan diterima dalam cerita sejarah, tetapi hal
yang terjadi tidak boleh kontradiksi dengan kenyataan sejarah yang
sebenarnya.
3. Cerita sejarah harus secara akurat merefleksikan semangat atau jiwa dan
nilai yang terjadi pada waktu itu beserta kejadian-kejadiannya.
4. Penulis cerita sejarah harus tetap berpijak dengan seksama pada tempat-
tempat sejarahnya (histografi).
5. Keotentikan bahasa dalam cerita sejarah harus pula mendapat perhatian.
6. Cerita sejarah harus dapat mendramatisasi dan memanusiakan fakta-fakta
sejarah. Hal ini akan bisa membuat anak atau siswa-siswa punya rasa
partisipasi dengan menghargai sejarah bangsanya, bisa membuat anak
melihat bahwa keadaan sekarang adalah hasil masa lalu dan keadaan
sekarang akan mempengaruhi masa akan datang.

E. Nilai-Nilai dalam Cerita Sejarah

1. Cerita sejarah bagi anak-anak membantunya untuk mengalami masa lalu,


masuki konplek, derita, kebahagiaan, dan lain-lain;
2. Cerita sejarah memberikan pengalaman kepada anak dan berperan untuk
masa lalu;
3. Cerita sejarah mendorong anak untuk berpikir dan merasakan, dan buku
masa lalu mengundang perbandingannya di masa kini;
4. Cerita sejarah memberikan kesempatan kepada anak untuk berpikir kritis
dan menilai novel-novel yang mempunyai konplek besar, karakter yang
kuat, sulit menentukan pilihan;
5. Perspektif historis membantu siswa untuk melihat, menilai kesalahan masa
lalu dengan lebih jelas.

PENUTUP

DAFTAR RUJUKAN

Hartati, T. 2017. Apresiasi Sastra Anak. Bandung: Pascasarjana UPI.

Stewig, J. Warren. 1980. Children and Literature. Chicago: Rand Mc Nally


Publishing.

Anda mungkin juga menyukai