Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2

P-ISSN: 2502-7638; E-ISSN: 2502-8391

BERFIKIR REFLEKTIF DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Anies Fuady
Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Islam Malang
fuadyanies@gmail.com

Abstrak
Berfikir reflektif dapat terjadi ketika siswa mengalami kebingungan, hambatan atau keraguan dalam
menyelesaikan masalah matematika yang dihadapinya. Pada dasarnya berpikir reflektif merupakan sebuah
kemampuan siswa dalam menyeleksi pengetahuan yang telah dimiliki dan tersimpan dalam memorinya untuk
menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi untuk mencapai tujuan-tujuannya. Oleh karena itu untuk
menyelesaikan masalah dalam matematika siswa memerlukan kemampuan berfikir reflektif. Siswa yang
berfikir reflektif lebih mungkin melakukan tugas-tugas seperti mengingat informasi yang terstruktur,
membaca dengan memahami dan menginterpretasikan teks, memecahkan masalah dan membuat keputusan

Kata Kunci: Berfikir Reflektif, Pembelajaran, Masalah, Matematika

PENDAHULUAN tidak dapat sepenuhnya ditetapkan


Dalam mempelajari matematika terlebih dahulu.
orang harus berpikir agar ia mampu b. Berpikir tingkat tinggi cenderung
memahamikonsep-konsep matematika kompleks.Urutan atau langkah-langkah
yang dipelajari serta mampu menggunakan keseluruhan itu tidak dapat
konsep-konsep tersebut secara tepat ketika “dilihat”hanyadari satu sisi pandangan
ia harus mencari jawaban bagi berbagai tertentu.
soal matematika. Berfikir berasal dari kata c. Berpikir tingkat tinggi sering
‘pikir’ yang berarti akal budi,ingatan, menghasilkan multisolusi, setiap solusi
angan- angan. (Sunaryo, 2011) memiliki kekurangan dan kelebihan.
berpendapat berfikir artinya menggunakan d. Berpikir tingkat tinggi melibatkan
akal budi untuk mempertimbangkan dan pertimbangan yang seksama dan
memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang interpretasi
dalam ingatan. Menurut Dewey (1933) e. Berpikir tingkat tinggi melibatkan
berpikir merupakan proses yang penerapan multikriteria, sehingga
menghasilkan representasi mental yang kadang-kadang terjadi konflik kriteria
baru melalui transformasi informasi yang yang satu dengan yang lain.
melibatkan informasi yang kompleks f. Berpikir tingkat tinggi sering
antara berbagai proses mental, seperti melibatkan ketidakpastian. Tidak semua
penilaian, abstraksi, penalaran, hal yang berhubungan dengan tugas
imajinasi, dan pemecahan masalah. yang sedang ditangani dapat dipahami
Krulik (2003) “Higher order sepenuhnya.
thinking skills include critical, logical, g. Berpikir tingkat tinggi melibatkan
reflective thinking, metacognitive, pengaturan diri dalam proses berpikir.
and creative thinking“ bahwa berfikir h. Berpikir tingkat tinggi melibatkan
tingkat tinggi meliputi kritis, logis, penggalian makna, dan penemuan pola
berfikir reflektif, matakognisi dan dalam ketidakberaturan.
berfikir kreatif. . Rodgers(2002) i. Berpikir tingkat tinggi merupakan
mendefinisikan karakteristik berfikir upaya sekuat tenaga dan kerja keras.
tingkat tinggi sebagai berikut: Berfikir tingkat tinggi salah satunya
a. Berfikir tingkat tinggi bersifatnon- adalah berfikir reflektif. Berpikir reflektif
algoritmik. Artinya, urutan tindakan itu adalah serangkaian langkah-langkah

104 Anies Fuady: Berfikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika │ Halaman 104 – 112
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2
P-ISSN: 2502-7638; E-ISSN: 2502-8391

rasional logis berdasarkan metode ilmiah pengetahuan yang telah dimiliki dan yang
mendefinisikan, menganalisis, dan sedang dipelajari dalam menganalisa
memecahkan masalah. (Wikiversity). John masalah , mengevaluasi , menyimpulkan
Dewey (1933) mendefinisikan berfikir dan memutuskan penyelesaian terbaik
reflektif yaitu “active, persistent, and terhadap masalah yang diberikan.
careful consideration of anybelief or A. Karakteristik Berfikir Reflektif
supposedfrom of knowledge inthe lightofthe Boody (2008), Hamilton (2005),
grounds that supportitand the conclusionto Schon (1987) dalam Schon (2012)
whichittends” . Bahwa berfikir reflektif menjelaskan tentang karakteristik dari
adalah sesuatu yang dilakukan dengan aktif, dari berpikir reflektif sebagai berikut :
gigih, dan penuh pertimbangan keyakinan 1. Refleksi sebagai analisis retrospektif
didukung oleh alasan yang jelas dan dapat atau mengingat kembali
membuat kesimpulan/memutuskan sebuah (kemampuan untuk menilai diri
solusi untuk masalah yang diberikan. sendiri). Guru dalam pendekatan
Taggart (2005) mendefinisikan retrospektif ini dapat merefleksikan
berfikir reflektif adalah proses membuat pemikirannya untuk menggabungkan
informasi dan membuat keputusan yang pengalaman sebelumnya dan
bagaimana dari pengalaman tersebut
logis tentang pendidikan, kemudian menilai
berpengaruh dalam praktek mengajar
keputusan itu. Menurut Lipman (2003), dikelas
kemampuan berfikir reflektif adalah 2. Refleksi sebagai proses pemecahan
kemampuan untuk berpikir dengan masalah (kesadaran tentang bagaimana
perhatian pada asumsi (hipotesis unsur- seseorang belajar). Diperlukannya
unsur yang dikenal) dan implikasinya mengambil langkah-langkah untuk
didasarkan pada alasan atau bukti untuk menganalisis dan menjelaskan masalah
mendukung kesimpulan.Sezer (2008) dalam sebelum mengambil tindakan.
Chee (2012:168) menyatakan bahwa 3. Refleksi kritis pada diri
berpikir reflektif didefinisikan sebagai (mengembangkan perbaikan diri secara
kesadaran tentang apa yang diketahui dan terus menerus). Refleksi kritis dapat
dianggap sebagai proses analisis,
apa yang dibutuhkan, hal ini sangat
mempertimbangkan kembali dan
penting untuk menjembatani kesenjangan mempertanyakan pengalaman dalam
situasi belajar. konteks yang luas dari suatu
Gurol (2011) mendefinisikan permasalahan.
berpikir reflektif sebagai proses kegiatan 4. Refleksi pada keyakinan dan
terarah dan tepat dimana individu keberhasilan diri. Keyakinan lebih
menganalisis, mengevaluasi, memotivasi, efektif dibandingkan dengan
mendapatkan makna yang mendalam, pengetahuan dalam mempengaruhi
menggunakan strategi pembelajaran yang seseorang pada saat menyelesaikan
tepat. Dengan demikian berfikir reflektif itu tugas maupun masalah. Selain itu,
untuk mendapatkan jawaban dengan cara keberhasilan merupakan peran yang
sangat penting dalam menentukan
yang tepat. Gurol (2011) juga berpendapat
praktik dari kemampuan berpikir
bahwa berfikir reflektif itu penting bagi reflektif
guru dan siswa. Tetapi pada kenyataannya
berfikir reflektif kurang mendapat perhatian Menurut Santrock (2010) dalam
yang serius dari guru, guru hanya Suharna (2013:147), siswa yang memiliki gaya
mementingkan jawaban akhir yang reflektif cenderung menggunakan lebih banyak
diperoleh oleh siswa tanpa memperhatikan waktu untuk merespons dan merenungkan
bagaimana jawaban siswa itu diperoleh. akurasi jawaban.Individu reflektif sangat
Berfikir reflektif menurut penulis lamban dan berhati-hati dalam memberikan
adalah proses dengan menghubungkan respons, tetapi cenderung memberikan jawaban
secara benar. Siswa yang reflektif lebih

Anies Fuady: Berfikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika │ Halaman 104 – 112 105
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2
P-ISSN: 2502-7638; E-ISSN: 2502-8391

mungkin melakukan tugas-tugas seperti kegiatan otomatis yang dilakukan dengan


mengingat informasi yang terstruktur, membaca pikiran. Pemahaman adalah belajar dan
dengan memahami dan menginterpretasikan membaca tanpa terkait dengan situasi lain.
teks, memecahkan masalah dan membuat Refleksi menyangkut pertimbangan aktif,
keputusan. Selain itu, siswa yang reflektif juga gigih dan hati-hati dari setiap asumsi atau
mungkin lebih menentukan sendiri tujuan
keyakinan didasarkan pada keadaan
belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang
relevan.Dan biasanya memiliki standar kerja seseorang. Refleksi kritis dianggap sebagai
yang tinggi tingkat yang lebih tinggi dari pemikiran
Proses berpikir reflektif tidak reflektif yang menyebabkan seseorang
tergantung pada pengetahuan siswa semata, menjadi lebih sadar bagaimana melihat
tapi proses bagaimana memanfaatkan suatu masalah, cara merasakan suatu
pengetahuan yang telah dimilikinya untuk masalah, bertindak dan penyelesaian suatu
memecahkan masalah yang dihadapi. Jika masalah.
siswa dapat menemukan cara untuk Dewey (1933) membagi pemikiran
memecahkan masalah yang dihadapi reflektif menjadi tiga situasi berikut :
sehingga dapat mencapai tujuannya maka “…. Dewey divides reflective thinking into
siswa tersebut telah melakukan proses three situations as follows: The pre-
berpikir reflektif. reflective situation, a situation experiencing
Pada dasarnya berpikir reflektif perplexity, confusion, or doubts; the post-
merupakan sebuah kemampuan siswa reflective situation, a situation in which
dalam menyeleksi pengetahuan yang telah such perplexity, confusion, or doubts are
dimiliki dan tersimpan dalam memorinya dispelled; and the reflective situation, a
untuk menyelesaikan setiap masalah yang transitive situation from the pre-
dihadapi untuk mencapai tujuan-tujuannya. reflective situation to the post-reflective
Menurut John Dewey (1933) proses situ- ation…”. Situasi pre-reflektif yaitu
berpikir reflektif yang dilakukan oleh situasi yang menunjukkan kebingungan
individu akan mengikuti langkah-langkah atau keraguan,pasca-reflektif yaitu situasi
sebagai berikut : yang menunjukkan bahwa kebingungan
1. Individu merasakan problem. atau keraguan itu mendapatkan jawaban,
2. Individu melokalisasi dan membatasi reflektif yaitu situasi peralihan dari situasi
pemahaman terhadap masalahnya. pre-reflektif ke situasi pasca-reflektif.
3. Individu menemukan hubungan- Dewey (1933) mengemukakan bahwa
hubungan masalahnya dan merumuskan komponen berpikir reflektif (reflective
hipotesis pemecahan atas dasar thinking) adalah kebingungan (perplexity)
pengetahuan yang telah dimilikinya dan penyelidikan (inquiry). Kebingungan
4. Individu mengevaluasi hipotesis yang adalah situasi dimana ketidakpastian
ditentukan, apakah akan menerima atau tentang sesuatu yang sulit untuk dipahami
menolaknya. dan dimengerti yang kemudian menantang
5. Individu menerapkan cara pemecahan pikiran untuk melakukan perubahan dalam
masalah yang sudah ditentukan dan pikiran dan keyakinan seseorang.
dipilih, kemudian hasilnya apakah ia Penyelidikan adalah bagaimana
menerima atau menolak hasil mengarahkan kepada pikiran untuk
kesimpulannya berfikir secara terarah. Dengan membiarkan
kebingungan dan penyelidikan terjadi pada
Mezirow (2011) dalam Suharna saat yang sama, perubahan perilaku
(2013 : 281) mengemukakan empat tahap seseorang dapat terlihat, demikian juga
berpikir reflektif prespektifteoritis yaitu sebaliknya jika pemikiran reflektif adalah
tindakan kebiasaan, pemahaman, refleksi kebiasaan yaitu kebingungan (perplexity)
dan kritis. Tindakan kebiasaan adalah dan penyelidikan (inquiry), maka

106 Anies Fuady: Berfikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika │ Halaman 104 – 112
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2
P-ISSN: 2502-7638; E-ISSN: 2502-8391

seseorang akan ada perubahan perilaku merasakan berbagai hal. Pada tahap ini
yang mungkin (Dewey,1933). siswa mampu memutuskan dan
Dewey (1933) mengemukakan memecahkan penyelesaian.
tentang peran berpikir reflektif bagi guru Menurut King dan Kitchener
bahwa : dalam (Wowo:2011) ada tujuh tahap
“… reflective thought brings two dalam berpikir reflektif, berikut
challenges. First, teachers must be penjelasannya disajikan dalam bentuk
observers of all that concerns the students tabel 1 :
in their classrooms. They must know all of
the conditions that could make things Tabel 1 Model Tujuh Tahap Berpikir
better or worse for the students as well as Reflektif menurut King dan Kitchener
the consequences of those conditions. Berpikir Mengetahui keterbatasan dalam
Second, teachers must also know about the pra-reflektif pengamatan konstruksi tunggal; apa
school organization and about the Tahap 1 yang diamati orang adalah benar.
atmosphere surrounding a child's Perbedaan yang tidak disadari.
learning…”. Berfikir reflektif memberikan
dua tantangan bagi guru. Pertama, bahwa Tahap 2 Untuk mengetahui dua kategori
guru harus menjadi pengamat bagi semua jawaban benar dan salah. Jawaban
siswa di dalam kelas. Guru harus benar dikatakan memiliki
mengetahui semua kondisi yang membuat pengetahuan baik; dan jawaban
salah dikatakan memiliki
siswa menjadi lebih baik atau lebih buruk pengetahuan kurang. Perbedaan bias
dan mengetahui akibat dari dua kondisi diselesaikan melalui penambahan
tersebut. Kedua, para guru harus tahu informasi yang lebih lengkap.
tentang organisasi sekolah dan kondisi
lingkungan sekitar tempat siswa-siswi Tahap 3 Pada beberapa wilayah, pengetahuan
belajar. tertentu telah dicapai, diwilayah lain
Kemampuan berfikir reflektif pada untuk sementara telah pasti,
keyakinan pribadi dapat diketahui.
anak dimulai ketika mereka berumur 7
tahun, hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Inhaler dan Piaget dalam Berpikir Pengetahuan tidak dikenal dalam
refleksi beberapa konsep kasus spesifik,
Skemp (1982). Menurut hasil penelitian kuasi dapat menyebabkan generalisasi
mereka bahwa anak dapat mengembangkan Tahap 4 abstrak tidak pasti. Pembenaran
proses berfikir reflektif ketika anak itu pengetahuan memiliki diferensiasi
berusia 7 tahun, dimana anak sudah bisa buruk.
menceritakan kembali apa yang pernah Tahap 5 Pengetahuan tidak pasti harus
dilakukan atau yang dialaminya. dipahami dalam konteks tertentu,
dengan demikian pembenaran
Sementara itu Len dan Kember spesifik konteks. Pengetahuan
(2008: 578) mengungkapkan berdasarkan dibatasi oleh sudut pandang orang
Mezirow’s theorical framework bahwa yang tahu.
berpikir reflektif dapat digolongkan ke Tahap 6 Pengetahuan tidak pasti, tapi
dalam 4 tahap yaitu: dibangun dengan
membandingkan bukti dan pendapat
1. Habitual Action (Tindakan Biasa).
dari sisi yang berbeda serta
2. Understanding (Pemahaman). konteksnya
3. Reflection (Refleksi).
Tahap 7 Pengetahuan adalah hasil dari
4. Critical Thinking (Berpikir Kritis). suatu proses penyelidikan yang
Berpikir kritis merupakan tingkatan sistematis. Prinsip ini setara dengan
tertinggi dari proses berpikir reflektif yang prinsip umum di seluruh ranah.
melibatkan siswa, dengan mengetahui Pengetahuan bersifat sementara
secara mendalam alasan seseorang untuk

Anies Fuady: Berfikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika │ Halaman 104 – 112 107
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2
P-ISSN: 2502-7638; E-ISSN: 2502-8391

Sabandar (2012) mengungkapkan bahwa terdapat tidaknya solusi, atau malahan


untuk memberdayakan kemampuan berpikir akan memunculkan soal-soal yang
reflektif adalah dengan memberikan benar-benar baru atau bersifat tidak
tanggapan terhadap hasil jawaban siswa rutin.
dalam menyelesaikan soal, karena pada saat 3. Mengajukan pertanyaan “apa yang
menyelesaikan soal itu mereka sedang salah”.“Apa yang salah” merupakan
termotivasi dan senang dengan hasil yang pertanyaan yang memberi peluang
dicapai, maka rasa senang dan termotivasi untuk siswa menggunakan kemampuan
ini harus tetap dipertahankan dengan berpikir kritis, misalnya menemukan
memberikan tugas baru kepada siswa, yaitu kesalahan, ketika kepada mereka
sebagai berikut: disajikan suatu situasi konflik, ataupun
1. Menyelesaikan masalah dengan cara solusi yang mengandung kesalahan
yang lain. Menyelesaikan masalah apakah secara konsep atau perhitungan.
dengan cara yang lain, sesungguhnya Tugas siswa adalah untuk menemukan
dimungkinkan, karena guru dengan kesalahan itu serta memperbaikinya,
sengaja atau tidak sengaja sudah dan kemudian menjelaskan apa yang
memilih soal yang penyelesaiannya salah , mengapa salah.
dapat diperoleh dengan berbagai cara 4. Mengajukan pertanyaan “apa yang
(strategi), ataupun beragam jawaban. kamu lakukan”.“Apa yang akan
Selain itu, hal ini amat kamu lakukan” termasuk suatu
direkomendasikan, dikarenakan pertanyaan yang menstimulasi berpikir
konsep-konsep di dalam matematika kreatif. Karena disini aspek
saling terkait, dan kemampuan koneksi tantangannya kuat sekali. Siswa
matematika siswa juga perlu mendapat diminta untuk membuat suatu
kesempatan untuk dikembangkan. Hal keputusan, yang didasarkan pada ide
ini mencerminkan betapa kayanya individu ataupun pada pengalaman
matematika, dan dapat diharapkan individu. Siswa harus menganalisis
menimbulkan kekaguman atau situasi kemudian membuat keputusan.
apresiasi (disposisi siswa) terhadap Siswa dapat diminta untuk, dalam satu
matematika. Tuntutan bagi siswa untuk alinea mengungkapkan secara tertulis
menyelesaikan soal itu dengan cara apa yang dipikirkannya.
lain, sesungguhnya agar melatih siswa Roger (2002) mengungkapkan
untuk berpikir kreatif serta kembali pendapat Dewey tentang
memberdayakan pengetahuan serta kriteria berpikir reflektif sebagai berikut:
pengalaman mereka. 1. Refleksi adalah proses bermakna yang
2. Mengajukan pertanyaan “bagaimana memindahkan pembelajar dari suatu
jika ...?” sesungguhnya memberi pengalaman ke pengalaman selanjutnya
peluang untuk siswa kreatif dalam dengan pemahaman yang lebih
menciptakan strategi dan soal-soal baru mendalam tentang hubungannya dengan
dengan mengacu pada soal yang tadi pengalaman dan ide yang lain.
diselesaikannya. Misalnya, informasi 2. Refleksi adalah cara berpikir yang
pada soal semula diganti, ditambah sistematik, tepat disiplin dengan akar-
atau dikurangi. Soal ini juga dapat akarnya dalam penyelidikan ilmiah.
merupakan tantangan baru bagi siswa 3. Refleksi pasti terjadi dalam masyarakat,
dan mereka harus menganalisisnya. dalam interaksi dengan yang lain.
Disini mereka selain kreatif, mereka 4. Refleksi memerlukan sikap yang
juga akan kritis, untuk memastikan menilai pribadi dan pertumbuhan
apakah informasi yang dikurangi atau intelektual dari seseorang dan orang lain.
ditambahkan itudapat mempengaruhi

108 Anies Fuady: Berfikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika │ Halaman 104 – 112
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2
P-ISSN: 2502-7638; E-ISSN: 2502-8391

Dewey dalam Choy (2012) juga jawaban dari suatu permasalahan. Pada
mengungkapkan tiga sumber asli yang langkah ini, siswa mengembangkan
wajib untuk berpikir reflektif, yaitu: berbagai kemungkinan dan solusi untuk
1. Curiosity (Keingintahuan) memecahkan masalah yang telah
Hal ini lebih kepada cara-cara dibatasi dan dirumuskan tersebut, siswa
siswa merespon masalah. Curiosity berusaha untuk menyelesaikan masalah
merupakan keingintahuan seseorang itu.
akan penjelasan fenomena-fenomena 4. Rational elaboration of an idea,
yang memerlukan jawaban fakta secara mengembangkan ide untuk memecahkan
jelas serta keinginan untuk mencari masalah dengan cara mengumpulkan
jawaban sendiri terhadap soal yang data yang dibutuhkan. Siswa mencari
diangkat. informasi yang diperlukan untuk
2. Suggestion (Saran) memecahkan masalah tersebut, dalam
Suggestion merupakan ide-ide langkah ini siswa memikirkan dan
yang dirancang oleh siswa akibat merumuskan penyelesaian masalah
pengalamannya. Saran haruslah dengan mengumpulkan data-data
beraneka ragam (agar siswa mempunyai pendukung.
pilihan yang banyak dan luas) serta 5. Test and formation of conclusion,
mendalam (agar siswa dapat melakukan tes untuk menguji solusi
memahami inti masalahnya). pemecahan masalah dan
3. Orderlinnes (Keteraturan) menggunakannya sebagai bahan
Dalam hal ini siswa harus pertimbangan membuat kesimpulan.
mampu merangkum ide-idenya untuk Siswa menguji kemungkinan dengan
membentuk satu kesatuan. jalan menerapkannya untuk
Terdapat lima komponen yang berkenaan memecahkan masalah sehingga siswa
dengan kemampuan berpikir reflektif, menemukan sendiri keabsahan
menurut (Kusumaningrum: 2010) temuannya.
diantaranya adalah:
1. Recognize or felt difficulty problem, B. Contoh Berpikir Reflektif Siswa
mengenali atau merasakan kesulitan dalam Menyelesaikan Masalah
suatu masalah. Masalah mungkin Aljabar
dirasakan siswa setelah siswa membaca Menurut Suharna, dkk (2013), berikut ini
data pada soal. Kemudian siswa mencari hasil pekerjaan siswadalam menyelesaikan
cara untuk mengetahui apa yang masalah aljabar dengan kode R1sampai R10
sebenarnya terjadi. Pada langkah ini,
siswa mengenali adanya permasalahan
dan mengidentifikasinya.
2. Location and definition of the
problem, membatasi dan merumuskan
masalah. Langkah ini menuntun siswa
untuk berpikir kritis. Berdasarkan
pengalaman pada langkah pertama
tersebut, siswa mempunyai masalah
khusus yang merangsang pikirannya,
dalam langkah ini siswa mencermati
permasalahan tersebut dan timbul upaya
mempertajam masalah.
3. Suggestion of possible solution,
mengajukan beberapa kemungkinan

Anies Fuady: Berfikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika │ Halaman 104 – 112 109
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2
P-ISSN: 2502-7638; E-ISSN: 2502-8391

Dalam menyelesaikan masalah sudah benar, R5 melakukan


aljabar, pada saat memahami masalah klarifikasi dengan cara menghitung,
terlihat bahwa siswa menggambarkan R6mengganti jawaban dengan yang
masalah agar mudah dimengerti atau sudah ditulis dengan jawaban yang
mudah dipahami.Hal ini terlihat dari kerja dianggapnya benar, R7 subjek tidak
siswa pada R1 dengan menggambarkan/ yakin dengan jawabannya, dan R8
mengilustrasikan masalah aljabar lebih subjek berusaha menjeleaskan walaupun
dahulu agar mudah difahami dan jawabannya sudah diklarifikasi. Informasi
R2berusaha menjelaskan apa yang sudah tersebut diperkuat dengan hasil
digambarkan. Data tersebut diperkuat wawancara, “selanjutnya gimana” subjek
dengan petikan wawancara, ketika peneliti menjawab “dari gambar kan kelihatan
bertanya “apa sih maunya soal ini?”, kelilingnya3x + 2y = 1.500, peneliti
subjek menjawab “iyakan gini, pak Hery menanyakan lebih lanjut “kenapa kok
punya kebun berbentuk persegi panjang, dicoret-coret?”, subjek menjawab “tadi
terus kebunya itu di bagi menjadi dua saya salah menghitung dan salah
bagian yang sama selanjutnya pak Hery menggambar”, peneliti juga bertanya
ingin memagari kebun yang sudah dibagi “kenapa kok dicoret-coret?” dan subjek
itu dengan kawat berduri”. Selanjutnya menjawab “tadi saya salah menghitung dan
peneliti menanyakan perkerjaan salah menggambar”.
selanjutnya, subjek menjawab “terus pak Pada tahap memeriksa
Hery memiliki kawat berduri sepanjang kembali terlihat pada R8subjek
1.500 meter”. berusaha menjelaskan apa yang telah
Pada tahap memikirkan dilakukan untuk mengecek jawaban, kode
rencana terlihat bawa dengan menggambar R9 setelah memeriksa kembali
R2 dan R1 siswa menghitung dengan cara pekerjaan di R6ternyata subjek
memisalkan x ada 3 dan yada 2, dengan memperbaikinya yang terlihat pada R9 ,
demikian untuk mengetahui kelilingnya dan R10meyakinkan apa yang akan
subjek menjumlahkan panjang x dan y . dilakukan. Data tersebut diperkuat
Informasi tersebut diperkuat dengan hasil ketika peneliti bertanya “hasil akhir
wawancara, ketika peneliti bertanya “apa untuk soal a) kenapa di coret?” subjek
yang akan kamu lakukan?” Subjek menjawab “iya saya lupa tadi saya liat lagi
menjawab “saya misalkan lebar : x dan ternya yang di tanya kelilingnya.
panjangnya saya misalkan panjangnya: y Kelilingnya kan bisadiperoleh dari 3x
”, peneliti bertanya lebih lanjut “kenapa 1.500−3𝑥
+ 2y = 1.500 diperolehy = 2
kok dimisalkan seperti itu?” subjek
menjawab “supaya, gampang menjawab
PENUTUP
soalnya”. Berdasarkan data tersebut,
Berfikir reflektif penting bagi anak
subjek berusaha meyakinkan deangan apa
untuk memecahkan masalah matematika.
yang akan dilakukanpada masalah aljabar.
Proses berpikir reflektif tidak tergantung
Cara yang digunakan adalah menggambar
pada pengetahuan siswa semata, tapi proses
dan memisalkan sisi-sisinya dengan x dany .
bagaimana memanfaatkan pengetahuan
Selanjutnya pada tahap
yang telah dimilikinya untuk memecahkan
melaksanakan penyelesaian terlihat
masalah yang dihadapi. Jika siswa dapat
pada R3 subjek meyakinkan dengan
menemukan cara untuk memecahkan
melakukan perhitungan, demikian juga
masalah yang dihadapi sehingga dapat
dengan R4 subjek melakukan
mencapai tujuannya maka siswa tersebut
perhitungan untuk meyakinkan dengan apa
telah melakukan proses berpikir reflektif.
yang dikerjakan. Demikian juga dengan
Untuk itu anak perlu di latih untuk bisa
R4 mengklarifikasi apakah jawaban
berfikir reflektif dengan baik.

110 Anies Fuady: Berfikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika │ Halaman 104 – 112
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2
P-ISSN: 2502-7638; E-ISSN: 2502-8391

DAFTAR PUSTAKA Kusumaningrum, Maya, &Abdul Aziz.


2012. Mengoptimalkan Kemampuan
Aysun. 2011. Determining the reflective Berfikir Matematika
thinking skills of pre-service teachers Melalui Pemecahan Masalah
learning and Teaching process. Matematika. Makalah Ini
Energy Education and Technology. Disampaikan Dalam Seminar
Volume (issue) 3(3): 387-402 Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika.Yogyakarta : FMIPA
Chee & Pou. 2012. Reflective Thinking UNY
And Teaching Practices : A Percusor
For Incorporating Critical Thinking Lee, H. 2005. Understanding and
Into The Classroom ?.International assessing preservice teachers’ reflec-
Journal Of Interaction. Vol. 5. No.1 tive thinking. Teaching and Teacher
(e-ISSN: 1308-1470) Education. USA.21 (699–715).

Choy & Cheah. 2012. Teacher Perceptions Lipman. 2013. Thinking in Education.
Of Critical Thinking Among Students Cambridge University Press
And Its Influence On
Higher Education. International Maureen,L.2003. Using Critical Incidents
Journal of Teaching and Learning in to Promote and Assess Reflective
Higher Education. 20(12), 196-204 Thinking in Preservice Teachers.
Carfax Publising Vol. 4, No. 2.
Dewey, J. 1933. How We Think : A
Restatement of The Relation of NCTM. 2000. Principleand Standards for
Reflective Thinking to The Educative School Mathematics. Reston:The
Process. Boston, MA: D.C. Heath National Councilof Teacher
and Company Mathematics

Guroll, A. 2011. Determining The Polya,G.1973. How To Solve It.2nd ed,


Reflective Thinking Skills of Pre- Princeton: Princeton University
Service Teacher in Press. ISBN0-691-08097-6.
Learning and Teaching Process.
Energy Education Science and Rodgers, C. 2010. Defining Reflection :
Technology Part B : Social and Another Look at Jhon Dewey and
Educational Studies. Volume (issue) Reflective Thinking. Teachers
3(3) : 387-402 College Record Volume 104 Number
4, pp. 842-866
Kember, D.Y.P & Kember, D. 2013. The
Relationship Between Approaches to Schon, D. 2012. Educating The Reflective
Learning and Reflection Upon Practitioner. Paper Presented at the
Practice. Educational Psychology, Meeting of the American Educational
23(1), 61-67 Research Association, Washington
DC
Krulik, S & Milou, E. 2014. Teaching
Mathematics in Middle School A Skemp, R. 1982. The Psychology of
Practical Guide. Boston. MA: D.C. Learning Mathematics. USA : Peguin
Keath and Company Books

Anies Fuady: Berfikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika │ Halaman 104 – 112 111
Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika Volume 1 Nomor 2
P-ISSN: 2502-7638; E-ISSN: 2502-8391

Slavin, R. 2006. Educational Psychology


Theory and Practice. Eighth
Edition. New York. Pearson.

Suharna, Hery. 2013. Berfikir Reflective


(Reflektive Thinking) Mahasiswa
Calon Guru Dalam Pembelajaran.
KNM XVI Unpad. Bandung

Sunaryo. 2011. Taksonomi Berfikir.


Bandung : PT. Remaja Rosda Karya

112 Anies Fuady: Berfikir Reflektif dalam Pembelajaran Matematika │ Halaman 104 – 112

Anda mungkin juga menyukai