Anda di halaman 1dari 18

“Pengelolaan Tanah Garaman”

Diajukan Guna

Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Tanah

Disusun oleh :

Dianika Prastiwi H0217017

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu bagian dari sumber daya lahan yang
mempunyai pengaruh langsung dan terus menerus bagi penggunaan
pertanian. Tanah sebagai alat produksi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya
agar memperoleh hasil yang sebesar-besarnya (Santun Sitorus, 1989). Tanah
garaman adalah tanah yang dipengaruhi oleh peluapan/penyusupan air laut
dan terjadi proses salinisasi dan atau alkalisasi. Macam tanah garaman ada 3
yaitu tanah salin, tanah alkali, dan tanah salin-alkali.
Tanah salin adalah tanah dengan kandungan garam mudah larut yang
tinggi, sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Peningkatan kadar garam dalam tanah umumnya dapat terjadi
karena tingginya input atau masukan air yang mengandung garam, lebih
tingginya evaporasi dan evapotranspirasi dibandingkan presipitasi (curah
hujan), dan bahan induk tanah yang mengandung deposit garam.
Ciri khusus bagi tanah salin adalah kadar larut netral tinggi dan
tingginya daya hantar listrik tanah, sedangkan ciri khusus bagi tanah alkali
yaitu kadar natrium tinggi, pH tanah tinggi, dan hidrolisis natrium dalam
kompleks. Tanah garaman memiliki beberapa kendala diantaranya
menghambat perkecambahan, larutan hipertonik (tinggi) terhadap sel
mengakibatkan plasmolisis, tanaman keracunan Na dan Cl, mempengaruhi
keseimbangan unsure hara lainnya, sifat fisik tanah rusak dan lain-lain.
Penanganan kendala tanah garaman perlu pengelolaan (reklamasi) tanah
garaman, baik tanah salin maupun tanah alkali, yaitu tanah salin dengan cara
mengatur drainase, pencucian dan pengaturan irigasi, sedangkan untuk tanah
alkali dilakukan dengan pemindahan natrium oleh Ca, pencucian, dan
memperbaiki sifat fisik tanah.
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sifat dan ciri-ciri tanah garaman?


2. Apa kendala tanah garaman?
3. Bagaimana pengelolaan tanah garaman?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sifat dan ciri-ciri tanah garaman.


2. Untuk mengetahui kendali tanah garaman.
3. Untuk mengetahui pengelolaan tanah garaman.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sifat dan Ciri-ciri Tanah Garaman

Tanah salin adalah tanah dengan kandungan garam mudah larut


(NaCl, Na2CO3, Na2SO4) yang tinggi, sehingga berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penyebab tanah menjadi salin
adalah intrusi air laut, air irigasi yang mengandung garam atau tingginya
penguapan dengan curah hujan yang rendah sehingga garam-garam akan naik
ke daerah perakaran. Baik dan buruknya pengaruh salinitas dapat disebabkan
oleh setiap spesies tanaman mempunyai tingkat kerentanan tertentu terhadap
salinitas tanah, karakteristik tanah (khususnya tekstur tanah) dapat
mempengaruhi, kandungan air tanah, dan komposisi garamnya. Berdasarkan
definisi yang dipakai oleh US Salinity Laboratory, tanah tergolong salin
apabila ekstrak jenuh dari tanah salin mempunyai nilai DHL (daya hantar
listrik) atau EC (electrical conductivity) lebih besar dari 4 deci Siemens/m
(ekivalen dengan 40 m M NaCl) dan persentase natrium yang dapat ditukar
(ESP= exchangeable sodium percentage) kurang dari 15.
Salinitas semula merupakan istilah bagi kandungan natrium (garam) di
dalam larutan cairan yaitu larutan yang banyak mengandung garam biasanya
rasanya asin. Air dikatakan salin jika mengandung 3-5% garam, karena air
laut secara alami adalah asin dan disebut salin maka air yang mengandung
garam >3% disebut salin, sehingga istilah tanah yang banyak mengandung
garam terutama natrium pun disebut tanah salin. Karena tingkatan rasa asin
tanah berbeda-beda maka pada tahun 1978 Lembaga Penelitian Tanah yang
kemudian menjadi Balai Penelitian Tanah menetapkan kriteria hasil analisis
tanah terhadap kation natrium, daya hantar listrik (DHL), dan natrium dapat
ditukar. Kriteria tersebut terdiri dari sangat rendah, rendah, sedang, tinggi,
dan sangat tinggi. Kriteria tersebut dinyatakan dengan angka-angka hasil
analisis yang mudah dibandingkan antara satu hasil titik pengamatan dengan
titik lainnya. Peningkatan kadar garam dalam tanah umumnya dapat terjadi
karena tingginya input atau masukan air yang mengandung garam, misalnya
akibat terjadinya intrusi air laut (baik yang terjadi secara berkala atau secara
sekaligus seperti akibat tsunami) atau masuknya aliran air dengan kadar
garam tinggi ke saluran irigasi (misalnya akibat pencemaran limbah cair
pabrik), lebih tingginya evaporasi dan evapotranspirasi dibandingkan
presipitasi (curah hujan), dan bahan induk tanah yang mengandung deposit
garam.
Aliran air laut bisa melewati badan-badan air maupun batuan, bahan
induk dan tanah yang porus dan memiliki tekanan hidrostatika yang rendah
sehingga tidak mampu menahan air laut, meningkatnya jumlah natrium pada
lahan sawah disebabkan oleh ketidakseimbangan debit air sungai atau air
segar yang masuk ke alur sungai dengan air asin dari laut, makin dekatnya
sumber air asin dipermukaan tanah ke areal sawah, diduga air asin bawah
permukaan makin menjorok ke arah daratan, dan limbah pabrik yang
mengandung natrium masuk ke badan air yang kemudian digunakan untuk
irigasi lahan sawah.
Suatu lahan yang tergenang air terus menerus selama 3 hari atau lebih
berpotensi menjadi salin, apalagi jika genangan air laut itu terjadi secara
reguler, berulang, terus menerus sampai tidak lagi dijumpai tanaman yang
tumbuh. Jika pada suatu tempat kedalaman air payau sangat dangkal dan < 1
m, potensi menjadikan lahan salin meningkat.
Natrium bersifat sangat mudah berpindah karena terlarut di dalam air,
air segar atau air dikatakan tawar jika mengandung <0,05% Na, sedangkan
tanah dikatakan rendah salinitasnya jika hanya mengandung < 0,3 me/100g
atau daya hantar listriknya < 2 dS/m dan natrium dapat ditukarnya <4%.
Ketika natrium dijerap oleh partikel tanah dan sulit dikeluarkan dari dalam
tubuh tanah, maka persoalan salinitas akan muncul dan menghambat
pertumbuhan tanaman, terutama tanaman yang peka terhadap natrium. Sifat
fisika tanah salin dan tidak salin tidak dapat dibedakan begitu saja kecuali
jika salinitasnya tergolong tinggi sampai sangat tinggi. Peningkatan DHL
menjadi >4 dS/m menyebabkan hasil yang sangat sedikit bahkan mungkin
tidak memberikan hasil karena hanya sedikit tanaman yang toleran dengan
DHL tinggi.
Ciri khusus lain bagi tanah salin adalah tingginya daya hantar listrik
tanah, makin tinggi daya hantar listriknya makin tinggi peluang tanaman tidak
menghasilkan atau makin rendah peluang memperoleh hasil. Oleh karena itu,
air untuk irigasi pada lahan sawah salin hendaknya menggunakan air segar
dengan DHL sangat rendah agar mampu mengencerkan kepekatan natrium.
Karena kunci keberhasilan menanggulangi salinitas diantaranya adalah
dengan mengencerkan natrium dan memindahkannya ke badan air.

B. Kendala Tanah Garaman

Kendala dalam pemanfaatan tanah salin untuk budidaya tanaman


adalah tingginya kadar garam terlarut utamanya NaCl. Salinitas menurunkan
kemampuan tanaman menyerap air sehingga menyebabkan penurunan
kecepatan pertumbuhan. Apabila tanaman menyerap garam berlebihan akan
menyebabkan keracunan pada daun tua. Hal tersebut akan menyebabkan
penuaan daun lebih awal dan mengurangi luas daun yang berfungsi pada
proses fotosintesis. Penurunan luas daun tersebut merupakan adaptasi
morfologi tanaman pada kondisi salin. Harjadi dan Yahya (1986) menyatakan
bentuk adaptasi morfologi tanaman pada stress salin adalah perubahan
struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per
satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin
pada permukaan daun serta lignifikasi akar yang lebih awal. Laju fotosintesis
menurun dengan meningkatnya salinitas pada media tumbuh. Cekaman
salinitas menyebabkan terjadinya penuaan daun lebih cepat sehingga
menurunkan hasil. Hal ini menunjukkan bahwa pada tanah salin, penurunan
DHL menjadi faktor penentu peningkatan hasil. Upaya yang dapat dilakukan
untuk mengurangi pengaruh buruk dari tanah salin adalah melakukan
perbaikan tanah salin melalui cara kimia dan biologi, melalui penggunaan
genotipe toleran dan pengelolaan tanah yang sesuai.
Larutan tanah berkadar garam tinggi di daerah perakaran tanaman
akan meningkatkan tekanan osmotik sehingga akar tanaman kesulitan dalam
menyerap air menyebabkan terjadinya kekeringan fisiologis pada tanaman.
Pada kondisi dimana konsentrasi garam dalam tanah cukup tinggi, maka air
yang ada didalam sel tanaman akan bergerak keluar, dinding protoplasma
mengkerut dan sel rusak (plasmolisis). Selain tanaman harus mengatasi
tekanan osmotik tinggi, pada beberapa tanaman dapat terjadi
ketidakseimbangan hara disebabkan oleh kadar hara tertentu terlalu tinggi.
Tumbuhan yang hidup di lahan salin menghadapi dua masalah utama,
yaitu dalam hal memperoleh air tanah yang potensial airnya lebih negatif,
potensial air tanah yang lebih negatif akan memacu air keluar dari jaringan
sehingga tumbuhan kehilangan tekanan turgor dan dalam mengatasi
konsentrasi tinggi ion natrium (Na+) dan klorida (Cl-) yang kemungkinan
beracun. Berlimpahnya Na+ dan Cl- juga dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan ion sehingga aktivitas metabolisme dalam tubuh
tumbuhan menjadi terganggu.
Ciri khas matinya tanaman padi yang diakibatkan oleh keracunan
natrium dan daya hantar listrik tinggi adalah tanaman padi mati dalam kondisi
tergenang air. Kematian dimulai dengan mengeringnya pucuk daun tua
merambat ke arah pangkal daun kemudian ke daun yang lebih muda dan
akhirnya ke titik tumbuh. Tanaman padi kering ditengah-tengah genangan air
dalam lahan sawah. Sistem budi daya padi sawah yang menerapkan irigasi
sepanjang musim tanam, dapat menyebabkan penurunan salinitas pada zona
perakaran sebagai akibat terjadinya pencucian dan pengenceran natrium.
Tanaman padi mengalami cekaman salinitas selama pertumbuhannya, selain
itu tanaman padi merupakan tanaman yang dapat tumbuh dan berkembang
pada musim hujan. Oleh karena itu, salinitas tanah yang tinggi pada awal
pertanaman dapat berkurang setelah beberapa kali hujan dan irigasi
menggunakan air segar dapat berjalan sehingga padi dapat panen. Pada masa
perkecambahan padi toleran hingga 30 dS/m, sensitif terhadap salinitas pada
tahap pertumbuhan awal dan toleransi meningkat dengan meningkatnya fase
pertumbuhan. Tingkat kematian yang cepat dan tinggi pada pertaaman padi
tahun disebabkan rendahnya debit air tawar sementara tingkat salinitas tanah
tergolong ke dalam kelas sangat tinggi dan konsentrasi natrium tidak dapat
diencerkan. Karena pengenceran terhambat oleh rendahnya debit air segar
yang dapat dimanfaatkan untuk mengencerkan natrium. Ketika sumber
natrium bersifat telah bereaksi dengan tanah, natrium yang semula bersifat
fenomena berubah menjadi permanen dan menimbulkan berbagai kerugian
pada budi daya tanaman padi yang rentan terhadap salinitas.

C. Pengelolaan Tanah Garaman

Salinitas merupakan kendala besar dalam mempertahankan


pertumbuhan dan perkembangan tanaman musim kemarau terutama pada
lahan tadah hujan. Pada musim kemarau terjadi penguapan tinggi dan
pasokan air segar menjadi terbatas, sehingga lahan dengan salinitas tinggi
menjadi kendala dalam memperoleh hasil panen yang memuaskan. Sehingga
perlu penanganan pengelolaan atau reklamasi untuk mengatasi masalah yang
timbul pada tanah garaman.
Reklamasi secara biologi dapat dilakukan dengan penambahan bahan
organik/pupuk organik seperti pupuk kandang; penanaman tanaman halofita
pada tanah salin seperti rumput Leptochloa fusca atau legum Glycyrrhiza
glabra atau Portulaca oleracea. Penambahan kalium juga dapat memperbaiki
pengaruh buruk dari tanah salin. Perbaikan tanah salin dengan kombinasi
pupuk kandang dan abu sekam padi meningkatkan kandungan klorofil. Hal
ini dikarenakan penggunaan pupuk kandang menurunkan salinitas tanah dan
meningkatkan ketersediaan N tanah. Hasil penelitian Mulyono (2001)
menunjukkan perlakuan pupuk kandang akan menurunkan daya hantar listrik
(DHL). Daya hantar listrik pada perlakuan pupuk kandang 6 ton/ha adalah
17,7 mS, sedangkan pada perlakuan tanpa pupuk kandang adalah 23,5 mS.
Berdasarkan kemampuan untuk tumbuh pada keadaan salin, tanaman
digolongkan menjadi glikofita dan halofita. Tanaman yang digolongkan
sebagai halofita adalah tanaman yang tahan terhadap konsentrasi NaCl yang
tinggi. Tanaman glikofita adalah tanaman yang tidak dapat mentolerir
salinitas yang tinggi. Sebagian besar tanaman pertanian digolongkan sebagai
tanaman glikofita (Haryadi dan Yahya dalam Kusmiati et al. 2004), termasuk
kebanyakan varietas padi tidak toleran terhadap salinitas. Untuk tanaman lain
yang sensitif seperti pepaya, mangga dan pisang akan terpengaruh pada nilai
EC(e) sekitar 2 mS/cm, sedangkan tanaman yang toleran misalnya kelapa dan
asam hanya akan terpengaruh pada nilai 8-10 mS/cm atau lebih.
Mekanisme toleransi tanaman halofita adalah mekanisme morfologi
dan mekanisme fisiologi. Adaptasi morfologi tanaman pada tanah salin
mmencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per
satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin
pada permukaan daun serta lignifikasi akar yang lebih awal (Haryadi dan
Yahya, 1988). Mekanisme fisiologi antara lain osmoregulasi,
kompartementasi dan sekresi garam; serta integritas membran. Penanaman
Portulaca oleracea bersama dengan tomat pada tanah salin menurunkan DHL
tanah salin. Penurunan DHL akan mengurangi pengaruh buruk dari tanah
salin sehingga meningkatkan serapan hara terutama nitrat yang merupakan
substrat bagi ANR.
Perbaikan tanah salin dengan pupuk kandang meningkatkan luas daun.
Bahan organik dalam pupuk kandang berfungsi mengikat ion Na dan Cl
sehingga menurunkan sifat toksisitasnya, yang ditunjukkan dari rendahnya
DHL tanah salin dengan aplikasi pupuk kandang. Pupuk kandang
meningkatkan ketersediaan unsur hara tanaman. Hal ini dikarenakan
kompetisi antara ion organik dengan ion inorganik lainnya pada kompleks
jerapan partikel tanah sehingga kation kation lainseperti Al, Fe dan Ca
terlepas dari kompleks jerapan. Pupuk kandang sebagai sumber bahan
organikjuga meningkatkan kemampuan tanah menahan air atau meningkatkan
ketersediaan air untuk tanaman. Penurunan toksisitas NaCl dan peningkatan
unsur hara serta ketersediaan airakan meningkatkan serapan unsur hara
tanaman sehingga luas daun meningkat. Sifat tanah salin yang lebih baik pada
aplikasi dengan pupuk kandang akan meningkatkan serapan K yang
terkandung dalam abu sekam padi. Penurunan DHL akan mengurangi
pengaruh buruk dari salinitas tanah dan meningkatkan serapan unsur hara
terutama nitrogen. Pupuk kandang yang diaplikasikan pada tanah salin akan
meningkatkan kandungan N tanah sehingga serapan N juga meningkat. Abu
sekam padi merupakan sumber kalium (K) bagi tanaman. Kalium adalah hara
makro yang penting dan kation yang paling banyak ditemukan pada tanaman.
Kandungan klorofil meningkat pada perlakuan suplai K di tanah salin.
Perbaikan tanah salin banyak dilakukan secara kimia dengan
penambahan bahan pembenah tanah seperti gipsum atau CaSO4. Perlakuan
kombinasi gipsum dengan pupuk kandang meningkatkan kandungan klorofil
calopo. Hal ini dikarenakan kandungan sulfur (S) pada gypsum dan peran
mikroorganisme tanah pada oksidasi S. Penambahan S nyata meningkatkan
total klorofil. Pupuk kandang merupakan sumber S dan mikroorganisme
tanah. populasi fungi, bakteri dan aktinomycetes berturut-turut adalah sebesar
3,1 x 103; 4,7 x 103; 3,7 x 103 per gram. Mikroorganisme tanah tersebut
sangat berperan pada oksidasi S. Tanaman menyerap S dalam bentuk sulfat
(SO42-). Sulfur dalam gipsum dan pupuk kandang tidak dapat langsung
dimanfaatkan oleh tanaman. Sulfur tersebut dioksidasikan menjadi sulfat oleh
mikrroorganisme tanah.
Mulyono (2001) menyatakan penambahan gipsum pada tanah salin
akan meningkatkan indeks stabilitas agregat tanah secara nyata. Gipsum
(CaSO) merupakan bahan yang relatif mudah larut sehingga ion kalsium (Ca)
yang dihasilkan akan lebih banyak, Kalsium menggantikan Na pada
kompleks jerapan sehingga Na akan tercuci sehingga terbentuk agregat yang
lebihmantap. Prinsip penggunaan gypsum dalam penanggulangan salinitas
adalah menggantikan ion sodium (Na) yang terikat kompleks jerapan tanah
dengan kalsium (Ca) yang terkandung dalam gypsum, dengan adanya proses
penggantian tersebut, sodium menjadi relatif mudah dibuang proses
pencucian. Oleh karena itu rehabilitasi tanah salin dengan menggunakan
gypsum harus disertai dengan proses pencucian. Penggunaan gypsum
direkomendasikan hanya ketika pH tanah > 8,5 (misalnya tanah sodik) dan
jika cara mekanis sederhana tidak efektif menghancur-kan lapisan padat
liat/debu. Keuntungan jika gypsum digunakan untuk merehabilitas tanah salin
adalah bisa berdampak terhadap perbaikan sifat fisik tanah, diantaranya
menurunkan BD tanah, meningkatkan permeabilitas dan infiltrasi, dan
menurunkan pengkerakan (soil crusting) dan pemadatan tanah (IPNI, 2015),
sehingga selain menyebabkan Na menjadi lebih mudah dicuci, proses
pencucian juga akan lebih mudah dilakukan sebagai dampak terjadinya
perbaikan sifat fisik tanah yang, utamanya yang dapat mempermudah
terjadinya pergerakan air (misal permeabilitas dan infiltrasi tanah).
Keuntungan lain yang diperoleh dari penggunaan gypsum adalah menjadi
sumber hara kalsium (Ca) dan Sulfur (S). Gypsum pertanian umumnya terdiri
dari CaSO42H2O (dihydrit), di bawah temperature dan tekanan tinggi
dihydrit gypsum bisa dikonversi menjadi CaSO4 tanpa air.
Pencucian (leaching) merupakan cara paling efektif menurunkan
kadar garam, tetapi membutuhkan air segar yang banyak, dan waktu lama.
Alternatif lain adalah penambahan bahan amelioran untuk meminimalkan
pengaruh buruk unsur Na. Aplikasi pupuk K efektif mengurangi efek toksik
unsur Na. Aplikasi gipsum, kompos dan efektif untuk ameliorasi tanah salin.
Unsur S meningkatkan toleransi tanaman terhadap salinitas. Kompos dan besi
sulfat efektif menurunkan pH, salinitas, dan sodisitas tanah salin. Pemulsaan
menurunkan evapotranspirasi dan akumulasi garam ke permukaan, menjaga
kelembaban tanah di daerah perakaran, menurunkan suhu tanah, evaporasi,
dan akumulasi garam. Pemulsaan mengurangi efek negatif salinitas pada
tanaman kapas. Pertumbuhan tanaman yang cenderung lebih baik pada
perlakuan pemulsaan karena DHL tanah yang lebih rendah serta ketersediaan
air (KA) yang lebih tinggi. Hal ini mungkin berkaitan dengan menurunnya
evaporasi sehingga menghambat akumulasi garam pada lapisan tanah atas.
Pemulsaan menurunkan laju evaporasi dan akumulasi garam pada lapisan
atas.
Pemberian amelioran pertumbuhan tanaman relatif baik ini
kemungkinan karena DHL dan pH tanah yang cenderung lebih rendah. DHL
tanah akibat pemberian berbagai bahan amelioran cenderung lebih rendah
dibandingkan tanpa pemberian ameliorant. Penambahan amelioran belerang
(S), gipsum, dan kombinasi pupuk kandang+gypsum cenderung menurunkan
pH tanah 0.1-0.3 unit dibandingkan kontrol, baik dengan pemulsaan maupun
tanpa mulsa. Penurunan pH akibat ameliorasi dengan belerang cenderung
lebih tinggi dibandingkan yang menggunakan gipsum maupun kombinasi
pupuk kandang+gipsum. Belerang, gipsum, dan pupuk kandang efektif
menurunkan DHL tanah. Belerang dan gipsum efektif menurunkan pH tanah
salin. Bahan organik mempercepat pencucian Na+ dan menurunkan DHL
tanah salin karena kemampuannya meningkatkan infiltrasi dan stabilitas
agregat tanah, kemampuan menyimpan air dan mengurangi penguapan.
Pada tanaman dengan perlakuan mulsa, daun lebih hijau, dan tidak
cepat gugur. Sebaliknya, daun cepat menguning dan gugur bila tanpa mulsa.
Penggunaan amelioran yang dikombinasikan dengan mulsa berpengaruh
positif terhadap Indeks kandungan klorofil (IKK) tanaman kecuali dengan
ameliorant gipsum. Apabila amelioran gipsum dikombinasikan dengan pupuk
kandang serta dilakukan pemulsaan, dapat meningkatkan Indeks kandungan
klorofil (IKK) tanaman.
Tanaman umumnya mengalami klorosis akibat cekaman salinitas.
Kadar garam yang tinggi dapat merusak ultra struktur kloroplas, menurunkan
kandungan klorofil dan kuantum enerji pada fotosistem II. Pemulsaan
menghambat penurunan kandungan klorofil, yang diduga berkaitan dengan
DHL yang lebih rendah pada perlakuan pemulsaan. Penurunan DHL tanah
serta peningkatan ketersediaan air akibat penggunaan mulsa memberikan
kontribusi penting bagi tanaman dalam memperkecil degradasi klorofil daun
akibat tingginya salinitas tanah. Pemulsaan jerami menurunkan akumulasi
garam dan memperbaiki pertumbuhan tanaman.
Penggunaan gipsum dan pupuk kandang menurunkan DHL tanah dan
pH tanah salin, dan mampu menjaga stabilitas klorofil. Lebih lanjut
pemulsaan meningkatkan kadar K tanaman dan Na tanaman dibandingkan
tanpa mulsa, sedangkan nisbah K/Na, Ca/Na dan Mg/Na relatif tidak
terpengaruh. Meskipun Na tanaman meningkat, tetapi pengaruhnya dapat
dikurangi dengan meningkatnya K dan Ca. Kecenderungan Indeks kandungan
klorofil (IKK) yang lebih tinggi pada perlakuan pemulsaan maupun
kombinasi antara pemulsaan dengan ameliorasi, selain karena penurunan
DHL tanah, juga karena peningkatan kadar K dan Ca tanaman.
Ameliorasi dengan gipsum memberikan hasil biji paling tinggi yang
didukung oleh jumlah polong isi per tanaman yang paling banyak pula,
disamping itu pemulsaan cenderung meningkatkan ukuran biji dibandingkan
tanpa pemulsaan. Lebih tingginya hasil biji akibat pemulsaan maupun akibat
ameliorasi dengan gipsum mungkin karena pertumbuhan yang lebih baik
disebabkan oleh pemulsaan yang menurunkan DHL, dan gipsum menurunkan
DHL dan pH tanah.
Penurunan DHL tersebut dapat dengan pemulsaan atau ameliorasi
tanah dengan gipsum. Penggunaan mulsa menurunkan DHL tanah,
meningkatkan penyerapan unsur K dan Ca, serta meningkatkan indeks
kandungan klorofil serta memperbaiki pertumbuhan dan hasil kedelai yang
toleran salin. Ameliorasi tanah menggunakan K2O, belerang (S), gipsum,
serta kombinasi pupuk kandang+gipsum menurunkan DHL dan pH tanah.
Pembenah tanah yang terbuat dari kapur pertanian (CaCOOH) biasa
digunakan untuk menurunkan kemasaman tanah. Kalsium pertanian adalah
batu kapur yang dibakar biasa digunakan untuk keperluan mengapur dinding
atau menjadi bagian dari campuran bahan bangunan lain. Kapur pertanian ini
banyak mengandung kalsium yang dapat dimanfaatkan untuk mengusir Na
dari dalam tanah, sehingga kandungan natriumnya menjadi berkurang dan
salinitasnya turun. Mekanisme penurunan salinitas tanah yang diberi kapur
pertanian mengikuti reaksi berikut:
2Na-tanah + 3CaCO3 + H2O 3Ca-tanah + 2Al(OH)3 (mengendap) +
3H2CO3 + 2Na
Natrium terlepas dari butiran tanah dan mengalir mengikuti aliran air
ke luar petakan sawah. Dalam hal penurunan salinitas, kapur pertanian
berkadar kalsium tinggi berperan dalam memisahkan natrium dari butiran
tanah. Oleh karena itu, makin tinggi kandungan kalsiumnya memungkinkan
terjadi desalinitas menjadi lebih cepat. Pengenceran natrium dapat dilakukan
pada saat pengolahan tanah pertama sampai pengolahan tanah terakhir dengan
melumpurkan bidang olah. Pada saat pelumpuran diharapkan sebagian besar
natrium terbongkar dan larut di dalam air irigasi. Natrium yang terperangkap
dan berada pada kedalaman tertentu dikeluarkan bersamaan dengan
pengolahan tanah. Setelah agak jernih air irigasi rendah DHL (air
segar/tawar) digelontorkan ke dalam petakan dan kemudian dibuang atau
dikeluarkan dari dalam petak percobaan langsung ke saluran pembuangan.
Pengenceran dapat dilakukan beberapa kali agar natrium yang tersisa
pada bidang olah dapat terungkap ke permukaan tanah untuk kemudian
dialirkan ke saluran pembuangan. Pengenceran natrium menggunakan air
segar DHL rendah merupakan kunci keberhasilan pencucian natrium, makin
terencerkan makin mudah ditranslokasikan atau dialirkan ke saluran
pembuangan dan badan air.
Pembuangan natrium sebaiknya dilakukan berkali-kali, ukurannya
adalah terjadi penurunan DHL hingga berada di bawah ambang batas
toleransi tanaman padi. Air segar rendah DHL dari saluran irigasi
digelontorkan ke dalam petakan sawah, dibiarkan mengalir ke luar petak
sawah agar sebagian besar natrium terbawa ke luar petakan persawahan.
Tingkat pencucian yang dibutuhkan untuk menangulangi masalah
salinitas tanah tergantung pada level salinitas yang diderita tanah. FAO
(2005) memperkirakan kebutuhan air untuk mencuci garam dalam tanah pada
berbagai tingkat salinitas Peningkatan bahan organik tanah dapat dilakukan
dengan pemberian pembenah tanah berupa kotoran hewan, kompos, hijauan
legume, dll. Ditambahkan setiap pengolahan tanah, juga pengembalian jerami
ke dalam petak-petak sawah. Pemberian bahan-bahan tersebut tidak dapat
menggantikan kebutuhan nitrogen sepenuhnya, tetapi dapat mengurangi
jumlah nitrogen yang diberikan ke dalam tanah.
Agar kandungan bahan organik tanah dapat meningkat dengan cepat,
maka pada musim bera (tidak ada tanaman padi) dapat ditanami legume
penutup tanah. Salah satu legume yang dapat menghasilkan buah untuk bahan
pangan adalah kacang tunggak, kacang hijau, komak, kacang kedelai. Hijauan
kacang-kacangan tersebut dibenamkan ke dalam tanah, walaupun jumlahnya
sedikit jika dilakukan terus menerus selama 10 musim atau lebih maka
dipastikan terjadi peningkatan bahan organik tanah.
Pemberian jerami padi sebanyak 5 ton/ha misalnya memberikan
keuntungan tidak harus menggunakan pupuk KCl. Oleh karena itu sangat
dianjurkan untuk memanen padi sampai sebatas leher malai ketika
memisahkan malai bergabah dengan jerami. Jerami dibiarkan tegak, mati dan
terdekomposisi secara alamiah pada lahan sawah atau dibabad kemudian
dikomposkan dan komposnya dikembalikan ke lahan sawah.
Selain penambahan bahan organik yang mudah terdekomposisi atau
terurai tersebut di atas, dapat juga dilakukan penambahan bahan organik yang
tidak mudah terdekomposisi. Sisa panen yang tidak mudah terdekomposisi
seperti sekam padi, tongkol jagung, batang ubikayu, ranting-ranting kecil
dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kesuburan fisika tanah. Bahan-bahan
terakhir tersebut dijadikan arang yang kemudian dikenal juga sebagai
biochar, setelah dihaluskan dapat disebarkan merata ke dalam bidang olah.
Penyebaran biochar memberikan keuntungan karena dapat lebih lama
bertahan di dalam tanah, tidak mudah terurai, dapat menjadi sarang mikroba,
dan dapat mempertahankan kelengasan tanah. Sisi kurang baiknya adalah
dapat memperlambat pencucian natrium dari dalam tanah.
Ketika tanaman masih muda jangan sampai air dengan kadar natrium
dan DHL tinggi digelontorkan masuk ke areal pertanaman karena akan
menyebabkan tanaman mengalami keracunan natrium.
Air untuk irigasi hendaknya digunakan air segar yang rendah natrium
dan DHL, tinggi muka air dapat mencapai 4 cm atau cukup 2 cm saja. Pada
saat tertentu misalnya 2 minggu sekali biarkan air mengalir ke luar petakan
dan digantikan dengan air segar yang baru agar air yang menggenangi areal
pertanaman padi tetap merupakan air segar rendah natrium dan DHL.
Pencegahan masuknya air asin ke dalam petak persawahan melalui aliran
permukaan di dalam parit-parit dan sungai besar dan kecil yang dipengaruhi
pasang naik air laut hendaknya menjadi prioritas utama.
Kiat untuk mencapai keberhasilan pemulihan produktivitas lahan
sawah terpapar air laut dengan tingkat salinitas tinggi sampai sangat tinggi
adalah :
1. Melakukan pengenceran kadar natrium di dalam tanah atau air irigasi
menggunakan air segar yang mempunyai daya hantar listrik rendah dan
rendah natrium
2. Melakukan tindakan rehabilitasi dengan menambahkan pembenah tanah
seperti kompos, kotoran hewan, kapur pertanian sesuai kebutuhan dan
kondisi lahan
3. Tidak menggunakan pupuk atau pembenah tanah yang mengandung
natrium, gunakan urea jika lahan mempunyai pH < 7 sedangkan jika > 7
gunakan pupuk ZA sebagai sumber nitrogen
4. Menggunakan benih yang berumur sekitar 30 hari dan jangan
menerapkan system tanam benih langsung (tabela)
5. Menutup sumber natrium masuk kembali ke dalam petakan sawah
dengan cara membuat pintu-pintu air yang mampu menghambat atau
menghentikan aliran air bernatrium masuk ke daratan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tanah garaman terdiri dari 3 macam yaitu tanah salin, tanah alkali, dan
tanah salin-alkali. Tanah salin memiliki ciri-ciri kadar garam larut netral
tinggi dan DHL (daya hantar listrik) tinggi, dan tanah alkali memiliki
cirri-ciri kadar natrium tinggi, pH tanah tinggi dan terjadi hidrolisis
natrium dalam kompleks. Penyebab tanah menjadi salin adalah intrusi air
laut, air irigasi yang mengandung garam atau tingginya penguapan
dengan curah hujan yang rendah sehingga garam-garam akan naik ke
daerah perakaran. Semakin tinggi daya hantar listriknya maka semakin
tinggi peluang tanaman tidak menghasilkan (peluang memperoleh hasil
rendah).
2. Tanah garaman mempunyai kendala yaitu tingginya kadar garam terlarut
utamanya NaCl, sehingga tanaman yang menyerap garam berlebihan
akan keracunan, tumbuhan memperoleh air tanah yang potensial airnya
lebih negatif yang akan memacu air keluar dari jaringan sehingga
tumbuhan kehilangan tekanan turgor, larutan hipertonik pada sel
menyebabkan plasmilisis, juga dapat mempengaruhi keseimbangan unsur
hara lainnya.
3. Pengelolaan tanah garaman dapat dilakukan dengan cara reklamasi yang
melalui penataan drainase yang baik, pencucian, sistem irigasi,
pemindahan natrium oleh Ca dengan gibs, asam sulfat, belerang, kapur
belerang, besi sulfat, alamunium sulfat, maupun batuan kapur.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Rachman, Ai Dariah, S. Sutono. 2018. Pengelolaan Sawah Salin


Berkadar Garam Tinggi. Iaard Press: Jakarta
Harjadi, S.S. Dan S. Yahya. 1986. Fisiologi Stres Lingkungan. Pusar Antar
Universitas Bioteknologi. Bogor Institut Pertanian: Bogor
Kusmiyati,F., Sumarsono, And Karno. 2014. Pengaruh Perbaikan Tanah Salin
terhadap Karakter Fisiologis Calopogonium Mucunoides. J Pastura. Vol.
4(1) : 1 – 6
Mulyono. 2001. Aplikasi Berbagai Macam Sumber Kalsium dan Dosis Bahan
Organik sebagai Pembenah Tanah dalam Usaha Perbaikan Sifat Fisik Tanah
Garaman. J Ilmu-Ilmu Pertanian. Vol. 9: 55 – 63
Purwaningrahayu, Runik Dyah, Abdullah Taufiq. 2018. Pemulsaan Dan
Ameliorasi Tanah Salin Untuk Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai. J Agron.
Indonesia. Vol. 46(2): 182-188

Anda mungkin juga menyukai