Materi :
“Observasi Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Salin dengan Komoditi Timun
Krai di Ds. Damarsih, Buduran, Sidoarjo”
Dibuat Oleh :
Shofihatul Maula
19025010016
Goloangan B1
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
JAWA TIMUR
2021
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Lahan salin seringkali menjadi permasalahan pada lahan pertanian.
Salinisasi merupakan proses terjadi peningkatan garam mudah larut (NaCl,
Na2CO3 , Na2SO4) yang tinggi dalam tanah, sehingga berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Tanah yang subur
untuk lahan pertanian semakin berkurang dari tahun ke tahun. Hal tersebut
menyebabkan pengembangan pertanian beralih ke lahan marginal seperti
tanah salin. Salinitas pada umumnya terjadi pada lahan yang berada dekat
dengan pantai dan terjadi karena intrusi air laut ke daratan melalui
permukaan tanah, tingginya evaporasi dan evapotranspirasi dibanding
presipitasi atau curah hujan serta tingginya bahan induk tanah yang
mengandung garam.
Salinitas menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya
produksi tanaman karena terhambatnya penyerapan air dan nutrisi akibat
jerapan Natrium pada pori tanah(Rachman et al., 2018). Indonesia sebagai
negara kepulauan memiliki potensi tanah salin yang sangat luas. Kendala
dalam pemanfaatan tanah salin untuk budidaya tanaman adalah tingginya
kadar garam terlarut utamanya NaCl. Salah satu permasalahan tersebut
adalah, ditemukannya lahan salin daerah Ds. Damarsih, Buduran,
Sidoarjo. Daerah tersebut memiliki karakteristik lahan salin, yakni dengan
dijumpai kerak putih pada ats lapisan tanah, dan lapisan tanah mengalami
reta-retakan pecah pada musim kering, dan permasalahan air yang asin.
Lahan tersebut dekat dengan Pantai Ketingan di Sidoarjo, lahan tersbeut
menjadi daerah yang dekat dengan pasang surut dari air laut. Pada lahan
tersebut, petani melakukan budiaya tanaman padi, dan hortikultura.
Tanaman hortikultura yang ditanam pada musim kering adalah timun krai.
Salinitas menurunkan kemampuan tanaman padi dan timun krai
menyerap air sehingga menyebabkan penurunan kecepatan pertumbuhan.
Apabila tanaman menyerap garam berlebihan akan menyebabkan
keracunan pada daun tua. Hal tersebut akan menyebabkan penuaan daun
lebih awal dan mengurangi luas daun yang berfungsi pada proses
fotosintesis.
Masalah salinitas pada lahan pertanian perlu ditangani secara serius
dan menyeluruh karena tanah dengan kandungan garam yang tinggi
mengakibatkan struktur tanah menjadi rusak, sehingga aerasi dan
permeabilitas tanah tersebut menjadi sangat rendah. Salinitas juga
menyebabkan tanaman sulit menyerap air hingga terjadi kekeringan
fisiologis akibat peningkatan potensial osmotik larutan tanah. Oleh karena
itu diperlukan upaya atau solusi untuk mengatasinya. Upaya yang
dilakukan tentunya yang berkelanjutan tanpa merusak tanah.
I.2. Tujuan
1. Mengobservasi pengelolaan tanah dan air pada lahan salin didekat
domisili.
2. Mengetahui factor-faktor yang menyebabkan lahan salin
3. Mengetahui cara budidaya pertanian yang tepat pada lahan salin
4. Mengidentifikasi suatu permasalahan pada lahan salin yang dialami
oleh petani.
5. Mencari solusi bagi permasalahan lahan tersebut
II. TINJAUN PUSTAKA
II.1. Lahan Salin
Lahan salin merupakan lahan yang memiliki kandungan garam
atau NaCl yan tinggi dan kandungan konduktivitas elektrik (Electric
conductivity) yang tinggi. Kondisi lahan di Indonesia yang dipengaruhi
oleh pasang surut air laut, dapat menjadikan lahan potensial, lahan sulfat
masam, lahan gambut dan sebagainya terdapat sebanyak 20.12 juta ha.
Lahan salin utamanya sering ditemukan pada daerah yang dekat dengan
areal pesisir pantai yang dipengaruhi oleh intrusi air laut. Luasan lahan
salin di Indonesia diperkirakan sekitar 0.44 juta ha (Alwi, 2014). Luasan
lahan salin didunia terdapat 412 juta ha, terbagi seperti pada benua afrika
sebanyak 122,9 juta ha, asia tengah dan utara 91,5 juta ha, dan masih
banyak lagi.
Lahan salin adalah tanah dengan kandungan garam yang mudah
larut seperti NaCl, Na2CO3, Na2SO4, yang tinggi sehingga jika
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, akan mempengaruhi bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Lahan salin dapat terjadi karena
adanya peningkatan konsentrasi garam dalam tanah yang disebabkan oleh
cekaman lingkungan. Lahan salin jika digunakan sebagai lahan pertanian
akan menjadi kurang efektif dan dapat menurunkan produktivitas suatu
tanaman(Rachman et al., 2018). Apabila tanaman menyerap garam
berlebih akan menyebabkan keracunan pada daun. Daun akan mengalami
penunaan lebih awal sehingga memnegaruhi luasan fotosintesi daun
menjadi terganggu, menghambat metabolism, dan menurunkan
produktivitasnya.
Salinisasi dapat terjadi dikarenakan intrusi air laut, air irigasi yang
mengandung garam, atau tingginya penguapan dengan curah hujan rendah
sehingga garam-garam akan naik ke daerah perakaran. Tanah salin dapat
terbentuk ketika curah hujan (presipitasi) lebih rendah daripada proses
evaporasi yang terjadi. Proses salinisasi permukaan tanah terjadi ketika
pada suatu peristiwa yang bersamaan, seperti munculnya garam terlarut
pada tanah, tingginya permukaan air(hight water table), tingkat evaporasi
tinggi namun jumlah curah hujan tahunan yang rendah (Karolinoerita &
Annisa, 2020). Kondisi curah hujan yang rendah menyebabkan tidak
terjadinya pencucian basa secara intensif, sehingga penimbunan garam
semakin banyak. Hal teresebut biasanya terjadi pada daerah yang
cenderung kering. Selain itu, proses salinitas dapat terjadi secara spontan
dikarenakan praktik pengolahan dan manajemen lahan, seperti praktik
irigasi
II.2. Karakteristik Lahan Salin
Lahan salin memiliki karakteristik kandungan garam yang mudah
larut tinggi NaCl, Na2CO3, Na2SO4, memiliki nilai DHL (daya hantar
listrik) atau EC (electrical conductivity) lebih besar dari 4 deci Siemens/m
(ekivalen dengan 40 m M NaCl) dan persentase natrium yang dapat
ditukar (ESP= exchangeable sodium percentage) kurang dari 15. Lahan
salin di Indonesia yang merupakan termasuk daerah arid dan semi-arid
yang diakibatkan oleh evaporasi lebih tinggi dibandingkan presitipasi,
sehingga menyebabkan pencucian basa-basa tidak intensif, dan adanya
penimbunan garam-garam atau basa-basa secara intensif pada horizon C
berupa akumilasi CaCO3 pada horizon C. CaCO3 ini dapat berasal dari air
tanah atau dari debu yang jatuh ke tanah dan mengendap dengan kadar
CaCO3 ≥ 15%. Natrik merupakan horizon illuviasi liat yang mempunyai
struktur tanah berbentuk prismatik atau tiang akibat tingginya kadar
natrium (Na) di dalam tanah dengan kandungan Na-dd ≥ 15%. Kemudian
Horison Salik merupakan horison akumulasi garam mudah larut seperti
NaCl, biasa ditemui di daerah beriklim kering dimana evapotranspirasi
melebihi presipitasi (Karolinoerita & Annisa, 2020).
Kadar kandungan NaCl dalam tanah salin berkisar 2-6%. NaCl
inilah garam utama yang terkandung pada dalam tanah salin. Kandungan
Na yang sangat tinggi di dalam tanah akan berakibat buruk bagi sifat fisika
tanah karena akan menyebabkan pelarutan liat (clay dispersion) yang lebih
jauh lagi dapat mengakibatkan penyumbatan dan pembentukan kerak pada
kesarangan tanah sehingga kepadatan tanah meningkat. Apabila semua
kapasitas adsorpsi tanah telah dijenuhi oleh ion Na+, akan terjadi fenomena
“Tanah Larut” (dispersive soils). Penjenuhan kapasitas adsorpsi
menyebabkan lempeng-lempeng dalam partikel liat saling tolak-menolak
sehingga melarut (disperse) dalam air dalam bentuk koloidal berukuran
submicron (Arabia & Royani, 2012).
II.3. Penyebab Lahan Salin
Penyebab adanya tanah salin adalah adanya proses salinisasi.
Proses salinisasi adalah penggunaan air irigasi dengan kandungan garam
yang tinggi secara terus menerus, dan menyebabkan garam terakumulasi
pada tanah. Perubahan iklim juga dapat menjadi penyebab pada lahan
salin. Perubahan iklim juga telah mengakibatkan kenaikan muka air laut,
sehingga juga mengakibatkan peningkatan salinitas air tanah dan atau
salinitas tanah. Adanya peningkatan evaporasi tersebut menjadi penyebab
utama aliran air dari bawah permukaan tanah yang mengandung air laut
menuju ke permukaan, sehingga banyak lahan pertanian di daerah pesisir
yang mengalami peningkatan kadar garam atau salinisasi. Pada daerah
pesisir yang memiliki air tanah dangkal rentan akan kenaikan salinitas
karena kondisi air tawarnya tidak sebanyak dengan perairan dalam,
sehingga saat terjadi penguapan menyebabkan terjadinya peningkatan
konsentrasi kadar garam(Sukarman et al., 2020).
Penyebab lahan salin juga dapat dialami karena lokasi lahan yang
berada pada aderah lahan pasnag surut yang berbatasan dengan air pantai.
Suasana salin akibat pengaruh air asin/air laut terjadi pada tanah mineral
berpirit maupun tanah gambut. Masalah salinitas terjadi ketika jumlah
garam terlarut dalam tanah cukup tinggi. Penimbunan garam di daerah
perakaran mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menyerap air.
Salinisasi tanah di Indonesia juga terjadi karena adanya kejadian tsunami.
Tsunami yang terjadi pada tahun 2004 dan menerjang pantai barat dan
timur Provinsi Aceh menyebabkan daerah berelevasi rendah tergenang air
laut. Lahan-lahan di daerah ini sekarang kembali digunakan untuk
kegiatan pertanian, akan tetapi beberapa lahan tersebut ternyata masih
mempunyai tingkat salinitas (kadar garam) yang terlalu tinggi dan sangat
mengganggu pertumbuhan tanaman (Arabia et al. 2012).
II.4. Permasalahan pada Lahan Salin
Permasalahan pada lahan salin adalah tingginya kadar garam yang
menyebabkan struktur tanah menjadi rusak, aerasi dan permeabilitas tanah
menjadi sangat rendah. Pengakumulasian garam dapat mengakibatkan
adanya plasmolisis. Plasmolisis adalah proses bergerak keluar H2O dari
tanaman ke dalam larutan tanah. Salinitas dapat menyebabkan tanaman
menjadi sulit menyerap air, sehingga tanaman menjadi kekeringan
fisiologis akibat peningkatan potensial osmotic laruta tanah. Kelebihan
garam ini mengakibatkan ketahanan penetrasi tanah tinggi dan kation Ca,
Mg, Na, serta ESP tinggi serta ketersediaan air dan hara menurun,
sedangkan air irigasi menjadi racun bagi tanaman yang tidak toleran salin,
kemudian tanah menjadi kering dan padat(Alvarez et al., 2015).
Lahan yang salin menyebabkan meningkatnya pencucian nitrogen
dari tanah sehingga menurunkan hasil produksi tanaman. pada lahan salin
terdapat tingginya kadar garam. Salinitas yang tinggi menyebabkan
pertumbuhan tanaman terhambat karena turunnya tekanan osmotik,
sehingga menyulitkan pengambilan unsur hara oleh akar. Sodisitas tinggi
menyebabkan keracunan Na dan ion-ion sejenis, seperti Boron dan
Molibdenum. Disamping itu, terdapat efek tidak langsung dari keduanya
berupa peningkatan nilai pH tanah yang menyebabkan imobilitas beberapa
unsur hara penting seperti Ca, Mg, P, Fe, Mn, dan Zn sehingga unsur-
unsur tersebut tidak dapat di ambil oleh akar tanaman, sehingga lahan salin
dapat menurunkan produktivitas tanaman(Su & Hock, 2016).
II.5. Budidaya Pertanian pada Lahan Salin
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis sp
Alvarez, M. del P., Carol, E., Hernández, M. A., & Bouza, P. J. (2015).
Groundwater dynamic, temperature and salinity response to the tide in
Patagonian marshes: Observations on a coastal wetland in San José Gulf,
Argentina. Journal of South American Earth Sciences, 62, 1–11.
https://doi.org/10.1016/j.jsames.2015.04.006
Alwi, M. (2014). Prospek lahan rawa pasang surut untuk tanaman padi. Prosiding
Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi,” 2007, 45–
59.
http://kalsel.litbang.pertanian.go.id/ind/images/pdf/semnas2014/6_alwi.pdf
Arabia, T., & Royani, I. (2012). Karakteristik Tanah Salin Krueng Raya
Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Manajemen
Sumberdaya Lahan, 1(1), 32–42.
Karolinoerita, V., & Annisa, W. (2020). Salinisasi Lahan dan Permasalahannya di
Indonesia. Jurnal Sumberdaya Lahan, 14(2), 91.
https://doi.org/10.21082/jsdl.v14n2.2020.91-99
Perbaikan, P., Salin, T., & Fisiologis, K. (2015). PENGARUH PERBAIKAN
TANAH SALIN TERHADAP KARAKTER FISIOLOGIS Calopogonium
mucunoides. Pastura : Jurnal Ilmu Tumbuhan Pakan Ternak, 4(1), 1–6.
https://doi.org/10.24843/PASTURA.2014.V04.I01.P01
Purnama, D. (2020). TIDAL LOWLAND POTENTIAL FOR WATERMELON
CULTIVATION IN TANJUNG LAGO SUBDISTRICT OF BANYUASIN
DISTRICT PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI.
Purwaningrahayu, R. D., & Taufiq, D. A. (2018). Pemulsaan dan Ameliorasi
Tanah Salin untuk Pertumbuhan dan Hasil Kedelai. Jurnal Agronomi
Indonesia (Indonesian Journal of Agronomy), 46(2), 182.
https://doi.org/10.24831/jai.v46i2.16517
Rachman, A., Dariah, A., & Sutono, S. (2018). Pengelolaan sawah salin berkadar
garam tinggi. In Iaard Press.
Saputri, Y. E., K, E. B., & Larasati, D. (2017). KADAR GARAM TERHADAP
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK PIKEL
TIMUN KRAI (Curcumis sp). Journal of Chemical Information and
Modeling, 110(9), 1689–1699.
Septinar, H., & Putri, M. K. (2019). Pengelolaan Tata Air Lahan Pertanian Rawa
Pasang Surut Sebagai Upaya Melestarikan Lingkungan Di Desa Mulya Sari
Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin. Media Komunikasi
Geografi, 19(2), 187. https://doi.org/10.23887/mkg.v19i2.16499
Shakespeare, W. (2014). 済 無 No Title No Title No Title. Paper Knowledge .
Toward a Media History of Documents, 6–13.
Su, Y. T., & Hock, L. K. (2016). Climate change and soil salinization: impact on
agriculture, water and food security. International Journal of Agriculture,
Forestry and Plantation, 2(February), 1–9.
Sukarman, S., Mulyani, A., & Purwanto, S. (2020). Modifikasi Metode Evaluasi
Kesesuaian Lahan Berorientasi Perubahan Iklim. Jurnal Sumberdaya Lahan,
12(1), 1. https://doi.org/10.21082/jsdl.v12n1.2018.1-11
LAMPIRAN
Gambar 1.1.
Pengairan sumur bor pada lahan