Anda di halaman 1dari 8

Tugas Kisi-Kisi Kimia Lahan Basah

Nama : Noorhidayah
NIM : 2011012220021

1. Klasifikasi rawa lebak:


 Rawa Lebak Pematang: Rawa lebak pematang terletak di sebelah sungai
atau saluran air utama. Rawa ini merupakan daerah yang sering terendam
saat musim hujan atau banjir, tetapi saat musim kemarau, air akan
mengering dan rawa tersebut menjadi tanah yang subur. Rawa lebak
pematang memiliki akses yang lebih mudah dan seringkali lebih dekat
dengan pemukiman manusia. Hal ini memungkinkan penggunaan lahan
untuk pertanian atau pemukiman manusia yang lebih intensif.
 Rawa Lebak Tengahan: Rawa lebak tengahan terletak di antara rawa lebak
pematang dan rawa lebak pedalaman. Rawa ini terletak lebih jauh dari
sungai utama dibandingkan rawa lebak pematang. Hal ini menyebabkan
rawa lebak tengahan jarang terendam sepenuhnya saat musim hujan, tetapi
tetap memiliki ketersediaan air yang cukup untuk menjaga keberlanjutan
ekosistem rawa. Karena jaraknya yang sedikit lebih jauh dari pemukiman
manusia, rawa lebak tengahan sering kali memiliki kondisi alam yang lebih
alami dan dapat berfungsi sebagai habitat penting bagi flora dan fauna.
 Rawa Lebak Pedalaman: Rawalebak pedalaman terletak jauh dari sungai
utama atau saluran air besar lainnya. Rawa ini biasanya tidak terendam oleh
banjir sungai utama secara langsung. Rawa lebak pedalaman cenderung
memiliki kondisi alam yang lebih liar dan jarang terpengaruh oleh aktivitas
manusia. Karena jaraknya yang lebih jauh dan akses yang lebih sulit, rawa
lebak pedalaman seringkali mempertahankan ekosistem yang kaya dengan
keanekaragaman hayati yang tinggi. Rawa lebak pedalaman dapat berperan
sebagai habitat bagi spesies langka atau terancam punah serta menyediakan
layanan ekosistem yang penting, seperti pengendalian banjir dan
penyimpanan air.

2. Zona lahan rawa pasang surut air tawar:


 Zona Rawa Payau : Zona rawa payau terletak di dekat muara sungai
atau wilayah pesisir, di mana air pasang laut dan air tawar sungai saling
berinteraksi. Rawa payau memiliki sedikit kandungan garam, tetapi
salinitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan air tawar. Tanah di zona
rawa payau cenderung memiliki kadar garam yang tinggi. Salinitas
tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan jenis tumbuhan
yang dapat tumbuh di area ini. Tanah payau cenderung kurang subur
dan lebih rendah produktivitasnya dibandingkan dengan jenis tanah
lainnya.
 Zona Rawa Gambut : Zona rawa gambut ditemukan di wilayah dengan
lapisan gambut yang dalam. Gambut terbentuk dari endapan material
organik yang terurai secara parsial dan tidak terurai sepenuhnya. Tanah
di zona rawa gambut sangat asam dan memiliki tingkat drainase yang
rendah. Karena tingkat keasaman yang tinggi, banyak tanaman tidak
dapat tumbuh dengan baik di zona ini, kecuali beberapa jenis tanaman
khas rawa gambut seperti kelapa sawit dan tumbuhan rawa gambut
lainnya. Struktur gambut yang renggang juga cenderung rentan
terhadap kerusakan dan penurunan tanah (subsiden).
 Zona Rawa Pasang Surut Campuran : Zona rawa pasang surut
campuran adalah area di antara zona rawa payau dan rawa gambut.
Zona ini terletak lebih jauh dari muara sungai dan memiliki interaksi
yang lebih sedikit antara air tawar dan air pasang laut. Tanah di zona
rawa pasang surut campuran memiliki kadar garam yang lebih rendah
dibandingkan dengan zona rawa payau, tetapi masih lebih tinggi
dibandingkan dengan air tawar. Kandungan garam yang lebih rendah
membuat tanah ini relatif lebih subur dan lebih cocok untuk pertanian
daripada zona rawa payau. Namun, tanah di zona ini tetap memiliki
tingkat keasaman yang tinggi dan drainase yang rendah.

3. Permasalahan pemberdayaan di lahan rawa lebak :


 Drainase yang buruk : Lahan rawa lebak cenderung memiliki drainase
yang buruk karena tanahnya biasanya kaya akan bahan organik dan
memiliki lapisan tanah yang padat atau bersifat impermeabel. Hal ini
menyebabkan air sulit untuk mengalir keluar dari lahan, sehingga rawa
lebak sering kali mengalami genangan air yang berkepanjangan.
Drainase yang buruk dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan
mengganggu kegiatan pertanian atau penggunaan lahan lainnya.
 Fluktuasi tinggi muka air tanah: Lahan rawa lebak juga menghadapi
fluktuasi tinggi muka air tanah. Pada musim hujan, rawa lebak dapat
tergenang air secara berlebihan, sedangkan pada musim kemarau, muka
air tanah dapat turun secara signifikan. Fluktuasi ini dapat
menyebabkan ketidakstabilan dalam pertumbuhan tanaman dan
mempengaruhi produktivitas lahan. Pengaturan yang tepat terhadap
tingkat air tanah menjadi penting agar lahan rawa lebak dapat
dimanfaatkan secara optimal.
 Kualitas tanah yang tidak optimal : Tanah di lahan rawa lebak umumnya
memiliki karakteristik yang tidak optimal untuk pertanian. Misalnya,
tanah payau di rawa lebak pematang memiliki kandungan garam yang
tinggi, sedangkan tanah di rawa gambut cenderung asam dengan tingkat
drainase yang rendah. Kualitas tanah yang buruk dapat menyulitkan
pertumbuhan tanaman dan membatasi jenis tanaman yang dapat
tumbuh di lahan tersebut.
 Subsidien: Subsiden atau penurunan tanah adalah permasalahan umum
dalam lahan rawa gambut. Akibat pengeringan gambut yang melebihi
laju regenerasi alami, lapisan gambut akan menyusut dan menyebabkan
penurunan permukaan tanah. Subsiden dapat mengakibatkan kerugian
fisik seperti penurunan tinggi lahan, pembentukan genangan air yang
persisten, serta kerusakan infrastruktur. Hal ini dapat mempengaruhi
produktivitas lahan dan keberlanjutan penggunaannya.
 Kualitas air yang buruk : Air di rawa lebak sering kali memiliki kualitas
yang buruk, terutama akibat proses dekomposisi bahan organik di
dalamnya. Kualitas air yang buruk dapat mempengaruhi kesehatan
manusia, keberlanjutan ekosistem, dan penggunaan air untuk keperluan
pertanian atau konsumsi. Perlunya pengelolaan air yang baik menjadi
penting untuk memperbaiki kualitas air dan menjaga keseimbangan
ekosistem di lahan rawa lebak.

4. Karakteristik kimia lahan rawa lebak:


 Kandungan organik tinggi : Lahan rawa lebak umumnya memiliki
kandungan bahan organik yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh
akumulasi sisa-sisa tanaman, dedaunan, dan material organik lainnya
yang terurai secara parsial atau tidak terurai sepenuhnya. Kandungan
organik yang tinggi ini memberikan kesuburan tanah yang baik dan
mempengaruhi sifat fisik dan biologi tanah.
 pH rendah : Rawa lebak pematang dan rawa pasang surut campuran
cenderung memiliki pH sedikit asam hingga netral. Namun, rawa
gambut memiliki pH yang sangat rendah, bisa mencapai tingkat
keasaman yang sangat tinggi (kurang dari 4) karena reaksi asam yang
terjadi di dalam gambut.
 Kandungan garam dan salinitas : Rawa lebak pematang yang terdekat
dengan muara sungai atau zona rawa payau memiliki potensi
kandungan garam yang tinggi. Rawa payau sering terpengaruh oleh
pasang surut air laut dan keberadaan air payau. Tingkat salinitas yang
tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan membatasi jenis
tanaman yang dapat tumbuh di lahan tersebut.
 Kandungan nutrien yang beragam : Lahan rawa lebak cenderung
memiliki kandungan nutrien yang beragam, terutama mikroorganisme
dan unsur hara seperti nitrogen, fosfor, dan kalium. Kandungan nutrien
ini dapat mempengaruhi kesuburan tanah dan mendukung pertumbuhan
tanaman. Namun, beberapa nutrien seperti nitrogen mungkin terkunci
dalam bentuk yang tidak tersedia dan memerlukan proses pengelolaan
dan pemupukan yang tepat.
 Retensi air yang tinggi : Lahan rawa lebak memiliki sifat fisik yang
mampu menahan air dalam jangka waktu yang lama. Hal ini disebabkan
oleh keberadaan bahan organik yang tinggi dan struktur tanah yang
padat. Sifat ini dapat mempengaruhi drainase tanah dan memerlukan
manajemen air yang tepat agar tanah tidak tergenang.

5. Pengaruh kandungan kimia dari sumber-sumber material gambut terhadap


karakteristik gambut :
 pH : Material organik yang berasal dari sumber dengan pH yang rendah,
seperti daun dan serasah tumbuhan asam, cenderung memberikan
kontribusi terhadap penurunan pH gambut. Sebagai contoh, jika
material gambut berasal dari hutan rawa dengan komposisi tumbuhan
seperti anggrek-anggrekan, lumut kerak, atau tanaman asam lainnya,
kemungkinan besar pH gambut akan rendah (asam). Namun, jika
material gambut berasal dari tumbuhan yang tumbuh di lingkungan
netral atau basa, seperti rerumputan atau tumbuhan rawa bergaram, pH
gambut dapat lebih netral atau bahkan sedikit basa.
 KTK (Kapasitas Tukar Kation) : Sumber material gambut juga
berpengaruh terhadap KTK gambut. Material organik dengan
kandungan mineral yang tinggi, seperti debu vulkanik atau endapan
mineral, cenderung memberikan kontribusi positif terhadap KTK
gambut. Hal ini disebabkan oleh adanya partikel mineral dengan
muatan positif yang dapat bertukar ion dengan larutan tanah. Namun,
jika sumber material gambut didominasi oleh bahan organik tanaman
dengan sedikit kandungan mineral, KTK gambut cenderung rendah.
 Unsur makrohara : Kandungan unsur makrohara dalam gambut dapat
dipengaruhi oleh sumber material gambut. Bahan organik yang berasal
dari jenis tumbuhan tertentu atau lingkungan dengan ketersediaan
nutrisi yang rendah dapat menghasilkan gambut dengan kandungan
unsur makrohara yang rendah. Namun, jika sumber material gambut
berasal dari lingkungan dengan ketersediaan nutrisi yang lebih tinggi,
seperti gambut yang terbentuk di dekat sungai atau rawa yang
terendapkan sedimen yang kaya akan unsur hara, kandungan unsur
makrohara dalam gambut dapat lebih tinggi.
 Unsur mikrohara : Kandungan unsur mikrohara dalam gambut juga
dapat dipengaruhi oleh sumber material gambut. Material organik dari
tanaman atau sumber yang kaya akan mikronutrien, seperti tumbuhan
rawa dengan akumulasi mikronutrien yang tinggi, dapat memberikan
kontribusi terhadap kandungan unsur mikrohara dalam gambut.
Namun, sumber material gambut yang berasal dari daerah dengan
ketersediaan mikronutrien yang rendah mungkin menghasilkan gambut
dengan kandungan unsur mikrohara yang lebih rendah.

6. Siklus biogeokimia pada lahan basah melibatkan berbagai proses biologi,


geologi, dan kimia yang terjadi dalam ekosistem tersebut. Lahan basah,
termasuk rawa, rawa gambut, dan rawa pasang surut, memiliki lingkungan
yang kaya akan air dan bahan organik. Komponen : siklus air, nitrogen, fosfor,
sulfur dan karbon.

7. Pengaruh logam alkali dan logam transisi terhadap lahan basah.


 Logam alkali : Konsentrasi tinggi logam alkali dalam air atau sedimen
dapat berdampak negatif pada pertumbuhan dan kesehatan tanaman
serta organisme akuatik di lahan basah. Tanaman dapat mengalami
keracunan dan kesulitan dalam menyerap air dan nutrisi yang
diperlukan untuk pertumbuhan mereka. Organisme akuatik juga dapat
terpengaruh oleh konsentrasi logam alkali yang tinggi.
 Logam transisi : Konsentrasi tinggi logam transisi dapat memiliki efek
toksik terhadap tanaman dan organisme akuatik di lahan basah. Logam
transisi yang terakumulasi dalam tanah gambut dapat mempengaruhi
ketersediaan nutrisi dan membatasi pertumbuhan tanaman. Beberapa
logam transisi, seperti tembaga dan seng, dapat mencemari air dan
sedimen lahan basah, mempengaruhi kelangsungan hidup organisme
akuatik, dan mengganggu rantai makanan dalam ekosistem lahan
basah.

8. Peran ion hidroksida dalam reaksi redoks pada tanah lahan basah yaitu Ion
hidroksida (OH-) memainkan peran penting dalam reaksi redoks yang terjadi di
tanah lahan basah. Di bawah kondisi anaerobik, ion hidroksida dapat terbentuk
melalui reaksi reduksi oksigen (O2) yang terlarut dalam air.

9. Siklus karbon: Lahan basah memiliki peran penting dalam siklus karbon global.
Tumbuhan di lahan basah menyerap karbon dioksida (CO2) dari atmosfer
melalui fotosintesis. Karbon yang disimpan dalam biomassa tumbuhan dapat
terjebak dalam bahan organik gambut yang terbentuk dalam proses
pembusukan yang terjadi di lingkungan yang kaya akan air dan kurang oksigen.
Proses ini mengakibatkan akumulasi karbon dalam lahan basah, sehingga
berperan dalam mengurangi jumlah CO2 dalam atmosfer dan menyimpan
karbon di dalam tanah.

10. Siklus Fosfor : Fosfor adalah unsur hara penting dalam ekosistem lahan basah.
Lahan basah dapat menjadi tempat penahanan dan penimbunan fosfor dari
aliran air yang masuk. Proses sedimentasi dan deposisi material organik di
dalam lahan basah menghasilkan akumulasi fosfor dalam tanah gambut atau
sedimen. Fosfor ini kemudian dapat dilepaskan dan digunakan oleh tumbuhan
atau diubah melalui proses biologi dan kimia lainnya.

11. Siklus Sulfur : Siklus sulfur di lahan basah melibatkan proses oksidasi dan
reduksi sulfur. Mikroorganisme dalam tanah basah dapat mengoksidasi
senyawa sulfur menjadi sulfat yang dapat digunakan oleh tumbuhan. Proses
reduksi sulfur, yang terjadi dalam kondisi anaerobik, juga berperan dalam
siklus sulfur dengan mengubah sulfat menjadi senyawa sulfur yang lebih
sederhana, seperti hidrogen sulfida (H2S).
12. Siklus Nitrogen : Siklus nitrogen di lahan basah melibatkan sejumlah proses
biologis dan kimia. Mikroorganisme di dalam tanah dan air lahan basah
mengubah nitrogen organik menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh
tumbuhan melalui proses nitrifikasi. Tumbuhan kemudian mengambil nitrogen
dalam bentuk nitrat dan menggunakannya untuk pertumbuhan dan
metabolisme. Proses denitrifikasi, yang terjadi di lingkungan anaerobik, juga
terjadi di lahan basah dan mengubah nitrat menjadi nitrogen gas,
melepaskannya ke atmosfer.

Anda mungkin juga menyukai