EKOSISTEM RAWA
Dalam prakteknya, istilah lahan rawa pasang surut lazim digunakan jika konteksnya
berkaitan dengan pengembangan (development), sedangkan istilah lahan basah umumnya
digunakan bilamana fokusnya menyangkut kepada aspek lingkungan yang lebih
menekankan secara khusus terhadap kepentingan pelestarian ekosistem.
No EKOSISTEM KARAKTERISTIK
1 Hutan Rawa Berlokasi di pesisir, dengan air asin/payau dan kaya mineral,
Payau/Bakau tergenang saat air pasang. Tanah merupakan sedimen muda
(marin dan sungai), relatif kaya mineral, tanpa drainase,
dengan oksigen terlarut rendah. Vegetasi didominasi
mangrove.
2 Hutan Rawa Berlokasi di pesisir, yang miskin mineral, tergenang secara
Gambut periodik. Tanah didominasi gambut oligotropik dan dalam.
Berdrainase buruk. Tanah mis-kin hara, bereaksi sangat
masam – masam (pH 3.0 – 4.5), dengan konsentrasi oksigen
terlarut rendah. Vegetasi hutan gambut.
3 Sungai (Hanya Berlokasi memotong daerah, dengan kondisi air tawar atau
Sungai Utama) agak masam, muka air tergantung musim. Sedimen sungai
(fluvial). Terdapat perbedaan antara sungai di daerah gambut
dengan sungai di daerah kaya mineral.
4 Muara Berlokasi di pesisir. Kondisi air payau dan kaya mineral,
dengan elevasi muka air yang bervariasi tergantung musim
No EKOSISTEM KARAKTERISTIK
dan pengaruh pasang-surut. Merupakan ham-paran lumpur
pasang-surut. Tanah merupakan sedimen sungai dan marin.
Kaya mineral. Proses dinamis percampuran air asin dan air
tawar.
5 Sistem Pesisir Berlokasi di pesisir. Kondisi air asin, kaya mineral. Muka air
relatif sama dengan daratan. Tanah merupakan sedimen
marin dan sungai. Vegetasi pesisir/pantai.
6 Areal Budidaya Persawahan, perkebunan, permukiman, tambak, dll.
Pertanian
Hutan bakau terdapat di daerah pesisir dan muara-muara sungai yang merupakan
ekosistem terbuka. Hutan bakau secara langsung dipengaruhi oleh pasang-surut, sehingga
tanah-tanah di daerah ini umumnya bersifat salin. Vegetasi bakau ( mangrove) merupakan
vegetasi yang tahan terhadap kondisi salin (kandungan garam tinggi) dibandingkan
vegetasi lainnya, namun masih tetap memerlukan pasokan air tawar. Pasokan tersebut
dapat diperoleh dari hutan-hutan rawa, hujan atau sungai. Jika kondisi hutan rawa baik,
maka pasokan air tawar dapat berlangsung sepanjang tahun. Banyaknya sedimentasi dari
sungai dan laut merupakan ciri khas daerah ini. Hutan bakau dapat menahan sedimen
sehingga membentuk daratan baru. Produktivitas bakau yang secara biologis tinggi dan
hamparan lumpur pesisir di sekitarnya menyebabkan daerah ini menjadi tempat yang
cocok bagi burung-burung yang singgah dan bermigrasi.
Ekosistem hutan bakau dibagi menjadi dua ekosistem, yakni ekosistem hutan bakau itu
sendiri dan ekosistem hutan rawa payau. Hutan rawa payau terbentuk karena terjadinya
intervensi lingkungan pada kawasan tersebut, sehingga vegetasi bakau yang semula
dominan menjadi hilang. Pada ekosistem hutan rawa payau sebaran vegetasi yang tumbuh
terutama adalah semak belukar, rumput rawa, atau hutan sekunder.
Hutan rawa gambut dicirikan dengan tanah-tanah berbahan organik sangat tinggi. Lahan di
daerah ini mempunyai permukaan tanah yang lebih tinggi dan lahan sekelilingnya. Kondisi
tanah bagian bawah (sub soil) sering mengandung sulfat yang tinggi. Tanah gambut di
lahan rawa pasang surut yang berpotensi untuk pengembangan pertanian adalah tanah
gambut dangkal dengan ketebalan kurang dari 1 m, sedangkan tanah gambut dalam
dengan ketebalan lebih dari 3 m harus dihindari untuk pengembangan pertanian.
3.1.3 SUNGAI
Lahan rawa umumnya dicirikan oleh adanya kerapatan sungai-sungai yang berkelok dan
membentuk daerah muara yang luas di antara ujung-ujung sungai besar. Perbedaan asal-
usulnya menentukan karakter ekosistem sungai dan juga kemungkinan pemanfaatan
sungai dan tepi sungai untuk suatu penggunaan. Sungai-sungai di lahan rawa terdiri dari
sungai-sungai gambut dan sungai non-gambut. Sungai gambut diperkirakan relatif miskin
dengan jenis-jenis kehidupan daripada sungai-sungai non-gambut disebabkan konsentrasi
oksigen dan hara terlarut yang rendah.
Muara dicirikan oleh pasang-surut yang kuat dan perairan kaya unsur hara. Akibat
pengaruh pasang-surut dan irama musim, salinitas muara sangat bervariasi. Pada saat
surut, aliran air tawar dan sungai menurunkan salinitas, sementara selama pasang intrusi
air asin tinggi. Muara adalah sistem terbuka dan merupakan daerah yang sangat penting
untuk siklus hidup banyak organisme perairan. Sistem pesisir lainnya adalah daerah-daerah
laut dangkal di luar muara yang dijadikan areal penangkapan ikan oleh nelayan setempat.
Hubungan langsung antara daerah ini dan muara yang kaya unsur hara, hutan bakau, dan
hamparan pasir di sekitarnya menjadikan laut-laut dangkal ini kaya organisme seperti ikan
dan udang.
Ekosistem rawa mempunyai kemanfaatan yang luas, yakni meliputi manfaat yang
merupakan proses vital dan manfaat tambahan. Manfaat proses vital merupakan manfaat
langsung yang timbul akibat adanya proses ekologis dalam ekosistem rawa, sedangkan
manfaat tambahan merupakan hasil produk dari proses ekologis yang dapat dimanfaatkan
dalam batas-batas tertentu tanpa mengurangi manfaat dan kelangsungan proses
vital/ekologis.
ekosistem-ekosistem yang ada di wilayah rawa saling mempengaruhi dan berkaitan satu
dengan yang lain. Pada umumnya ekosistem rawa sangat elastis dan tidak mudah berubah
secara permanen dalam fungsi dasarnya, kecuali apabila terjadi gangguan seperti
perlakuan drainase atau ekstraksi sumberdaya yang bersifat merusak (penebangan habis),
atau penggunaan lahan (pengolahan tanah intensif dan/atau pengurangan gambut).
Tanah bagian bawah (sub soil) pada ekosistem hutan rawa gambut kebanyakan adalah
tanah berpotensi sulfat masam. Pembukaan hutan rawa gambut seringkali menimbulkan
asidifikasi melalui penyingkapan gambut dan oksidasi. Proses asidifikasi menyebabkan
tanah menjadi masam, sehingga akan menimbulkan hambatan bagi penggunaan lahan.
Selain asidifikasi, berkurang atau hilangnya gambut akan menimbulkan kekurangan air
tawar. Proses tersebut merupakan salah satu hasil dari perubahan proses vital dalam
ekosistem hutan rawa gambut.
Sebagaimana telah disebutkan pada deskripsi ekosistem rawa pada bagian terdahulu
bahwa ekosistem bakau memerlukan pasokan air tawar untuk mempertahankan
keberadaannya, maka ekosistem hutan rawa gambut, sungai dan hutan rawa air tawar
akan memasoknya. Selain itu ekosistem ini juga akan memasok air tawar bagi daerah
hunian di sekitarnya.
Pencegahan ini dipasok oleh ekosistem hutan pesisir/bakau, hutan rawa gambut dan hutan
rawa air tawar. Selama proses-proses/kondisi air di ekosistem ini terjaga baik maka intrusi
air asin tidak akan menyusup jauh untuk mempengaruhi hutan, sistem aquatik, dan areal
budidaya di belakangnya. Proses-proses tersebut pada dasarnya tidak hanya ditentukan
oleh kondisi ekosistem rawa tetapi juga oleh kondisi ekosistem lain yang berada di tempat
yang lebih tinggi (ekosistem hutan lahan kering).
Perlindungan pesisir umumnya hanya dipasok oleh ekosistem bakau atau sistem pesisir itu
sendiri. Sehubungan dengan keberadaannya di sepanjang pesisir, hutan bakau menjadi
pelindung bagi daratan terhadap ancaman topan dan gelombang laut. Oleh karena itu
konservasi bakau sangat penting untuk maksud-maksud tersebut.
Di Indonesia, luas keseluruhan lahan rawa pasang surut yang sangat luas, namun demikian
tidak seluruh lahan rawa pasang surut dapat dikembangkan untuk kegiatan budidaya
pertanian atau perikanan tambak. Penentuan fungsi wilayah rawa dilakukan dengan
mengidentifikasi berbagai karakteristik ekosistem rawa untuk kemudian dievaluasi
berdasarkan kesesuaian fisik lahan/lingkungan rawa serta arahan rencana tata ruang
(RUTR), dan pola pengelolaan sumberdaya air untuk wilayah sungai dimana rawa tersebut
berada. Berdasarkan pada pertimbangan tersebut, maka wilayah rawa dibedakan dalam
tiga fungsi wilayah, yakni:
Wilayah rawa perlindungan merupakan wilayah rawa yang berfungsi untuk perlindungan
bagi sistem penyangga kehidupan dan/atau kawasan perlindungan setempat. Penetapan
wilayah rawa perlindungan dilakukan dengan menginventarisasi dan evaluasi karakteristik
lingkungan rawa terhadap kriteria-kriteria untuk fungsi perlindungan, baik perlindungan
sistem penyangga kehidupan maupun perlindungan setempat, serta menghubungkannya
dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Parameter dan kriteria yang
digunakan untuk menetapkan wilayah rawa sebagai wilayah rawa perlindungan adalah:
potensi fisik lahan/lingkungan, serta status kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan
lindung menurut RUTR yang berlaku. Berbagai kriteria tersebut ditunjukkan pada Error:
Reference source not found.
Wilayah rawa pengawetan merupakan wilayah rawa yang berfungsi untuk pelestarian flora
dan fauna tertentu beserta habitatnya dalam rangka mempertahankan keanekaragaman
hayati yang ada di lingkungan ekosistem rawa. Penetapan wilayah rawa pengawetan
dilaksanakan dengan mengidentifikasi karakteristik ekosistem rawa yang berfungsi untuk
mempertahankan keanekaragaman hayati flora dan fauna beserta habitatnya di wilayah
tersebut, sesuai dengan peraturan/perundang-undangan yang berlaku. Kriteria yang
digunakan untuk menetapkan wilayah rawa sebagai rawa pengawetan adalah berdasarkan
Undang-undang, peraturan, konvensi, dan kebijakan yang relevan dengan upaya
pelestarian sumberdaya alam hayati termasuk habitatnya. Penyusunan kriteria penetapan
Wilayah Rawa Pengawetan ditunjukkan pada Error: Reference source not found .
No PARAMETER KRITERIA
Daerah Perlindungan Areal yang ditunjuk memiliki jenis plasma nutfah
Plasma Nutfah tertentu yang belum terdapat di dalam kawasan
konservasi yang telah ditetapkan.
Merupakan areal tempat pemindahan satwa yang
merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa
tersebut.
Mempunyai luas cukup dan lapangannya tidak
membahayakan.
Daerah Pengungsian Areal yang ditunjuk merupakan wilayah kehidupan
Satwa satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut.
Mempunyai luas tertentu yang memungkinkan
berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta
berkembang biaknya satwa tersebut.
2 KAWASAN SUAKA ALAM Kawasan berupa perairan laut, perairan darat,
LAUT DAN PERAIRAN wilayah pesisir, muara sungai, gugusan karang dan
LAINNYA atol yang mempunyai ciri khas berupa keragaman
dan/atau keunikan ekosistem.
3 KAWASAN PANTAI Minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang
BERHUTAN BAKAU tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis surut
terendah ke arah darat.
4 TAMAN NASIONAL, TAMAN Kawasan berhutan atau bervegetasi tetap yang
HUTAN RAYA DAN TAMAN memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam, memiliki
WISATA ALAM arsitektur bentang alam yang baik dan memiliki akses
yang baik untuk keperluan pariwisata.
5 KAWASAN CAGAR BUDAYA Tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai
DAN ILMU PENGETAHUAN budaya tinggi, situs purbakala dan kawasan dengan
bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat
tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Wilayah rawa reklamasi merupakan lahan rawa yang secara potensial dapat dikembangkan
lebih lanjut, dengan menggunakan teknologi yang sesuai secara bertahap, dalam rangka
pemanfaatannya secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam
manual ini lingkup kajian pemanfaatan wilayah rawa reklamasi dibatasi untuk budidaya
pertanian, khususnya tanaman pangan, perkebunan, dan perikanan/tambak. Kriteria yang
digunakan untuk penetapan wilayah rawa reklamasi adalah berdasarkan pada potensinya
secara fisik, status hutan/lahan dan kawasan, serta sebaran areal pengembangan dan
lokasinya. Secara rinci, kriteria untuk penetapan wilayah rawa reklamasi tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut (Lihat Error: Reference source not found).
Lahan rawa pasang surut sering diasosiasikan dengan keberadaan dari jenis tanah yang
belum matang dengan kandungan unsur racun yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman dan lebih lanjut mengakibatkan rendahnya produktivitas usaha pertanian. Oleh
sebab itu, perlu adanya pertimbangan dan langkah yang cermat untuk mencegah
terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki. Pengalaman yang dapat dipetik dalam
pengembangan lahan rawa pasang surut selama ini menunjukkan, antara lain, sebagai
berikut :
1. Unit-unit pengembangan tidak dapat dibuat dengan luasan yang sangat besar, idealnya
antara 2.000 - 5.000 hektar. Hal ini mengingat keadaan tanah dan tata air yang
beragam dari segi jarak dan waktu yang pendek.
2. Pengembangan tidak mungkin diselesaikan dalam waktu yang pendek karena harus
melalui masa reklamasi dan pembenahan lahan yang memerlukan waktu relatif lama.
Pola pengembangan secara bertahap adalah cara yang paling tepat dan sudah dibuktikan
dalam prakteknya selama ini pada pengembangan lahan rawa pasang surut khususnya
untuk pertanian. Dengan dibatasi oleh keadaan sosio-ekonomi dan teknologi, maka strategi
pengembangan lahan rawa, termasuk lahan gambut melalui reklamasi dan pengelolaan air
yang ditempuh selama ini (oleh pemerintah) melalui tahapan sebagai berikut.
Pembukaan awal berupa reklamasi dengan teknologi sederhana dengan dukungan dana
yang relatif rendah. Meskipun masih dalam proses reklamasi, umumnya lahan sudah mulai
ditanami, tetapi hasil produksi yang dicapai masih rendah. Jaringan saluran primer,
sekunder dan saluran tersier yang mengalirkan air secara gravitasi dirancang agar dapat
berfungsi memadai untuk kepentingan pemasokan air, disamping untuk melayani drainase
dan pengamanan banjir.
Pengaliran air masuk dan keluar dengan sistem gravitasi yang telah diterapkan sejauh ini
sebagai pola pengembangan tahap awal pada dasarnya sangat tergantung kepada faktor
hidro-topografi lahan. Kesalahan dalam reklamasi rawa yang sering dilakukan adalah
dilakukannya drainase lahan rawa yang tidak diikuti dengan pengendalian muka air tanah
secara bersamaan sehingga lahan-lahan gambut berubah menjadi kering tak balik (over
drain) dan pengurasan kesuburan secara akut.
Kebanyakan lahan rawa pasang surut yang direklamasi, banyak diantaranya belum
berfungsi dengan baik khususnya bila ditinjau dari segi kinerja pelayanan prasarana
pengairannya yang masih belum mampu mendukung kepentingan budidaya pertanian
secara produktif.
Perencanaan yang kurang memadai pada masa lalu dan penyelenggaraan kegiatan O & P
yang selama ini masih sangat memprihatinkan merupakan penyebab utamanya. Tindakan
penyempurnaan melalui program rehabilitasi dan peningkatan jelas diperlukan untuk
memperbaiki kondisi dan meningkatkan fungsi jaringan pengairan, sementara dari segi
teknis, pengaliran air di saluran masih tetap akan mengandalkan mekanisme gravitasi yang
terjadi karena pengaruh gerakan pasang surut muka air sungai.
Dari luasan lahan gambut yang telah dibuka untuk pengembangan pertanian khususnya
dalam mendukung program transmigrasi banyak ditemukan permasalahan-permasalahan
teknis yang berhubungan dengan pengelolaan air seperti tidak padunya rencana antara
pengelolaan air pada skala makro dan skala mikro, tidak berfungsinya fasilitas yang
diperlukan seperti pintu-pintu air dengan rancangan bangunannya yang tidak memadai
sehingga hampir tidak berperan, perawatan saluran dan pintu air terbengkalai, tidak
adanya organisasi yang memadai dalam penanganan operasional pengelolaan air secara
terpadu dan komprehensif.
Dalam tahap ini diperlukan bangunan-bangunan yang makin sempurna untuk menunjang
penguasaan tata air di lahan-lahan secara sempurna. Pengadaan fasilitas dalam
peningkatan pelayanan terhadap kebutuhan pertanian seperti kegiatan koperasi dalam
penyediaan sarana produksi dan pemasaran hasil panen, pemeliharaan, dan perawatan
sarana termasuk jaringan saluran yang memerlukan teknologi yang makin tinggi. Sejauh
alternatif pengembangan tahap lanjut diperhitungkan, peran irigasi untuk meningkatkan
produksi pertanian harus diteliti lebih lanjut.
Perhatian harus diberikan kepada lahan rawa yang potensial, akan tetapi perlu disadari
pula bahwa peluang irigasi pasang surut sangat terbatas. Pada tipe lahan tersebut, irigasi
hanya dapat dilakukan dengan pompa air (low-lift pumping), tergantung pada kondisi
tanah dan air setempat. Kualitas air irigasi pompa yang baik akan dapat mengatasi
kekurangan air di musim kemarau. Sistem pengelolaan air secara terkendali seperti polder
dapat dikembangkan pada pengembangan tahap lanjut, terutama pada daerah yang
kebutuhan air tawarnya bertambah terus.
Alternatif pengembangan dengan teknologi yang lebih maju pada daerah reklamasi rawa
pasang surut yang saat ini kondisinya masih dalam tahap pengembangan awal, boleh jadi
alternatifnya adalah berupa penerapan sistem polder yang memungkinkan pengelolaan
airnya terkendali sepenuhnya. Pengembangan sistem polder memungkinkan untuk
diimplementasikan pada skala unit kawasan pengembangan tertentu ( schemes) atau pada
skala kawasan dalam bentuk delta. Pengembangannya untuk jangka panjang bisa
dirancang sekaligus dalam rangka mengkonservasikan sumber air tawar yang tersedia
sepanjang tahun dengan penutupan bagian muara sungai. Akan tetapi dalam jangka dekat
opsi semacam itu belumlah layak untuk diimplementasikan bahkan untuk proyek
percontohan pada skala yang terbatas sekalipun. Karena opsi tersebut pada saat ini
belumlah layak dari segi sosial, ekonomi dan dari segi lingkungan.
Berapa istilah yang akan sering digunakan berkaitan dengan daerah Reklamasi Rawa
Pasang Surut adalah sebagai berikut:
1. Daerah Studi adalah Daerah Proyek Reklamasi Rawa Pasang Surut ditambah dengan
seluruh daerah aliran sungai (DAS) dan tempat-tempat pengambilan air ditambah
dengan daerah-daerah lain yang ada hubungannya dengan daerah studi.
2. Daerah Proyek Reklamasi Rawa Pasang Surut adalah daerah di mana pelaksanaan
pekerjaan dipertimbangkan dan/atau diusulkan dan daerah tersebut akan mengambil
manfaat langsung dari proyek tersebut.
3. Daerah Reklamasi Rawa Pasang Surut Total/brutto adalah daerah proyek dikurangi
dengan perkampungan dan tanah-tanah yang dipakai untuk mendirikan bangunan
daerah yang tidak diairi, jalan utama, rawa-rawa dan daerah-daerah yang tidak akan
dikembangkan untuk Reklamasi Rawa Pasang Surut di bawah proyek yang
bersangkutan.
4. Daerah Reklamasi Rawa Pasang Surut Netto/Bersih adalah tanah yang ditanami (padi)
dan merupakan daerah total yang bisa diairi dikurangi dengan saluran-saluran drainase
(primer, sekunder, tersier dan kuarter) jalan inspeksi, jalan setapak dan tanggul sawah.
Daerah ini dijadikan dasar perhitungan kebutuhan air, panenan dan mendatangkan
keuntungan yang dapat diperoleh dari proyek yang bersangkutan. Sebagai angka
standar, luas netto Daerah Reklamasi Rawa Pasang Surut Netto/Bersih 0,9 kali luas
total Daerah Reklamasi Rawa Pasang Surut Bruto/Kotor.
6. Daerah Fungsional adalah bagian dari Daerah Potensial yang telah memiliki jaringan
irigasi yang telah dikembangkan. Daerah fungsional luasnya sama atau lebih kecil dari
Daerah Potensial.