Anda di halaman 1dari 7

TUTORIAL MANAJEMEN AGROEKOSISTEM

“Analisis Kondisi Lahan Terdegradasi Berdasarkan Sudut Pandang


Manajer, Peneliti Dan Pemerintah”

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3
RR. Audry Alivianisha Putri 205040201111044
Efan Fani Saputra 205040201111062
RaihanFadilah Ramadhan 205040201111080
Siti Humairoh 205040201111098
Candra Pebriari 205040201111116
Immanuel Daud C. Butar Butar 205040201111135
Halimatusy Syifa 205040201111154
Labora 205040201111173
Sindi Meilani 205040201111193
Magnet Aurum Sabilly 205040207111008
Kelas: R
Asisten: Dina Hadi Sholikah
PROGRAMS STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
1. Penentuan Kriteria dan indikator lahan terdegradasi
a) Peneliti:
- Kriteria lahan terdegradasi menurut jurnal tersebut adalah adanya lubang-lubang
besar dengan genangan air keruh yang disebut kolong, gundukan tanah
menyererupai tanah tandus, serta permukaan tanah berwarna putih dari tailing
pasir kuarsa
- Indikator:
a. kandungan N total sangat rendah, sekitar r 0,02% dengan rasio C/N
rendah yaitu 11-12%.
b. Ketersediaan P juga sangat rendah yaitu 4,6 – 5,8 ppm. Bahan tailing
memiliki nilai KTK yang sangat rendah dengan kisaran 1,39-1,59 cmol
(+)/kg dan kation basa tertukar (Ca+2, Mg+2, K+dan Na+) juga sangat
rendah
c. Kejenuhan basa berkisar dari rendah hingga sedang. Dengan ini perlu
diketahui bahwa pada tailing yang telah diteliti, ketersediaan Pb berkisar
antara 0,03 – 0,10 ppm yang berpotensi mencemari tanaman yang
ditanam
d. Saturasi Al pada bahan lempung cukup tinggi yaitu sebesar 26,92% yang
berpotensi toksisitas bagi akar tanaman yang sensitif terhadap toksisitas
Al.
b) Pemerintah:
- Kriteria lahan yang terdegradasi dapat dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu
lahan terdegradasi ringan, lahan terdegradasi sedang, dan lahan terdegradasi
berat. Dari jurnal tersebut dapat diketahui bahwa lahan tersebut termasuk ke
dalam kelompok lahan terdegradasi berat karena tanah tandus dan memiliki
banyak lubang-lubang besar. Lahan terdegradasi berat memiliki kriteria di
lapangan seperti lahan tidak produktif, lahan mengalami telah mengalami erosi
berat dengan seluruh horizon A telah hilang dan sebagian horizon B dan
persentase tutupan lahan kurang dari 50%.
- Terdapat beberapa indikator lahan yang dapat dilihat pada lahan yang
terdegradasi diantaranya adalah ketersediaan unsur hara pada lahan,
permeabilitas profil tanah, dan kualitas tanah. Lahan pada jurnal tersebut
memiliki unsur hara yang rendah dalam berbagai kandungannya, memiliki
permeabilitas profil tanah yang buruk yang dapat diketahui dari adanya
genangan air pada permukaan tanah, dan kualitas tanah tersebut sangat buruk
dengan lahan yang tandus dan adanya material pirit yang disebabkan karena
kegiatan pertambangan. Dari lahan tersebut dapat diketahui bahwa indikator
pada lahan tersebut sangat buruk sehingga tidak dapat langsung dilakukan
kegiatan budidaya pada lahan tersebut.
c) Manajer:
Lahan di wilayah Pulau Bangka, Indonesia, dahulunya merupakan tutupan
lahan hutan dan lahan pertanian. Kriteria dan indikator yang buruk terlihat saat
banyaknya kegiatan penambangan timah pada pertambangan rakyat dan skala
kecil (ASM) yang menyebabkan terbentuknya tanah yang permukaannya tidak
rata serta membentuk genangan air dan lubang atau lubang. Penambangan rakyat
di Pulau Bangka ini juga menyisakan banyak permukaan tanah yang rusak
tertutup oleh tailing berukuran kasar yang didominasi oleh mineral kuarsa dan
menyebabkan tanah menjadi sangat tidak subur. Pada kegiatan pengamatan juga
ditemukan adanya lubang-lubang besar dengan genangan air keruh. gundukan
tanah menyerupai tanah tandus, serta permukaan tanah bewarna putih dari tailing
pasir kuarsa. Berdasarkan hasil pengamatan juga didapatkan bahwa tailing
didominasi oleh fraksi kasar lebih dari 90% pasir dan kandungan liat hanya
sekitar 4-7%. Reaksi atau pH(H2O) tailing berkisar antara 4,3 hingga 4,5,
sedangkan pH (KCl) berkisar dari 4,1 hingga 4,3. Perbedaan antara pH(H2O)
dengan pH(KCl) yaitu kurang dari 0,5 yang menunjukkan bahwa tailing
didominasi oleh mineral-mineral bermuatan variabel. Kandungan organik
berkisar antara 0,22 hingga 0,32%, yang merupakan sisa-sisa dekomposisi bahan
organik dari vegetasi yang tumbuh di masa lalu sebelum penambangan.
Kandungan N totalnya juga didaptkan sangat rendah, yaitu sekitar 0,02% dengan
rasio C/N rendah yaitu 11-12%. Ketersediaan P juga sangat rendah yaitu 4,6 –
5,8 ppm. Bahan tailing memiliki nilai KTK yang sangat rendah dengan kisaran
1,39-1,59 cmol (+)/kg dan kation basa tertukar (Ca+2, Mg+2, K+dan Na+) juga
sangat rendah. Kejenuhan basa berkisar dari rendah hingga sedang. Dengan ini
perlu diketahui bahwa pada tailing yang telah diteliti, ketersediaan Pb berkisar
antara 0,03 – 0,10 ppm yang berpotensi mencemari tanaman yang ditanam.
Kemudian berbagai jenis tanaman telah dicoba ditanam di lahan pascatambang
ini, namun hasilnya kurang baik. Tidak tersedianya tanah sebagai media tumbuh
tanaman, unsur hara dan air pada musim kemarau pada material tailing kasar
yang didominasi mineral kuarsa. Berdasarkan beberapa indikator dan kriteria
yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan bahwa tanah pascatambang di
wilayah Pulau Bangka tersebut telah terdegradasi.

2. Penentuan akar masalah lahan terdegradasi


a) Peneliti:
Berdasarkan jurnal, akar masalah terjadinya lahan terdegradasi adalah
adanya kegiatan pertambangan. Kegiatan penambangan ini menyisakan
permukaan tanah yang rusak akibat tertutup oleh tailing berkuruan kasar.
Tailing merupakan limbah pertambangan. Tailing yang dihasilkan oleh
penambangan rakyat di Pulau Bangka didominasi oleh mineral kuarsa dan
menyebabkan tanah menjadi sangat tidak subur, meskipun dahulunya lahan di
wilayah Pulau Bangka, Indonesia merupakan tutupan lahan hutan dan lahan
pertanian. Kegiatan pertambahgan menyebabkan terbentuknya tanah yang
permukaannya tidak rata, genangan air dan lubang kolong. Selain itu kegiatan
pertambangan yang telah selesai menghasilkan lahan yang dibiarkan saja tanpa
adanya proses reklamasi. Kegiatan penambangan rakyat Bangka juga
menghasilkan banyak tanah pucuk yang dibuang, harusnya tanah pucuk
dipisahkan dan disimpan di kawasan lindungan sepanjang penggalian lapisan
penutup sebelum ekstraksi timah dan kemudian akan digunakan sebagai bahan
untuk reklamasi lahan pasca tambang. Kegiatan penambangan juga
menghasilkan material pirit. Sebelum dilakukan penambangan, material ini
berada di bawah permukaan tanah sehingga material ini mengalami reduksi,
namun dengan adanya kegiatan tambang, material ini menjadi terbawa ke
permukaan dan dapat teroksidasi menjadi asam sulfat. Dampak penambangan
yang tidak sesuai dengan ketentuan hak akan mengakibatkan tanah menjadi
permukaan tanpa vegetasi, relief makro menjadi tidak rata dan tidak beraturan
serta mengakibatkan tidak berfungsinya lapisan tanah yang mendukung
lingkungan biofisik sehingga tanah tidak dapat bereproduksi secara ekonomis.
Peningkatan kegiatan pertanian yang dikombinasikan dengan kerusakan
lingkungan yang signifikan selama kegiatan pertambangan dilakukan akan
memiliki dampak panjang dan menyebabkan degradasi lahan.
b) Pemerintah:
Adanya kegiatan penambangan mengakibatkan permukaan tanah tidak
merata dan terbentuknya genangan air maupun lubang pada permukaan tanah.
Kegiatan penambangan yang tidak bertanggung jawab, artinya setelah kegiatan
penambangan dilakukan lahan yang digunakan dibiarkan tanpa adanya proses
reklamasi sehingga kerusakan tanah akan mengalami keberlanjutan. Adanya
material pirit sebelum proses penambangan dilakukan, sehingga seiring
berjalannya waktu material akan mengalami reduksi dan terekspos ke
permukaan tanah yang dapat teroksidasi menjadi asam sulfat. Selain itu, alasan
upaya reklamasi tidak dilakukan karena kurangnya sumber daya manusia untuk
melakukan reklamasi areal. Upaya reklamasi membutuhkan biaya yang cukup
mahal dan tidak ekonomis. Dengan demikian membutuhkan penerapan
teknologi yang optimal.
Dengan demikian, solusi maupun upaya yang dilakukan pemerintah
adalah meliputi 1. Melakukan pengolahan lahan yang lestari seperti hal nya
berhati-hati dalam pemilihan pengelolaan adaptif yang tepat, terutama
dilakukan pada lahan kritis. Pembenahan upaya reklamasi dengan tujuan untuk
meminimalisir terjadinya kerusakan lahan dan terjadinya degradasi lahan agar
dapat digunakan atau berfungsi kembali. Contohnya adalah memimamalisir
terjadinya pencemaran lingkungan, erosi, banjir, dan longsor. Selain itu,
pemberlakuan undang-undang 1945 Pasal 33 ayat 3 ini sangat tidak realistis
mengingat hutan lindung sejak awal memang difungsikan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang ada di sekitar hutan
lindung sekaligus untuk mewujudkan kelestarian Sumber Daya Alam dan
lingkungan bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Dengan dijadikannya
hutan lindung sebagai area pertambangan, sumber daya alam akan terancam
punah dan dalam jangka panjang akan menimbulkan kerugian ekologi dan
ekonomi yang besar bagi masyarakat.
Berhati-hati dalam pengambilan keputusan terutama pada bidang
pertambangan. Sebaiknya peran pemerintah dalam menyelesaikan
permasalahan ini harus peka terutama dalam memperhatikan keterpurukan
investasi terutama dalam bidang pertambangan. Dapat disimpulkan bahwa
pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan investor harus lebih waspada,
sehingga tidak merugikan satu pihak saja. Diharapkan akan mengutungkan
kedua belah pihak. Membuat standar pengelolaan Lingkungan Hidup yang
tinggi dalam industri Pertambangan Salah satu ciri kegiatan pertambangan
adalah bahwa kegiatan ini memiliki resiko yang tinggi, padat teknologi dan
padat modal. Resiko tinggi pada kegiatan pertambangan terdapat selain pada
keselamatan kerja bagi pekerja tambang juga pada lingkungan area
pertambangan terutama akibat yang dapat ditimbulkannya pada lingkungan
hidup pasca kegiatan pertambangan yang berlangsung. Selama ini perusahaan
pertambangan cenderung untuk meninggalkan kawasan tambang begitu saja
tanpa proses reklamasi yang layak. Apalagi jika pertambangan yang dilakukan
adalah pertambangan terbuka, jenis pertambangan dengan cara ini lebih tidak
mungkin direklamasi karena kerusakan yang ditimbulkannya pada bentang
alam permukaan bumi sangat parah.
c) Manajer:
Akar permasalahan berdasarkan studi kasus yang terjadi ialah lahan yang
sudah terdegradasi akibat bekas penambangan timah yang tidak terkendali.
Pada pengamatan lapangan lahan bekas tambang timah menunjukkan adanya
lubang-lubang besar dengan genangan air keruh yang disebut kolong, gundukan
tanah menyerupai tanah tandus, serta permukaan tanah bewarna putih dari
tailing pasir kuarsa maka tanah tersebut terbengkalai setelah proses penambang.
Pengolahan tanah yang sesuai tidak digunakan untuk melakukan revegetasi di
lahan bekas pertambangan itu. gundukan tanah menyerupai tanah tandus, serta
permukaan tanah bewarna putih dari tailing pasir kuarsa. Namun dengan
hilangnya bagian tanah pucuk pada saat proses penambangan, maka tanah
tersebut terbengkalai setelah proses penambangan. Oleh karena itu, untuk
melakukan rekalmasi lahan dan revegetasi lahan bekas tambang dierlukan
pengolahan tanah yang benar agar tanah yang ada di lahan ini bisa dialih
fungsikan menjadi area pertanian misalnya menjadi lahan agroforestri.

3. Penentuan solusi terbaik pengelolaan lahan terdegradasi yang relevan, mudah


diapliaksikan, murah, praktis, sustainable, mendukung MAES yang sehat, logis,
sistematis, dan ilmiah.
a) Peneliti:
- Dengan suksesi alami, menanam beberapi vegetasi pioner secara alami, seperti
rumput gelagah dan paku-pakuan. Hal ini dapat diterapkan karena tanaman
pioner menghasilkan biomasa yang sangat banyak dan dapat membantu secara
cepat dalam memperbaiki statsu unsur hara tanah tailing
- solusi yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan rehabilitasi lahan dengan
melakukan revegetasi. Revegetasi menjadi salah satu upaya yang dapat
dilakukan sebagai bentuk rehabilitasi degradasi lahan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemilihan jenis tanaman yang dapat beradaptasi pada lingkungan
yang baru serta memiliki perakaran kuat. Tanaman tersebut berperan dalam
menyesuaikan iklim mikro bagi ekosistem lahan pasca tambang. Berdasarkan
pada penelitian, tanaman sorgum merupakan tanaman yang dapat beradaptasi
dengan baik serta memiliki toleransi terhadap kesuburan tanah yang sangat
cocok ditanam untuk pasca tambang.
- Adapun hal yang dapat dijadikan sebagai solusi akan permasalah drainase
lambat pembuatan drainase dibagi menjadi dua, yaitu secara teknis dan alamiah.
Secara teknis dapat dilakukan dengan pembuatan tampungan limpasan air,
sedangkan secara alami dengan tanpa adanya bangungan penunjang yang
terbentuk oleh gerusan air
- C-organik yang rendah pada tanah ini dapat menyebabkan kesuburan tanah
rendah dan kapasitas tukar kation rendah, hal yang harus dilakukan adalah
penambahan pupuk untuk meningkatkan c-organik dan mempertahankan hasil
ekonomis. Secara umum, peningkatan karbon organic tanah meningkatkan
respon hasil tanaman dan menjaga kualitas air, jadi berarti memperbaiki kualitas
tanah. Suatu penelitian di Michigan USA, menunjukkan peningkatan hasil
tanaman secara potential sekitar 12% dengan setiap peningkatan bahan organik
1%.
b) Pemerintah
- Dampak dari kegiatan pertambangan tidak hanya berupa degradasi lahan, akan
tetapi lebih dari itu yakni terjadinya kerusakan bentang lahan, atau rendahnya
kandungan bahan organik tanah (Siswanto et al. 2012). Sampai saat ini belum
ada teknologi yang bersifat universal untuk pemulihan lahan terdegradasi, oleh
karena itu pemerintah seharusnya lebih dapat menekan angka kegiatan yang
mampu memicu terjadinya degradasi lahan. Pemerintah dapat mencanangkan
Gerakan menuju Satu Peta (One Map Policy Movement ) dimana program ini
mengajak semua sektor yang memiliki keterkkaitan dengan pemanfaatan lahan
untuk mensinergikan semua kegiatan yang memiliki tujuan menghasilkan satu
referensi, satu geoportal dalam perwujudan tata kelola informasi geospasial
yang otoritatif, akurat, dan berkualitas sebagai dasar perencanaan, pengawasan
dan evaluasi pembangunan nasional.
- Pemerintah dapat membuat regulasi dan peraturan yang lebih tegas terkait
semua kegiatan yang berkaitan dengan tambang dan kegiatan pasca tambang.
Selain itu, penting pula bagi pemerintah untuk melakukan monitoring terhadap
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat baik itu badan usaha, perusahaan
maupun pribadi agar segala tindakan dapat terpantau dan tidak menyalahi
aturan.
- Pemerintah perlu untuk menegaskan mengenai kegiatan reklamasi bekas
penggalian tambang agar lahan yang mereka gunakan tidak menjadi masalah di
kemudian hari.
c) Manajer:
Adapun tindakan yang perlu dilakukan untuk memperbaiki tanah yang
terdegradasi di lahan tambang timah dapat dilakukan sebagai berikut:
- Melakukan pengolahan tanah menggunakan alsintan kemudian setelah itu
memasukkan bahan-bahan organic seperti menambahkan pupuk organic
sehingga akan memperbaiki struktur tanah, memperbaiki ketersediaan unsur
hara dan juga memperbaiki aerasi tanah, porositas tanah dan juga kesuburan
tanah dan juga kemasaman tanah dimana diaplikasikan ameliorant ataupun
kaptan.
- Sebelum melakukan penanaman ataupun melakukan revegetasi pada lahan
tambang adalah melakukan tindakan berupa penanaman tanaman cover crops
(tanaman jenis leguminase) yang mana dapat memperkaya unsur hara nitrogen
pada tanah.
- Melakukan survei tanaman apa yang cocok yang dapat ditanam pada lahan
bekas tambang. Biasanya tanaman yang digunakan berupa tanaman akasia,
gamal dan juga sengon.
- Melakukan penanaman sesuai kontur yang ada di lahan bekas tambang (tailing).

Anda mungkin juga menyukai