PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah salin disebut juga tanah garaman yaitu tanah yang mempunyai kadar
garam netral larut dalam air, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan
kebanyakan tanaman. Tanah salin biasanya ditemukan di dua tipe daerah, yakni
daerah sekitar pantai yang memiliki cekaman salinitas yang disebabkan oleh
intrusi air laut serta daerah arid dan semi arid yakni salinitas yang disebabkan
oleh evaporasi air tanah atau air permukaan (Adi, 1997).
Proses penimbunan garam mudah larut dalam tanah sehingga membentuk tanah
garaman disebut salinisasi. Salinisasi terjadi pada saat terjadi proses
penimbunan garam mudah larut dalam tanah dan pada saat yang sama jumlah
H2O yang berasal presipitasi tidak cukup untuk menetralkan jumlah H2O yang
hilang oleh evaporasi dan evapotranspirasi. Singkatnya, sewaktu air diuapkan
ke atmosfer, garam-garam tertinggal dalam tanah (Candrabarata, 2011).
Cekaman garam (salin) pada tanaman bisa mengakibatkan pertumbuhan tidak
normal. Daun kecil dan terbakar, pertumbuhan kerdil, buah tidak sempurna,
dan hasil menurun. Kadar garam yang tinggi (tanah salin) merupakan hasil dari
pembentukan mireal-mineral garam terlarut, akumulasi garam dari irigasi yang
membawa garam, intrusi air laut, sungai atau danau. Air diserap oleh akar
tanaman beserta garam larut masuk ke dalam tanamanmelalui suatu proses yang
disebut osmosis, yangmelibatkan pergerakan air dari tempat dengan konsentrasi
garam rendah ( tanah) ke tempat yang memiliki konsentrasi garam tinggi
(bagian dalam dari sel-sel akar).
Permasalahan salinitas telah meluas akhir-akhir ini. Salinitas menyebabkan
kerugian 50% produk dan penurunan rata-rata hasil panen relatif dengan
meningkatnya salinitas. Salinitas telah menganggu pertanian pada iklim arid
dan semi arid selama ribuan tahun (Steppuhn, 2013). Salinitas tanah pada
kenyataannya telah menjadi suatu masalah yang serius dalam produksi tanaman
di Indonesia.
Efek salinitas terhadap lahan pertanian, dianggap sebagai ancaman serius
terhadap penyediaan pangan dunia saat ini dan akan datang. Lebih dari 7 %
atau 77 juta ha dari total lahan di dunia (930 juta ha), dan lebih dari 20 % lahan
pertanian saat ini telah mengalami salinisasi yang sebagiannya adalah lahan
beririgasi (Munns, 2002; Hariadi et al., 2010., Gagneul et al., 2007, Sairam
and Tyagi, 2004; Maqsood, 2009; Astorga and Meléndez, 2010; Sobhanian et
al. 2010; Waditee et al., 2007). Salah satu indikasi terukur dalam menetapkan
suatu lahan mengalami ancaman dan potensi salinitas adalah nilai electric
conductivity (EC) tanah dan air irigasi. Tanah sudah mengalami salinitas jika
nilai ECe > 4 dS/m pada tanah (FAO, 2005).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Salintas Tanah
Follet et al (1981) mengklasifikasikan salinitas tanah berdasarkan hasil
pengukuran daya hantar listrik terdiri atas tiga kelompok sebagai berikut :
1.) Tanah salin dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan
Nadd < 15% dengan kondisi fisik normal. Kandungan garam larutan
dalam tanah dapat menghambat perkecambahan, penyerapan unsur hara
dan pertumbuhan tanaman.
2.) Tanah sodik dengan daya hantar listrik < 4,0 mmhos/cm, pH > 8,5 dan
Nadd > 15% dengan kondisi fisik buruk. Garam yang terlarut dalam
tanah relatip rendah, dan keadaan tanah cenderung terdispersi dan tidak
permeable terhadap air hujan dan airirigasi.
3.) Tanah salin sodik dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5
dan Na-dd > 15%,kondisi fisiktanahumumnya terdispersi dengan
permeabilitas rendah dan sering tergenang jika diairi.
Menurut Sigalingging (1985), salinitas akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia
tanah, yaitu 1] tekanan osmotik yang meningkat, 2] peningkatan potensi ionisasi,
3] infiltrasi tanah yang menjadi buruk, 4] kerusakan dan terganggunya struktur
tanah, 5] permeabilitas tanah yang buruk, 6] penurunan konduktivitas.
1.) Salinitas rendah dengan daya hantar listrik < 250µmhos/cm. Dapat
digunakan untuk mengairi semua tanaman.
2.) Salinitas sedang dengan daya hantar listrik 250-750µmhos/cm. Dapat
digunakan untuk mengairi tanaman yang taraf kepekaannyarendah sampai
sedang.
3.) Salinitas tinggi dengan daya hantar listrik 750-2250µmhos/cm. Dapat
digunakan untuk mengairi tanaman yang toleran.
4.) Salinitas sangat tinggi dengan daya hantar listrik>2250µmhos/cm. Pada
umumnya tidak digunakan untuk mengairi tanaman.
1.) Air berkadar Na rendah dengan nilai nisbah jerapan Na < 10. Digunakan
untuk mengairi semua tanaman.
2.) Air berkadar Na sedang dengan nilainisbah jerapan Na antara 10-18.
Digunakan untuk mengairi tanaman pada tanah bertekstur halus atau ber
KTK tinggi.
3.) Air berkadar Na tinggi dengan nilai nisbah jerapan Na antara 18-26.
Digunakan untuk mengairi tanaman yang toleran.
4.) Air berkadar Nasangat tinggi dengan nilai nisbah jerapan Na > 26.Tidak
digunakan untuk mengairi tanaman.
Sedangkan untuk salinitas air tanah akibatintrusi air laut, Todd (1959)
mengklassifikasikan air tanah atas enam tingkat instrusi air asin yaitu :
1.) Tanpa intrusi. Nisbah Cl/(CO3+HCO3) < 0,5. Mutu air baik.
2.) Sedikit intrusi. Nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 0,5–1,3. Mutu air cukup baik.
3.) Intrusi sedang. Nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 1,3-2,8. Mutu air sedang.
4.) Intrusi tinggi. Nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 2,8–6,6. Mutu air buruk.
5.) Intrusi sangat tinggi. Nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 6,6–15,5.Mutu air sangat
jelek.
6.) Air laut. Nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 200.
Jika konsentrasi garam pada tanah lebih tinggi dibandingkan dengan di dalam sel-
sel akar, tanah akan menyerap air dari akardan tanaman akanlayu dan mati. Ini
merupakan prinsip dasar bagaimana salinisasi mempengaruhi produksi tanaman.
Pengaruh yang merusak dari garam pada tanaman tidak hanya disebabkan oleh daya
osmosis, tetapi juga oleh sodium (Na+) and klor (Cl-) pada konsentrasi yang
meracun tanaman. Khususnya tanaman buahbuahan dan tanaman hias dari jenis
kayu-kayuan (bougenvil, kembang sepatu, dll) sangat sensitif terhadap kadar yang
tinggi dari unsur-unsur tersebut. Demikian juga, tingginya nilai pH yang
disebabkan oleh konsentrasi sodium yang tinggi akan berakibat pada kekurangan
unsur mikro.
Kekurangan unsur Na+ dan Cl- dapat menekan pertumbuhan dan mengurangi
produksi. Dalam proses fisiologi tanaman, Na+ diduga mempengaruhi pengikatan
air oleh tanaman sehingga menyebabkan tanaman tahan terhadap kekeringan.
Sedangkan Cl- diperlukan pada reaksi fotosintetik yang berkaitan dengan produksi
oksigen.
Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam
bentuk kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara
perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang
cukup tinggi adalah pertumbuhan tidak normal seperti daun mengering di bagian
ujung dan gejala khlorosis. Tingginya konsentrasi garam mengakibatkan
menurunnya potensial air sebesar 0,05 – 0,1 Mpa. Stres garam ini berbeda dengan
stres ion yang tidak begitu menekan potensial air (Lewit, dalam Sipayung, 2006).
Secara umum, cara memahami cekaman garam pada tanaman antara lain melihat
gejala defisiensi nutrisi ataukeracunan nutrisi tanaman akibat;
Gejala awal munculnya kerusakan tanaman oleh salinitas adalah (a) warna daun
yang menjadi lebih gelap daripada warna normal yang hijaukebiruan, (b) ukuran
daun yang lebih kecil dan (c) batang dengan jarak tangkai daun yang lebih pendek.
Jikapermasalahannya menjadi lebih parah, daun akan (a) menjadi kuning (klorosis)
dan (b) tepi daun mati mengering terkena “burning” (terbakar, menjadi kecoklatan)
(Gambar 2).
Salinitas tidak ditentukan oleh garam Na Cl saja tetapi oleh berbagai jenis garam
yang berpengaruh dan menimbulkan stres pada tanaman. Garamgaram yang
menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4,
MgCl2 yang terlarut dalam air (Sipayung, 2006).
Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologi dari
mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman (Fallah, 2006).
Tiap jenis tanaman mempunyai kepekaan tersendiri akan salinitas tanah. Jika
kondisi salinitas tanah tinggi, hanya beberapa tanaman tolearn yanag mampu
bertahan hidup. Tingkat sensitivitas tanaman terhadap kadar garam bervariasi.
Jenis tanaman dengan toleransi terhadap garam yang paling rendah adalah tomat,
bawang bombai terhadap garam dan selada. Pada tingkat ekstrim yang lain adalah
halophytes, yang paling sering dijumpai di rawa-rawa bergaram, daerah pantai, dan
lingkungan bergaram lainnya.
Toleransi tanaman terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas
diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Follet et
al, (1981 dalam Sipayung, 2006) mengajukan lima tingkat pengaruh salinitas tanah
terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat salinitas yang sangat
tinggi, seperti diberikan pada Tabel 1.
Jenis tanaman dengan toleransi terhadap garam yang paling rendah adalah
tomat, bawang bombai terhadap garam dan selada.Pada tingkat ekstrim yang lain
adalah halophytes, yang paling sering dijumpai di rawa-rawa bergaram, daerah
pantai, dan lingkungan bergaram lainnya.
Kelebihan NaCl atau garam lain dapat mengancam tumbuhan karena dua alasan.
Pertama, dengan cara menurunkan potensial air larutan tanah, garam dapat
menyebabkan kekurangan air pada tumbuhan meskipun tanah tersebut mengandung
banyak sekali air. Hal ini karena potensial air lingkungan yang lebih negatif
dibandingkan dengan potensial air jaringan akar, sehingga air akan kehilangan air,
bukan menyerapnya. Kedua, pada tanah bergaram, natrium dan ion-ion tertentu
lainnya dapat menjadi racun bagi tumbuhan jika konsentrasinya relative tinggi.
Membran sel akar yang selektif permeabel akan menghambat pengambilan
sebagian besar ion yang berbahaya, akan tetapi hal ini akan memperburuk
permasalahan pengambilan air dari tanah yang kaya akan zat terlarut (Campbell,
2003).
Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat
pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomass
tanaman. Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan
respon dalam bentuk kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan
perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat
salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun
mengering di bagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena
konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan
tanah sehingga tanaman kekurangan air. Sifat fisik tanah juga terpengaruh antara
lain bentuk struktur, daya pegang air dan permeabilitas tanah.
Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang tidak
normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas membran,
kerusakan lamella, kekacauan organel sel, dan akumulasi Kalsium Oksalat dalam
sitoplasma, vakuola, dinding sel dan ruang antar sel. Kerusakan struktur ini akan
mengganggu transportasi air dan mineral hara dalam jaringan tanaman (Maas dan
Nieman, dalam Sipayung, 2006). Banyak tumbuhan dapat berespon terhadap
salinitas tanah yang memadai dengan cara menghasilkan zat terlarut kompatibel,
yaitu senyawa organic yang menjaga potensial air larutan tanah, tanpa menerima
garam dalam jumlah yang dapat menjadi racun. Namun demikian, sebagian besar
tanaman tidak dapat bertahan hidup menghadapi cekaman garam dalam jangka
waktu yang lama kecuali pada tanaman halofit, yaitu tumbuhan yang toleran
terhadap garam dengan adaptasi khusus seperti kelenjar garam, yang memompa
garam keluar dari tubuh melewati epidermis daun (Campbell, 2003).
Ketika terjadi cekaman salinitas, tanaman bereaksi dalam beragam cara untuk
menghadapi perubahan yang berpotensi merusak. Salah satu hasil dari tekanan
tersebut adalah adanya akumulasi reactive oxygen species (ROS) dalam tanaman,
dimana hal tersebut dapat menghancurkan tanaman dan berakibat pada
berkurangnya produktivitas tanaman. ROS berdampak pada fungsi seluler, seperti
kerusakan pada asam nukleat atau oksidasi protein tanaman yang penting.
Campuran garam dan air segar mengurangi potensi kegunaan dari total persediaan
air. Penggunaan air tercemar untuk irigasi membatasi potensi produksi tanaman,
serta berpotensi membahayakan kesehatan makanan konsumen.
Mekanisme toleransi tanaman terhadap garam dapat dilihat dalam dua bentuk
adaptasi yaitu dengan mekanisme morfologi dan mekanisme fisiologi.
Mekanismetoleransi yang paling jelas adalah dengan adaptasi morfologi.
Mekanisme Morfologi
Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan unik dapat
ditemukan pada halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi alami pada
kawasan pantai dan rawa-rawa asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur
yang memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam
tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia untuk
pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun
yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan
sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta
lignifikansi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988).
Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor.
Sedangkan lignifikansi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat
penting untuk memelihara turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan
aktivitas normal. Respon perubahan struktural dapat beragam pada berbagai jenis
tanaman dan tipe salinitas. Salinitas klorida umumnya menambah sukulensi pada
banyak spesies tanaman. Sukulensi terjadi dengan meningkatnya konsentrasi SO4.
Dengan adaptasi struktural ini konduksi air akan berkurang dan mungkin akan
menurunkan kehilangan air pada transpirasi. Namun pertumbuhan akar yang
terekspos pada lingkungan salin biasanya kurang terpengaruh dibandingkan dengan
pertumbuhan tajuk atau buah. Hal ini diduga terjadi akibat perbaikan keseimbangan
dengan mempertahankan kemampuan menyerap air.
Mekanisme Fisiologi
BAB III
PEMBAHASAN
Tanaman Padi
Pada kenyataannya, penelitian tentang salinitas dalam produksi padi masih jarang.
Walaupun tidak ada laporan tentang padi lokal yang bertahan saat tsunami di
Indonesia, pada berbagai daerah terutama di lahan rawa pinggir pantai dimana tanah
dipengaruhi oleh air laut (seperti daerah pasang-surut), pertumbuhan dan hasil
gabah beberapa varietas padi cukup baik, walaupun tanah bersifat salin dan asam.
Beberapa uji adaptasi menunjukkan bahwa beberapa varietas padi lebih mampu
beradaptasi/toleran terhadap salinitas dibandingkan yang lainnya. Pengujian di
Aceh Besar–NAD pada lahan terkena tsunami menunjukkan bahwa beberapa
varietas dari lahan pasang-surut toleran terhadap salinitas pada stadia vegetatif,
yaitu Mendawak, Krueng Aceh, Seilalan, Banyu Asin dan Cisadane, dan mereka
juga respon terhadap drainase dan pemupukan. Dari uji adaptasi yang dilakukan di
ParigiPelabuhan Ratu (lahan yang dipengaruhi air pasang di pantai selatan Jawa
Barat) Kapuas, Lambur dan suatu varietas lokal, berikut beberapa galur dari IRRI
(International Rice Research Institute) digolongkan toleran terhadap salinitas pada
stadia vegetatif. Namun evaluasi lebih jauh dari varietasvarietas ini dalam hal
toleransi terhadap salinitas memerlukan data yang lebih akurat.
Menurut Brinkman and Singh (1982) gejala keracunan garam pada tanaman padi
berupa terhambatnya pertumbuhan, berkurangnya anakan, ujung-ujung daun
bewarna keputihan dan sering terlihat bagian-bagian yang khlorosis pada daun, dan
walaupun tanaman padi tergolong tanaman yang tolerannya sedang, pada nilai EC
sebesar 6-10 dS m-1 penurunan hasil gabah mencapai 50%. Lebih jauh, Dobermann
and Fairhurst (2000) menyimpulkan bahwa padi relatif lebih toleran terhadap
salinitas saat perkecambahan, tapi tanaman bisa dipengaruhi saat pindah tanam,
bibit masih muda, dan pembungaan.
Tanaman serealia
Sebagian besar tanaman serealia seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah, serta
kacang-kacangan lainnya memberikan reaksi bervariasi dari semi toleran sampai
sensitif. Tanaman serealia yang toleran terhadap salinitas adalah barley (Maas
1984, Jumberi 2002). Tanaman serealia yang memberikan reaksi semi toleran
adalah kedelai, shorgum dan gandum; sedangkan padi, kacang tanah, jagung,
kacang tunggak memberikan reaksi semi sensitif (Maas 1984). Bahkan hasil
penelitian Jumberi (2002), jagung (sweet corn) varietas Meter Bantam bereaksi
sensitif pada tanah salin-sodik (ESP = 6,6 dan EC = 4,1 dan pH = 7,6). Varietas
padi lokal Palas di Kalimantan Selatan menunjukkan reaksi semi toleran, sedangkan
varietas Bayar Pahit dan Siam Unus peka terhadap salinitas (Waluyo 2005).
Batas ambang setiap tanaman palawija, adalah: barley 8 dS/m, jagung 1,7 dS/m,
kacang tanah 3,2 dS/m, kacang tunggak 4,9 dS/m, gandum 6,0 dS/m, kedelai 5,0
dS/m (Francois dan Maas, 1985). Umumnya, tanaman palawija peka pada stadia
perkecambahan sampai 3 minggu setelah tanam (Cramer, 1996). Jika EC tanah
sekitar 5,5 dS/m bila tanpa penerapan teknologi maka tanaman serealia yang bisa
diusahakan menjadi sangat terbatas, yaitu barley, gandum dan kemungkinan kedelai
serta kacang tunggak.
Tanaman sayuran
Respon tanaman sayuran terhadap tingkat salinitas tanah juga berbeda. Tanaman
sayuran yang toleran terhadap salinitas adalah asparagus, sedangkan yang sensitif
(peka) adalah kacang buncis (Maas, 1984). Batas ambang dari beberapa tanaman
sayuran antara lain: buncis 1,0 dS/m, kubis 1,8 dS/m,jagung Manis 1,7 dS/m,
mentimun 2,5 dS/m, seledri 1,8 dS/m, Lettuce 1,3 dS/m, bawang merah 1,2 dS/m,
bayam 2,0 dS/m, tomat 2,5 dS/m, kentang 1,7 dS/m dan lombok 1,5 dS/m (Francois
dan Maas, 1985). Data tersebut menunjukkan bahwa tanaman sayuran umumnya
peka terhadap salinitas.
Jagung
Jagung mempunyai tingkat toleransi pada Ec sekitar 1.7 mS/cm. Hasil uji coba
tanaman jagung lokal dan EC air salin antara 0-3.6 mS/cm menunjukkan bahwa
jagung madura mempunyai tingkat toleransi paling rendah dibanding Pasuruan dan
Probolinggo. Namun jagung madura mempunyai nilai ambang sekitar 1,8
Tanaman Kedelai
Percobaan : Penambahan garam NaCl 70, 80, 90, dan 100 mM pada media basal
yang ditanami 10 galur Kedelai. Gejala pertumbuhansecara visual, persentase
perkecambahan, rasio berat basah/berat kering dan persentase kematian tunas
apikal. Hasil: galur yang toleran garam adalah Wilis, Malabar dan Sindoro, galur
sensitif adalah Lumut, Yellow Biloxy, Si Cinang dan Sriyono, sedangkan yang
sedang adalah Genjah Jepang, Lokan, dan Tidar.
Tabel 1. Pengaruh peningkatan konsentrasi NaCl terhadap rasio BB/BK tunas dan
akar 10 galur kedelai
Sampel tanah diambil pada bulan Juli 2009 dari lahan pekarangan petani desa
Sawohan, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo pada kedalaman 0-20 cm. Jenis
tanah tersebut diklasifikasi sebagai tanah salin rendah karena pH<8, SAR < 15 dan
Na-dd rendah. C-organik rendah, dan basa-basa dapat ditukar tergolong sedang
(Tabel 1). Nilai EC tanah sebesar 0.25 mS/cm tergolong klas salinitas rendah, dan
aman bagi prtumbuhan tanaman. pH mendekati netral ideal untuk pertumbuhan
tanaman. Nilai SAR tanah adalah 1,55, didapat dari turunan rumus:SAR = Na/√
(Ca+Mg)/2. Nilia ini merupakan nilai yang tidak bermasalah bagi tanaman, karena
kandungan Na-dd lebih rendah dari kadar membahayakan tanaman pada umumnya.
Nilai C/N ratio didapat dengan membagi niali N-total dengan Corganik total,
nilainya sebesear 8,79 dan tergolong agak rendah dari standar C/N tanah ideal yaitu
sekitar 12-15. Hal ini menunjukkan kalau cazdanagn C-organik rendah, sehingga
perlu selalu menambahkan bahan organik lagi ke dalam tanah jika digunakan untuk
budidaya.