Anda di halaman 1dari 5

1.

Pengaruh Ion Na+ dan Cl- Terhadap Tanaman

Tanah asin adalah tanah dengan kandungan garam terlarut yang tinggi (seperti: NaCl, Na2CO3, Na2SO4)
yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. NaCl adalah garam utama yang
ditemukan di tanah salin. Pada tanah salin, kadar NaCl berkisar antara 2 sampai 6%. Kandungan Na yang
sangat tinggi dalam tanah akan berdampak buruk pada sifat fisik tanah, karena akan menyebabkan
tanah liat menyebar, yang selanjutnya dapat menyebabkan penyumbatan dan pengerasan pada sarang
tanah, sehingga meningkatkan kepadatan tanah. Jika seluruh kapasitas adsorpsi tanah jenuh dengan ion
Na+, maka terjadilah fenomena “soil-soluble” (tanah terdispersi). Kejenuhan kapasitas adsorpsi
menyebabkan trombosit dalam partikel lempung saling tolak-menolak sehingga larut (mendispersi)
dalam air sebagai koloid atau ngstrom submikron.

Beberapa anion seperti Cl-dapat menyebabkan kerusakan parah pada membrane sat Dalam jumlah
berlebihan dan menyebabkan tidak adanya membrane sat. NaCl dapat menyebabkan kerusakan pada
komponen fotosintesis. Penghancuran membran oleh NaCl adalah dasar penilaian keracunan tanaman
oleh garam. monovalen dari ion Na dapat mengunduh divalen dari ion Ca, sehingga membangun
jembatan sel yang memperkuat struktur membran (Staples dan Toennissen 1984). Penurunan laju juga
dapat dilakukan dengan perilaku stomata. Pada tanaman stres garam, yang juga kekurangan udara,
konsentrasi CO2 dalam kloroplas menurun karena berkurangnya konduktansi stomata. Penurunan
aktivitas tanaman tersebut akan mempengaruhi pembentukan keringanan sehingga mengganggu
pertumbuhan tanaman.

Sebagian besar tanaman yang menderita stres garam telah mengurangi pertumbuhan serta hasil yang
lebih rendah. Pertumbuhan dan hasil tanaman pangan umumnya berkurang pada EC tanah 4 dS/m atau
lebih, bahkan tanaman yang rentan dapat terpengaruh pada EC 3 dS/m. Tanda-tanda tanaman yang
terkena cekaman garam meliputi pertumbuhan kerdil, kesehatan tanaman berkurang, perubahan warna
tanaman, dan penurunan hasil (McWilliams 2003).

2. Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman Pertanian

Di alam, fenomena ini memanifestasikan dirinya dalam bentuk pembentukan larutan tanah koloid, sulit
dipertahankan dan perairan keruh. Proses pembubaran tanah akan terjadi ketika tanah sodik (jenuh
dengan Na+) tergenang atau tercuci dengan air dengan mineralisasi yang lebih sedikit, misalnya ketika
air hujan masuk ke dalam tanah sodik atau hanyut oleh air sungai tawar. Pada hakekatnya jumlah air
(H2O) yang diperoleh dari curah hujan di suatu daerah gersang tidak cukup untuk menggantikan jumlah
air yang hilang melalui evaporasi dan evapotranspirasi. Saat air menguap ke atmosfer, garam-garam
yang semula terlarut berakhir di dalam tanah, sehingga salinitas tanah meningkat. Proses ini disebut
salinisasi, dan tanah yang terbentuk dari proses ini dikenal sebagai tanah salin, dan yang tersisa di tanah
ini sebagian besar adalah garam: garam NaCl, Na2SO4 dan CaCO3.

Tingginya kadar NaCl di dalam tanah mungkin disebabkan oleh banyaknya masukan air yang
mengandung garam, atau karena laju penguapan melebihi jumlah presipitasi. Ini berarti bahwa tanah
salin tidak hanya ditemukan di daerah pesisir, tetapi juga di daerah kering dengan curah hujan yang
sedikit (Fitter dan Hay, 1991). Natrium (Na+) juga penting untuk fiksasi karbon pada tanaman C4 seperti
jagung, tebu dan sorgum. Sedangkan tanaman C3 antara lain padi, gandum, kedelai. Penambahan Na+
pada kondisi salin akan mengubah lintasan fotosintesis dari C3 menjadi C4. Hal ini juga terjadi pada
jagung, dimana Na+ mempengaruhi keseimbangan antara enzim fosfoenolpiruvat karboksilase dan
ribolus bifosfat karboksilase.Kelebihan Na+ dan Cl- dapat menyebabkan ketidakseimbangan ion, yang
akan mengganggu aktivitas metabolisme tanaman.

Degradasi lahan akibat salinitas yang tinggi merupakan gambaran konsentrasi ion garam yang terdapat
baik dalam tanah maupun air, antara lain kalsium (Ca2+), magnesium (Mg2+), kalium (K+), klorida (Cl-),
bikarbonat (HCO - ). ), karbonat (CO3), sulfat (SO4). Kandungan garam yang tinggi dalam tanah akan
menurunkan potensial osmotik sehingga tanaman sulit menyerap air sehingga menyebabkan tanaman
mengalami kekeringan fisiologis. Beberapa anion, seperti Cl-, dalam jumlah berlebihan dapat
menyebabkan kerusakan parah pada membran sel dan menyebabkan kebocoran membran sel. NaCl
dapat merusak komponen fotosintesis. Penghancuran membran sel dengan NaCl adalah dasar asumsi
keracunan garam tanaman.Kation Na dapat menggantikan jembatan divalen Ca, sehingga melemahkan
jembatan Ca yang memperkuat struktur membran sel (Staples dan Toennissen 1984).

Karena tanaman sulit mengambil air dari tanah, tanaman juga sulit menyerap beberapa nutrisi dalam
bentuk ion terlarut dalam air. Kondisi geologi juga mempengaruhi salinitas. Tanah yang mengandung
kapur mampu menyerap air hujan lebih banyak dibandingkan tanah biasa. Batugamping telah
diendapkan secara mekanis oleh arus laut sehingga mengandung kalsium karbonat yang biasanya
berupa mineral kalsit (CaCO3) dengan atau tanpa magnesium karbonat menggunakan logam berat
penyerap. Kandungan NaCl yang tinggi pada tanah salin merusak struktur tanah, sehingga aerasi dan
permeabilitas air tanah sangat rendah.Jumlah ion Na yang besar dalam tanah menyebabkan penurunan
ion Ca, Mg dan K yang dapat ditukar. Pada jenis tanah yang berbeda hal ini akan mempengaruhi kondisi
hidrogeologi (airtanah).

3. Permasalahan Salinitas di Indonesia

Tanah salin di Indonesia terjadi di dua daerah yang berbeda, yaitu (1) di daerah pesisir yang disebabkan
oleh banjir atau intrusi air laut, (2) di daerah dengan rezim kelembaban normal yang disebabkan oleh
penguapan air tanah atau air permukaan. Menurut Alvarez dkk. (2015), di wilayah pesisir, proses utama
yang berkontribusi terhadap peningkatan salinitas airtanah adalah masuknya muara. Selain itu, Teh dan
Koh (2016) menyatakan bahwa salinitas yang tinggi meningkatkan pencucian nitrogen dari tanah,
sehingga mengurangi hasil panen.

Curah hujan yang rendah mengakibatkan garam-garam yang terbentuk dari pelapukan batuan tidak
terlindi, sehingga proses penguapan yang terjadi pada musim kemarau menyebabkan terjadinya
penimbunan garam di permukaan tanah. Secara geomorfologi, tanah asin ini terbentuk pada topografi
cekungan seperti delta sungai, dataran banjir dan terasering gugur yang drainasenya sulit. Salinitas
merupakan ancaman bagi keberlanjutan pertanian di hampir setiap negara di dunia, termasuk
Indonesia.

Karakterisasi dan klasifikasi tanah salin di daerah pesisir sulit dilakukan karena sifatnya yang bervariasi
karena mobilitas garam terlarut yang tinggi. Hujan dengan mudah memindahkan garam-garam ini secara
vertikal atau lateral atau mengencerkan konsentrasi ke tingkat yang tidak beracun. Garam dapat
terkumpul di dataran rendah (cekungan) dengan air rembesan atau limpasan, atau di elevasi yang lebih
tinggi melalui penguapan.

Kekeringan akibat perubahan iklim juga menjadi salah satu penyebab terjadinya proses salinisasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemanasan global dan peningkatan salinitas
daratan, karena pemanasan global menyebabkan es di kutub mencair, yang menyebabkan naiknya
permukaan air laut, menyebabkan dataran rendah tenggelam, dan tekanan air laut di darat juga
meningkat (Dailidienė dan Davulien, 2008). . Sebagai contoh, salinitas di wilayah Panthura disebabkan
oleh intrusi air laut (seawater intrusion) yang melewati reservoir dan batuan, bahan induk dan tanah
berpori serta memiliki tekanan hidrostatik yang rendah sehingga tidak dapat menahan air laut
(Hendrayana 2002). ).Sembiring dan Ghani (2007) menyatakan bahwa akibat peningkatan salinitas di
lahan persawahan di sekitar Pantura, banyak petani yang beralih fungsi menjadi tambak garam atau
perikanan budidaya bahkan meninggalkan lahan mereka karena usaha mereka tidak lagi
menguntungkan.

B. Upaya Penanggulangan Salinitas Di Lahan Pertanian

Masalah salinisasi lahan pertanian memerlukan solusi yang serius dan hati-hati, karena tanah dengan
kandungan garam yang tinggi menyebabkan kerusakan struktur tanah, sehingga aerasi dan
permeabilitas air tanah sangat rendah. Pelepasan garam akan menyebabkan plasmolisis, proses
pemindahan H2O dari tanaman ke dalam larutan tanah. Salinitas juga mempersulit tanaman untuk
mengambil air sampai terjadi kekeringan fisiologis akibat peningkatan potensial osmotik larutan
tanah.Kelebihan garam ini mengakibatkan resistensi yang tinggi terhadap infiltrasi tanah dan kadar
kation Ca, Mg, Na dan ESP yang tinggi (Muyassir 1998) dan berkurangnya ketersediaan air dan hara
sementara air irigasi menjadi racun bagi tanaman yang tidak toleran salinitas (Mills 2001), setelah itu
tanah menjadi kering. . dan padat (Nassar 1999).

Pemulihan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan pemetaan tanah, yang terbagi menjadi tiga
kategori degradasi yaitu rendah, sedang dan tinggi, kemudian dilakukan reboisasi dengan berbagai
metode remediasi, termasuk pemupukan berdasarkan status nutrisi masing-masing tanah terdegradasi
menurut untuk klasifikasi kerusakan. . Penggunaan pupuk organik juga diusulkan untuk mengefisienkan
penggunaan pupuk anorganik. Upaya untuk melestarikan dan memulihkan lahan harus
didorong.Beberapa program telah diujicobakan di beberapa negara untuk menangani salinitas, mulai
dari praktik agronomi hingga bioteknologi. Belajar dari kurang berhasilnya program-program
sebelumnya, selain aspek teknis, sosial, ekonomi dan budaya petani, perlu diperhatikan bahwa program
yang dikembangkan harus berbasis pada sumber daya lokal, artinya tetap memperhatikan aspek sosial
budaya. aspek petani lokal. Dari segi agronomi, strategi penanggulangan lahan marginal adalah dengan
menggunakan tanaman yang toleran terhadap salinitas (Utama et al. 2009).Penggunaan kapur juga
merupakan salah satu metode yang paling umum untuk reklamasi lahan solonchak dan solonetsous.

Upaya penanggulangan salinitas yang dapat dilakukan antara lain (1) pengelolaan air (pencucian, irigasi
dengan kualitas air yang baik), (2) pengelolaan lahan secara mekanis yang baik, (3) perbaikan kimiawi
dengan penambahan gypsum dan belerang, (4) perbaikan biologis melalui penggunaan mulsa organik
dan bahan organik, dan (5) meningkatkan kesadaran di kalangan petani. Tindakan dolomit pada tanah
salin tidak cocok untuk menurunkan pH, tetapi berpengaruh pada penggantian Na-dd. Keuntungan lain
dari dolomit adalah percepatan penguraian bahan organik di dalam tanah (Nugroho 1990). Dolomit juga
mengandung Mg yang dapat memperbaiki struktur tanah (Sutarya 1995).

Pendahuluan

Salinisasi merupakan salah satu masalah yang muncul saat ini di lahan pertanian. Salinisasi adalah proses
peningkatan jumlah garam terlarut (NaCl, Na2CO3, Na2SO4) yang melimpah di dalam tanah, yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Rachman et al. 2017). Salah satu penyebab
proses salinisasi adalah penggunaan air irigasi yang terus menerus dengan kandungan garam yang cukup
tinggi menyebabkan akumulasi garam di daerah akar tanaman dan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman (Gupta, 1979). Di banyak negara, termasuk India, banyak kawasan hutan diubah menjadi lahan
pertanian, yang berubah menjadi asin setelah beberapa tahun.Hal ini disebabkan adanya peningkatan
kandungan garam di bawah permukaan tanah seiring dengan tingginya tingkat penguapan akibat
perubahan tutupan lahan (Pessarakli dan Szabolcs 1999).

Perubahan iklim juga menyebabkan kenaikan permukaan laut, yang juga menyebabkan peningkatan
salinitas air tanah dan/atau salinitas tanah (Clermont-Dauphin et al. 2010; Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 2011). Peningkatan penguapan merupakan penyebab utama terjadinya
limpasan air dari bawah permukaan tanah yang mengandung air laut ke permukaan, sehingga banyak
lahan pertanian di wilayah pesisir yang mengalami peningkatan kadar garam atau salinitas (Sukarman et
al. 2018).Hal ini juga membuat wilayah pesisir dengan air tanah dangkal rentan terhadap peningkatan
salinitas karena kondisi air tawar tidak sama dengan di perairan dalam, sehingga ketika terjadi
penguapan menyebabkan peningkatan konsentrasi garam. Di Indonesia, kasus ini banyak terjadi di
daerah pesisir yang kering (pedesaan), salah satunya di wilayah Mbay, Pulau Flores, Provinsi Nusa
Tenggara Timur (Sukarman et al., 1998).

Selain itu, Subagyo (2006) menyatakan bahwa proses salinisasi juga terjadi di daerah intertidal yang
berbatasan dengan garis pantai. Suasana asin akibat pengaruh garam/air laut terjadi pada tanah mineral
pirit dan tanah gambut. Masalah salinitas muncul ketika jumlah garam terlarut dalam tanah cukup
tinggi. Akumulasi garam di daerah akar mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menyerap air.

Salinisasi tanah di Indonesia juga terjadi akibat tsunami. Tsunami yang melanda pantai barat dan timur
Aceh pada tahun 2004 menyebabkan banjir di daerah pegunungan rendah dengan air laut. Lahan di
kawasan ini sekarang sudah digunakan kembali untuk kegiatan pertanian, namun sebagian lahan ini
masih terlalu tinggi salinitasnya (kadar garamnya) sehingga menghambat pertumbuhan tanaman (Arabia
et al. 2012).

Lingkungan garam dapat menyebabkan dua bentuk cekaman pada tanaman, yaitu cekaman osmotik dan
cekaman keracunan. Berbagai kondisi lingkungan yang ekstrim, yaitu lingkungan salin, tanah jenuh,
radiasi matahari, dan suhu tinggi, akan menyebabkan terganggunya metabolisme tanaman dan pada
akhirnya menyebabkan rendahnya produktivitas atau laju pertumbuhan tanaman (Arabia et al. 2012).
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas kondisi geografis salinitas tanah di sejumlah negara
khususnya di Indonesia, proses salinisasi tanah dan cara mengatasinya.

Anda mungkin juga menyukai