1
ARSIREKTUR DEKONSTRUKSI
A. Sejarah Dekonstruksi
Seiring pergerakan waktu, pergerakan pendulum dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan mengalami berbagai bentuk evolusi. Sebagaimana
yang telah ditelaah secara menyeluruh, ilmu pengetahuan sendiri merupakan
sebuah akumulasi fakta, teori dan metode yang dihimpun oleh para tokoh
tertentu sebagai pencetus ilmu tersebut dalam suatu metode tertentu (Norberg-
Schulz, 1984). Demikian pula dalam bidang arsitektur, Lloyd & Scott (1997)
menyebutkan bahwa perkembangan arsitektur sejalan dengan kebudayaan
manusia baik pola pikir maupun pola hidupnya.
Dalam perkembangan arsitektur pada era post-modern, terdapat
beberapa kelompok pemikiran. Seperti yang disebutkan oleh Sugiharto
(1996), ada satu kelompok yang lebih memfokuskan pada pemikiran yang
terkait erat dengan dunia sastra dan persoalan linguistik. Pemikiran dari
kelompok ini cenderung hendak mengatasi sebuah gambaran dunia modern
melalui gagasan yang sama sekali anti gambaran dunia. Kata kunci yang
populer untuk kelompok ini adalah ’’dekonstruksi’’.
2
antara dekonstruksi dengan arsitektur.
Diskontinuitas serta putusnya linearitas menghadirkan permainan dalam
setiap komposisi karena apa yang digagas dan dibangun tidaklah berdiri
sendiri (Adorno, 1997). Gagasan yang dituangkan dalam komponen
komposisi yang sebenarnya dikutip dari rujukan di tempat lain. Bentuk atau
rupa material – konstruksi - lokasi. Jadi tidak pernah komponen komposisi
berdiri sendiri yang lahir dan tercipta dari ruang hampa. Differance
mengangkat permasalahan komposisi yang terdiri atas “citatioans” atau
kutipan – kutipan ke dalam suatu komposisi.
Dengan komposisi sebenarnya orang melihat dan merasakan suatu
representsi pentunjuk yang hadir dengan rujukan yang tidak hadir (entah di
mana). Komposisi ini memberikan suatu gambaran fragmen – fragmen dari
sumbernya yang “meng-ada” di suatu lokasi dan tampil seolah – olah utuh dan
stabil sebagai sosok mandiri. Rujukan gagasan bentuk atau rupa misalnya,
tidak pernah lepas dari keinginan untuk memenuhi “kebutuhan” manusia.
Atas dasar merujuk pada sumber – sumber tidak hadir itulah sebuah
komposisi “meng-ada”. Dengan itu pula apa yang hadir sebenarnya
memberikan “jejak” kepada sumber – sembernya.
Interpretasi komposisi menurut prinsip differance tidak mungkin
dilakukan tanpa membaca atau menelusuri jejak – jejak yang hadir ke dalam
sumber mereka. Hasil dari komposisi yang lahir dengan hadirnya jejak – jejak
tersebut oleh Derrida dalam Adorno (1997) disebut dissemination.
Dalam aspek kajian fenomenologi, dekonstruksi dipandang sebagai upaya
atau metoda kritis, tidak hanya berupaya merombak dan menstrukturkan
kembali berbagai bangunan teori atau karya - karya lewat elemen, struktur,
infrastruktur maupun konteksnya. Lebih dari itu, kekuatan – kekuatan yang
berperan pada konsep yang bersangkutan akan: dilucuti segala macam
atributnya, dikupas habis, dilacak asal usul dan perkembangannya, dicari
keterkaitannya dengan konsep – konsep lain, digelar kemungkinan –
3
kemungkinan posisi maupun kontribusinya terhadap segala hal. Semua proses
tersebut dimaksudkan untuk membangun kembali karakteristik fenomenalnya.
Dalam pembangunan kembali tersebut, ekspose dari ‘interplay’ kekuatan –
kekuatan melalui kontradiksi – kontradiksi, kesenjangan – kesenjangan,
decomposition, disjunction, discontinuity, dan deformation, merupakan cara
untuk memperlihatkan kemungkinan – kemungkinan “ada” dan “mengada”.
Arsitektur dekonstruksi merupakan pengembangan dari arsitektur
modern. Munculnya arsitektur dekonstruksi sekitar tahun 1988 dalam sebuah
diskusi Academy Forum di Tate Gallery, London. Kemudian disusul oleh
pameran di Museum of Art, New York dengan tema “Deconstructivist
Archiecture” yang diorganisir oleh Philip Johnson dan terdapat tujuh arsitek
yang menampilkan karya-karyanya, yaitu; Peter Esienman, Bernard Tschumi,
Daneil Libeskind, Frank Gerhy, Zaha Hadid, Rem Koolhaas, dan Coop
Himmelblau. Gejala “Dekon” dalam arsitektur telah menjadi tema perdebatan
yang hangat dengan karya-karyanya yang mendobrak aturan-aturan yang
berlaku.
Pada 8 April 1988 dalam “international Symposium on
Deconstruction” yang diselenggarakan oleh Academy Group di Tate Gallery,
dikukuhkan bahwa dekonstruksi bukanlah gerakan yang tunggal atau koheren,
meski banyak diwarnai oleh kemiripan – kemiripan formal di antara karya
arsitek yang satu dengan yang lainnya. Dekonstruksi tidak memiliki ideologi
ataupun tujuan formal, kecuali semangat untuk membongkar kemapaman dan
kebakuan.
Aliran dekonstruksi mulanya berkembang di kalangan arsitek Perancis
dan Inggris, kemudian oleh Philip Johnson dan Mark Wigley melalui sebuah
pameran yang bertema deconstructivist Architecture” yang di selenggarakan
di Museum of Art, New York, tanggal 23 Juni – 30 Agustus 1988
mencetuskan ‘dekonstruktivisme’ yang lebih berkonotasi pragmatis dan
formal serta berkembang di Amerika. Telaah dan pemahaman dekonstruksi
4
memerlukan suatu kesiapan untuk belajar menerima beberapa kemungkinan
phenomena. Syarat dari semua ini berdiri di atas keterbukaan dan kesabaran.
Keterbukaan membiarkan phenomena berbicara langsung tanpa prekonseosi.
Kesabaran memberikan ruang kepada orang untuk mendengar lebih cermat
danseksama.
Deconstruction sebuah konsep Perancis yang diturunkan oleh Jacques
Derrida (lahir 1921) tidak mudah disampaikan sebagaimana pemahaman
orang tentang konstruksi, destruksi, dan rekonstruksi. Derrida mengajak
semua orang termasuk arsitek untuk merenungkan kembali hakekat sesuatu
karya agar berbicara menurut pesona dan kapasitasnya masing –masing.
Keseluruhan ini berangkat dari suatu metoda komposisi. Derrida
menyebutkannya dalam merajut rangkaian hubungan – hubungan. Dalam
tekniknya terdapat beberapa teknik dan terminologi yang perlu klarifikasi di
sini. Usaha demikian diharapkan dapat memperjelas hubungan Deconstruction
danRancangbangunan.
Konsep utama memproduksi atau mengadakan karya bertolak dari
konsep yang oleh Derrida pada kasus literatur disebut differance. Dalam
rancang bangun konsep ini tidak dapat dipahami sebagai suatu pendekatan
yang membuka pemikiran bahwa karya bukanlah semata – mata representasi
yang direduksi sebagai alat menyampaikan gagasan atau pesan. Merancang
karya diharapkan memberi peluang agar kemungkinannya berbicara bisa
merdeka dari prinsip dominasi. Differance memahami setiap komponen
bahkan elemen dari komposisi sebagai suatu potensi yang tidak terpisahkan
keberadaan, peran dan fungsinya dalam kesemestaan. Artinya mereka tidak
hanya sebagai suatu alat untuk menunjuk pada sesuatu gagasan atau ingatan
atau nilai tertentu. Diferance memberikan pemahaman baru bagaimana
melihat elemen rancangan rancang bangun dalam sebagai batas – batas
wilayah yang mengkaitkan : manusia-material-konstruksi-rupa/bentuk dan
tempat. Rancang bangunan sebagai suatu keutuhan dan aspek – aspeknya
5
adalah jejak – jejak dari suatu kesemestaan yang mampu berbicara sendiri
sebagai pembangun pemahaman dunia. Seperti halnya suatu ‘text’ rancang
bangunan marupakan suatu komposisi yang berosilasi di antara hadir dan
absen. Dengan osilasi tersebut terjalin suatu yang terputus – putus
sebagaimana pemahaman kita sebenarnya akan dunia ini.
Diskontinuitas dan putusnya linearitas menghadirkan permainan dalam
setiap komposisi karena apa yang digagas dan dibangun tidaklah berdiri
sendiri. Gagasan yang dituangkan dalam komponen komposisi yang
sebenarnya dikutip dari rujukan di tempat lain. Bentuk/rupa material-
konstruksi-lokasi. Jadi tidak pernah komponen komposisi berdiri sendiri yang
lahir dan tercipta dari ruang hampa. Differance mengangkat permasalahan
komposisi yang terdiri atas “ citatioans” atau kutipan – kutipan ke dalam suatu
komposisi. Dengan komposisi sebenarnya orang melihat dan merasakan suatu
representsi petunjuk yang hadir dengan rujukan yang tidak hadir ( entah di
mana ). Komposisi ini memberikan suatu gambaran fragmen – fragmen dari
sumbernya yang “mengada” di suatu lokasi dan tampil seolah – olah utuh dan
stabil sebagai sosok mandiri. Rujukan gagasan bentuk/rupa misalnya, tidak
pernah lepas dari keinginan untuk melayani “kebutuhan” manusia. Atas dasar
merujuk pada sumber – sumber tidak hadir itulah sebuah komposisi “meng-
ada”. Dengan itu pula apa yang hadir sebenarnya memberikan “jejak” kepada
sumber – sembernya. Interprestasi komposisi menurut prinsip differance tidak
mungkin dilakukan tanpa membaca atau menelusuru jejak – jejak yang hadir
ke sumber – sumber mereka. Hasil dari komposisi yang lahir dengan hadirnya
jejak – jejak tersebut oleh Derrida disebut Dissemination.
Deconstruction sebagai upaya atau metoda kritis, tidak hanya berupaya
membongkar bangun – bangun teori atau karya lewat elemen, struktur,
infrastruktur maupun contextnya. Lebih dari itu, kekuatan – kekuatan yang
berperan pada konsep yang bersangkutan akan: dilucuti atribut – atributnya,
dikupas habis hingga telanjang bulat, dilacak asal usul dan perkembangannya,
6
dicari kaitan – kaitannya dengan konsep – konsep lain, digelar kemungkinan –
kemungkinan posisi maupun kontribusinya terhadap apa saja. Semua proses
pembongkaran tersebut dimaksudkan untuk membangun kembali karakteristik
phenomenalnya. Dalam pembangunan kembali tersebut, ekspose dari
‘interplay’ kekuatan – kekuatan melalui : kontradiksi – kontradiksi,
kesenjangan – kesenjangan, decomposition, disjunction, discontinuity, dan
deformation, merupakan cara untuk memperlihatkan kemungkinan –
kemungkinan “ada” dan “mengada”. Daya tarik deconstruction bagi dunia
rancang bangun terletak di dalam cara melihatnya bahwa ruang dan bentuk
adalah tempat kejadian yang selayaknya terbuka bagi yang mungkin dan yang
tidakmungkin.
7
- Anti Fungsional : Dekonstruksi mendasarkan faham bahwa antara
bentuk (form) dan Fungsi (function) bukan merupakan hubungan
yang dependent melainkan independent. Hubungan yanag bersifat
independent antara formdan function memberi peluang bagi penggunaan
metode kreatif seperti superposisi, fragmentasi, dan kombinasi yang berdasar
pada prinsip-prinsip matematis.
- Anti Order : Order akan mengasilkan ekspresi keutuhan dan
kestabilan. Order dalam arsitektur yang berakar pada arsitektur klasik
sperti unity, balance, & Harmony akan memeberi kecenderungan pada
pembentukan space yang figuratif.
Arsitektur Dekonstruksi bukan mengarah pada kecenderungan ruang
dan objek yang figuratif akan memperkuat keabsolutan order. Disamping itu,
order melahirkan bentuk-bentuk geometri yang programatis yang akan
berlawanan dengan konsep visualisasi simbol/makna yang retorikal, tidak
fixed, dan multivalen. Karena makna adalah sesuatu yang kontekstual,
tergaantung atas nilai masyarakat sesaat.
D. TokoArsitek
Derrida secara jelas menolak gagasan bahwa penerapan deconstruction
akan menjadi semacam “aliran” atau “langgam” baru pada seni bangunan.
Tetapi pada kenyataannya adalah tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang
disebut arsitektur dekonstruksi akan memberikan dan membawa arsitek
kepada arah dan gerakan yang baru
Tokoh Arsitek :
1. Jacques Derrida
Post structuralism dianalogikan dengan suatu teks atau bahasa. Sebuah kata
terstruktur menjadi sebuah bahasa yang dapat membentuk sebuah
interpretasi/penafsiran. Pada pengertian ini, Jacques terpengaruh oleh tokoh
8
pendapat Ferdinand de Saussure,“that
meaning was to be found within the
structure of a whole language rather
than in the analysis of individualwords.”
Jacques juga berpendapat bahwa
kita tidak bisa mendapatkan akhir dari
penafsiran sebuah kalimat-sebuah
kebenaran, karena semua kalimat
memiliki banyak arti dan berbeda-beda.
Tetapi ada sebuah kemugkinan tentang
penafsiran yang berlawanan dan tidak ada suatu jalan yang tidak tertafsirkan
untuk menjelaskan keberadaan penafsiran yang berlawanan ini. Jacques
mengembangkan paham dekonstruksi untuk uncovering
interpretasi/penafsiran teks yang beragam. Semua kalimat memiliki
ambiguitas sehingga untuk mendapatkan final interpretation adalah sesuatu
yang mustahil.
• Post structuralism : Deconstruction
• Filosofis panutan : Plato, FreudRousseau, Saussure
Sebagai sebuah konsep, Dekonstruksi adalah semangat. Gagasan Derrida
adalah ide untuk melakukan perlawanan untuk selamanya. Ia bersifat anti-
kemapanan. Itu artinya, ia juga tidak mencari sebuah kemapanan baru.
Sebagai sebuah energi, Dekonstruksi berkehendak melenting bebas tidak
beraturan.
Ia bukan logos, jadi jangan jadikan sebuah konstruksi. Benar bahwa
Dekonstruksi Derrida telah diadopsi dalam arts. Dalam seni instalasi, dalam
politik, juga dalam arsitektur. Namun demikian, Dekonstruksi bukanlah
sebuah logos, ia bukanlah sebuah pakem. Melainkan, sebuah dorongan untuk
memberontak.
9
2. Bernard Tschumi
10
3. Coop Himelb(l)au
11
juga dinikmati melalui indra lainnya dengan porsi yang lebih
besar daripada indra visual
2. Analogi seperti sebuah ruang. Eismen ingin membuat sebuah
ruang dengan pemikiran ”dari tanpa menjadi ada”.
12
Penggunaan yang saling bertabrakan dan tidak lazim antara kaca dengan
beton masif (kaca sebagai railing pada bentukan tangga yang
masif)memadukan dua unsur yang bertolak belakang,kaca yang ringan dengan
dinding batu yang berkesan berat)
13
ARSITEKTUR NEO MODERN
Tak ada momen yang lebih tepat daripada berakhirnya perang dunia
untuk menandai dimulainya pergeseran kebudayaan dan konsep tabula rasa.
Hal ini diulas dalam jurnal L’Esprit Nouveau, Le Corbusier dan Ozenfant
sebagai kelahiran kembali Modernisme dengan ‘semangat baru’ -istilah ini
sebenarnya sudah ada sejak abad 19. Karena sifatnya sangat polemikal,
zeitgeist yang baru ini dianggap sebagai lawan dari akademisisme dan Ecole
des Beaux-Arts yang saat itu sedang jaya. Kelebihan kedua dari Modernisme,
yaitu: ia tidak hanya bertambah kuat setelah kematiannya, tapi juga sanggup
menentang aliran budaya yang sedang berkuasa. Untuk menjadi seorang
Modernis yang baik, harus mampu mengejek aliran-aliran lain sebagai aliran
yang membosankan, menyedihkan, dan gagal dalam membuktikan diri
sebagai aliran yang avant-garde. Sejak saat itu, Modernisme dan aliran-aliran
yang ‘lurus’ itu mulai saling menjaga posisi. Karena alasan-alasan logis dan
politis, maka kelangsungan hidup aliran yang pertama (Modernisme)
bergantung pada yang kedua (yang lain).
Dalam arsitektur, ‘Modernisme Baru’ lahir dari puing-puing
International Style dan menentang Ecole Des Beaux-Arts yang kini dianggap
‘Post-Modernisme yang ketinggalan jaman’. Pada kenyataannya, aliran inilah
yang berjasa memacu bangkitnya Modernisme Baru. Seperti dalam politik,
pemerintah yang terlalu lama berkuasa akhirnya malah menyebabkan
bersatunya kekuatan baru untuk melawan (contoh: rontoknya Orde Baru).
Jika seekor burung phoenix harus memiliki tanggal kebangkitan yang
jelas, maka kelahiran New-Mods (Modernisme Baru) ditetapkan pada musim
semi 1977, ketika Peter Eisenman menerbitkan artikelnya ‘Post-
Functionalism’ dalam majalahnya yang bernama Opposidons. Sebagai reaksi
14
atas dua pameran yang baru berlangsung, yaitu Architettura Razionale (1973)
dan Ecole Des Beaux-Arts di Museum of Modern Art (1975), Eisenman
menggolongkan kedua pameran sebagai ‘Post Modern’ yang cukup
manusiawi dan merupakan budaya yang berumur lima ratus tahun. Post
Modern ini dianggap Eisenman sebagai perlawanan terhadap Modernisme
yang anti-humanis (tidak manusiawi). Pada dasarnya artikel yang ditulisnya
itu menyimpulkan aliran-aliran seni abad ke-19 dan 20 yang kebanyakan
abstrak dan atonal (tidak berperasaan) serta atemporal (tak bisa mati/kekal).
Modernisme, menurut Eisenman, melanjutkan kehidupannya dalam arah dan
karakter yang berlawanan, seperti burung phoenix.
Mengikuti teori Michel Foucault yang merupakan gebrakan terhadap
kemanusiaan, Eisenman mengusulkan arsitektur modern baru yang
menempatkan manusia ‘bukan sebagai pusat dunianya’, menentang konsep
manusia sebagai penguasa dan fungsionalisme dan menggantikannya dengan
konsep ‘atemporal, decompositional mode’ (style yang abadi dan berantakan).
Konsep ini merupakan metode perancangan di mana ‘form terbentuk dari
serangkaian fragmen dan simbol tanpa makna’. Aliran ini terasa sudah
familiar karena pada saat itu Dekonstruksi telah memasuki fakultas sastra Ivy
League, dan kini telah dianggap aliran klasik. Memang sering terjadi karya
sastra berkembang lebih dahulu daripada arsitektur; bahasa verbal dan tulisan
menjadi pelopor perubahan dalam bahasa visual, yaitu seni rupa dan
arsitektur.
Istilah ‘Neo-Modern’ mulai digunakan di lingkungan New York
sekitar 1982 dan bukan kebetulan pula bahwa zeitgeist itu juga menghidupkan
lagi burung phoenix-nya di kota ini. Di sini terjadi perdebatan dengan para
Post-Modernis yang paling tajam. Sementara itu, gedung AT&T Philip
Johnson baru saja diselesaikan, sebuah balok kotak besar tanpa makna, yang
seolah-olah bagaikan batu nisan matinya Modernisme.
15
Penulis tidak ingat di mana ia pertama mendengar atau membaca
istilah ‘neo-modern’, tapi ia merasa Ada Louis Huxtable menggunakan istilah
itu saat membicarakan sebuah karya Richard Meier. Pada tahun 1983 banyak
kritikus New York yang menirukan istilah itu sebagai imitasi polemik dari
Post Modern. Istilah ini muncul lagi dalam sebuah artikel Douglas Davis di
majalah Newsweek dan digunakan untuk menggambarkan suatu mood dan
gaya yang baru ‘Geometri Baru yang Elegan’. Davis memberikan beberapa
contoh gaya itu (yang menurut penulis sebenarnya termasuk ‘Late-Modern’)
di antaranya: Hong Kong Bank (IM Pei), Inmos Factory (Richard Rogers),
sebuah rumah tinggal karya Gwathmey-Siegel, dan gaya baru yang diterapkan
beberapa produsen mebel Modern: Kursi-kursi Neo-Hoffman dan Neo-
Mackintosh, yang perubahannya dikomentari oleh Meier, dkk.
Agar suatu gaya bisa disebut ‘neo’ (baru), ia harus mengalami
serangkaian periode mati, disesalkan, dan dipertimbangkan ulang, sampai
akhirnya bangkit kembali. Toh burung phoenix juga menunggu lima atau
enam abad lamanya di gurun sebelum bangkit. Demikian juga ‘Neo-
Classicism’ -salah satu contoh ‘Neo’ sejati- menunggu selama lima belas abad
sebelum membangkitkan kembali gaya Roma dan kebudayaan lainnya. Tanpa
periode ‘terlupakan’, suatu aliran tidak bisa disebut ‘hidup kembali’,
melainkan ‘bertahan hidup’. Dengan alasan inilah penulis menolak pendapat
Davis yang menggolongkan Norman Foster, Richard Rogers, dll ke dalam
‘Neo’. Mereka menganggap diri mereka sebagai ‘kelanjutan’ dan bukan
‘pembaharuan’ dari Modernisme. Namun Davis dan kritikus-kritikus lain,
seperti Paul Goldberger, yang baru mulai menggunakan istilah ‘neo-modern’
membantah bahwa walaupun ada tradisi Modern yang tetap dilanjutkan oleh
arsitek-arsitek di atas, tapi tetap terasa adanya perubahan karakter yang
mendasar.
Mereka mengatakan bahwa konsep New Modern bukan lagi seperti
Modern -sekelompok utopian (pemimpi) yang berkeinginan untuk mengubah
16
dunia-, melainkan sekelompok seniman estetis yang bermain-main dengan
bentukan modern. Tujuan utama mereka bukan lagi fungsional, melainkan
style. Jadi yang mereka ambil dari gaya tahun 20-an itu hanya bentukannya
saja, bukan konsepnya.
Goldberger menyatakan bahwa satu karya ‘neo-modern’ yang krusial
adalah follies Bernard Tschumi di Parc de la Villete. Sebab mereka mutlak
merupakan fantasi Mannerisme, tanpa adanya pertimbangan ideologis atau
sosial. Pernyataan ini benar sekaligus salah: benar karena pavilyun Bernard
Tschumi yang merah menyala itu merupakan permainan bentuk-bentuk
konstruktivis saja dari Chernikhov, salah karena Mannerisme sebenarnya
merupakan karakter dari ‘Late’ dan ‘Post-Modern’ (bukan ‘neo’). Lagipula
Tschumi sebenarnya memaksudkan bangunannya itu sebagai ilustrasi dari
teori Dekonstruksi.
Seperti dikatakan Eisenman, ideologi inilah yang sesungguhnya
menentukan arti Modernisme Baru: yaitu benar-benar BARU bagi arsitektur.
Anti-humanis (manusia bukan pusat segalanya) dalam istilah Eisenman,
mungkin telah ada dalam beberapa karya sastra dan filsafat modern, namun
pengaruh ini tidak terjadi dalam arsitektur. Alasannya jelas. Karena arsitek,
sampai sekarang pun, harus menyesuaikan bangunannya secara fungsional
dan positif agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat (manusia=pusat
segalanya). Kini Modernisme Baru tidak lagi percaya pada humanisme ini;
mereka lebih menyajikan karyanya sebagai permainan ide-ide metafisik
(simbolis) yang tak terikat pada penilaian masyarakat. Para arstitek kunci
yang mengikuti garis ini adalah Eisenman, Tschumi, Libeskind, Fujii, Gehry,
Koolhaas, Hadid, Morphosis dan Hejduk. Bukan Foster, Rogers, Hopkins,
Maki, dan Pei. Kelompok pertama adalah ‘Neo Modernis’ dan
‘Dekonstruksionis’, sedangkan kelompok kedua adalah ‘Late Modernis’ yang
melanjutkan tradisi Modernisme dalam bentuk yang lebih rumit dan dekoratif.
17
B. Pengertian Late Modern / Neo Modern
18
C. Ciri / Karakteristik bangunan Late Modern / Neo Modern
Berikut ini merupakan ciri/karakteristik Late Modern yaitu :
19
Arsitek merasa dibatasi / tertekan dan terpaksa untuk memunculkan
kreatifitasnya.
12. Elitist Profesional :
Arsitekturnya lebih menonjolkan sikap eksklusif perancangnya saja.
13. Wholistic :
Adanya kesatuan antar unsure-unsur pembentuknya.
14. Architect provides service :
Arsitek menempatkan dirinya sebagai pelayan aau penerjemah ide.
20
dalam mengemukakan ide dan konsep. Namun aliran ini memusatkan
perhatian pada bangunan dari segi konsep bentukan yang mengarah pada
karakter bangunan tanpa mempertimbangkan fungsi secara mendalam. Sense
of art sangat terlihat dalam bangunan-bangunan karya aliran Neomodern-
suprematism.
Aliran High-tech biasanya menggunakan struktur yang ekstrim untuk
“memaksakan” bentuk yang sesuai dengan konsep/ide. Namun dalam hal ini
juga dipertimbangkan fungsi secara sains yang menunjang kenyamanan
manusia penggunanya. Aliran-aliran dalam Neomodern sebenarnya tidak baku
karena setiap arsitek dalam mengemukakan idenya berbeda-beda, namun
tujuan dan pemikiran dasar dapat dikategorikan dalam Neomodern.
Anti-Postmodern, Anti-Clasisisme, Anti-Disneyland, Anti-Deniel,
juga Neo-Classic / Classicisme. Kadang mengembangkan postmodern dan
late modern sebagai perbendaharaan abstrak. Gehry telah mengembangkan
ruang Postmodern dari Charles Moore serta Late modern sebagai
perbendaharaan absrak dari karya-karyanya. Gehry juga menyimpulkan
argumentasi-argumentasi mengenai Postmodern yang dianut oleh Charles
Jenks, Charles Moore, Michael Grraves tetapi tidak menganutnya.
D. Tokoh-tokoh Late Modern / Neo Modern
21
E. Contoh Karya Arsitektur Late Modern / Neo Modern
22
sederhana untuk memberikan karakter pada bangunan namun dengan tetap
mempertimbangkan fungsi sains seperti pembayangan dan sirkulasi udaranya.
Sifat disposisi pada dinding-dinding eksterior, memiringkannya dan
menumpuk bentukan-bentukan tanpa aturan yang pasti merupakan ciri
suprematism. Metode yang digunakan seperti disjunctive complexcity,
bahkan sedikit comic destructive terlihat pada bentukan luar bangunan.
Namun dari interior terlihat bahwa bangunan ini memiliki pengaturan ruang
yang sesuai dengan metode explosive space yang menembus batas dan
bersifat kontinu dan berhubungan satu dengan yang lain.
23
suatu bentukan yang sederhana dengan menggabungkan juga metode
explosive space, bangunan diatas dapat dikategorikan sebagai bangunan
Neomodern suprematism yang terselubung. Terlihat bahwa kompleksitas
terdapat di dalam bangunan.
24
strukturnya dan bentukan yang terjadi juga merupakan penggabungan antara
unsur-unsur geometris dan nongeometris.
25
proyeksi dwi matra (tampak sebagai proyeksi dari denah).Tetapi juga
menghadirkan bentukan yang trimatra yang murni (bukan sebagai proyeksi
dari bentukan yang dwi matra). Sepintas tidak terlihat jauh dari Arsitektur
Modern yaitu menonjolkan tampilan geometri. Bangunan ini tidak
menampilkan ornamen dan dekorasi tetapi menonjolkan Tektonika ( The Art
of Construction ). Arsitekturnya dimunculkan dengan memamerkan
kecanggihan yang mutakhir dari segi konstruksinya. Terlihat dengan
mengkomunikasikan kemampuan teknologi dan bahan untuk berperan sebagai
elemen artistik dan estetik yang dominan. Bangunan ini merupakan
penuangan dan ekspresi dari ide-ide arsiteknya dengan menampilkan style
yang berbeda.
9. OPERA DE
LA BASTILLE
- Place de la
Bastille, Paris
12e, France
Pada
bangunan opera
di atas ini terlihat
bahwa bentukan
yang terjadi
merupakan permainan ide dan kreatifitas dari sang arsitek. Tampak bangunan
bukan merupakan tipical dari denah. Tidak ada ornament yang ditonjolkan
dalam bangunan melainnkan sistem konstruksinya yang diperlihatkan, dimana
kecanggihan teknologi dan penggunaan bahan serta material yang tepat yang
diperlihatkan atau dengan kata lain art of tectonicnya sebagai elemen
26
estetiknya. Bentukan asemantic terlihat pada bangunan ini dan juga dua
bangunan lain di atas, di mana ada pemisahan antara bentuk dan isi.
27
DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/nicholasdennydharmawan/arsitektur-dekonstruksi-
83493715
file:///C:/Users/USER/Favorites/Downloads/Paradigma%20Konseptual%20Ars%20D
ekonstruksi.pdf
http://arsitekturdekonstruksi.blogspot.com/
https://www.academia.edu/3822309/DEKONSTRUKSI
https://affifmaulizar.blogspot.com/2012/11/arsitektur-dekonstruksi.html
http://catatan-arsitektur.blogspot.com/2012/02/arsitektur-dekonstruksi-tugas-sta.html
28