Anda di halaman 1dari 4

Matematika Akhlak sebagai Pendekatan Alternatif dalam Pembentukan Karakter

Siswa Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem pendidikan diseluruh
dunia. Bahkan ada yang berpendapat bahwa “Negara yang mengabaikan pendidikan matematika
sebagai perioritas utama akan tertinggal dari kemajuan segala bidang terutama sains dan tegnologi,
dibanding dengan negara lainnya yang memberikan tempat bagi matematika sebagai subjek yang
sangat penting.” Hal ini dikarenakan matematika sejak peradaban manusia bermula, memainkan
peranan yang sangat vital dalam kehidupan sehari-hari. Para ahli pendidikan dinegara kita telah
merumuskan bahwa matematika berfungsi : a. Sebagai saran untuk mengembangkan kemampuan
bernalar melalui kegiatan pendidikan, eksplorasi, dan eksperimen. b. Sebagi alat pemecahan
masalah melalui pola pikir dan model matematika, c. Sebagi alat komunikasi melalui simbol, tabel,
grafik, dan diagram dalam menjelaskan gagasan. Tujuan matematika dirumuskan untuk melatih dan
menumbuhkan cara berfikir secara sistematis, logis, analitis, kritis, kreatif dan konsisten, serta untuk
mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah serta
kemampuan bekerja sama . Dari rumusan fungsi dan tujuan pembelajaran matematika yang
dikemukakan para ahli pendidikan tersebut diatas, menunjukkan bahwa matematika seakan hanya
untuk pengembangan kognitif atau daya pikir dan kurang memperhatikan pengembangan afektif,
sikap atau prilaku terpuji (akhlak). Padahal jika kita memperhatikan dengan seksama,
sesungguhnya dalam pembelajaran matematika erat hubungannya dengan sikap atau akhlak,
diantaranya: a. Membentuk Karakter Teliti, Cermat dan Hemat Teliti atau cermat adalah sikap hati-
hati dalam melakukan atau mengerjakan suatu hal. Matematika disebut sebagai ilmu hitung karena
pada hakikatnya matematika berkaitan dengan masalah hitung-menghitung. Dalam pengerjaan
oprasi hitung maka seseorang dituntut untuk bersikap teliti, cermat dan tepat. Teliti dan cermat
sangat dibutuhkan dalam mengerjaan masalah matematika, karena jika ada satu langkah saja yang
salah maka hasilnya akan salah. Oleh karena itu, langkah demi langkah dalam pengerjaan
matematika harus diteliti dan dicermati. Setelah sudah diperoleh hasilnya pun perlu dicek kembali
apakah sudah menjawab permasalahan atau tidak. Pada intinya matematika mengajari seseorang
untuk jeli dan berhati-hati dalam melangkah. Sebagai contoh, perhatikan pengerjaan soal berikut:
Jadi jawaban “a” yang benar. Mari kita perhatikan ketiga langkah dalam menjawab soal tersebut,
hanya berbeda dalam peletakan tempat saja hasilnya akan berbeda meskipun angkanya tetap
sama. Inilah yang dimaksud dengan teliti dan cermat, jika kita tidak teliti dalam peletakan angkanya
maka hasilnya akan salah. Matematika juga melatih sikap hemat. Hemat (al-iqtishad) adalah
penggunaan segala sesuatu yang tersedia baik berupa harta benda, waktu dan tenaga menurut
ukuran keperluan, tidak kurang dan tidak berlebihan. Dalam hal ini dapat kita lihat pada penggunaan
simbol sebagai alat berkomunikasi dalam matematika. Untuk menyatakan “unsur X merupakan
anggota himpunan A” digunakan simbol “X€A” dan untuk menyatakan “f adalah fungsi dari himpunan
A ke himpunan B” digunakan simbol “f : A → B”. hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Hodojo
(1979:97) bahwa simbol bermanfaat untuk penghematan intelektual, karena simbol dapat
mengkomunikasikan ide secara efektif dan efisien. Dari pernyataan tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa penggunaan simbol dalam matematika secara tidak langsung memberikan
pelajaran kepada kita tentang pentingnya menyederhanakan pengungkapan bahkan
menyederhanakan permasalahan. Selain itu, matematika pada umumnya berkaitan dengan usaha
mencari penyelesaian atau solusi suatu permasalahan Matematika. Tetapi sebenarnya bukan solusi
itu yang menjadi fokus melainkan bagaimana metode mencari solusi itulah yang diutamakan.
Metode tercepat dan tertepat adalah metode yang diutamakan, tercepat disini bermakna terhemat
dalam langkah-langkahnya, yakni efektif dan efisien. b. Membentuk Karakter Jujur, Tegas dan
Tanggung Jawab Dalam pembelajaran matematika, tanpa kita rasakan sebenarnya kita telah
berlatih tentang kejujuran diri sendiri. Misalnya saja pada oprasi bilangan bulat positif dan negatif,
tanpa kita sadari ternyata dalam oprasi bilangan tersebut mengandung pesan kejujuran. Perhatikan
salahsatu rumus oprasi bilangan bulat positif-negatif berikut: + x - = - - x + = - + x + = + - x - = + Dari
rumus tersebut dapat kita jadikan pegangan untuk senantisa berbuat dan berkata jujur, karena
rumus tersebut mengandung makna: 1. ( + x - = -) artinya sesuatu yang benar jika kita nyatakan
salah maka itu adalah salah 2. (- x + = -) artinya sesuatu yang salah jika kita nyatakan itu benar
maka itu adalah salah 3. ( + x + = +) artinya sesuatu yang benar jika kita nyatakan itu benar maka itu
adalah kebenaran. 4. ( - x - = + ) artinya sesuatu yang salah kita nyatakan salah maka itu adalah
kebenaran. Inilah yang dimaksud dengan pesan kejujuran dalam oprasi bilangan bulat positif-
negatif. Rumus tersebut dapat kita jadikan pegangan atau dasar dalam menjalani hidup sehari-hari
agar kita tidak sampai terperosok dalam kejahatan yang nantinya akan memasukkan kita kedalam
neraka jahannam. Karena dengan kita jujur sebagaimana yang penulis jelaskan diatas dapat
menjadi pengantar kita masuk ke surga, yang mana didalamnya kita akan senantiasa dalam
keadaan yang penuh dengan kenikmatan dan kebahagiaan. Abdusy-syakur dalam bukunya ketika
kyai mengajar matematika, memberikan contoh lain tentang sifat jujur yang terkadang dalam
pembelajaran matematika yaitu : misalnya seorang guru meminta seorang siswa menghitung hasil
perkalian bilangan bulat 3 x 4 kalau tidak bisa menghitung, maka siswa tersebut harus jujur untuk
mengatakan tidak bisa, jika tidak bisa tetapimengatakan bisa, maka saat disuruh mengerjakan akan
ketahuan bahwa dia tidak bisa. Ketahuan kalau dia tidak jujur dan akan malu pada siswa yang lain.
Jadi pesannya adalah lebih baik jujur walaupun itu pahit. Selain mengajarkan sifat jujur, menurut
penulis, kasus diatas juga mengajarkan sifat tegas pada siswa. Pada kasus diatas, siswa dituntut
untuk tidak bertele-tele dalam memberikan jawaban sehingga tidak membingungkan yang bertanya,
karena seringkali jawaban yang bertele-tele membingungkan untuk dimengerti dari pada jawaban
yang tegas. Contohnya saja, jika ada seorang yang bertanya : berapa saudaramu ? Jawaban tegas :
5! 3 saudara kandung dan dua saudara tiri. Jawaban yang bertele-tele : ”sebenarnya aku Cuma
memiliki tiga saudara tapi karena dulu ayahku pernah menikah lagi, dan dari istri keduanya itu
memiliki satu anak, dan sebelum menikah sama ayahku istri keduanya itu telah memiliki satu anak
dengan suaminya yang terdahulu, jadi.......bla,bla,bla.. Contoh lain selain diatas adalah pada hasil
perkalian bilangan bulat 3 x 4 pasti 12. pada persoalan tersebut kita tegas mengatakan bahwa 3 x 4
= 12 adalah benar, kalau bukan 12, kita tegas mengatakan itu salah. Karena dalam ilmu matematika
hanya ada dua pilihan yaitu salah dan benar, tidak mungkin benar sekaligus salah, separuh benar
separuh salah. Jadi matematika mengajarkan sikap tegas, tegas mengatakan yang benar adalah
benar dan yang salah adalah salah, tidak abu-abu. Selain sifat tersebut diatas, matematika juga
mengajarkan sikap hidup benar dan bertanggung jawab. Tanggungjawab secara sempit adalah
suatu usaha seseorang yang diamanahkan, harus dilakukan. Dalam Islam istilah tanggungjawab
merupakan amanah. Secara luas tanggungjawab diartikan sebagai usaha manusia untuk melakukan
amanah secara cermat, teliti, memikirkan akibat baik dan buruknya, untung dan rugi serta segala hal
yang berhubungan dengan perbuatan tersebut secara transparan menyebabkan orang percaya dan
yakin, sehingga perbuatan tersebut mendapat imbalan baik maupun pujian dari orang lain. Dalam
hal ini adalah matematika yang berkenaan dengan masalah pembuktian. Langkah-langkah dalam
pembuktian matematika harus berdasarkan pada hal-hal yang sudah diakui kebenarannya. Langkah
demi langkah harus berdasarkan alasan yang jelas, kaut dan benar, seperti contoh: jika seorang
siswa dapat menjawab; -2 + (-5) -2 + 7 – (-3) – (+4) + 9 – 10 + (-2) + 3. Hasilnya adalah -3, maka ia
harus bisa menjelaskan alasan maupun langkah-langkah yang digunakan. Jika ia bisa menjelaskan ,
maka ia telah bertanggung jawab atas jawabannya, tetapi bila sebaliknya itu berarti tidak benar dan
tidak bertanggung jawab. Berikut merupakan langkah-langkah penyelesaiannya: 1.
Menyederhanakan bilangan positif negatif tersebut -2 -5 -2 +7 +3 -4 +9 -10 -2 +3 2. Kumpulkan
sesuai tandanya dan jumlahkan -2 -5 -2 -4 -10 -2 +7 +3 +9 +3 3. Diperoleh +22 – 25 = -3 Dengan
cara sepertia itulah sebenarnya matematika mengajarkan sikap hidup benar dan bertanggung
jawab. Implikasi atau aplikasi dalam kehidupan, kita diajarkan bahwa setiap perkataan, kehendak
dan perbuatan harus berdasar pada sumber yang benar, semua perbuatan ada dasarnya, dalam hal
ini adalah al-quran dan al-hadits. Mengapa kita mengerjakan sholat? Dasarnya karena diperintahkan
dalam al-quran, mengapa kita tidak boleh sombong? Dasarnya karena hal itu dilarang dalam al-
Quran. c. Membentuk Karakter pantang menyerah dan percaya diri Sikap pantang menyerah
terkadang memang sangat kita butuhkan ketika kita dalam keadaan yang sulit. Mencari solusi untuk
menyelesaikan soal matematika, akan melatih kita untuk bersikap pantang menyerah dan percaya
diri. Langkah demi langkah yang kita coba dan terus mencoba sampai akhirnya kita menemukan
jawabannya itulah sikap pantang menyerah dan percaya diri. Saat gagal atau tidak bisa menjawab
kita dituntut untuk mencari cara lain agar solusi dan jawaban itu dapat kita temukan, kegagalan
dengan satu cara tidak boleh mengurangi semangat kita untuk terus berusaha, saat keberhasilan
tercapai maka rasa puas dan bangga akan tumbuh (tapi ingat jangan berlebihan ya......). Dari sini,
sungguh matematika telah mengajarkan kepada kita tantang pentingnya sikap pantang menyerah
dan percaya diri, inilah mutiara yang sangat berguna dalam kehidupan. Dalam al-Quran sikap
pantang menyerah, pantang berputus asa dan percaya diri sangat dianjurkan dan merupakan
perintah dalam alquran, Firman Allah dalam QS. Al-ankabut ayat 23 menjelaskan: Artinya: “Dan
orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan dia, mereka putus asa dari
rahmatku, dan mereka itu mendapat adzab yang pedih.” Dalam QS yusuf ayat 87 : Artinya: “Dan
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah,
melainkan kaum kafir”. Dalam QS Al-Hijr ayat 56 : Artinya: “Ibrahim berkata: tidak ada orang yang
berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat.” E. Kesimpulan Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dari ke 18 macam inti karakter dalam desain induk yang
akan dikembangkan pada semua kegiatan pendidikan dan pembelajaran, matematika akhlak
berperan dalam pembentukan karakter pada poin 2 (Jujur), 4 (Displin), 5 (Kerja Keras) dan 18
(Tanggung Jawab). Pada poin 2 menjelaskan bahwa Jujur merupakan Perilaku yang didasarkan
pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan dan pekerjaan. Pada poin 4 menjelaskan bahwa disiplin atau ketegasan merupakan
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Pada
poin 5 dijelaskan bahwa kerja keras atau pantang menyerah merupakan Perilaku yang menunjukkan
upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Pada 18 dijelaskan bahwa Tanggung Jawab
merupakan Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Integrasi penanaman karakter pada setiap mata pelajaran
merupakan sebuah keniscayaan, tanpa harus berdiri sebagai satu mata pelajaran sendiri,
pendidikan karakter seharusnya sudah Automaticaly Integrated dalam setiap mata pelajaran, setiap
guru seharusnya dapat mengkaitkan antara substansi pelajaran yang diajarkan dengan karakter
yang akan dibentuk, dalam hal ini penulis mengungkap beberapa susbstansi pada mata pelajaran
matematika yang dapat digunakan untuk membentuk karater siswa. Demikian juga dengan mata
pelajaran yang lain, guru diharapkan dapat sekreatif mungkin mengkaitkan dan mengintegrasikan
substansi pelajaran yang diajarkan dengan karakter siswa yang akan dibentuk. Wallahu A’lam bi
Ashowab. DAFTAR PUSTAKA Abdussyakir, Ketika Kyai Mengajar Matematika, Malang : UIN-
Malang Press, 2004. Al-Farabi, Fusul, also al-Farabi, al-Tanbih, dalam Mohd Nasir Omar. Christian
and Muslim Ethic. Al-Ghazali, Ihya ulumuddin III. Battistich, Victor, Character Education, Prevention
and Positive Youth Development, University of Missouri, St. Louis, USA, 2002. Blackfoard, Katherine
M.H., and Arthur Newcomb, Analyzing Character, Gutenberg, eBook, 2004. Bumolo, Husain dan
Djoko Mursinto, Matematika untuk Ekonomi dan Aplikasinya, Malang : Bayumedia Publishing, 2005.
Handoyo, Bekti Hermawan, Matematika Akhlak, Jakarta : Kawan Pustaka, 2007.
http://news.detik.com/read/2013/03/14/111226/2193658/10/mendikbud-pelajaran-matematika-bisa-
membentuk-sikap-dan-akhlak-anak Lickona, Thomas, Education for Character, 2001. Mas’ud, Moch,
Quantum Bilangan-bilangan al-Qur’an, Yogyakarta : DIVA Press, 2008. Masykur, Moch dan Halim
Fatoni, Mathematical Intelligence; cara cerdas Melatik Otak dan Menanggulangi Kesulitan Belajar,
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2007. Manzur, Ibn, Lisan al-Arab, 6 vols. Cairo: Dar al-Ma’arif, II. Pusat
Kurikulum, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Badan Litbang, Kementrian
Pendidikan Nasional, 2010. Saliba, Jamil, al-Mu’jam al-Falsafi , 2 vols. Beirut: Dar al¬Kitab al-
Lubnani. I. 1971. Theresia, Tirta Saputro, Pengantar Dasar Matematika Logika dan Teori Himpunan,
Jakarta : Erlangga, 1992. Webber, Jonathan, Sarte’s Theory of Character, Europe Journal of
Philosophy, Blackwell Publishing House, UK, 2006.

Anda mungkin juga menyukai