Anda di halaman 1dari 4

Kualitasnya daging, sebagai produk hasil peternakan tidak hanya ditentukan saat penanganan

semasa hidupnya, namun juga penanganan saat setelah panen. Pakan dan perawatan yang
baik semasa beternak, tentu akan memberikan kualitas daging yang baik, terlebih jika perlakuan
pascapanennya juga diperhatikan.

Terdapat dua pertimbangan dalam penanganan pascapanen produk hasil ternak untuk
meningkatkan mutunya, yaitu dengan pengolahan dan juga dengan pengawetan. Daging yang
langsung diolah setelah penyembelihan tentu berbeda dengan daging yang perlu perlakuan
pengawetan. Oleh karenanya, perlu ada penanganan dan metode yang tepat untuk
mengawetkan daging agar tidak berbeda jauh dengan kualitas daging segar.

Saat ini telah banyak teknologi pengolahan daging yang telah diterapkan untuk menjaga kualitas
daging, salah sata teknologi pengolahan daging tersebut adalah teknologi curing. Teknologi ini
memanfaatkan bahan-bahan kimia untuk menjaga kualitas daging.

curing adalah prosesing daging dengan menambah sodium klorida (NaCl), sodium nitrat atau
potasium nitrat (NaNO3 atau KNO3), gula, bumbu-bumbu dan zat aditif lainnya. Tujuan curing
adalah flavor, aroma, keempukan, juiciness dan mereduksi kerutan daging.

Raharjo et al. (1993),Curing merupakan cara prosesing daging dengan menambahkan beberapa
bahan seperti garam NaCl, Na-Nitrit dan atau Na-Nitrat, dan gula (dekstrosa atau sukrosa atau
pati hidrolisis), serta bumbu-bumbu dan zat aditif lainnya. Maksud curing, antara lain adalah
untuk mendapatkan warna yang stabil, aroma, tekstur, dan kelezatan yang baki, dan untuk
mengurangi pengerutan daging selama prosesing serta memperpanjang masa simpan produk
daging. Produk daging yang diproses dengan curing disebut daging cured (daging peram)
(Soeparno, 2005).
Curing bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging, menghambat aktivitas mikroba
terutama Clostridium botulinum, memperbaiki flavor dan tujuan utamanya adalah memperbaiki
warna daging menjadi merah pink. Penyebab warna merah karena bakteri mengubah nitrat
menjadi nitrit, nitrit dipecah menjadi NO (nitroso) yang kemudian berekasi dengan pigmen daging
(mioglobin) membentuk nitrosochemochromagen sehingga terbentuk warna merah menarik dan
haemoglobin. Nitrit mampu memberikan flavor yang spesifik kemungkinan dikarenakan adanya
reaksi antara nitrit dengan komponen volatile daging (Soeparno, 2005).

Dalam metode curing ada beberapa bahan yang lazim digunakan, yaitu: garam, nitrat/nitrit,
angkak, phosfat, sodium erythorbat, asam askorbat dan gula.

1. Garam
Dalam praktek curing ini digunakan garam dapur satu sendok makan. Penggunaan garam ini
dikarenakan, Garam merupakan konstituen campuran bahan curing yang paling penting. Garam
pada konsentrasi yang cukup berfungsi sebagai: (a) pengawet atau penghambat pertumbuhan
mikroba, dan (b) penambah aroma dan cita rasa atau flavor (Soeparno, 2005). Soeparno (2005),
menjelaskan bahwa terdapat beberapa teknik yang digunakan dalam metode curing dengan
menggunakan garam, yaitu :

· Dry curing, metode ini merupakan cara tradisional, daging diselimuti garam dan disimpan pada
suhu rendah. Garam akan memasuki jaringan dan pada saat bersamaan,cairan akan keluar dari
dalam daging. Peresapan ke daging tidak optimal karena hanya ditaburkan.

· Wet and dry curing (kombinasi), teknik ini digunakan untuk mempermudah proses curing,
larutan diinjeksikan langsung pada jaringan. Setelah disimpan beberapa hari, tumpukan daging
ditutupi lagi dengan garam

· Injection curing cepat ke sasaran (mioglobin) namun tidak semua mioglobin terjangkau oleh
garam dan ada kemungkinan terbentuknya nitrosamine.

2. Nitrat dan Nitrit


Nitrat dan nitrit yang digunakan berbentuk Sendawa (Potasium Nitrit). Nitrit dan nitrat sebagai
garam sodium atau potassium dipergunakan dalam daging cured dengan tujuan: (a) untuk
mengembangkan warna daging menjadi merah muda terang (jambon kemerah-merahan) dan
stabil; (b) mempercepat proses curing; (c) preservatif mikrobial yang mempunyai pengaruh
bakteriostatik, dan (d) sebagai agensia yang mampu memperbaiki flavor dan antioksidan (Cast,
1978).

3. Sukrosa
Dalam proses curing diperlukan bahan pemanis, bahan yang digunakan pada praktek kali ini
adalah sukrosa. Sukrosa ditambahkan pada daging sebanyak 1 sendok makan. Sukrosa dan
Dekstrosa mempunyai kemampuan yang besar sebagai pemanis dan lebih mudah mengalami
fermentasi. (Kramlich, 1971), gula berfungsi dalam membantu garam membentuk rasa spesifik
dan jumlah pemakaian gula sangat sedikit (Anjarsari, 2010).

4. Angkak
Angkak, red fermented rice, red kojic rice, red koji rice, atau ang-kak, yaitu beras putih jenis
tertentu yang dibiakkan dengan sejenis ragi khusus selama beberapa hari sehingga mengubah
warna beras menjadi merah. Angkak telah dikenal penduduk Cina sejak ratusan tahun silam,
dan umum digunakan bangsa Cina sebagai bagian dari campuran rempah masakan dan herbal
kesehatan mereka. Di Amerika, angkak yang dikenal dengan nama Red Yeast Rice kini mulai
popular dan dijual dalam bentuk kapsul sebagai penurun kolesterol alamiah yang ampuh
(Wikipedia 2011).
Mekanisme Curing
Winarno (2002) mekanisme curing adalah nitrit bereaksi dengan gugus sulfhidril dan membentuk
senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh mikroba dalam kondisi anaerob. Pada daging,
nitrit membentuk nitroksida yang dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang
berwarna merah cerah. Pembentukan nitrooksida dapat terlalu banyak jika hanya menggunakan
garam nitrit, oleh sebab itu biasanya digunakan campuran garam nitrat dan garam nitrit. Garam
nitrat akan tereduksi oleh bakteri nitrat menghasilkan nitrit. Fungsi dari nitrit adalah menstabilkan
warna dari jaringan untuk mengkontribusi karakter dari daging curing, menghambat pertumbuhan
dari racun makanan dan mikroorganisme pembusuk serta menghambat ketengikan.

Ada dua macam daging yang digunakan pada praktek kali ini, yaitu: daging segar dan daging
beku. Dan ada 3 cara perlakuan pada daging sebelum mengalami curing yaitu: pengirisan,
pelumatan, dan penggilingan, yang selanjutnya dilakukan pengamatan organoleptik pada setiap
hasil curing.
Berikut merupakan perbandingan antara hasil curing antara yang menggunakan daging beku
dan daging segar,

1. Pengirisan
Dari segi warna terlihat bahwa antara kornet daging beku dan segar tidak terdapat perbedaan
yang signifikan, namun dari segi tekstur terlihat bahwa kornet daging beku iris lebih empuk
teksturnya dibandingkan dengan yang segar, hal ini bisa disebabkan karena kornet yang beku
memiliki kadar air lebih banyak dibandingkan yang segar, sehingga dapat berpengaruh terhadap
teksturnya. Jika melihat kolom aroma dan rasa tidak dapat saya bandingkan, karena persepsi
pengisian tabel aroma antara dua kelompok ini berbeda, tapi bisa dikatakan keduanya tidak
memiliki perbedaan yang signifikan.

2. Pelumatan
Terdapat perbedaan yang cukup jelas antara pH kornet daging beku lumat dan segar. pH kornet
daging beku terlihat lebih kecil dibandingkan dengan yang segar, hal ini bisa disebabkan karena
perlakuan pembekuan pada daging sehingga dapat berpengaruh terhadap pH. Dari segi warna
dan rasa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Namun dari segi aroma terlihat bahwa kornet
daging beku memiliki aroma yang lebih baik dibandingkan dengan yang segar.

3. Penggilingan
Dari segi warna, tekstur, dan aroma tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua
perlakuan diatas. Namun, terlihat di tabel kornet danging segar tidak terdapat pengujian pada hal
rasa, mungkin hal ini disebabkan penampakan kornet secara keseluruhannya menyebabkan
enggan untuk mencoba mengecapnya.

Dari keseluruhan hasil pengamatan akan saya singgung tentang rasa dari keseluruhan kornet.
Terlihat bahwa seluruh kornet hasil pengamatan memiliki rasa yang cukup baik, hal ini
disebabkan oleh penambahan gula. Sebab fungsi utama gula dalam curing adalah memodifikasi
rasa dan menurunkan kadar air yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme
(Urbain, 1971). Selain gula, ditambahkannya garam menambah kualitas dari rasa kornet juga
kestabilan rasanya.

Telah dijelaskan perbandingan antara daging yang beku dengan yang diiris. Berikut akan
dijelaskan tentang empat perlakuan penambahan bahan curing, yaitu: sendawa, angkak,
sendawa+angkak.

1. Sendawa
Sendawa atau potassium nitrit merupakan bahan yang biasa ditambahkan pada proses curing
yang memiliki banyak manfaat, terutama dalam hal warna. Namun, terlihat pada seluruh tabel
hasil pengamatan tiap kelompok, kornet yang ditambahkan sendawa saja tidak memiliki warna
yang cukup baik (merah pucat). Hal ini mungkin disebabkan oleh kekurangan sendawa (nitrit).

Kekurangan nitrit dalam curing dapat menyebabkan warna pucat atau “warna lemah”. Warna
hijau atau pucat permukaan daging cured bisa juga disebabkan oleh oksidasi kimiawi, misalnya
larutan hidrogen peroksida atau karena aktivitas bakteria (Towsend dan Bard, 1971).

Dalam hal rasa memang terlihat cukup baik karena memang nitrit juga merupakan agensia yang
mampu memperbaiki flavor dan antioksidan (Cast, 1978).

2. Angkak
Berdasarkan tabel dapat terlihat bahwa angkak sungguh memperbaiki hasil akhir warna kornet.
Sebab memang pada dasarnya warna angkaknya sendiri berwarna merah, dan pada saat
praktek pemberian angkaknya cukup banyak, sehingga hasil akhirnya terlihat sangat merah.
Namun, dalam lain hal misalnya dalam hal rasa, tekstur, dan aroma, angkak tidak dapat
memberi banyak. Dapat dikatakan angkak hanya sebagai peningkat warna saja.

Tidak saya temukan buku ataupun literatur yang menjelaskan angkak dalam pembuatan kornet,
kebanyakan literatur lebih menekankan penggunaan angkak dalam hal kesehatan. Angkak telah
dikenal penduduk Cina sejak ratusan tahun silam, dan umum digunakan bangsa Cina sebagai
bagian dari campuran rempah masakan dan herbal kesehatan mereka (Wikipedia 2011).

3. Sendawa dan angkak (antara yang disimpan di tempat gelap dan terang)
Perpaduan antara sendawa dan angkak tentu memperbaiki secara keseluruhan dalam hal
organoleptik baik dari segi warna, rasa, tekstur, atau aroma. Diluar hal itu, kali ini akan
dibandingkan antara sendawa dan angkak yang disimpan ditempat yang gelap dengan yang
disimpan ditempat terang.

Dari tabel terlihat jelas perbedaan tekstur antara kornet yang disimpan ditempat yang terang dan
yang gelap. Kornet yang disimpan di tempat gelam memiliki terkstur yang lebih keras. Hal ini
bisa disebabkan karena berkurangnya kadar air bahan akibat pengaruh sinar, sehingga
teksturnyapun menjadi keras.

Sinar juga sebenarnya berpengaruh terhadap kualitas warna kornet. Tetapi dalam praktek kali ini
tidak terlihat jelas karena adanya warna dari angkak. Sinar dapat menyebabkan perubahan
warna daging cured menjadi pucat. Dalam proses ini, nitrik oksida mengalami disosiasi dari
heme yang dikatalisis oleh sinar diikuti dengan oksidasi nitrik oksida oleh oksigen. Grup heme
juga dioksidasi oleh oksigen, sehingga warna permukaan daging menjadi abu-abu kecoklatan,
karena pigmen yang memudar (hemikrom) mempunyai grup heme pada status ferik. Warna
pucat ini dapat dihindarkan dengan membuat kondisi penyimpanan yang anaerobik, misalnya
pengepakan vakum atau pengepakan yang kedap oksigen (Towsend dan Bard, 1971).

Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa angkak sangat mempengaruhi warna dari kornet
dibandingkan dengan sendawa. Namun, warna merah pada angkak tidak terlalu identik dengan
warna kornet yang biasanya ada di pasaran, sehingga saat ingin mencoba organoleptik pun, kita
masih ragu-ragu. Hal ini mungkin disebabkan tidak adanya penambahan zat lain.
Berdasarkan referensi yang saya dapat, ada hal lain yang diperlukan untuk menambah kualitas
akhir kornet yaitu bumbu. Bumbu merupakan bahan aromatik yang diperoleh dari tumbuhan atau
diproduksi secara sintetis. Bumbu-bumbu ini memberikan cita rasa yang enak yang diinginkan
dalam produk, bumbu yang terdiri dari bawang putih, bawang merah, gula, garam, dan merica
(Subyantoro, 1996). Bawang merah biasa digunakan sebagai bahan penyedap sehari-hari yang
disukai karena aroma yang khas. Bau dan cita rasa yang khas bawang merah disebabkan
adanya senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur seperti profil sulfur (Sunarjono, 1995).

Garam selain pemberi rasa juga berfungsi sebagai pelarut protein dan sebagai pengawet karena
dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Kramlich, 1973). Merica/lada biasa ditambahkan pada
bahan makanan sebagai penyedap karena memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang pedas
dan aromanya yang khas. Kedua sifat tersebut disebabkan kandungan bahan-bahan kimia
organik yang terkandung dalam merica. Selain itu dalam proses pembuatan kornet juga
ditambahkan tomat, yang dalam pengunaannya tomat diseduh dengan air panas kemudian
dikelupas kulitnya. Bagian yang digunakan adalah bagian dalam dari tomat. Pemberian tomat
berfungsi sebagai penambah aroma khas pada kornet (Zeitsev et al., 1969).

Anda mungkin juga menyukai