Dr. Ir. Rismawati Rasyid, S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng.
MATA KULIAH TEKNIK PENGOLAHAN MAKANAN
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2021 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, makanan begitu melimpah dan bervariasi jenisnya. Beberapa produk makanan yang sekarang ini terus-menerus tampil di layar televisi selalu saja muncul dengan cassing/tampilan baru seperti sosis, snack ringan, minuman dan lain sebagainya. Sehingga masyarakat begitu antusias ketika terus menerus dijejali produk-produk baru dalam mengkonsumsinya. Tidak hanya makanan saja, tetapi juga beberapa mode yang lain kerap membanjiri iklan di sana-sini. Masyarakat di zaman sekarang ini yang katanya masyarakat modern, kiranya lebih menyukai bentuk keinginan dan kebutuhan instan. Artinya masyarakat tidak mau bersusah payah dalam sekedar mengganjal perut. Misalnya, pada pagi hari kita mau berangkat kerja meraka lebih memilih membeli roti, atau sekedar memasak mae instans yang lebih cepat dan praktis dimakan dari pada memasak nasi/lauk dulu. Karena beberapa ahli kesehatan berpendapat bahwa makanan ini bahwasanya mengandung berbagai pengawet dan beragam jenis yang sangat bahaya dalam tubuh. Sudah barang tentu makanan yang terlalu banyak mengandung pengawet akan sebagai toksik/racun dalam metabolisme tubuh kita. Curing merupakan teknik pengawetan daging dengan menggunakan garam dalam konsentrasi tertentu. Seiring dengan berkembangnya rantai dingin, metode curing dinilai tidak efisien namun curing tetap dilakukan dengan tujuan membentuk sifat sensoris daging. Curing bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging,menghambat aktibitas mikrobia terutama clostridium botulinum, memperbaiki flavor dan tujuan utamanya adalah memperbaiki warna daging menjadi merah pink. Penyebab warna merah karena bakteri mengubah nitrat menjadi nitrit, nitrit dipecah menjadi NO (nitroso) yang kemudian berekasi dengan pigmen daging (mioglobin) membentuk nitrosochemochromagen sehingga terbentuk warna merah menarik dan haemoglobin. Nitrit mampu memberikan flavor yang spesifik kemungkinan dikarenakan adanya reaksi antara nitrit dengan komponen volatile daging. 1.2 Rumusan Masalah a. Pengertian curing? b. Teknik curing? c. Mekanisme curing? d. Bahan apa saja pada teknologi curing? e. Manfaat curing? f. Pengertian sosis? g. Jenis-jenis sosis? h. Bahan dan alat apa saja dalam pembuatan sosis? i. Bagaimana cara pembuatan sosis? BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Curing
Curing adalah prosesing daging dengan menambah sodium klorida (NaCL), sodium nitrat atau potassium nitrat (NaNO3 atau KNO3), gula, bumbu-bumbu dan zat aditif lainnya. Tujuan curing adalah flavor, aroma, keempukan, juiciness dan mereduksi kerutan daging. Curing juga bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging, menghambat aktivitas mikroba terutama clostridium botulinum, memperbaiki flavor dan tujuan utamanya adalah memperbaiki warna danging menjadi merah pink. Penyebab warna merah karena bakteri mengubah nitrat menjadi nitrit, nitrit dipecahkan menjadi NO (nitroso) yang kemudian bereaksi dengan pigmen daging (mioglobin) membentuk nitrosochemochromagen sehingga terbentuk warna merah menarik dan haemoglobin. Nitrit mampu memberikan flavor yang spesifik kemungkinan dikarenakan adanya reaksi antara nitrit dengan komponen volatile daging. Bahan kimia yang digunakan dalam teknologi curing biasanya garam, gula, garam nitrat/garam nitrit, phosfat, sodium erythorbat, asam askorbat.
2.2 Teknik Curing
Adapun beberapa Teknik yang digunakan dalam metode curing dengan menggunakan garam yaitu sebagai berikut: a. Wet curing, lebih merata namun hasilnya basah b. Dry curing, metode ini merupakan cara tradisional, daging diselimuti garam dan disimpan pada suhu rendah. Garam akan memasuki jaringan dan pada saat bersamaan cairan akan keluar dari dalam daging. Peresapan ked aging tidak optimal karena hanya ditabur. c. Wet and dry curing (kombinasi), Teknik ini digunakan untuk mempermudah proses curing, larutan diinjeksikan langsung pada jaringan. Setelah disimpan beberapa hari tumpukan daging ditutupi lagi dengan garam. d. Injection curing cepat ke sasaran (mioglobin) namun tidak semua mioglobin terjangkau oleh garam dan ada kemungkinan terbentuknya nitrosamine
2.3 Mekanisme Curing
Mekanisme curing adalah nitrit bereaksi dengan gugus sulfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh mikroba dalam kondisi anaerob. Pada daging nitrit membentuk nitroksida yang dengan pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah. Pembentukan nitrooksida dapat terlalu banyak jika menggunakan garam nitrit, oleh sebab itu biasanya digunakan campuran garam nitrat dan garam nitrit. Fungsi dari garam nitrit adalah menstabilkan warna dari jaringan untuk mengkontribusi karakter dari daging curing, menghambat pertumbuhan dari racun makanan dan mikroorganisme pembusukan sarta menghambat ketengikan. Garam nitrat akan tereduksi oleh bakteri nitrat menghasilkan nitrit. Peranan garam nitrat sendiri sebagai bahan pengawet masih dipertanyakan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat bahwa nitrat tidak dapat mencegah kebusukan, bahkan akan mempercepat kebusukan dalam keadaan aerobik.
2.4 Bahan Yang Digunakan Pada Teknologi Curing
Adapun beberapa bahan yang digunakan pada teknolgi curing adalah sebagai berikut: a. Nitrat/Nitrit Nitrat/nitrit berfungsi untuk warna merah daging, antimicrobial terutama clostridium botulinum, dan menstabilkan flavor. Nitrat atau nitrit merupakan bahan tambahan yang dapat memperbaiki warna dan rasa daging pada proses curing. Selain itu, nitrit pun dapat mencegah pertumbuhan clostridium botulinum yang bersifat racun bila dikonsumsi manusia sehingga menyebabkan botulisme. Nitrit dapat berubah menjadi nitrit oksida yang akan bergabung dengan mioglobin (Mb). Mioglobin merupakan pigmen yang menentukan warna merah alami pada daging yang tidak asin. Setelah itu nitrit oksida dan mioglobin berubah menjadi nitrit oksida mioglobin (NOMb). Nitrit yang digunakan dalam pengasinan daging ini telah diproduksi secara komersial dengan nama sodium nitrite. Nitrat merupakan sumber nitrit. Nitrat akan berubah menjadi nitrit kemudian diubah menjadi NO melalui reduksi. Reduksi terjadi karena adanya aktivitas mikrobia. Pembatasan dalam penggunaan nitrit sangat diperlukan karena nitrit akan bersifat beracun apabila dikonsumsi dalam dosis yang berlebihan. Pada curing biasanya dikombinasikan antara nitrat dan nitrit. Apabila yang garam nitrit yang ditambahkan maka waktu yang diperlukan untuk berubah menjadi NO cepat, apabila berlebih akan berlangsung bereaksi dengan N atau gugus amin sekunder membentuk nitrosamine yang karsinogenik. Jika hanya garam nitrat yang ditambahkan maka reaksinya lambat dan tidak efektif karena memerlukan waktu untuk merubah nitrat menjadi NO, jadi keduanya dikombinasikan agar saling melengkapi, dosis masing-masing menjadi lebih rendah. b. Garam Garam berfungsi sebagai pembangkit flavor yang khas dan antimicrobial. Garam merupakan bahan utama dalam curing. Penambahan garam pada konsentrasi tertentu mampu menghambat pertumbuhan mikrobia karena garam berperan dalam dehidrasi sehingga merubah tekanan osmosis. Apabila hanya ditambahkan garam saja maka hasilnya tidak baik karena menyebabkan produk menjadi kasar, asin, gelap (warna tidak menarik), kenampakan, dan flavor tidak disenangi konsumen. Oleh karena itu harus dikombinasikan dengan senyawa lain seperti gula, nitrat atau nitrit. c. Gula Gula berfungsi untuk memperbaiki flavor, mengurangi rasa asin akibat penambahan garam, mengurangi kekerasan akibat adanya penambahan garam (pelunak) mempengaruhi warna melalui karamelisasi. Waktu curing yang lama akan memberikan kesempatan bakteri untuk memanfaatkan gula sebagai sumber nutrient. Gula efektif sebagai pengawet karena menghambat pertumbuhan bakteri. d. Angkak Angkak berfungsi sebagai pewarna, pembangkit rasa, dan pengawet. Angkak juga merupakan pengganti nitrat atau nitrit yang umumnya digunakan pada proses kuring. Kuring merupakan proses pengawetan daging yang berfungsi sebagai pewarna merah pada daging. e. Bumbu-Bumbu Bumbu-bumbu adalah penting untuk meningkatkan flavor sehingga meningkatkan kesukaan pada konsumen. Selain itu bumbu juga bersifat antimicrobial dan antioksida sehingga berperan mengawetkan. Fosfot berfungsi untuk meningkatkan kekenyalan produk dan mengurangi pengkerutan daging selama proses pengolahan serta menghambat oksidasi produk. Khusus nitrat/nitrit penggunaannya harus dibatasi karena bila berlebihan bisa berdampak negative bagi yang mengkonsumsinya. Kadar akhir nitrit pada suatu produk harus tidak lebih dari 200 ppm dan nitrat tidak lebih dari 500 ppm. f. Sodium Erythorbate Asam erythorbate dan asam askorbat mengembangkan dan menstabilkan daging curing dengan mereduksi metmioglobin menjadi mioglobin. Kelebihan asam askorbat adalah sebagai antioksida terhadap kepudaran warna, menstabilkan warna dan flavor. g. Air Air selain sebagai carriee juga penting untuk mengatur juiceness dari produk yang dihasilkan.
2.5 Manfaat Curing
Aseptabilitas konsumen terhadap produk daging sangat dipengaruhi oleh palatabilitas produk tersebut. Makin tinggi mutu palatabilitas suatu produk daging maka makin tinggi pula aseptabilitasnya. Produk akhir daging sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan utamanya yaitu daging itu sendiri. Warna, flavor, aroma dan juiciness daging bisa dimanipulasi secara artifisial. Proses curing merupakan salah satu cara yang dapat memanipulasikan komponen- komponen palatabilitas tersebut. A. Penerapan Teknologi Curing Pada Daging Salah satu contoh penerapan teknologi curing pada daging sati adalah pembuatan kornet. Berikut adalah penjelasan mengenai teknologi curing pada daging kornet. Kornet merupakan salah satu jenis daging olahan yang berupa daging giling kasar dengan bahan tambahan pengisi dan bahan pengikat serta bumbu-bumbu. Kornet umumnya dibuat dari daging sapi, dalam pembuatan kornet daging yang digunakan merupakan potongan daging segar atau beku (yang telah memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku). Boleh dicampur dengan daging bagian kepala dan hati. Kornet juga merupakan hasil olahan daging sapi dengan kentang sebagai bahan pengikat serta bumbu-bumbu berupa bawang merah, kaldu, garam, merica dan natrium nitrit. Bawang merah biasanya digunakan sebagai penyedap sehari-hari yang sangat disukai karena memiliki aroma yang khas. Bau dan citarasa yang khas pada bawang merah disebabkan oleh adanya senyawa yang mudah menguap dari jenis sulfur seperti propil sulfur. Merica atau lada biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap karena memiliki dua sifat yang penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kedua sifat tersebut disebabkan kandungan bahan-bahan kimia organik yang terdapat dalam merica. Rasa pedas dalam merica disebabkan oleh zat piperin, piperanin dan khasivin yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kornet adalah daging segar, nitrit/sendawa, garam, gula pasir, merica halus, pala halus, tomat segar, susu full cream, dan bawang merah. Alar-alat yang digunakan yaitu panic press cooker dan spatula. Proses curing (penggaraman) dimulai dengan daging sapi dipotong- potong tidak perlu dicuci. Daging sebanyak 1 kg, garam sebanyak 30 gram. 20 gram gula pasir dan 5 gram sendawa dicampurkan pada wadah hingga merata. Daging yang telah dicampur didiamkan selama 24 jam agar penggaraman dapat meresap dan merata. Proses ini dinamakan curing kering. Selanjutnya pembuatan cornet beef, daging yang telah di curing dicuci dengan air hingga bersih (berulang kali) agar sendawa tidak terlalu menempel banyak pada daging tersebut kemudian daging direbus menggunakan press cooker dengan penambahan merica dan pala (± 20-30 menit). Setelah daging empuk, air rebusan yang masih banyak dibuang Sebagian lalu ditambahkan susu, potongan tomat dan bawang merah halus. Aduk hingga kering kornet siap untuk dihidangkan. Daging segar yang dibuat menjadi kornet, sehari sebelumnya di curing terlebih dahulu. Tujuan dari curing adalah untuk memberikan warna merah pink pada produk kornet yang dihasilkan. Bahan-bahan curing yang memiliki fungsi masing-masing. Garam berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air dari protein dan pembentukan emulsi serta sebagai bahan pengawet karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Nitrit/sendawa yang ditambahkan memiliki fungsi untuk menstabilkan warna dan menghambat pertumbuhan bakteri. Gula diberikan untuk memodifikasi rasa dan dapat sebagai pengawet.
2.6 Pengertian Sosis
Sosis merupakan produk daging yang digaram dan dibumbui, berasal dari bahasa latin Salsus (garam). Produk ini lebih populer karena bentuknya lonjong bulat. Sosis yang dibuat dari daging segar mempunyai tingkat kekenyalan yang lebih tinggi dibandingkan bila dibuat dari daging yang dilayukan lebih dahulu. untuk kualitas sosis dapat ditentukam dari warna, bau, rasa, bentuk, jumlah mikroba dan hygiene. Warna untuk sosis yang baik yaitu pink/jingga, sedangkan urutan dari tingkatan baik sampai kurang baik adalah pink, merah darah, merah tua, merah hitam, merah kehijau-hijauan, dan pada akirnya merah hangus. Sedangkan sosis mempunyai bau yang khas atau spesifik yaitu flavor khusus dari asap, biasanya sangit, dan tidak berbau amis. Sosis yang terbaik mempunyai bau gurih, harum karena nitrit dan sirup jagung serta tomato juice, dan sedikit sangit. 2.7 Jenis-Jenis Sosis Mengetahui lebih jauh tentang sosis, tentunya kita tidak hanya mengetahui sebatas pengertian sosis. Artinya masih banyak pemahaman tentang jenis-jenis sosis itu seperti apa saja. A. Berdasarkan kehalusannya, sosis dibedakan menjadi 2 yaitu sebagai berikut: 1. Sosis kasar, pengolahannya lebih sederhana, yaitu menggiling lemak sampai halus kemudian mencampur dengan lemak sampai merata. 2. Sosis emulsi, tahapan pencampuranna terdiri dari pencampuran, pencacahan dan pengemulsian. B. Berdasarkan proses pengolahannya, sosis secara umum dibedakan menjadi 4 yaitu sebagai berikut: 1. Sosis mentah (fres sausage), sosis ini merupakan sosis yang sudah diolah, namun masih mentah/tanpa pemanasan. 2. Sosis yang direbus dan diasap (process cooking-boilling and smooking), misal frankfuter, bologna, knackwurst. 3. Sosis yang direbus tanpa diasap (process cooking-boilling), misalnya beer salami, liver sausage. 4. Sosis kering dan semi kiring (fermentasi) misalnya dry salami. C. Berdasarkan jenis casing yang digunakan, sosis terbagi menjadi 4 yaitu sebagai berikut: 1. Sosis dengan cassing natural, terbuat dari usus sapi, kambing (sheep), domba (lamb), dan babi (pork). Cassing ini mempunyai keuntungan dapat langsung dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Dibalik keuntungan, tentunya tidak akan sempurna jika tak ada kerugian. Baiklah, kerugiaan penggunaan cassing jenis ini adalah produk tidak awet. 2. Sosis dengan casing jenis colagen, terbuat dari kulit hewan besar. Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk. 3. Sosis dengan casing selulosa, berbahan baku pulp, keuntungan casing selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan. 4. Sosis dengan casing polyamide (turunan plastik yang bersifat food grade), Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan dapat dicetak.
2.8 Komponen Penyusun Sosis
Adapun 2 komponen dalam penyusun pembuatan sosis yaitu sebagai berikut: A. Bahan Utama 1. Danging Ayam Daging ayam memiliki ciri khusus yaitu warna keputihan atau merah muda, mempunyai serat daging yang halus dan panjang, konsistensi sedors diantara serat, daging tidak ada depa lemak, lemak berwarna putih kekuningan dan konsistensi lembek. B. Bahan Pembantu 1. Tepung Tapioka Tepung tapioka dalam industri pangan digunakan sebagai bahan pengikat maupun sebagai bahan pengental. Fungsi dari tapioka adalah bahan pengikat dimana kemampuan sosis sebagai bahan restrukturisasi ditentukan oleh kemampuan saling mengikat diantara bahan-bahan yang digunakan maka sebab itu digunakan pati, misalnya tepung tapioka. Tapioka mempunyai amilopektin tinggi, tidak mudah menggumpal, daya lekatnya tinggi, tidak mudah pecah, atau rusak dan mempunyai suhu gelatinasasi relative rendah. Pati Tapioka mempunyai sifat mudah mengembang (swelling) dalam air panas. Selain itu, pati tapioca mempunyai kadar amilosa sebesar 17%-23% dan suhu gelatinisasi berkisar 52°C–64°C. 2. Pati Kentang Pati (starch) merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama , yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linear dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan α-1,4-glukosida. Amilosa bersifat sangat hidrofilik karena banyak mengandung gugus hidroksil, maka molekul amilosa cenderung membentuk susunan paralel melalui ikatan hydrogen. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel, meski konsentrasinya tinggi. Berbeda dengan amilopektin yang strukturnya bercabang maka pati akan mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air. Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat pada kentang . Kandungan pati dalam kentang sekitar 80% pati, bahan kering. Pati kentang memiliki sifat-sifat fisik antara lain densitas 0.745– 0.862 g/ml, absorbansi air 357-405 g/100 dan suhu gelatinisasi 60-69°C. Pati kentang memiliki banyak kegunaan untuk aplikasi pada bahan pangan diantaranya untuk fast food, sosis, tablet, dan berbagai olahan pangan. 3. Isolat Protein Kedelai Isolat protein kedelai merupakan bahan tambahan yang digunakan dalamcampuran adonan sosis, karena kandungan protein yang tinggi dan rendah karbohidrat maka berperan dalam mengikat air dan membentuk sistem emulsi. Isolat protein kedelai biasa digunakan sebagai binder dalam produk olahan daging seperti sosis. 4. Nitrit Fungsi dari nitrit adalah menstabilkan warna dari jaringan untuk mengkontribusi karakter dari daging curing untuk menghambat pertumbuhan dari racun makanan dan mikroorganisme pembusuk, menghambat ketengikan. Natrium Nitrit dengan rumus molekul NaNO2 adalah suatu bahan berwarna putih sampai kekuningan, berbentuk tepung butiran/bentuk stik. Nitrit berasa hambar/rasa garam, larutannya alkali pada kertas lakmus. Kelarutannya 1g sodium nitrit larut dalam 1.5 ml air, agak larut dalam alcohol. Syarat-syarat bahan ini adalah bentuk arsen (As) tidak lebih dari 3ppm dan logam berat (Pb) tidak lebih dari 0.002%. Penggunaan nitritdan nitrat dalam makanan (terutama produk daging) dibatasi karena ada efek meracuni dari zat tersebut. Nitrit akan bereaksi dengan amino sekunder/tersier membentuk senyawa N- nitrosamin yang bersifat mutagen dan karsinogen, selanjutnya nitrosamine menunjukkan aktifitas karsinogenik. Residu nitrit yang tertinggal dalam produk akhir akan menimbulkan kematian bila melebihi 15-20mg /kg bobot badan yang mengkonsumsi. 5. Phospat Phospat ditambahkan untuk meningkatkan kapasitas pengikatan air pada produk. Cara kerja phospat dalam mengikat kapasitas pengikatan air adalah: a. Meningkatkan pH. b. Menyebabkan pengembangan dari protein otot, sehingga menyebabkan munculnya banyak tempat yang cocok untuk mengikat air. Batasan yang dibenarkan dalam penambahan residu phosphate adalah 0.5% dari produk akhir. Sejak daging mengandung 0.01% phosphate alami, ini harus diikutsertakan dalam menghitung level yang ditambahkan selama curing. 6. Sodium Erythorbate Sodium Erythorbate adalah antioksidan yang merupakan garam sodium dari garam erythorbate berbentuk kristal , dalam keadaan kering bersifat non reaktif tetapi dalam air mudah bereaksi dengan oksigen atmosfir serta dengan agen lain yang dapat mengoksidasi. Sifat tersebut menyebabkan bahan ini bermanfaat sebagai antioksidan. Bahan ini berfungsi untuk mengontrol dan mempercepat warna cerah pada daging. Sodium Erythorbate digunakan sebagai campuran curing untuk mempercepat pembentukan warna daging curing. Aksi senyawa ini adalah mereduksi NO2 menjadi nitrit oksida yang kemudian bereaksi dengan pigmen mioglobin daging dan membentuk nitrit oksida mioglobin yang terbentuk berwarna merah kemudian dengan adanya pemanasan membentuk nitrosilhemokrom sehingga berwarna merah muda stabil. 7. Garam Garam yang digunakan dalam pembuatan produk sosis adalah jenis garam dapur (NaCl). Garam tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk flavor, namun juga berpengaruh dalam pembentukan karakteristik fisik dari adonan. Garam mempunyai peran yang cukup menentukan yaitu memberikan kelezatan produk, mempertahankan flavor dari bahan- bahan yang digunakan, berfungsi sebagai pengikat adonan sehingga mengurangi kelengketan. Selain itu, garam juga dapat membantu mencegah berkembangnya mikroba yang ada dalam adonan. 8. Bawang Putih karakteristik bau yang kuat dari bawang putih disebabkan oleh adanya senyawa volatile sekitar 0,1% yang mengandung senyawa sulfur. Senyawa tersebut terbentuk ketika sel terpecah, sehingga terjadi reaksi antar precursor yang disebut allin dan enzim alliinase. Terbentuknya substansi yang disebut allicin (diali tiosulfat), menimbulkan bau yang segar dari bawang putih. Allicin mengalami degradasi non enzimatik untuk membentuk metal dan allil mono, dan trisulfit dan sulfur oksida. 9. Merica Biji merica digunakan sebagai bumbu pemberi rasa dan aroma, karena rempah-rempah dapat menyamarkan makanan dengan menutup rasa bagi makanan yang kurang enak. Selain itu, juga berfungsi sebagai pengawet. Merica mengandung minyak atsiri, pinena, kariofilena, filandrena, alkaloid, piperina, kavisina, piperitina, zat pahit dan minyak lemak. 10. Bahan Penyedap Bahan penyedap yang digunakan sebagai pembangkit aroma dan cita rasa pada makanan merupakan senyawa-senyawa sintetik. Pada umumnya senyawa yang digunakan adalah senyawa-senyawa ester dalam jumlah sangat kecil telah dapat memberikan aroma dan cita rasa yang baik. Salah satu senyawa cita rasa adalah monosodium glutamate (MSG) yang merupakan garam natrium dari asam glutamat. MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-tetes gula (molasses) oleh bakteri. Dalam proses fermentasi ini, akan dihasilkan asam glutamate, kemudian penambahan sodium karbonat akan terbentuk MSG setelah terlebih dahulu dimurnikan dan dikristalisasi. Tingkat penggunaan yang tepat secara umum berkisar antar 0,2- 0,6 % berdasarkan berat makanan yang dikonsumsi. 11. Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng mempunyai fungsi sebagai media penghantar panas, penambah rasa gurih, serta penambah nilai gizi dan kalori pada bahan panganyang digoreng. Mutu minyak goreng dipengaruhi oleh titik asapnya yang merupakan suhu dimana pemanasan minyak mulai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan akan berpengaruh terhadap mutu dan nilai bahan pangan yang digoreng yaitu tekstur dan kenampakan yang kurang menarik serta cita rasa dan bau yang kurang enak.
2.9 Alat Yang Digunakan Dalam Pembuatan Sosis
Adapun beberapa alat yang digunakan dalam proses pembuatan sosis yaitu: a. Mechanical Deboning Machine Alat ini digunakan untuk memisahkan sisa-sisa daging yang masih menempel di karkas daging yang selanjutnya hasil gilingan tersebut yang disebut dengan carcass meat akan diolah kembali sebagai campuran sosis. b. Meat Mincer Alat ini digunakan untuk menggiling daging tanpa tulang yang terdiri dari beberapa bagian seperti hopper, screw, saringan dan mata pisau. c. Mixer Alat ini berfungsi untuk mencampur boneless meat, bahan penunjang dan premix hingga merata. d. Emulsifier Machine Alat ini digunakan untuk menghaluskan adonan sosis yang berasal dari mesin mixer supaya air dan lemak yang sudah terikat tidak terlepas kembali dimana hal tersebut akan merusak kualitas produk sosis. Selain itu juga akan memudahkan proses pengisian adonan sosis ke dalam casing. Proses emulsifikasi dilakukan secara mekanis dalam emulsifiers. e. SSP Pump Untuk memudahkan aliran bahan dari emulsifiers menuju stuffer digunakan sebuah pompa yaitu SSP Pump yang berfungsi sebagai pompa yang menggerakkan adonan sosis menuju mesin stuffer. Selain itu juga sebagai tempat penampungan bagi adonan dari mesin emulsifier menuju mesin stuffer. f. Stuffer Alat ini merupakan alat yang paling utama dalam pembuatan sosis. Alat ini akan membentuk adonan sosis menjadi padat dan memanjang dengan ukuran tertentu lalu diisikan ke dalam casing untuk membuat untaian produk sosis. Proses ini berjalan secara otomatis dan berlanjut/kontinyu sepanjang persediaan adonan daging. g. Smoked House Alat ini berfungsi untuk proses cooking dari sosis. Di dalam smoked house terdapat smoked generator untuk membakar kayu serutan untuk menghasilkan asap yang digunakan dalam proses cooking sosis. Selain itu terdapat steam yang digunakan untuk proses cooking sosis juga. Di dalam alat ini terdapat 4 macam proses yang dilakukan yaitu drying, smoking, cooking, dan exhausting. Sedangkan parameter yang dikontrol adalah suhu, RH, dan waktu dalam pengontrolannya secara otomatis. h. Cooling Chamber Alat ini digunakan untuk proses pendinginan terhadap produk sosis yang telah melalui proses cooking. Di dalamnya terdapat aliran air dingin yang telah disterilkan (air ozon) yang nantinya akan disemprotkan secara cepat ke produk untuk menurunkan suhu produk. i. Cutting Machine Alat ini digunakan untuk memotong-motong sosis per pieces yang masih terikat di masing-masing bagian ujungnya. Dengan adanya mesin ini, maka dihasilkan sosis sesuai dengan panjang yang telah ditentukan. Alat ini dilengkapi dengan sensor yang menunjukkan bahwa di titik itulah sosis harus terpotong menjadi per pieces sosis. Selain itu juga dilengkapi dengan conveyor untuk memudahkan proses pemotongan. j. Vacuum Packaging Machine Alat ini berfungsi untuk mengemas produk sosis secar vakum. Pada mesin ini terdapat pengaturan secara otomatis mulai dari proses sealing kemasan, pengeluaran udara/gas-gas dalam kemasan dan pendinginan yang dinyatakan dalam satuan detik. Proses pengemasan ini dibantu dengan conveyor untuk memudahkan pekerjaan. Dengan adanya proses pengeluaran udara dari dalam kemasan maka produk dikemas secara vakum sehingga mengurangi tingkat kerusakan produk. k. Metal Detector and Check Weigher Alat ini digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan logam (Fe dan Sus) dalam finished good (produk yang telah dikemas keluar dari vacuum packaging machine) dan pengecekan berat. l. Air Blast Freezer Alat ini berfungsi untuk membekukan finished good sehingga tercapai suhu pusat produk ≤ -18°C. 2.10 Proses Pembuatan Sosis Adapun beberapa proses dalam pembuatan sosis yaitu sebagai berikut: a. Persiapan Bahan yang digunakan untuk pembuatan sosis ayam disiapkan sesuai dengan kebutuhan untuk formula resepnya yaitu dengan proses penimbangan masing-masing bahan. Proporsi masing-masing bahan tersebut akan menghasilkan sifat reologis yang berbeda-beda tergantung formulanya. Pada tahap ini ada peluang untuk melakukan kreasi dan inovasi resep. b. Freezing Freezing merupakan suatu pembekuan yang paling mudah, membutuhkan waktu yang sedikit dan mampu menjaga daya tahan bahan maupun produk pengoahan lebih lama. Freezing tidak dapat mensterilkan makanan atau membunuh mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan bahan atau produk rusak, melainkan hanya mampu menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk, sehingga dapat memperlambat kerja dari mikroba pembusuk tersebut. c. Thawing Thawing merupakan proses kelanjutan dari proses freezing, thawing akan mengembalikan bahan baku ataupun produk dari yang semula berbentuk fase padat menjadi fase cair. Dalam daging beku akan mengembalikan keempukan dari daging. Suhu thawing berkisar antara 100-150C. Ada 2 macam thawing yaitu slowly thawing dan rapid thawing. Slowly thawing menggunakan aliran udara hangat yang akan menyebabkan suhu bahan baku dan produk menjadi meningkat. Sedangkan cara lambat adalah dengan membungkus bahan baku dengan plastik kemudian dialiri oleh air. d. Penggilingan Daging ayam dicincang sampai halus. Tujuan dari pencincangan ini adalah pengecilan ukuran daging ayam hingga mencapai ukuran seragam guna pembentukan emulsi pada produk sosis. Kemudian daging yang telah digiling, ditimbang beratnya untuk memkudahkan pemberian bumbu-bumbu. e. Pemberian bumbu dan Pencampuran Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah lada, pal, bawang putih, gula dan garam. Jumlah dan variasi bumbu yang digunakan tergantung selera, daerah dan aroma yang dikehendaki. Setelah daging dicincang halu, bumbu-bumbu ditambahkan pada adonan daging cincang kemudian dicampur hingga merata. Sluri dibuat dari bumbu- bumbu dan garam menggunakan dua gelas air lalu dicampur merata. Penambahan air bertujuan untuk memecah curing ingredients, memfasilitasi proses pencampuran dan memberikan karakteristik tekstur dan rasa pada produk sosis. f. Emulsifikasi Emulsifikasi adalah suatu system yang tidak stabil secara termodinamik yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu diantaranya didispersikan sebagai globula-globula dalam fase cair lain. Fase yang didispersikan disebut sebagai fase terdispersi dan fase yang mendispersikan disebut sebagai fase kontinu. Struktur produk daging misalnya sosis hati, frankfurter dan bologna adalah contoh emulsi lemak dalam air. Lemak membentuk fase disperse dari emulsi sedangkan air yang mengandung protein dan garam terlarut membentuk fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi mempunyai afinitas, baik terhadap air yaitu porsi molekul hidrofilik , maupun terhadap lemak yaitu molekul hidrofobik. Kapasitas protein dan air mengikat globula tau partikel-partikel lemak di dalam suatu emulsi disebut kapasitas emulsi. Protein daging yang larut dalam air, terutama adalah protein sarkosplasmik. Protein miofibrilar merupakan agensia pengemulsi yang lebih efisien dan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan stabilitas emulsi yang lebih besar dibandingkan protein daging lainnya, misalnya protein sarkoplasmik. g. Stuffing Stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis ke dalam selongsong. Pengisisan adonan sosis ke dalam selongsong tergantung tipe sosis, ukuran kemudahan proses, penyimpanan serta permintaan konsumen. h. Pengeringan Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi atau mengeluarkan sbagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas agar mikroba tidak dapat tumbuh didalamnya. Kadar air berpengaruh terhadap tekstur. Pengeringan bahan pangan dengan sinar matahari dapat menurunkan kandungan air dan menyebabkan pemekatan dari bahan-bahan yang ditinggal seperti karbohidrat, lemak, protein sehingga bahan pangan memiliki kualitas simpan yang lebih baik. i. Pemasakan Prosess pemasakan bertujuan agar daging sosis menjadi matang, meningkatkan keempukan daging, meningkatkan kekompakan struktur daging karena terjadi koagulasi protein dan dehidrasi sebagian untuk memberika rasa dan aroma tertentu, memberikan warna yang lebih menarik karena denaturasi mioglobin pembentukan nitrosihemokrom, pasteurisasi sosis dan oleh karenanya memperpanjang masa simpan produk sosis. Pemasakan dapat dilakukan dengan perebusan, pengukusasn, pengasapan, maupun kombinasi dari ketiganya selama 45- 50 menit. Proses pemasakan sosis dengan pemanasan adalah memanaskan produk sosis hingga suhu produk mencapai 65-700 C suhu ini cukup untuk membunuh mikroba ynag terdapat didalamnya. j. Cooling Proses ini bertujuan untuk menjaga agar produk makanan teteap awet dan mikroba pembusuk yang tidak mati ataupun sel vegetatiifnya menjadi tidak aktif. Suhu chilling biasanya berkkisar antara 00 C-50 C bila terlalu lebih dari 50 C dikuatirkan bakteri tetap bekerja dan bila kerja enzim dari mikrobia pathogen maupiun pembusuk tetap aktif, maka akan menyebabkan bahan pangan tersebut akan lebih cepat rusak, serta toksik bahkan akan juga menyebabkan keracunan terhadap makanan tersebut. k. Pengemasan Beberapa syarat syarat bahan pengemas untuk bahan yang dibekukan adalah sebagai berikut: 1. Harus mampu memberikan proteksi terhadap kemungkinan adanya dehidrasi. Dalam keadaan udara kering (suhu dingin) bahan pangan cenderung akan kehilangan air. 2. Adanya oksigen bagi produk beku akan mempercepat terjadinya rancidity terutama bahan yang mengandung lemak sehingga bahan pengemas mampu menghalang masuknya oksigen. 3. Bila terjadi dehidrasi dan oksidasi dalam bahan pangan yang dikemas menyebabkan terjadinya freezeburn, permukaan bahan pangan akan mengalami pemucatan warna dan kemunduran tekstur (bahan pengemas mampu menghalangai penguapan bahan organic sehingga aroma dan flavor bahan dapat dipertahankan). 4. Bagian dari wadah terluar dapat digunakan agar embun udara atmosfer tidak meresap dalam wadah, bila terjadi peresapan uap air kedalam bahan yang dikemas mengakibatkan pembekuan yang berlebihan l. Penyimpanan Faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan dalam pangan meliputi: 1. Jenis dan bahan baku yang digunakan. 2. Metode dan keefektifan pengolahan. 3. Jenis dan keadaan kemasan. 4. P erlakuan mekanis yang cukup berat dalam produk yang dikemas dala penyimpanan, dan distribusi dan juga pengaruh yang ditimbulkan oleh suhu dan kelembaban penyimpanan. Setiap sistem atau jenis bahan pangan dalam suatu kondisi naik mempunyai daya simpan yang potensial, potensi ini dapat hilang dengan cepat oleh perlakuan mekanis yang cukup berat. Pengemasan yang tidak memadai dan kondisi penyimpanan yang jelek. Penentuan kualitas sosis ynag difermentasi kini dilakukan dengan: 1. Pengukuran keasaman. 2. Kadar air. 3. Aw disamping uji organpoleptik. Penggunaan kultur pemula dalam proses fermentasi membutuhkan kondisi hygiene selam pengolahan karena kontaminasi kan sangat berpengaruh pada proses fermentasi. Pertumbuhan jamur pada permukaan sering dijumpai terjadi pada sosis yang diolah secara fermentasi dan pertumbuhan ini diakibatkan oleh kondisi panas serta kelembaban dalam ruang pemasakan. BAB III PENUTUP
Curing memiliki tiga tujuan utama, yaitu pengawetan (preservation), rasa
(flavor) dan warna (color). Curing daging membutuhkan garam yang merupakan bahan pengawet pangan pertama digunakan manusia. Garam telah menjadi bahan penting dalam pengawetan produk-produk peternakan dan perikanan. Pada tingkat tertentu, garam mencegah pertumbuhan beberapa tipe bakteri yang bertanggung jawab dalam pembusukan daging. Garam dapat mencegah pertumbuhan bakteri, baik yang disebabkan oleh efek penghambat langsung dari bakteri maupun oleh efek pengeringan yang dimiliki bakteri dalam daging. Sebagai industri pengolahan makanan, keseluruhan proses yang terkait dengan produk harus memenuhi standarisasi dari Balai POM, instansi - instansi pemerintah terkait, dengan berpedoman pada GMP ( Good manufacturing Practices ). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis merupakan makanan sumber protein. Berikut beberapa tips dalam memilih sosis yang baik yaitu sebagai berikut: a. Pilih yang masa kadaluwarsanya masih lama dan dipajang di suhu dingin (refrigerator). b. Pilih sosis yang bebas pewarna atau yang mengandung pewarna yang aman untuk pangan (food grade). Jika anda membeli sosis ternyata daging sosisnya berwarna merah terang, hindari membeli kembali merk tersebut karena bisa jadi produsen menggunakan pewarna dalam jumlah berlebihan atau menggunakan pewarna non pangan. c. Amati penampakan sosis yang dikemas. Jika terlihat selaput atau lendir tipis seperti susu disekitar sosis, sebaiknya jangan membeli sosis tersebut karena kondisi ini mencirikan sosis yang mulai rusak. d. Pilih sosis yang aromanya khas daging, tidak ada bau asam atau bau menyimpang lainnya. DAFTAR PUSTAKA Amertaningtyas.2001. Kualitas Nuggets Daging Ayam Broiler dan Ayam Petelur Afkir dengan menggunakan Tapioka dan Tapioka Modifikasi serta lama. Dedi, Londong. 2012. Proses Pembuatan Sosis. www.proses-makanan-sosis.com. Raharjo, S., J.N. sofos and G.R. Schmidt. 1993. Effect of Meat Curing Agents and Phospates on Thiobarbituric Acid (TBA) Numbers of Ground Beef Determined by the Aqueous Acid Extraction TBA-C18 Metyhod. Food Chem. Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta.