Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TEKNIK PENGOLAHAN MAKANAN

“Proses Curing dan Pembuatan Sosis”

DI SUSUN OLEH:

RIZKA YANTI RAMLI 09220190005

OLIVIA ALDISA WELLY 09220190006

Dosen Pengampuh Mata Kuliah:


Dr. Ir. Rismawati Rasyid, S.T., M.T., IPM., ASEAN Eng.

MATA KULIAH TEKNIK PENGOLAHAN MAKANAN


JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia, makanan begitu melimpah dan bervariasi jenisnya. Beberapa
produk makanan yang sekarang ini terus-menerus tampil di layar televisi selalu
saja muncul dengan cassing/tampilan baru seperti sosis, snack ringan, minuman
dan lain sebagainya. Sehingga masyarakat begitu antusias ketika terus menerus
dijejali produk-produk baru dalam mengkonsumsinya. Tidak hanya makanan
saja, tetapi juga beberapa mode yang lain kerap membanjiri iklan di sana-sini.
Masyarakat di zaman sekarang ini yang katanya masyarakat modern, kiranya
lebih menyukai bentuk keinginan dan kebutuhan instan. Artinya masyarakat
tidak mau bersusah payah dalam sekedar mengganjal perut. Misalnya, pada
pagi hari kita mau berangkat kerja meraka lebih memilih membeli roti, atau
sekedar memasak mae instans yang lebih cepat dan praktis dimakan dari pada
memasak nasi/lauk dulu. Karena beberapa ahli kesehatan berpendapat bahwa
makanan ini bahwasanya mengandung berbagai pengawet dan beragam jenis
yang sangat bahaya dalam tubuh. Sudah barang tentu makanan yang terlalu
banyak mengandung pengawet akan sebagai toksik/racun dalam metabolisme
tubuh kita.
Curing merupakan teknik pengawetan daging dengan menggunakan garam
dalam konsentrasi tertentu. Seiring dengan berkembangnya rantai dingin,
metode curing dinilai tidak efisien namun curing tetap dilakukan dengan tujuan
membentuk sifat sensoris daging. Curing bertujuan untuk memperpanjang masa
simpan daging,menghambat aktibitas mikrobia terutama clostridium
botulinum, memperbaiki flavor dan tujuan utamanya adalah memperbaiki
warna daging menjadi merah pink. Penyebab warna merah karena bakteri
mengubah nitrat menjadi nitrit, nitrit dipecah menjadi NO (nitroso) yang
kemudian berekasi dengan pigmen daging (mioglobin) membentuk
nitrosochemochromagen sehingga terbentuk warna merah menarik dan
haemoglobin. Nitrit mampu memberikan flavor yang spesifik kemungkinan
dikarenakan adanya reaksi antara nitrit dengan komponen volatile daging.
1.2 Rumusan Masalah
a. Pengertian curing?
b. Teknik curing?
c. Mekanisme curing?
d. Bahan apa saja pada teknologi curing?
e. Manfaat curing?
f. Pengertian sosis?
g. Jenis-jenis sosis?
h. Bahan dan alat apa saja dalam pembuatan sosis?
i. Bagaimana cara pembuatan sosis?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Curing


Curing adalah prosesing daging dengan menambah sodium klorida (NaCL),
sodium nitrat atau potassium nitrat (NaNO3 atau KNO3), gula, bumbu-bumbu
dan zat aditif lainnya. Tujuan curing adalah flavor, aroma, keempukan, juiciness
dan mereduksi kerutan daging. Curing juga bertujuan untuk memperpanjang
masa simpan daging, menghambat aktivitas mikroba terutama clostridium
botulinum, memperbaiki flavor dan tujuan utamanya adalah memperbaiki
warna danging menjadi merah pink. Penyebab warna merah karena bakteri
mengubah nitrat menjadi nitrit, nitrit dipecahkan menjadi NO (nitroso) yang
kemudian bereaksi dengan pigmen daging (mioglobin) membentuk
nitrosochemochromagen sehingga terbentuk warna merah menarik dan
haemoglobin. Nitrit mampu memberikan flavor yang spesifik kemungkinan
dikarenakan adanya reaksi antara nitrit dengan komponen volatile daging.
Bahan kimia yang digunakan dalam teknologi curing biasanya garam, gula,
garam nitrat/garam nitrit, phosfat, sodium erythorbat, asam askorbat.

2.2 Teknik Curing


Adapun beberapa Teknik yang digunakan dalam metode curing dengan
menggunakan garam yaitu sebagai berikut:
a. Wet curing, lebih merata namun hasilnya basah
b. Dry curing, metode ini merupakan cara tradisional, daging diselimuti garam
dan disimpan pada suhu rendah. Garam akan memasuki jaringan dan pada
saat bersamaan cairan akan keluar dari dalam daging. Peresapan ked aging
tidak optimal karena hanya ditabur.
c. Wet and dry curing (kombinasi), Teknik ini digunakan untuk
mempermudah proses curing, larutan diinjeksikan langsung pada jaringan.
Setelah disimpan beberapa hari tumpukan daging ditutupi lagi dengan
garam.
d. Injection curing cepat ke sasaran (mioglobin) namun tidak semua mioglobin
terjangkau oleh garam dan ada kemungkinan terbentuknya nitrosamine

2.3 Mekanisme Curing


Mekanisme curing adalah nitrit bereaksi dengan gugus sulfhidril dan
membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh mikroba dalam
kondisi anaerob. Pada daging nitrit membentuk nitroksida yang dengan pigmen
daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah.
Pembentukan nitrooksida dapat terlalu banyak jika menggunakan garam nitrit,
oleh sebab itu biasanya digunakan campuran garam nitrat dan garam nitrit.
Fungsi dari garam nitrit adalah menstabilkan warna dari jaringan untuk
mengkontribusi karakter dari daging curing, menghambat pertumbuhan dari
racun makanan dan mikroorganisme pembusukan sarta menghambat
ketengikan. Garam nitrat akan tereduksi oleh bakteri nitrat menghasilkan nitrit.
Peranan garam nitrat sendiri sebagai bahan pengawet masih dipertanyakan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat bahwa nitrat tidak dapat
mencegah kebusukan, bahkan akan mempercepat kebusukan dalam keadaan
aerobik.

2.4 Bahan Yang Digunakan Pada Teknologi Curing


Adapun beberapa bahan yang digunakan pada teknolgi curing adalah
sebagai berikut:
a. Nitrat/Nitrit
Nitrat/nitrit berfungsi untuk warna merah daging, antimicrobial
terutama clostridium botulinum, dan menstabilkan flavor. Nitrat atau nitrit
merupakan bahan tambahan yang dapat memperbaiki warna dan rasa daging
pada proses curing. Selain itu, nitrit pun dapat mencegah pertumbuhan
clostridium botulinum yang bersifat racun bila dikonsumsi manusia
sehingga menyebabkan botulisme. Nitrit dapat berubah menjadi nitrit
oksida yang akan bergabung dengan mioglobin (Mb). Mioglobin merupakan
pigmen yang menentukan warna merah alami pada daging yang tidak asin.
Setelah itu nitrit oksida dan mioglobin berubah menjadi nitrit oksida
mioglobin (NOMb). Nitrit yang digunakan dalam pengasinan daging ini
telah diproduksi secara komersial dengan nama sodium nitrite. Nitrat
merupakan sumber nitrit. Nitrat akan berubah menjadi nitrit kemudian
diubah menjadi NO melalui reduksi. Reduksi terjadi karena adanya aktivitas
mikrobia. Pembatasan dalam penggunaan nitrit sangat diperlukan karena
nitrit akan bersifat beracun apabila dikonsumsi dalam dosis yang
berlebihan.
Pada curing biasanya dikombinasikan antara nitrat dan nitrit. Apabila
yang garam nitrit yang ditambahkan maka waktu yang diperlukan untuk
berubah menjadi NO cepat, apabila berlebih akan berlangsung bereaksi
dengan N atau gugus amin sekunder membentuk nitrosamine yang
karsinogenik. Jika hanya garam nitrat yang ditambahkan maka reaksinya
lambat dan tidak efektif karena memerlukan waktu untuk merubah nitrat
menjadi NO, jadi keduanya dikombinasikan agar saling melengkapi, dosis
masing-masing menjadi lebih rendah.
b. Garam
Garam berfungsi sebagai pembangkit flavor yang khas dan
antimicrobial. Garam merupakan bahan utama dalam curing. Penambahan
garam pada konsentrasi tertentu mampu menghambat pertumbuhan
mikrobia karena garam berperan dalam dehidrasi sehingga merubah tekanan
osmosis. Apabila hanya ditambahkan garam saja maka hasilnya tidak baik
karena menyebabkan produk menjadi kasar, asin, gelap (warna tidak
menarik), kenampakan, dan flavor tidak disenangi konsumen. Oleh karena
itu harus dikombinasikan dengan senyawa lain seperti gula, nitrat atau nitrit.
c. Gula
Gula berfungsi untuk memperbaiki flavor, mengurangi rasa asin akibat
penambahan garam, mengurangi kekerasan akibat adanya penambahan
garam (pelunak) mempengaruhi warna melalui karamelisasi. Waktu curing
yang lama akan memberikan kesempatan bakteri untuk memanfaatkan gula
sebagai sumber nutrient. Gula efektif sebagai pengawet karena menghambat
pertumbuhan bakteri.
d. Angkak
Angkak berfungsi sebagai pewarna, pembangkit rasa, dan pengawet.
Angkak juga merupakan pengganti nitrat atau nitrit yang umumnya
digunakan pada proses kuring. Kuring merupakan proses pengawetan
daging yang berfungsi sebagai pewarna merah pada daging.
e. Bumbu-Bumbu
Bumbu-bumbu adalah penting untuk meningkatkan flavor sehingga
meningkatkan kesukaan pada konsumen. Selain itu bumbu juga bersifat
antimicrobial dan antioksida sehingga berperan mengawetkan. Fosfot
berfungsi untuk meningkatkan kekenyalan produk dan mengurangi
pengkerutan daging selama proses pengolahan serta menghambat oksidasi
produk. Khusus nitrat/nitrit penggunaannya harus dibatasi karena bila
berlebihan bisa berdampak negative bagi yang mengkonsumsinya. Kadar
akhir nitrit pada suatu produk harus tidak lebih dari 200 ppm dan nitrat tidak
lebih dari 500 ppm.
f. Sodium Erythorbate
Asam erythorbate dan asam askorbat mengembangkan dan
menstabilkan daging curing dengan mereduksi metmioglobin menjadi
mioglobin. Kelebihan asam askorbat adalah sebagai antioksida terhadap
kepudaran warna, menstabilkan warna dan flavor.
g. Air
Air selain sebagai carriee juga penting untuk mengatur juiceness dari
produk yang dihasilkan.

2.5 Manfaat Curing


Aseptabilitas konsumen terhadap produk daging sangat dipengaruhi oleh
palatabilitas produk tersebut. Makin tinggi mutu palatabilitas suatu produk
daging maka makin tinggi pula aseptabilitasnya. Produk akhir daging sangat
dipengaruhi oleh kualitas bahan utamanya yaitu daging itu sendiri. Warna,
flavor, aroma dan juiciness daging bisa dimanipulasi secara artifisial. Proses
curing merupakan salah satu cara yang dapat memanipulasikan komponen-
komponen palatabilitas tersebut.
A. Penerapan Teknologi Curing Pada Daging
Salah satu contoh penerapan teknologi curing pada daging sati adalah
pembuatan kornet. Berikut adalah penjelasan mengenai teknologi curing
pada daging kornet.
Kornet merupakan salah satu jenis daging olahan yang berupa daging
giling kasar dengan bahan tambahan pengisi dan bahan pengikat serta
bumbu-bumbu. Kornet umumnya dibuat dari daging sapi, dalam pembuatan
kornet daging yang digunakan merupakan potongan daging segar atau beku
(yang telah memenuhi persyaratan dan peraturan yang berlaku). Boleh
dicampur dengan daging bagian kepala dan hati. Kornet juga merupakan
hasil olahan daging sapi dengan kentang sebagai bahan pengikat serta
bumbu-bumbu berupa bawang merah, kaldu, garam, merica dan natrium
nitrit.
Bawang merah biasanya digunakan sebagai penyedap sehari-hari yang
sangat disukai karena memiliki aroma yang khas. Bau dan citarasa yang
khas pada bawang merah disebabkan oleh adanya senyawa yang mudah
menguap dari jenis sulfur seperti propil sulfur. Merica atau lada biasa
ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap karena memiliki dua
sifat yang penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Kedua
sifat tersebut disebabkan kandungan bahan-bahan kimia organik yang
terdapat dalam merica. Rasa pedas dalam merica disebabkan oleh zat
piperin, piperanin dan khasivin yang merupakan persenyawaan dari piperin
dengan alkaloida.
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kornet adalah daging
segar, nitrit/sendawa, garam, gula pasir, merica halus, pala halus, tomat
segar, susu full cream, dan bawang merah. Alar-alat yang digunakan yaitu
panic press cooker dan spatula.
Proses curing (penggaraman) dimulai dengan daging sapi dipotong-
potong tidak perlu dicuci. Daging sebanyak 1 kg, garam sebanyak 30 gram.
20 gram gula pasir dan 5 gram sendawa dicampurkan pada wadah hingga
merata. Daging yang telah dicampur didiamkan selama 24 jam agar
penggaraman dapat meresap dan merata. Proses ini dinamakan curing
kering.
Selanjutnya pembuatan cornet beef, daging yang telah di curing dicuci
dengan air hingga bersih (berulang kali) agar sendawa tidak terlalu
menempel banyak pada daging tersebut kemudian daging direbus
menggunakan press cooker dengan penambahan merica dan pala (± 20-30
menit). Setelah daging empuk, air rebusan yang masih banyak dibuang
Sebagian lalu ditambahkan susu, potongan tomat dan bawang merah halus.
Aduk hingga kering kornet siap untuk dihidangkan.
Daging segar yang dibuat menjadi kornet, sehari sebelumnya di curing
terlebih dahulu. Tujuan dari curing adalah untuk memberikan warna merah
pink pada produk kornet yang dihasilkan. Bahan-bahan curing yang
memiliki fungsi masing-masing. Garam berfungsi untuk meningkatkan
daya ikat air dari protein dan pembentukan emulsi serta sebagai bahan
pengawet karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Nitrit/sendawa
yang ditambahkan memiliki fungsi untuk menstabilkan warna dan
menghambat pertumbuhan bakteri. Gula diberikan untuk memodifikasi rasa
dan dapat sebagai pengawet.

2.6 Pengertian Sosis


Sosis merupakan produk daging yang digaram dan dibumbui, berasal dari
bahasa latin Salsus (garam). Produk ini lebih populer karena bentuknya lonjong
bulat. Sosis yang dibuat dari daging segar mempunyai tingkat kekenyalan yang
lebih tinggi dibandingkan bila dibuat dari daging yang dilayukan lebih dahulu.
untuk kualitas sosis dapat ditentukam dari warna, bau, rasa, bentuk, jumlah
mikroba dan hygiene. Warna untuk sosis yang baik yaitu pink/jingga,
sedangkan urutan dari tingkatan baik sampai kurang baik adalah pink, merah
darah, merah tua, merah hitam, merah kehijau-hijauan, dan pada akirnya merah
hangus. Sedangkan sosis mempunyai bau yang khas atau spesifik yaitu flavor
khusus dari asap, biasanya sangit, dan tidak berbau amis. Sosis yang terbaik
mempunyai bau gurih, harum karena nitrit dan sirup jagung serta tomato juice,
dan sedikit sangit.
2.7 Jenis-Jenis Sosis
Mengetahui lebih jauh tentang sosis, tentunya kita tidak hanya mengetahui
sebatas pengertian sosis. Artinya masih banyak pemahaman tentang jenis-jenis
sosis itu seperti apa saja.
A. Berdasarkan kehalusannya, sosis dibedakan menjadi 2 yaitu sebagai
berikut:
1. Sosis kasar, pengolahannya lebih sederhana, yaitu menggiling lemak
sampai halus kemudian mencampur dengan lemak sampai merata.
2. Sosis emulsi, tahapan pencampuranna terdiri dari pencampuran,
pencacahan dan pengemulsian.
B. Berdasarkan proses pengolahannya, sosis secara umum dibedakan menjadi
4 yaitu sebagai berikut:
1. Sosis mentah (fres sausage), sosis ini merupakan sosis yang sudah
diolah, namun masih mentah/tanpa pemanasan.
2. Sosis yang direbus dan diasap (process cooking-boilling and smooking),
misal frankfuter, bologna, knackwurst.
3. Sosis yang direbus tanpa diasap (process cooking-boilling), misalnya
beer salami, liver sausage.
4. Sosis kering dan semi kiring (fermentasi) misalnya dry salami.
C. Berdasarkan jenis casing yang digunakan, sosis terbagi menjadi 4 yaitu
sebagai berikut:
1. Sosis dengan cassing natural, terbuat dari usus sapi, kambing (sheep),
domba (lamb), dan babi (pork). Cassing ini mempunyai keuntungan
dapat langsung dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk.
Dibalik keuntungan, tentunya tidak akan sempurna jika tak ada
kerugian. Baiklah, kerugiaan penggunaan cassing jenis ini adalah
produk tidak awet.
2. Sosis dengan casing jenis colagen, terbuat dari kulit hewan besar.
Keuntungan dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa
dimakan, dan melekat pada produk.
3. Sosis dengan casing selulosa, berbahan baku pulp, keuntungan casing
selulosa adalah dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing selulosa
sangat keras dan dianjurkan untuk tidak dimakan.
4. Sosis dengan casing polyamide (turunan plastik yang bersifat food
grade), Casing jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau
tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur, tahan terhadap panas, dan
dapat dicetak.

2.8 Komponen Penyusun Sosis


Adapun 2 komponen dalam penyusun pembuatan sosis yaitu sebagai
berikut:
A. Bahan Utama
1. Danging Ayam
Daging ayam memiliki ciri khusus yaitu warna keputihan atau
merah muda, mempunyai serat daging yang halus dan panjang,
konsistensi sedors diantara serat, daging tidak ada depa lemak, lemak
berwarna putih kekuningan dan konsistensi lembek.
B. Bahan Pembantu
1. Tepung Tapioka
Tepung tapioka dalam industri pangan digunakan sebagai bahan
pengikat maupun sebagai bahan pengental. Fungsi dari tapioka adalah
bahan pengikat dimana kemampuan sosis sebagai bahan restrukturisasi
ditentukan oleh kemampuan saling mengikat diantara bahan-bahan yang
digunakan maka sebab itu digunakan pati, misalnya tepung tapioka.
Tapioka mempunyai amilopektin tinggi, tidak mudah menggumpal,
daya lekatnya tinggi, tidak mudah pecah, atau rusak dan
mempunyai suhu gelatinasasi relative rendah. Pati Tapioka mempunyai
sifat mudah mengembang (swelling) dalam air panas. Selain itu, pati
tapioca mempunyai kadar amilosa sebesar 17%-23% dan suhu
gelatinisasi berkisar 52°C–64°C.
2. Pati Kentang
Pati (starch) merupakan zat tepung dari karbohidrat dengan suatu
polimer senyawa glukosa yang terdiri dari dua komponen utama , yaitu
amilosa dan amilopektin. Polimer linear dari D-glukosa membentuk
amilosa dengan ikatan α-1,4-glukosida. Amilosa bersifat sangat
hidrofilik karena banyak mengandung gugus hidroksil, maka molekul
amilosa cenderung membentuk susunan paralel melalui ikatan
hydrogen. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel, meski
konsentrasinya tinggi. Berbeda dengan amilopektin yang strukturnya
bercabang maka pati akan mudah mengembang dan membentuk koloid
dalam air. Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat pada
kentang . Kandungan pati dalam kentang sekitar 80% pati, bahan kering.
Pati kentang memiliki sifat-sifat fisik antara lain densitas 0.745–
0.862 g/ml, absorbansi air 357-405 g/100 dan suhu gelatinisasi 60-69°C.
Pati kentang memiliki banyak kegunaan untuk aplikasi pada bahan
pangan diantaranya untuk fast food, sosis, tablet, dan berbagai olahan
pangan.
3. Isolat Protein Kedelai
Isolat protein kedelai merupakan bahan tambahan yang digunakan
dalamcampuran adonan sosis, karena kandungan protein yang tinggi
dan rendah karbohidrat maka berperan dalam mengikat air dan
membentuk sistem emulsi. Isolat protein kedelai biasa digunakan
sebagai binder dalam produk olahan daging seperti sosis.
4. Nitrit
Fungsi dari nitrit adalah menstabilkan warna dari jaringan untuk
mengkontribusi karakter dari daging curing untuk menghambat
pertumbuhan dari racun makanan dan mikroorganisme pembusuk,
menghambat ketengikan. Natrium Nitrit dengan rumus molekul
NaNO2 adalah suatu bahan berwarna putih sampai kekuningan,
berbentuk tepung butiran/bentuk stik. Nitrit berasa hambar/rasa garam,
larutannya alkali pada kertas lakmus. Kelarutannya 1g sodium nitrit
larut dalam 1.5 ml air, agak larut dalam alcohol. Syarat-syarat bahan ini
adalah bentuk arsen (As) tidak lebih dari 3ppm dan logam berat (Pb)
tidak lebih dari 0.002%.
Penggunaan nitritdan nitrat dalam makanan (terutama produk
daging) dibatasi karena ada efek meracuni dari zat tersebut. Nitrit akan
bereaksi dengan amino sekunder/tersier membentuk senyawa N-
nitrosamin yang bersifat mutagen dan karsinogen, selanjutnya
nitrosamine menunjukkan aktifitas karsinogenik. Residu nitrit yang
tertinggal dalam produk akhir akan menimbulkan kematian bila
melebihi 15-20mg /kg bobot badan yang mengkonsumsi.
5. Phospat
Phospat ditambahkan untuk meningkatkan kapasitas pengikatan air
pada produk. Cara kerja phospat dalam mengikat kapasitas pengikatan
air adalah:
a. Meningkatkan pH.
b. Menyebabkan pengembangan dari protein otot, sehingga
menyebabkan munculnya banyak tempat yang cocok untuk
mengikat air.
Batasan yang dibenarkan dalam penambahan residu phosphate
adalah 0.5% dari produk akhir. Sejak daging mengandung 0.01%
phosphate alami, ini harus diikutsertakan dalam menghitung level yang
ditambahkan selama curing.
6. Sodium Erythorbate
Sodium Erythorbate adalah antioksidan yang merupakan garam
sodium dari garam erythorbate berbentuk kristal , dalam keadaan kering
bersifat non reaktif tetapi dalam air mudah bereaksi dengan oksigen
atmosfir serta dengan agen lain yang dapat mengoksidasi. Sifat tersebut
menyebabkan bahan ini bermanfaat sebagai antioksidan. Bahan ini
berfungsi untuk mengontrol dan mempercepat warna cerah pada daging.
Sodium Erythorbate digunakan sebagai campuran curing untuk
mempercepat pembentukan warna daging curing. Aksi senyawa ini
adalah mereduksi NO2 menjadi nitrit oksida yang kemudian bereaksi
dengan pigmen mioglobin daging dan membentuk nitrit oksida
mioglobin yang terbentuk berwarna merah kemudian dengan adanya
pemanasan membentuk nitrosilhemokrom sehingga berwarna merah
muda stabil.
7. Garam
Garam yang digunakan dalam pembuatan produk sosis adalah jenis
garam dapur (NaCl). Garam tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk
flavor, namun juga berpengaruh dalam pembentukan karakteristik fisik
dari adonan. Garam mempunyai peran yang cukup menentukan yaitu
memberikan kelezatan produk, mempertahankan flavor dari bahan-
bahan yang digunakan, berfungsi sebagai pengikat adonan sehingga
mengurangi kelengketan. Selain itu, garam juga dapat membantu
mencegah berkembangnya mikroba yang ada dalam adonan.
8. Bawang Putih
karakteristik bau yang kuat dari bawang putih disebabkan oleh
adanya senyawa volatile sekitar 0,1% yang mengandung senyawa
sulfur. Senyawa tersebut terbentuk ketika sel terpecah, sehingga terjadi
reaksi antar precursor yang disebut allin dan enzim alliinase.
Terbentuknya substansi yang disebut allicin (diali tiosulfat),
menimbulkan bau yang segar dari bawang putih. Allicin mengalami
degradasi non enzimatik untuk membentuk metal dan allil mono, dan
trisulfit dan sulfur oksida.
9. Merica
Biji merica digunakan sebagai bumbu pemberi rasa dan aroma,
karena rempah-rempah dapat menyamarkan makanan dengan menutup
rasa bagi makanan yang kurang enak. Selain itu, juga berfungsi sebagai
pengawet. Merica mengandung minyak atsiri, pinena, kariofilena,
filandrena, alkaloid, piperina, kavisina, piperitina, zat pahit dan minyak
lemak.
10. Bahan Penyedap
Bahan penyedap yang digunakan sebagai pembangkit aroma dan
cita rasa pada makanan merupakan senyawa-senyawa sintetik. Pada
umumnya senyawa yang digunakan adalah senyawa-senyawa ester
dalam jumlah sangat kecil telah dapat memberikan aroma dan cita rasa
yang baik. Salah satu senyawa cita rasa adalah monosodium glutamate
(MSG) yang merupakan garam natrium dari asam glutamat. MSG dibuat
melalui proses fermentasi dari tetes-tetes gula (molasses) oleh bakteri.
Dalam proses fermentasi ini, akan dihasilkan asam glutamate, kemudian
penambahan sodium karbonat akan terbentuk MSG setelah terlebih
dahulu dimurnikan dan dikristalisasi. Tingkat penggunaan yang tepat
secara umum berkisar antar 0,2- 0,6 % berdasarkan berat makanan yang
dikonsumsi.
11. Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan
dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng mempunyai
fungsi sebagai media penghantar panas, penambah rasa gurih, serta
penambah nilai gizi dan kalori pada bahan panganyang digoreng.
Mutu minyak goreng dipengaruhi oleh titik asapnya yang
merupakan suhu dimana pemanasan minyak mulai terbentuk akrolein
yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan. Kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama
penggorengan akan berpengaruh terhadap mutu dan nilai bahan pangan
yang digoreng yaitu tekstur dan kenampakan yang kurang menarik serta
cita rasa dan bau yang kurang enak.

2.9 Alat Yang Digunakan Dalam Pembuatan Sosis


Adapun beberapa alat yang digunakan dalam proses pembuatan sosis yaitu:
a. Mechanical Deboning Machine
Alat ini digunakan untuk memisahkan sisa-sisa daging yang masih
menempel di karkas daging yang selanjutnya hasil gilingan tersebut yang
disebut dengan carcass meat akan diolah kembali sebagai campuran sosis.
b. Meat Mincer
Alat ini digunakan untuk menggiling daging tanpa tulang yang terdiri
dari beberapa bagian seperti hopper, screw, saringan dan mata pisau.
c. Mixer
Alat ini berfungsi untuk mencampur boneless meat, bahan penunjang
dan premix hingga merata.
d. Emulsifier Machine
Alat ini digunakan untuk menghaluskan adonan sosis yang berasal dari
mesin mixer supaya air dan lemak yang sudah terikat tidak terlepas kembali
dimana hal tersebut akan merusak kualitas produk sosis. Selain itu juga akan
memudahkan proses pengisian adonan sosis ke dalam casing. Proses
emulsifikasi dilakukan secara mekanis dalam emulsifiers.
e. SSP Pump
Untuk memudahkan aliran bahan dari emulsifiers menuju stuffer
digunakan sebuah pompa yaitu SSP Pump yang berfungsi sebagai pompa
yang menggerakkan adonan sosis menuju mesin stuffer. Selain itu juga
sebagai tempat penampungan bagi adonan dari mesin emulsifier menuju
mesin stuffer.
f. Stuffer
Alat ini merupakan alat yang paling utama dalam pembuatan sosis. Alat
ini akan membentuk adonan sosis menjadi padat dan memanjang dengan
ukuran tertentu lalu diisikan ke dalam casing untuk membuat untaian
produk sosis. Proses ini berjalan secara otomatis dan berlanjut/kontinyu
sepanjang persediaan adonan daging.
g. Smoked House
Alat ini berfungsi untuk proses cooking dari sosis. Di dalam smoked
house terdapat smoked generator untuk membakar kayu serutan untuk
menghasilkan asap yang digunakan dalam proses cooking sosis. Selain itu
terdapat steam yang digunakan untuk proses cooking sosis juga. Di dalam
alat ini terdapat 4 macam proses yang dilakukan yaitu drying, smoking,
cooking, dan exhausting. Sedangkan parameter yang dikontrol adalah suhu,
RH, dan waktu dalam pengontrolannya secara otomatis.
h. Cooling Chamber
Alat ini digunakan untuk proses pendinginan terhadap produk sosis
yang telah melalui proses cooking. Di dalamnya terdapat aliran air dingin
yang telah disterilkan (air ozon) yang nantinya akan disemprotkan secara
cepat ke produk untuk menurunkan suhu produk.
i. Cutting Machine
Alat ini digunakan untuk memotong-motong sosis per pieces yang
masih terikat di masing-masing bagian ujungnya. Dengan adanya mesin ini,
maka dihasilkan sosis sesuai dengan panjang yang telah ditentukan. Alat ini
dilengkapi dengan sensor yang menunjukkan bahwa di titik itulah sosis
harus terpotong menjadi per pieces sosis. Selain itu juga dilengkapi dengan
conveyor untuk memudahkan proses pemotongan.
j. Vacuum Packaging Machine
Alat ini berfungsi untuk mengemas produk sosis secar vakum. Pada
mesin ini terdapat pengaturan secara otomatis mulai dari proses sealing
kemasan, pengeluaran udara/gas-gas dalam kemasan dan pendinginan yang
dinyatakan dalam satuan detik.
Proses pengemasan ini dibantu dengan conveyor untuk memudahkan
pekerjaan. Dengan adanya proses pengeluaran udara dari dalam kemasan
maka produk dikemas secara vakum sehingga mengurangi tingkat
kerusakan produk.
k. Metal Detector and Check Weigher
Alat ini digunakan untuk mendeteksi adanya kandungan logam (Fe dan
Sus) dalam finished good (produk yang telah dikemas keluar dari vacuum
packaging machine) dan pengecekan berat.
l. Air Blast Freezer
Alat ini berfungsi untuk membekukan finished good sehingga tercapai
suhu pusat produk ≤ -18°C.
2.10 Proses Pembuatan Sosis
Adapun beberapa proses dalam pembuatan sosis yaitu sebagai berikut:
a. Persiapan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan sosis ayam disiapkan sesuai
dengan kebutuhan untuk formula resepnya yaitu dengan proses
penimbangan masing-masing bahan. Proporsi masing-masing bahan
tersebut akan menghasilkan sifat reologis yang berbeda-beda tergantung
formulanya. Pada tahap ini ada peluang untuk melakukan kreasi dan
inovasi resep.
b. Freezing
Freezing merupakan suatu pembekuan yang paling mudah,
membutuhkan waktu yang sedikit dan mampu menjaga daya tahan bahan
maupun produk pengoahan lebih lama. Freezing tidak dapat mensterilkan
makanan atau membunuh mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan
bahan atau produk rusak, melainkan hanya mampu menginaktifkan kerja
dari enzim bakteri pembusuk, sehingga dapat memperlambat kerja dari
mikroba pembusuk tersebut.
c. Thawing
Thawing merupakan proses kelanjutan dari proses freezing, thawing
akan mengembalikan bahan baku ataupun produk dari yang semula
berbentuk fase padat menjadi fase cair. Dalam daging beku akan
mengembalikan keempukan dari daging. Suhu thawing berkisar antara
100-150C. Ada 2 macam thawing yaitu slowly thawing dan rapid thawing.
Slowly thawing menggunakan aliran udara hangat yang akan
menyebabkan suhu bahan baku dan produk menjadi meningkat.
Sedangkan cara lambat adalah dengan membungkus bahan baku dengan
plastik kemudian dialiri oleh air.
d. Penggilingan
Daging ayam dicincang sampai halus. Tujuan dari pencincangan ini
adalah pengecilan ukuran daging ayam hingga mencapai ukuran seragam
guna pembentukan emulsi pada produk sosis. Kemudian daging yang
telah digiling, ditimbang beratnya untuk memkudahkan pemberian
bumbu-bumbu.
e. Pemberian bumbu dan Pencampuran
Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah lada,
pal, bawang putih, gula dan garam. Jumlah dan variasi bumbu yang
digunakan tergantung selera, daerah dan aroma yang dikehendaki. Setelah
daging dicincang halu, bumbu-bumbu ditambahkan pada adonan daging
cincang kemudian dicampur hingga merata. Sluri dibuat dari bumbu-
bumbu dan garam menggunakan dua gelas air lalu dicampur merata.
Penambahan air bertujuan untuk memecah curing ingredients,
memfasilitasi proses pencampuran dan memberikan karakteristik tekstur
dan rasa pada produk sosis.
f. Emulsifikasi
Emulsifikasi adalah suatu system yang tidak stabil secara
termodinamik yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak
bercampur, satu diantaranya didispersikan sebagai globula-globula dalam
fase cair lain. Fase yang didispersikan disebut sebagai fase terdispersi dan
fase yang mendispersikan disebut sebagai fase kontinu.
Struktur produk daging misalnya sosis hati, frankfurter dan bologna
adalah contoh emulsi lemak dalam air. Lemak membentuk fase disperse
dari emulsi sedangkan air yang mengandung protein dan garam terlarut
membentuk fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak
sebagai pengemulsi mempunyai afinitas, baik terhadap air yaitu porsi
molekul hidrofilik , maupun terhadap lemak yaitu molekul hidrofobik.
Kapasitas protein dan air mengikat globula tau partikel-partikel lemak
di dalam suatu emulsi disebut kapasitas emulsi. Protein daging yang larut
dalam air, terutama adalah protein sarkosplasmik. Protein miofibrilar
merupakan agensia pengemulsi yang lebih efisien dan mempunyai
pengaruh terhadap peningkatan stabilitas emulsi yang lebih besar
dibandingkan protein daging lainnya, misalnya protein sarkoplasmik.
g. Stuffing
Stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis ke dalam
selongsong. Pengisisan adonan sosis ke dalam selongsong tergantung tipe
sosis, ukuran kemudahan proses, penyimpanan serta permintaan
konsumen.
h. Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi atau
mengeluarkan sbagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air
bahan dikurangi sampai batas agar mikroba tidak dapat tumbuh
didalamnya. Kadar air berpengaruh terhadap tekstur. Pengeringan bahan
pangan dengan sinar matahari dapat menurunkan kandungan air dan
menyebabkan pemekatan dari bahan-bahan yang ditinggal seperti
karbohidrat, lemak, protein sehingga bahan pangan memiliki kualitas
simpan yang lebih baik.
i. Pemasakan
Prosess pemasakan bertujuan agar daging sosis menjadi matang,
meningkatkan keempukan daging, meningkatkan kekompakan struktur
daging karena terjadi koagulasi protein dan dehidrasi sebagian untuk
memberika rasa dan aroma tertentu, memberikan warna yang lebih
menarik karena denaturasi mioglobin pembentukan nitrosihemokrom,
pasteurisasi sosis dan oleh karenanya memperpanjang masa simpan
produk sosis. Pemasakan dapat dilakukan dengan perebusan,
pengukusasn, pengasapan, maupun kombinasi dari ketiganya selama 45-
50 menit. Proses pemasakan sosis dengan pemanasan adalah memanaskan
produk sosis hingga suhu produk mencapai 65-700 C suhu ini cukup untuk
membunuh mikroba ynag terdapat didalamnya.
j. Cooling
Proses ini bertujuan untuk menjaga agar produk makanan teteap awet
dan mikroba pembusuk yang tidak mati ataupun sel vegetatiifnya menjadi
tidak aktif. Suhu chilling biasanya berkkisar antara 00 C-50 C bila terlalu
lebih dari 50 C dikuatirkan bakteri tetap bekerja dan bila kerja enzim dari
mikrobia pathogen maupiun pembusuk tetap aktif, maka akan
menyebabkan bahan pangan tersebut akan lebih cepat rusak, serta toksik
bahkan akan juga menyebabkan keracunan terhadap makanan tersebut.
k. Pengemasan
Beberapa syarat syarat bahan pengemas untuk bahan yang dibekukan
adalah sebagai berikut:
1. Harus mampu memberikan proteksi terhadap kemungkinan adanya
dehidrasi. Dalam keadaan udara kering (suhu dingin) bahan pangan
cenderung akan kehilangan air.
2. Adanya oksigen bagi produk beku akan mempercepat terjadinya
rancidity terutama bahan yang mengandung lemak sehingga bahan
pengemas mampu menghalang masuknya oksigen.
3. Bila terjadi dehidrasi dan oksidasi dalam bahan pangan yang dikemas
menyebabkan terjadinya freezeburn, permukaan bahan pangan akan
mengalami pemucatan warna dan kemunduran tekstur (bahan
pengemas mampu menghalangai penguapan bahan organic sehingga
aroma dan flavor bahan dapat dipertahankan).
4. Bagian dari wadah terluar dapat digunakan agar embun udara atmosfer
tidak meresap dalam wadah, bila terjadi peresapan uap air kedalam
bahan yang dikemas mengakibatkan pembekuan yang berlebihan
l. Penyimpanan
Faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan dalam pangan
meliputi:
1. Jenis dan bahan baku yang digunakan.
2. Metode dan keefektifan pengolahan.
3. Jenis dan keadaan kemasan.
4. P erlakuan mekanis yang cukup berat dalam produk yang dikemas
dala penyimpanan, dan distribusi dan juga pengaruh yang ditimbulkan
oleh suhu dan kelembaban penyimpanan.
Setiap sistem atau jenis bahan pangan dalam suatu kondisi naik
mempunyai daya simpan yang potensial, potensi ini dapat hilang dengan
cepat oleh perlakuan mekanis yang cukup berat. Pengemasan yang tidak
memadai dan kondisi penyimpanan yang jelek.
Penentuan kualitas sosis ynag difermentasi kini dilakukan dengan:
1. Pengukuran keasaman.
2. Kadar air.
3. Aw disamping uji organpoleptik.
Penggunaan kultur pemula dalam proses fermentasi membutuhkan
kondisi hygiene selam pengolahan karena kontaminasi kan sangat
berpengaruh pada proses fermentasi. Pertumbuhan jamur pada permukaan
sering dijumpai terjadi pada sosis yang diolah secara fermentasi dan
pertumbuhan ini diakibatkan oleh kondisi panas serta kelembaban dalam
ruang pemasakan.
BAB III
PENUTUP

Curing memiliki tiga tujuan utama, yaitu pengawetan (preservation), rasa


(flavor) dan warna (color). Curing daging membutuhkan garam yang merupakan
bahan pengawet pangan pertama digunakan manusia. Garam telah menjadi bahan
penting dalam pengawetan produk-produk peternakan dan perikanan. Pada tingkat
tertentu, garam mencegah pertumbuhan beberapa tipe bakteri yang bertanggung
jawab dalam pembusukan daging. Garam dapat mencegah pertumbuhan bakteri,
baik yang disebabkan oleh efek penghambat langsung dari bakteri maupun oleh
efek pengeringan yang dimiliki bakteri dalam daging.
Sebagai industri pengolahan makanan, keseluruhan proses yang terkait dengan
produk harus memenuhi standarisasi dari Balai POM, instansi - instansi pemerintah
terkait, dengan berpedoman pada GMP ( Good manufacturing Practices ). Menurut
Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus
mengandung protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat
maksimal 8%. Jika standar ini terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa sosis
merupakan makanan sumber protein.
Berikut beberapa tips dalam memilih sosis yang baik yaitu sebagai berikut:
a. Pilih yang masa kadaluwarsanya masih lama dan dipajang di suhu dingin
(refrigerator).
b. Pilih sosis yang bebas pewarna atau yang mengandung pewarna yang aman
untuk pangan (food grade). Jika anda membeli sosis ternyata daging sosisnya
berwarna merah terang, hindari membeli kembali merk tersebut karena bisa jadi
produsen menggunakan pewarna dalam jumlah berlebihan atau menggunakan
pewarna non pangan.
c. Amati penampakan sosis yang dikemas. Jika terlihat selaput atau lendir tipis
seperti susu disekitar sosis, sebaiknya jangan membeli sosis tersebut karena
kondisi ini mencirikan sosis yang mulai rusak.
d. Pilih sosis yang aromanya khas daging, tidak ada bau asam atau bau
menyimpang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amertaningtyas.2001. Kualitas Nuggets Daging Ayam Broiler dan Ayam Petelur
Afkir dengan menggunakan Tapioka dan Tapioka Modifikasi serta lama.
Dedi, Londong. 2012. Proses Pembuatan Sosis. www.proses-makanan-sosis.com.
Raharjo, S., J.N. sofos and G.R. Schmidt. 1993. Effect of Meat Curing Agents and
Phospates on Thiobarbituric Acid (TBA) Numbers of Ground Beef
Determined by the Aqueous Acid Extraction TBA-C18 Metyhod. Food Chem.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai