Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK PENGOLAHAN DAGING

Tanggal : 6 November 2012 Nama Dosen : M. Sriduresta s, S.Pt, M.Sc


Praktikum ke : 6 Nama Asisten : Hesti Indri P.
Angritia Voreza
Gita Try L.
Sindya Erti J. S.

KORNET

Oleh:
Yusuf Jafar Rizali
D14100064

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Daging merupakan salah satu bahan pangan yang menjadi sumber protein
hewani. Tingginya tingkat konsumsi daging disebabkan nilai gizi yang terkandung di
dalam daging lebih banyak bila dibandingkan dengan bahan pangan lainnya. Selain
itu, daging mempunyai asam amino essensial yang lebih lengkap bila dibandingkan
dengan protein yang berasal dari nabati.
Kornet merupakan salah satu jenis olahan daging yang disukai oleh
masyarakat Indonesia. Bahan baku kornet adalah daging, sehingga karakteristik dari
kornet itu sendiri menjadi mudah rusak, oleh karena itu diperlukan bahan pengawet
untuk memperpanjang masa simpannya. Selain itu, cara pengolahan dan
penyimpanan kornet sangat menentukan kualitasnya, sehingga sangat perlu bagi
praktikan untuk mengetahui prosedur pengolahan dan pembuatan kornet yang baik
dan benar.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui prosedur dalam pembuatan kornet,
serta mengetahui palatabilitas berdasarkan uji hedonik terhadap kornet yang telah
dibuat.
TINJAUAN PUSTAKA

Daging
Daging menurut SNI-01-3947-1995 adalah urat daging yang melekat pada
kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung dan telinga yang berasal dari
hewan sehat pada saat dipotong (Dewan Standarisasi Nasional, 1995). Daging
didefinisikan sebagai daging mentah atau flesh dari hewan yang digunakan sebagai
makanan. Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa daging merupakan bagan pangan
yang mudah rusak oleh mikroorganisme karena ketersediaan gizi di dalamnya yang
sangat mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme, terutama mikroba perusak.
Menurut Elveira (1988), daging sapi yang biasa digunakan untuk membuat bakso
adalah daging penutup (top side), gandik (silver side), dan lemusir (cube roll).
Penggunaan daging gandik menyebabkan bakso mempunyai kadar protein, daya iris
(shear WB), kecerahan dan kemerahan tertinggi, serta kadar lemak terendah
(Indarmono, 1987).

Curing
Curing adalah cara mengolah daging dengan menambahkan beberapa bahan
seperti garam (NaCl, natrium nitrit, dan natrium nitrat), gula (dekstrosa, sukrosa, atau
pati hidrolisis), serta bumbu. Curing bertujuan untuk mendapatkan warna daging
yang stabil, aroma, tekstur, dan kelezatan yang baik. Selain itu, curing juga untuk
mengurangi pengerutan daging selama diolah dan memperpanjang masa simpan
produk daging (Komariah et al., 2008).

Kornet
Kornet berasal dari bahasa Yunani yaitu corned yang berarti diawetkan atau
dicuring dengan garam. Kornet didefinisikan sebagai daging yang diawetkan dalam
kaleng. Kornet merupakan produk yang unik, karena pada mulanya kornet merupakan
hasil proses produksi dari pemisahan ekstraksi daging sapi, dengan cara dimasak
untuk memperoleh larutan yang berwarna cokelat dan mempunyai citarasa yang khas.
Residu pemasakan diiris-iris, diberi garam dan nitrat, dicampur dan dimasukkan ke
dalam kaleng untuk mengalami proses sterilisasi (Wilson et al., 1981). Kornet sapi
merupakan produksi emulsi yaitu campuran dari dua macam cairan atau lebih yang
tidak saling melarutkan (Kramlich, 1971).
Kornet merupakan salah satu jenis daging olahan yang berupa daging giling
kasar dengan bahan tambahan bahan pengisi dan bahan pengikat serta bumbu-bumbu
(Subyantoro, 1996). Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995), kornet umumnya
dibuat dari daging sapi, dan pembuatan kornet daging yang digunakan merupakan
potongan daging segar atau beku (yang telah memenuhi persyaratan dan peraturan
yang berlaku). Hadiwiyoto (1983), menyatakan bahwa kornet merupakan hasil olahan
daging sapi dengan kentang sebagai bahan pengikat serta bumbu-bumbu berupa
bawang merah, kaldu, garam, merica, dan natrium nitrit.

Bumbu
Menurut Forrest et al. (1975), penambahan bumbu dalam pembuatan produk
daging dimaksudkan untuk mengembangkan rasa dan aroma serta memperpanjang
umur simpan produk. Merica dan bawang putih sering digunakan dalam beberapa
resep produk daging olahan seperti sosis, bakso dan lain sebagainya. Tujuan utama
penambahan bumbu adalah untuk meningkatkan citarasa produk yang dihasilkan dan
sebagai bahan pengawet alami (Schmidt, 1988). Selain itu, bumbu juga mempunyai
pengaruh pengawetan terhadap produk daging olahan karena pada umumnya bumbu
mengandung zat yang bersifat bakteristatik dan antioksidan (Soeparno, 1998).
Merica adalah buah dari tanaman Piper nigrum L. dan memiliki rasa yang
sangat pedas (Pungent) dan berbau (aromatic). Rasa pedas dihasilkan oleh zat piperin
dan aroma sedap dihasilkan oleh terpen. Merica mengandung minyak essensial 1% -
2,7%. Bawang putih adalah umbi dari tanaman allium Sativum L. dan memiliki rasa
pedas (Pungent). Bawang putih mengandung sekitar 0,1% - 0,25% zat volatile, yaitu
alil sulfide yang terbentuk secara enzimatik ketika butiran umbi bawang putih
dihancurkan atau dipecah. Di dalam bawang putih juga terdapat S-(2-propenil)-L-
cistein sulfoksida yang merupakan prekursor utama dalam pembentukan alil
thiosulfat (allicin) (Reinnenccius, 1994).

Nitrit
Nitrit mempunyai empat fungsi utama yaitu agen bakteriostatik, antioksidan,
meningkatkan flavor dan memberikan warna merah muda daging curing (Romans et
al.,1994). Nitrit mampu menghambat pertumbuhan Clostridium botolinum
(mikroorganisme patogenik paling berbahaya yang mengkontaminasi daging cured)
(Soeparno, 1994). Kadar nitrit yang diizinkan pada produk akhir daging adalah 200
ppm. Penambahan nitrit akan meningkatkan flavor dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme (Asikin et al., 1986).
Fungsi nitrit adalah menstabilkan warna merah daging, membentuk
flavor yang khas, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan beracun,
sertamemperlambat terjadinya ketengikan. Jumlah nitrit yang diizinkan tersisa
padaproduk akhir adalah 50 ppm (mg/kg). Kemampuan nitrit dalam
mempertahankanwarna merah daging adalah dengan cara bereaksi dengan pigmen
mioglobin(pemberi warna merah daging) membentuk nitrosomioglobin berwarna
merah cerahyang bersifat stabil (Potter, 1996).

Garam Dapur (NaCl)


Sunarlim (1992) menyatakan bahwa hasil olahan daging biasanya
mengandung 2-3% garam. Aberle et al. (2000) menambahkan bahwa garam yang
ditambahkan pada daging yang digiling akan meningkatkan protein myofibril yang
terekstraksi. Protein ini memiliki perasaan penting sebagai pengemulsi. Fungsi garam
adalah menambahakan atau meningkatkan rasa dan memperpanjang umur simpan
produk.
MATERI DAN METODE

Materi
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah talenan, baskom, piring,
pengaduk, press cooker, sendok, kompor dan pisau. Bahan yang digunakan adalah
daging curing, garam, gula pasir, susu full cream, tomat, bawang merah, merica, pala
dan nitrit.

Prosedur
Daging curing dicuci dengan air hingga bersih. Selanjutnya daging direbus
bersamaan dengan pala dan merica menggunakan press cooker. Jika daging sudah
terasa empuk, air rebusan yang ada di press cooker dibuang. Kemudian daging
dicampur secara merata dengan susu full cream, irisan tomat, dan bawang merah
halus. Campuran tersebut diaduk hingga halus sampai air/susu yang ada di dalamnya
surut/kering. Setelah itu, kornet siap disajikan dan segera dilakukan uji organoleptik.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, telah diperoleh hasil organoleptik
sebagai berikut:

Uji mutu hedonik kornet kelompok 3 pada kelompok 3


No Parameter Panelis
1 2 3 4 5 6
1 Bau 2 2 2 2 3 2
2 Warna 4 3 3 3 3 3

Uji mutu hedonik kornet kelompok 7 pada kelompok 3


No Parameter Panelis
1 2 3 4 5 6 7
1 Bau 1 3 2 2 2 2 2
2 Warna 2 2 2 2 3 3 3

Uji hedonik daging curing basah 0,3 (bentuk daging potongan) kelompok 3
No Parameter Panelis
1 2 3 4 5 6
1 Bau 4 4 4 3 3 4
2 Warna 2 3 2 2 2 2
3 Tampilan 4 4 3 3 3 3
umum

Uji mutu hedonik daging curing basah 0,3 (bentuk daging potongan) kelompok 3
No Parameter Panelis
1 2 3 4 5 6
1 Bau 2 4 1 1 4 4
2 Warna 2 3 2 2 2 3

Uji hedonik kornet kelompok 3


No Parameter Panelis
1 2 3 4 5 6
1 Bau 2 2 3 3 3 3
2 Warna 3 3 3 2 2 3
3 Rasa 4 3 2 2 2 2
4 Tampilan umum 4 3 3 1 4 2
Uji hedonik kornet kelompok 7 pada kelompok 3
No Parameter Panelis
1 2 3 4 5 6 7
1 Bau 3 2 4 2 3 3 3
2 Warna 2 3 4 4 3 3 4
3 Rasa 3 2 3 2 2 3 2
4 Tampilan umum 2 3 2 2 3 3 2

Keterangan: (untuk uji hedonik)


1 : sangat suka 3 : netral 5 : sangat tidak suka
2 : suka 4 : tidak suka

Keterangan: (untuk uji mutu hedonik)


Warna
1 : coklat tua 3 : merah cerah 5 : merah tua
2 : coklat 4 : merah pucat
Bau
1 : bau daging segar 3 : tidak berbau 5: bau busuk
2 : bau daging 4 : bau busuk samar

Pembahasan
Kornet berasal dari bahasa Yunani yaitu corned yang berarti diawetkan atau
dicuring dengan garam. Kornet didefinisikan sebagai daging yang diawetkan dalam
kaleng. Kornet merupakan produk yang unik, karena pada mulanya kornet merupakan
hasil proses produksi dari pemisahan ekstraksi daging sapi, dengan cara dimasak
untuk memperoleh larutan yang berwarna cokelat dan mempunyai citarasa yang khas.
Residu pemasakan diiris-iris, diberi garam dan nitrat, dicampur dan dimasukkan ke
dalam kaleng untuk mengalami proses sterilisasi (Wilson et al., 1981). Kornet sapi
merupakan produksi emulsi yaitu campuran dari dua macam cairan atau lebih yang
tidak saling melarutkan (Kramlich, 1971).
Kornet merupakan salah satu jenis daging olahan yang berupa daging giling
kasar dengan bahan tambahan bahan pengisi dan bahan pengikat serta bumbu-bumbu
(Subyantoro, 1996). Menurut Dewan Standarisasi Nasional (1995), kornet umumnya
dibuat dari daging sapi, dan pembuatan kornet daging yang digunakan merupakan
potongan daging segar atau beku (yang telah memenuhi persyaratan dan peraturan
yang berlaku). Hadiwiyoto (1983), menyatakan bahwa kornet merupakan hasil olahan
daging sapi dengan kentang sebagai bahan pengikat serta bumbu-bumbu berupa
bawang merah, kaldu, garam, merica, dan natrium nitrit.
Curing adalah cara mengolah daging dengan menambahkan beberapa bahan
seperti garam (NaCl, natrium nitrit, dan natrium nitrat), gula (dekstrosa, sukrosa, atau
pati hidrolisis), serta bumbu. Curing bertujuan untuk mendapatkan warna daging
yang stabil, aroma, tekstur, dan kelezatan yang baik. Selain itu, curing juga untuk
mengurangi pengerutan daging selama diolah dan memperpanjang masa simpan
produk daging (Komariah et al., 2008). Curing dapat dilakukan secara kering (dry
curing) atau secara basah (wet curing). Curing kering dilakukan dengan cara
melumuri daging atau menggosok-gosok daging dengan garam curing. Curing basah
(wet curing atau dikenal juga sebagai brine curing) dilakukan dengan merendam
daging dalam larutan garam curing atau dengan menyuntikkan larutan garam curing
ke dalam daging dengan alat suntik khusus bertekanan, atau memompa garam curing
ke dalam pembuluh darah (arteri) dalam daging.
Garam nitrat dan nitrit pada umumnya sering digunakan pada proses curing
daging guna mendapatkan warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikrobia.
Mekanisme curing menurut Winarno (2002) adalah nitrit bereaksi dengan gugus
sulfhidril dan membentuk senyawa yang tidak dapat dimetabolisasi oleh mikroba
dalam kondisi anaerob. Pada daging, nitrit membentuk nitroksida yang dengan
pigmen daging akan membentuk nitrosomioglobin yang berwarna merah cerah.
Pembentukan nitrooksida dapat terlalu banyak jika hanya menggunakan garam nitrit,
oleh sebab itu biasanya digunakan campuran garam nitrat dan garam nitrit. Garam
nitrat akan tereduksi oleh bakteri nitrat menghasilkan nitrit. Fungsi dari nitrit adalah
menstabilkan warna dari jaringan untuk mengkontribusi karakter dari daging curing
untuk menghambat pertumbuhan dari racun makanan dan mikroorganisme pembusuk
menghambat ketengikan.
Penggunaan nitrit dan nitrat dalam makanan (terutama produk daging)
dibatasi karena ada efek meracuni dari zat tersebut. Akan tetapi, dari kedua senyawa
tersebut, nitrit yang lebih beracun dibandingkan nitrat. Nitrit akan bereaksi dengan
amino sekunder / tersier membentuk senyawa N-nitrosamin yang bersifat mutagen
dan karsinogen , selanjutnya nitrosamine menunjukkan aktifitas karsinogenik. Residu
nitrit yang tertinggal dalam produk akhir akan menimbulkan kematian bila melebihi
15-20mg /kg bobot badan yang mengkonsumsi. Nitrosamin adalah suatu kelompok
senyawa yang terbentuk dari interaksi antara nitrit dengan senyawa amin sekunder
atau tersier (Soeparno 1998).
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa


terdapat dua daging curing yang dapat digunakan untuk membuat kornet, yaitu
daging curing basah dan daging curing kering. Berdasarkn hasil uji organoleptik,
dapat disimpulkan bahwa kornet yang dibuat oleh kelompok 3 memiliki palatabilitas
yang cukup tinggi karena rata-rata nilai yang diberikan oleh panelis menunjukkan
bahwa kornet kelompok tiga cukup disukai.
DAFTAR PUSTAKA

Aberle, H. B. Forrest, J. C., E. D. Hendrick., M. D. Judge dan R. A. Merkel. 2001.


Principle of Meat Science. 4th Edit. Kendal/Hunt Publishing, Iowa.
Asikin, Z.A. Rastiwan, S. Ronisef dan Soehito. 1986. Kimia Organik. Widjaja,
Jakarta.Potter, N. 1996, Food Science. Published by Van Nostrand Reinhold
Co, New York.Romans, J.R., J.C. William, C.W. Carlos, L.G., Marion and
K.W. Jones. 1994. The Meat We Eat. 13rd Ed. Interstate Publishers Inc.
Danville. Illinois.Soeparno. 1994. Ilmu dan Taknologi daging. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan
Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Dewan Standarisasi Nasional (DSN). 1995. SNI 01-3775-1995. Corned beef dalam
kaleng. Standar Nasional Indonesia, Jakarta.
Dewan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3818, Bakso Daging. Dewan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Elveira, G. 1988. Pengaruh pelayuan daging sapi terhadap mutu bakso sapi. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Forrest, J. G., E. D. Alberle., H. B. Hendrick., M. D. Judge dan R. A. Merkel. 1975.
Principles of Meat Science. W. H. Freeman, San Fansisco.
Hadiwiyoto, S. 1994. Studi pengolahan dendeng dengan oven pengeringan rumah
tangga. Buletin Peternakan. 18 : 119-126.
Indarmono, T. P. 1987. Pengaruh lama pelayuan dan jenis daging karkas serta jumlah
es yang ditambahkan ke dalam adonan fisikokimia bakso sapi. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Komariah, Surajudin & Dwi Purnomo. 2008. Aneka Olahan Daging Sapi. Jakarta:
AgroMedia Pustaka.
Kramlich, W. E. 1971. Sausage Products. di dalam: Price, J. F. dan B. S. Schweigert
(2nd edition). The Science of Meat and Meat Products. W. H. Freeman and
Company.
Reinnenccius, G. 1994. Source Book of Flavours. 2nd Edition. Chapman and Hall,
New York.
Schmidt, G. R. 1988. Processing. Dalam: Cross, H. R. and A. J. Oberby. (Eds). Meat
Science, Milk Science and Technology. Elsevier Science Publishers, New
York.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.
Subyantoro, R. W. 1996. Pengaruh cara pengemasan suhu dan waktu penyimpanan
terhadap sifat fisik dan organoleptik corned beef dalam kemasan plastic
fleksibel. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor, Bogor.
Sunarlim, R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapi dan pengaruh penambahan
natrium klorida dan natrium tripolifosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi.
Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wilson, N. R. P., E. J. Dett, R. B. Hughes, and C. R. V. Jones. 1981. Meat and Meat
Product. Applied Science Publishers, New Jersey.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai