TINJAUAN PUSTAKA
1) Ambang Mutlak
Ambang mutlak yaitu jumlah benda perangsang terkecil yang dapat
menghasilkan kesan atau tanggapan. Misalnya konsentrasi yang terkecil dari larutan
garam yang dapat dibedakan rasanya dari cairan pelarutnya yaitu air murni. Pengukuran
ambang mutlak didasarkan pada konvensi bahwa setengah (50%) dari jumlah panelis
dapat mengenal atau dapat menyebutkan dengan tepat akan sifat sensoris yang dinilai.
2) Ambang Pengenalan
Ambang pengenalan juga disebut recognition threshold. Ambang pengenalan
dapat dikacaukan dengan ambang mutlak. Jika pada ambang mutlak mengenai kesan
yang mulai diperoleh atau dirasakan maka pada ambang pengenalan meliputi
pengenalan atau identifikasi jenis kesan (Mailgard 1999). Dalam hal ini jika kesan
kesan itu berupa rasa asin, misalnya rasa asin itu betul-betul mulai dapat diidentifikasi
oleh pencicip. Pada ambang mutlak mungkin rasa asin itu belum diidentifikasi dnegan
tepat, baru dapat diketahui adanya rasa yang berbeda denganbahan pelarutnya.
Perbedaan ini menyangkut juga metode pengukurannya yang berbeda dengan
ambang pengenalan dan ambang mutlak. Pengukuran ambang pengenlan didasarkan
pada 75% panelis dapt mengenali rangsangan. Jadi ambang pengenalan dapat
diidentifikasikan sebagai konsentrasi atau jumlah perbandingan terendah yang dapat
dikenali dengan betul.
3) Ambang Pembedaan
Ambang pembedaan juga disebut difference threshold,yang berbeda dengan
ambang pengenalan dan juga ambang mutlak. Ambang pembedaan merupakan
perbedaan terkecil dari rangsangan yang masih dapat dikenali. Besarnya ambang
pembedaan tergantung dari jenis rangsangan, jenis penginderaan dan besarnya
rangsangan itu sendiri. Ambang pembedaan menyangkut dua tingkat kesan rangsangan
yang sama. Jika dua rangsangan tersebut terlalu kecil bedanya maka akan menjadi tidak
dapat dikenali perbedaannya. Sebaliknya jika dua tingkat rangsangan itu terlalu besar
akan dengan mudah dikenali.
Difference threshold dapat ditentukan dengan menggunakan standar lebih dari
satu, biasanya sekitar empat standar. Masing-masing standar akan dibandingkan
dengan sampel-sampel pada interval konsentrasi tertentu. Perbedaan konsentrasi yang
dapat dideteksi dengan benar oleh 75% panelis adalah perbedaan konsentrasi yang
mencerminkan difference threshold (Kartika dkk 1988).
Ambang pembedaan berbeda besarnya tergantung dari beberapa faktor.
Disamping tergantung pada jenis rangsangan dan jenis penginderaan juga tergantung
pada besarnya rangsangan itu sendiri.
4) Ambang Batas
Ambang batas juga disebut terminal threshold yang merupakan rangsangan
terbesar yang jika kenaikan tingkat rangsangan dapat menaikan intensitas kesan.
Apabila pada ketiga ambang tersebut diatas diterapkan batas terendah maka pada
ambang batas diterapkan batas atas. Kemampuan manusia memperoleh kesan dari
adanya rangsangan tidak selamanya sebanding dengan besarnya rangsangan yang
diterima. Rangsangan yang terus menerus dinaikan pada suatu saat tidak akan
menghasilkan kenaikan intensitas kesan. Rangsangan terbesar jika kenaikan tingkat
rangsangan menaikkan intensitas kesan disebut ambang batas. Ambang batas juga bisa
ditentukan dngan menetapkan rangsangan terkecil yaitu jika kenaikan tingkat
rangsangan tidak lagi mempengaruhi btingkat intensitas kesan.
a. Senyawa Kimia
Berbagai senyawa kimia menimbulkan rasa yang berbeda. Rasa asam disebabkan
oleh donor proton, misalnya asam pada cuka, buah-buahan, sayuran, dan garam asam seperti
cream of tartar. Intensitas rasa tergantung pada ion H+ yang dihasilkan dari hidrolisis asam.
Rasa asin dihasilkan oleh garam-garam anorganik, yang umum adalah NaCl murni.
Rasa manis juga ditimbulkan oleh senyawa organikalifatik yang mengandung gugus OH
seperti alkohol, beberapa asam amino, aldehid, dan gliserol. Rasa pahit disebabkan oleh
alkaloid-alkaloid, misalnya kafein, teobromin, kuinon, glikosida, senyawa fenol seperti
naringin, garam-garam Mg NH4, dan Ca.
b. Suhu
Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap rangsangan rasa.
Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh dibawah 20C atau diatas 30C.
c. Konsentrasi
Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa
dirasakan. Batas ini disebut threshold, dan batas ini juga tidak sama pada setiap orang dan
threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Prosentase buta rasa pada
wanita adalah 22%,sedangkan pada pria 25-29%.
Ambang batas pengenalan (treshold) senyawa-senyawa pemberi sensasi rasa bervariasi antar
semuawa. Kisarannya bisa dari yang agak lemah seperti pada kemanisan sukrosa (3-fold),
keasinan garam NaCl yang menengah (80-fold) sampai dengan kepahitan kina yang sangat
kuat (200-fold). Sensitivitas lidah dipengaruhi oleh jumlah taste buds yang ada. Umumnya
sensitivitas alat pengecap semakin berkurang dengan bertambahnya usia (Wijaya, 2009).
Kepekaan terhadap rasa bervariasi tergantung dari substansi yang diuji. Sebagai contoh,
ambang mutlak untuk deteksi gula pasir (sukrosa, manis) adalah 0,02 M, sedangkan ambang
untuk sodium klorida (NaCl, asin) adalah 0,035 M, untuk asam hidroklorida (HCl, asam)
adalah 0,002 M, dan untuk kina (quninine sulfat, pahit) adalah 0,0000004 M. Perbedaan
ambang mutlak ini sampai 100.000 kali. Ambang rasa juga dipengaruhi oleh perbedaan suhu,
kepekaan terhadap NaCl; quinine sulfat menurun dengan meningkatnya suhu dengan kisaran
17-42C; serta kepekaan terhadap HCl tidak terpengaruh dan kepekaan terhadap rasa manis
meningkat (Setyaningsih, 2010).
2.3 Prinsip Uji Ambang Rasa
DAFPUS
Afrianto, E. 2008. Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan Jilid 2 untuk SMK. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Kartika, B dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : Universitas Gajah
Mada
Kartika, B., Pudji, H. dan Wahyu, S., (1987), Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,
Kirkwood BR, Sterne JA. 2007. Essential Medical Statistics. India : Replika Press.
Lawless, H, T and Heyman, H. 1998. Sensory Evaluation of Food: Principles and Pratices
Chapman and Hall. London.
Raharja, Sapta. 2010. Buku Pedoman Mata Kuliah Pengawasan Mutu TIP. Institut Pertanian
Bogor : Bogor
Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan
Agro. Bogor: IPB Press
Soekarto, S. T., 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan HasilPertanian.
Bogor : IPB-Press.
Arwangga, Aryanu Fahmi dkk. 2016.Analisis Kandungan Kafein Pada Kopi Di Desa Sesaot
NarmadaMenggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Kimia. Vol. 1. No. 10. Hal :
110-114
Clark, Stephany. 2009. The Sensory Evaluation of Dairy Products. New York: Springer
Science and Business Media.
Guyton dan Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Oktadiana, Fiona Drefin dkk. 2013. Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) untuk
Penurunan Kadar Kafein dan Perbaikan Citarasa Kopi (Coffea Sp) dalam Pembuatan Kopi
Bubuk. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. Vol. 1 No. 3 Hal : 265-273
Setyaningsih, Dwi. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.
Soekarto, T.S dan M. Hubeis. 1992. Petunjuk Laboratorium Metode Penilaian Inderawi.
Bogor: IPB Press.
Sunariani, Jenny., Yuliati., dan B. Aflah. 2007. Perbedaan Persepsi Pengecap
Rasa Asin antara Usia Subur dan Usia Lanjut. Majalah Ilmu Faal Indonesia. 6(3) : 182
191.
Weinberg, Alan. 2002. The Caffeine Advantage. New York: The Free Press.
Widyorini, Ragil., T. A. Prayitno., A. P. Yudha., B. A. Setiawan., dan B. Hari
Wicaksono. 2012. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat dan Suhu Pengempaan terhadap
Kualitas Papan Partikel dari Pelepah Nipah. Jurnal Ilmu Kehutanan. 4(1) : 61 70.
Wijaya, C. Hanny. 2009. Sensasi Rasa. Majalah Food Review Edisi Oktober
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.