Anda di halaman 1dari 6

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Ambang Rasa


Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran
atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima
alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental
(sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang
ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi,
menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan (Lawless 1998).
Threshold test merupakan katagori yang termasuk dalam tes analisis sensori dengan fungsi
yang spesifik yaitu untuk menentukan threshold. Threshold didefinisikan sebagai konsentrasi
terendah dimana suatu sensori dapat dideteksi. Uji threshold digunakan untuk menentukan ada
tidaknya komponen yang diinginkan atau tidak diinginkan dalam pangan (Clark, 2009).
Ambang rangsangan terdiri dari 4 macam yaitu :

1) Ambang Mutlak
Ambang mutlak yaitu jumlah benda perangsang terkecil yang dapat
menghasilkan kesan atau tanggapan. Misalnya konsentrasi yang terkecil dari larutan
garam yang dapat dibedakan rasanya dari cairan pelarutnya yaitu air murni. Pengukuran
ambang mutlak didasarkan pada konvensi bahwa setengah (50%) dari jumlah panelis
dapat mengenal atau dapat menyebutkan dengan tepat akan sifat sensoris yang dinilai.
2) Ambang Pengenalan
Ambang pengenalan juga disebut recognition threshold. Ambang pengenalan
dapat dikacaukan dengan ambang mutlak. Jika pada ambang mutlak mengenai kesan
yang mulai diperoleh atau dirasakan maka pada ambang pengenalan meliputi
pengenalan atau identifikasi jenis kesan (Mailgard 1999). Dalam hal ini jika kesan
kesan itu berupa rasa asin, misalnya rasa asin itu betul-betul mulai dapat diidentifikasi
oleh pencicip. Pada ambang mutlak mungkin rasa asin itu belum diidentifikasi dnegan
tepat, baru dapat diketahui adanya rasa yang berbeda denganbahan pelarutnya.
Perbedaan ini menyangkut juga metode pengukurannya yang berbeda dengan
ambang pengenalan dan ambang mutlak. Pengukuran ambang pengenlan didasarkan
pada 75% panelis dapt mengenali rangsangan. Jadi ambang pengenalan dapat
diidentifikasikan sebagai konsentrasi atau jumlah perbandingan terendah yang dapat
dikenali dengan betul.
3) Ambang Pembedaan
Ambang pembedaan juga disebut difference threshold,yang berbeda dengan
ambang pengenalan dan juga ambang mutlak. Ambang pembedaan merupakan
perbedaan terkecil dari rangsangan yang masih dapat dikenali. Besarnya ambang
pembedaan tergantung dari jenis rangsangan, jenis penginderaan dan besarnya
rangsangan itu sendiri. Ambang pembedaan menyangkut dua tingkat kesan rangsangan
yang sama. Jika dua rangsangan tersebut terlalu kecil bedanya maka akan menjadi tidak
dapat dikenali perbedaannya. Sebaliknya jika dua tingkat rangsangan itu terlalu besar
akan dengan mudah dikenali.
Difference threshold dapat ditentukan dengan menggunakan standar lebih dari
satu, biasanya sekitar empat standar. Masing-masing standar akan dibandingkan
dengan sampel-sampel pada interval konsentrasi tertentu. Perbedaan konsentrasi yang
dapat dideteksi dengan benar oleh 75% panelis adalah perbedaan konsentrasi yang
mencerminkan difference threshold (Kartika dkk 1988).
Ambang pembedaan berbeda besarnya tergantung dari beberapa faktor.
Disamping tergantung pada jenis rangsangan dan jenis penginderaan juga tergantung
pada besarnya rangsangan itu sendiri.
4) Ambang Batas
Ambang batas juga disebut terminal threshold yang merupakan rangsangan
terbesar yang jika kenaikan tingkat rangsangan dapat menaikan intensitas kesan.
Apabila pada ketiga ambang tersebut diatas diterapkan batas terendah maka pada
ambang batas diterapkan batas atas. Kemampuan manusia memperoleh kesan dari
adanya rangsangan tidak selamanya sebanding dengan besarnya rangsangan yang
diterima. Rangsangan yang terus menerus dinaikan pada suatu saat tidak akan
menghasilkan kenaikan intensitas kesan. Rangsangan terbesar jika kenaikan tingkat
rangsangan menaikkan intensitas kesan disebut ambang batas. Ambang batas juga bisa
ditentukan dngan menetapkan rangsangan terkecil yaitu jika kenaikan tingkat
rangsangan tidak lagi mempengaruhi btingkat intensitas kesan.

2.2 Faktor Penentu Ambang Rasa


Menurut Winarno (2004), rasa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
adalah

a. Senyawa Kimia
Berbagai senyawa kimia menimbulkan rasa yang berbeda. Rasa asam disebabkan
oleh donor proton, misalnya asam pada cuka, buah-buahan, sayuran, dan garam asam seperti
cream of tartar. Intensitas rasa tergantung pada ion H+ yang dihasilkan dari hidrolisis asam.

Rasa asin dihasilkan oleh garam-garam anorganik, yang umum adalah NaCl murni.
Rasa manis juga ditimbulkan oleh senyawa organikalifatik yang mengandung gugus OH
seperti alkohol, beberapa asam amino, aldehid, dan gliserol. Rasa pahit disebabkan oleh
alkaloid-alkaloid, misalnya kafein, teobromin, kuinon, glikosida, senyawa fenol seperti
naringin, garam-garam Mg NH4, dan Ca.

b. Suhu
Suhu mempengaruhi kemampuan kuncup cecapan untuk menangkap rangsangan rasa.
Sensitivitas terhadap rasa berkurang bila suhu tubuh dibawah 20C atau diatas 30C.

c. Konsentrasi
Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa
dirasakan. Batas ini disebut threshold, dan batas ini juga tidak sama pada setiap orang dan
threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Prosentase buta rasa pada
wanita adalah 22%,sedangkan pada pria 25-29%.

Ambang batas pengenalan (treshold) senyawa-senyawa pemberi sensasi rasa bervariasi antar
semuawa. Kisarannya bisa dari yang agak lemah seperti pada kemanisan sukrosa (3-fold),
keasinan garam NaCl yang menengah (80-fold) sampai dengan kepahitan kina yang sangat
kuat (200-fold). Sensitivitas lidah dipengaruhi oleh jumlah taste buds yang ada. Umumnya
sensitivitas alat pengecap semakin berkurang dengan bertambahnya usia (Wijaya, 2009).

Kepekaan terhadap rasa bervariasi tergantung dari substansi yang diuji. Sebagai contoh,
ambang mutlak untuk deteksi gula pasir (sukrosa, manis) adalah 0,02 M, sedangkan ambang
untuk sodium klorida (NaCl, asin) adalah 0,035 M, untuk asam hidroklorida (HCl, asam)
adalah 0,002 M, dan untuk kina (quninine sulfat, pahit) adalah 0,0000004 M. Perbedaan
ambang mutlak ini sampai 100.000 kali. Ambang rasa juga dipengaruhi oleh perbedaan suhu,
kepekaan terhadap NaCl; quinine sulfat menurun dengan meningkatnya suhu dengan kisaran
17-42C; serta kepekaan terhadap HCl tidak terpengaruh dan kepekaan terhadap rasa manis
meningkat (Setyaningsih, 2010).
2.3 Prinsip Uji Ambang Rasa

Penentuan threshold digunakan untuk menentukan tingkat konsentrasi terendah suatu


substansi yang masih dapat dideteksi (absolute treshold) atau perubahan konsentrasi terkecil
suatu substansi yang masih dapat dideteksi perubahannya (difference threshold). Metode ini
juga dapat digunakan untuk mengenal macam stimulus (recognition threshold), seperti asin,
manis atau asam (Afrianto, 2008). Recognition threshold umumnya lebih tinggi daripada
absolute threshold (Kartika, 1988).
Uji sensitivitas terdiriatasuji threshold, yang menuaskan para panelisuntukmendeteksi level
threshold suatuzatatauuntukmengenalisuatuzatpada level
tresholdnya.Ujilainnyaadalahujipelarutan(dilution test) yang
mengukurdalambentuklarutanjumlahterkecilsuatuzatdapatterdeteksi.Keduajenisuji di
atasdapatmenggunakanujipembedaanuntukmenentukan threshold ataubatasdeteksi (Anonima,
2006).

2.4 Manfaat mengetahui Ambang Rasa

Pentingnya dilakukan uji threshold menurut Afrianto (2008), untuk menentukan


tingkat konsentrasi terendah suatu substansi yang masih dapat dideteksi (absolute treshold)
atau perubahan konsentrasi terkecil suatu substansi yang masih dapat dideteksi
perubahannya (difference threshold), dan juga untuk mengenal macam stimulus
(recognition threshold), seperti asin, manis atau asam. Recognition threshold umumnya
lebih tinggi daripada absolute threshold (Kartika, 1988).
Pentingnya uji threshold dalam bidang teknologi pangan adalah pemeriksaan mutu
kualitas, pengendalian proses, dan pengembangan produk. Menurut Susiwi (2009), aplikasi
uji threshold adalah apabila kita akan membuat suatu formulasi baru untuk suatu produk
denga tingkatan konsentrasi yang berbeda maka dapat dilakukan uji threshold untuk dapat
mengetahui sejauh mana konsumen mengetahui perubahan pengenalan rangsangan yang
berasal dari produk baru yang akna dibuat. Sehingga begitu banyak aplikasi dan pentingnya
uji threshold bagi produk pangan hasil pertanian.

DAFPUS

Afrianto, E. 2008. Pengawasan Mutu Bahan / Produk Pangan Jilid 2 untuk SMK. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Kartika, B dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : Universitas Gajah
Mada

Kartika, B., Pudji, H. dan Wahyu, S., (1987), Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
Yogyakarta : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi,

Kirkwood BR, Sterne JA. 2007. Essential Medical Statistics. India : Replika Press.

Lawless, H, T and Heyman, H. 1998. Sensory Evaluation of Food: Principles and Pratices
Chapman and Hall. London.

Mailgard. 1999. Sensory Evaluation Tecniques. New York : CRC Press

Raharja, Sapta. 2010. Buku Pedoman Mata Kuliah Pengawasan Mutu TIP. Institut Pertanian
Bogor : Bogor

Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan
Agro. Bogor: IPB Press

Soekarto, S. T., 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan HasilPertanian.
Bogor : IPB-Press.

Susiwi. 2009. Handout Penilaian Oragnoleptik. FPMIPA. Universitas Pendidikan Indonesia.

Arwangga, Aryanu Fahmi dkk. 2016.Analisis Kandungan Kafein Pada Kopi Di Desa Sesaot
NarmadaMenggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Jurnal Kimia. Vol. 1. No. 10. Hal :
110-114

Clark, Stephany. 2009. The Sensory Evaluation of Dairy Products. New York: Springer
Science and Business Media.
Guyton dan Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Oktadiana, Fiona Drefin dkk. 2013. Pemanfaatan Nanas (Ananas Comosus L. Merr) untuk
Penurunan Kadar Kafein dan Perbaikan Citarasa Kopi (Coffea Sp) dalam Pembuatan Kopi
Bubuk. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. Vol. 1 No. 3 Hal : 265-273

Setyaningsih, Dwi. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press.
Soekarto, T.S dan M. Hubeis. 1992. Petunjuk Laboratorium Metode Penilaian Inderawi.
Bogor: IPB Press.
Sunariani, Jenny., Yuliati., dan B. Aflah. 2007. Perbedaan Persepsi Pengecap

Rasa Asin antara Usia Subur dan Usia Lanjut. Majalah Ilmu Faal Indonesia. 6(3) : 182
191.

Suswi S. 2009. Handout Regulasi Pangan : Penilaian Organoleptik. Jurusan

Pendidikan Kimia, Fakultas Pendidikan MIPA Universitas Pendidikan Indonesia :


Bandung.

Weinberg, Alan. 2002. The Caffeine Advantage. New York: The Free Press.
Widyorini, Ragil., T. A. Prayitno., A. P. Yudha., B. A. Setiawan., dan B. Hari

Wicaksono. 2012. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat dan Suhu Pengempaan terhadap
Kualitas Papan Partikel dari Pelepah Nipah. Jurnal Ilmu Kehutanan. 4(1) : 61 70.

Wijaya, C. Hanny. 2009. Sensasi Rasa. Majalah Food Review Edisi Oktober

2009. http://www.foodreview.co.id/login/preview.php?view&id=55764 diakses pada 3


Juni 2016.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai