Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN ST ELEVASI MIOKARD INFARK


(STEMI) DI RUANG INTENSIVE CARDIAC CARE UNIT
(ICCU) RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

disusun guna memenuhi tugas pada Program Studi Pendidikan


Profesi Ners Stase Keperawatan Gadar dan Kritis

oleh
Karina Diana Safitri, S.Kep.
NIM 132311101019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan keperawatan pada Tn. A dengan Stemi Anterior
Kelilip 1 di ruang ICCU telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal : 21 Maret 2018
Tempat: Ruang ICCU RSUP Sanglah Denpasar, Bali

Denpasar, 21 Maret 2018

Mahasiswa

Karina Diana Safitri, S.Kep


NIM 132311101019

Kepala Ruang/ CI Pembimbing Akademik,


Ruang ICCU RSUP Sanglah F.Kep Universitas Jember

(...........................................................) (........................................................)
NIP. NIP.
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KLIEN DENGAN STEMI DI RUANG ICCU
RSUP SANGLAH DENPASAR BALI
oleh : Karina Diana Safitri, S.Kep.

1. Kasus
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Pengertian
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung
secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner akibat proses degeneratif
maupun akibat banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan
enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari
pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya
benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen
dan akhirnya mati (Khair, 2011).
ST elevation myocardial infarction (STEMI) merupakan salah satu bentuk
sindroma koroner akut (SKA) yang merupakan satu subset akut dari penyakit
jantung koroner (PJK) (Firdaus I, 2012). SKA secara klinis mencakup angina
tidak stabil, infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI) dan infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) (Myrtha R, 2011). Sindrom
koroner akut tersebut akan menyebabkan perubahan gambaran EKG dari bentuk
normalnya.

Gambar 1. Gambaran EKG jantung STEMI


Gambar 2. Gambaran Normal EKG dan Sistem Elektrisitas yang Terjadi
Sedangkan perbedaan gambaran EKG normal dengan beberapa kelainan SKA
adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Perbedaan Gambaran EKG Normal Dengan Beberapa Kelainan SKA


Lokasi infark miokard akut dapat diketahui berdasarkan kerusakan pada
lokasi gambaran EKG seperti yang tertera pada tabel berikut:
Tabel 1. Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG menurut
Rokhaeni (2003)
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anteior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan a
VL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi
gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVI
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V
5-V6 (kadang-kadang I dan aVL)
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1
-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark

Gambar 4. Lokasi Infark Miokard berdasarkan Gambaran EKG

Sedangkan gambaran Miokard infark inferior dengan STEMI sebagai berikut:


Gambar 5. Gambaran Miokard Infark Inferior dengan STEMI
Tipe ini merupakan tipe serangan jantung yang paling berat
dan bersifat gawat darurat karena pada kelainan ini terjadi
sumbatan total secara tiba-tiba dari pembuluh darah koroner
yang memberikan suplay darah untuk otot-otot jantung. Karena
tidak mendapatkan suplay darah dimana membawa oksigen dan
nutrisi yang penting untuk kelangsungan hidupnya, otot-otot
jantung dapat mengalami kematian dan kerusakan. Kematian
otot jantung akan terus berkembang dan dalam 1 hari akan
mencapai seluruh ketebalan dinding jantung.

Gambar 6. Perluasan Kematian Otot Jantung


Gambar 7. Onset dan Perkembangan Kematian Otot Jantung dari
Hari ke Hari
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi
segmen ST. Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis
kelamin, dan lokasi miokard yang terkena. Bagi pria usia≥40 tahun, STEMI
ditegakkan jika diperoleh elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi
pasien berusia < 40 tahun (Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam
beberapa menit dan dapat berlangsung hingga lebih dari 2 minggu (Antman,
2005).

B. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok,
hipertensi, obesitas dan hiperlipidemia.
1. Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar
50%. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di
Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler
berhubungan dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004),
penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut
prematur di daerah Asia Selatan.

2. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg
atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah
sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri
hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis
terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya
kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya
kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).
3. Obesitas
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-
49% penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan
peningkatan indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT
> 25-30 kg/m2 dan obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah
obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini
juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar
trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik,
resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha, 2006).
4. Hiperlipidemia
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah
hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau
trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education
Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab
penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)
memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan
mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006)

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis STEMI menurut (Khair, 2011) adalah sebagai berikut:
1. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus - menerus tidak mereda,
bagian bawah sternum dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
2. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
3. Nyeri yang tajam dan berat yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah
menuju lengan (biasanya lengan kiri).
4. Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah kegiatan / bekerja atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
istirahat atau nitrogliserin (NTG).
5. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
6. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat,
pusing atau kepala ringan dan mual muntah.
7. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor
(menyimpulkan pengalaman nyeri)
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum, bisa
menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan pada
lengan.Penderita melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas atau
kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Rasa nyeri hebat sekali sehingga
penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Kulit terlihat pucat dan
berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan denyut nadi
cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal
selama beberapa jam atau beberapa hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan
darah kembali normal. Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara
jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah
anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-
otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas
suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda
disfungsi ventrikel jantung (Antman, 2005).
Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum
yang terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke
leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di
dada. IMA sering didahului oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50%
pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari,
jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak
berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien
juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai 30%)
IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien
dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut (Robbins
SL, Cotran RS, Kumar V, 2007; Sudoyo AW dkk, 2010).
Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien
dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang
biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk,
atau seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada
angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan
berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau
epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi
pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan
kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2010).
Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan
ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan
keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien
dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan
diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien
menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam
pertama STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior memiliki manifestasi
hiperaktivitas sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50%
pasien dengan infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardi
dan/atau hipotensi).
Impuls apical pada pasien dengan STEMI mungkin sulit untuk dipalpasi.
Tanda fisik dari disfungsi ventrikel lain antara adanya S3 dan S4, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama, dan paradoxical splitting dari S2. Selain itu juga
sering terjadi penurunan volume pulsasi carotis, yang menunjukkan adanya
penurunan stroke volume. Peningkatan temperature tubuh di atas 38 0C mungkin
ditemukan selama satu minggu post STEMI.
D. Patofisologi
Beberapa faktor risiko seperti merokok dan tingginya kadar glukosa darah
dapat meningkatkan viskositas darah dan menyebabkan lambatnya pembuluh
darah. Akibatnya terbentuk bekuan darah/ thrombus dalam pembuluh darah.
Selain itu, faktor lain seperti obesitas dan alcohol menyebabkan penimbunan
lemak pada pembuluh darah. Timbunan lemak tersebut akan menimbulkan plak-
plak pada lumen pembuluh darah dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya,
terjadi aterosklerosis, spasme pembuluh darah, dan emboli koroner. Kondisi
tersebut menyebabkan suplai oksigen O2 menurun hingga terjadilah iskemia
jaringan. Penurunan suplai oksigen menyebabkan penurunan metabolisme
anaerob. Akibatnya terbentuklah produksi asam laktat dan defisiensi ATP.
Akumulasi asam laktat menyebabkan terjadinya iskemia >20 menit dan berlanjut
ke asidosis. Hal tersebut menghambat glikolisis dan defisiensi ATP. Akibatnya
terjadi kerusakan sel irreversible sehingga menyebabkan infark.
Kerusakan sel irreversible juga mengakibatkan peningkatan enzim yang
dilepaskan ke plasma. Hal tersebut ditunjukkan dengan peningkatan CK, SGOT,
dan LDH. Defisiensi ATP juga menyebabkan kerusakan systolic pumping action
ventrikel dan kongesti pada sirkulasi pulmonal. Akibatnya, pasien akan merasakan
dispneu dan takipneu sehingga menyebabkan masalah ketidakefektifan pola
napas. Defisiensi ATP selain menyebabkan kerusakan irreversible juga
menyebabkan kerusakan sel reversible sehingga menyebabkan stimulasi
nosiseptor dan menimbulkan aktivasi sistem saraf simpatik dan muncul takikardi.
Akibatnya pasien menjadi cemas, mual, dan gangguan kardiorespirasi. Stimulasi
nosiseptor juga menyebabkan nyeri dada sehingga menimbulkan gejala angina
pectoris (Silbernargl & Lang, 2000).
Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri
koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit
sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan
oklusi koroner tergantung pada
a. daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi
b. apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak
c. durasi oklusi koroner
d. kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan
yang terkena
e. kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara
tiba-tiba
f. faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan
g. keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri
koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.

E. Prognosis ST elevation myocardial infarction (STEMI)


Pada saat melakukan diagnosis kasus sindrom koroneri akut, prognosis
pasien juga perlu dipertimbangkan. Saat ini, salah satu sistem skoring yang sering
digunakan adalah TIMI Score (Thrombolysis in Myocardial Infarction (TIMI).
Skor TIMI berbeda antara kasus STEMI (ST-elevation myocardial infarction)
dengan kasus NSTEMI (non ST-elevation myocardial infarction). Pada kasus N-
STEMI, sebelumnya kita perlu perhatikan tanda dan gejala berupa: nyeri dada
iskemi pada saat istirahat dalam 24 jam terakhir, dengan disertai bukti penyakit
jantung koroner (dapat berupa deviasi segmen ST atau peningkatan penanda
enzim jantung). Berikut adalah beberapa metode untuk menentukan klasinfikasi
dari IMA (Sudoyo, 2010):
1. Klasifikasi Killip: berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana, S3
gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik

Tabel 2. Klasifikasi Killip


2. Klasifikasi Forrester: berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung
dan Pulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP)
Tabel 3. Klasifikasi Forrester

3. TIMI risk score: adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI
yang mendapat terapi fibrinolitik
Tabel 4. TIMI risk score
F. Komplikasi ST elevation myocardial infarction (STEMI)
1. Disfungsi ventrikel
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan
ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini
dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi
infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada
zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan
lokasi infark.
2. Gagal pemompaan (pump failure)
Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.
Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat
gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi
jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Aritmia
Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal.
Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,
iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.
4. Gagal jantung kongestif
Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena
pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan
mengakibatkan kongesti vena sistemik.
5. Syok kardiogenik
Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang
massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran
setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan
manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner,
peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan
hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.
6. Edema paru akut
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya
kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui
dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat
berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang
berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil
oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku
dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi
hipoksia berat.
7. Disfungsi otot papilaris
Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam
atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde
dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan
aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena
pulmonalis.

G. Pemeriksaan penunjang
Kriteria World Health Organization (WHO) diagnosis IMA dapat
ditentukan antara lain dengan: 2 dari 3 kriteria yang harus dipenuhi, yaitu
adanya riwayat nyeri dada dan penjalarannya yang berkepanjangan (lebih dari
30 menit), perubahan EKG, peningkatan aktivitas enzim jantung (Nawawi et.
al., 2006).
1. Pemeriksaan Enzim jantung
a. CK (Creatini Kinase) : Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung
meningkat pada 3-6 jam memuncak dalam 12-24 jam, kembali
normal dalam 36-48 jam (3-5 hari).
b. CK-MB: meningkat antara 2-4 jam, memuncak pada 12-20 jam dan
kembali normal pada 48-72 jam
c. LDH (laktat dehidrogenase), LDH1, dan LDH2 : Meningkat dalam
24 jam dan memakan waktu lama untuk kembali normal
d. AST (/SGOT : Meningkat
2. Elektrokardiogram
a. Perubahan EKG yang terjadi selama infark akut yaitu gelombang Q
nyata, elevasi segmen ST, dan gelombang T terbalik
b. ST elevasi miokard infark: hiperakut T, elevasi segmen ST,
gelombang Q inversi gelombang T. (Rani, et. al., 2006)
c. Angina pektoris tak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu ada
nyeri, tidak dijumpai gelombang Q
d. Non ST elevasi miokard infark: depresi segmen ST, inversi
gelombang T dalam.

Gambar 8. Gambaran EKG ST Elevasi Infark Miokard

3. Tes Treadmill Atau Exercise Stress Testing (uji latih jantung dengan
bebean)
Exercise testing merupakan salah satu tes yang paling sering dilakukan
untuk mendiagnosis apakah seseorang terkena menderita penyakit
jantung dan juga untuk menstratifikasi berat ringannya penyakit
jantung. Selain itu tes treadmill juga dapat dipakai untuk mengukur
kapasitas jantung, gangguan irama, dan lain-lain.
4. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara
ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat
menilai fungsi jantung.
5. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang
disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat adanya
penyempitan diarteri koroner.
6. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X
yang menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor
yang mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem
komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
7. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu
kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan
gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla)
untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
8. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien,
kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau kamera
positron, sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola organ
yang memancarkan sinar gamma. (Kabo, 2008).

H. Penatalaksanaan
a. Pre Hospital
Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar
tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi
elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar
kematian di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel
mendadak, yang sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala.
Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen
utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :
b. Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis
1) Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan
tindakan resusitasi
2) Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf
medis dokter dan perawat yang terlatih
3) Terapi REPERFUSI
Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang
dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada,
identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera,
triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
c. Hospital
1) Aktivitas
Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal
infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien
dengan STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam
pertama. Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus
didukung untuk untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung
kaki mereka ke sisi tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam
pertama. Latihan ini bermanfaat secara psikologis dan biasanya
menurunkan tekanan kapiler paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan
komplikasi lain, pasien dapat berjalan-jalan di ruangan dengan durasi
dan frekuensi yang ditingkatkan secara bertahap pada hari kedua atau
ketiga. Pada hari ketiga, pasien harus sudah dapat berjalan 185 m
minimal tiga kali sehari.
2) Diet
Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien
hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam
pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol ±
300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori
total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat
tetapi rendah natrium.
3) Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri
seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien
mengalami konstipasi
d. Farmakoterapi
1) Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4
mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan
oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena
infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus
berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat
diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat
harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau
pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan.
2) Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan
dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada
pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui
penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah
jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek
vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat
tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat
diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.

3) Aspirin
Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai
STEMI dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai
dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD.
Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
4) Beta-adrenoreceptor blocker
Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki
hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan
ukuran infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia.
5) Terapi reperfusi
Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi
lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI)
yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat
melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).
e. Tindakan Operatif
1. Percutaneous Coronary Interventions (PCI)
Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa
didahului fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama
infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolitik dalam
membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome
klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik (Sudoyo, 2010 &
Fauci, et al., 2010). PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik
(terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala
sudah ada sekurangkurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur
dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun, PCI lebih
mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.

PATHWAY

Modified Risk Factor: merokok, alkohol,


hipertensi, akumulasi lipid

Arterosklerosis, trombois, konstriksi arteri koronaris,


spasme pembuluh darah, & emboli koroner

Suplai O2 menurun: Iskemia anoksia

Metabolisme anaerob

Produksi asam laktat+defisiensi ATP

Akumulasi asam laktat: iskemia Kerusakan sel reversibel Stimulasi nosiseptor


> 20 menit

Gejala angina pektoris: nyeri


Aktivasi sistem saraf
asidosis EKG: ST elevasi dada
simpati muncul
atau depresi takikardia,
berkeringat,
Menghambat glikolisis Nyeri akut

Ansietas Mual
PCI
defisiensi ATP meningkat Kerusakan systolic pumping
action ventrikel

Kerusakan sel irreversibel Insisi arteri


Kongesti pada sirkulasi
pulmonal Risiko Risiko
Peningkatan enzim yang
infeksi perdarahan
dilepaskan ke plasma infarksi
Penurunan
Dipsnea atau curah jantung
Peningkatan CK, SGOT,
LDH1 takipnea
Gangguan
Ketidakefektifan pola kardiorespirasi
nafas Intoleransi aktivitas
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian:
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pad aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur
sampai duduk/berdiri
2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
5) Friksi; dicurigai perikarditis.
6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
7) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
8) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari
(nokturia), diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen
(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan
mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan
atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku
melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot,
kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala: Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung,
misalnya : penyekat saluran kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
13. Pemeriksaan Fisik
1) (B1) Breath
Pada Inspeksi pernapasan berapa kali dalam satu menit, apa ada
rektraksi otot – otot bantu pernapasan, pada Auskultasi adakah suara
nafas tambahan ronchi atau wheezing.
2) (B2) Blood
Perlu dilakukan apakah ada penurunan kadar Hb, Ht, dan leukosit,
ketidakstabilan tekanan darah, nadi, distensi vena jugularis, adanya
suara jantung P2, S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat
dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
3) (B3) Brain
Status mental dan emosi: Kaji apakah ada perubahan status mental
pada klien, disorientasi, kestabilan emosi.
Fungsi psikomotor: apakah pasien mengalami kelemahan pada
ekstremitas atas dan bawah.
Psikosensori: apakah penglihatan mengalami gangguan, reflek pupil
dan kesimetrisan.
4) (B4) Bladder
Kaji apakah terjadi nokturia (rasa ingin kencing di malam hari),
terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat
istirahat. Kaji pula apakah perlu dilakukan pemasangan kateter
terkait dengan kelelahan yang dialami oleh klien ADHF.
5) (B5) Bowel
Biasanya tidak mengalami gangguan buang air besar.
6) (B6) Bone
Adanya keterbatasan aktivitas akibat nyeri yang timbul serta
kelelahan dan apakah mengalami gangguan ekstremitas atas maupun
ekstremitas bawah.
14. Riwayat psikologis
Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah tanggapan pasien mengenai
penyakitnya dan bagaimana hubungan pasien dengan orang lain serta
semangat dan keyakinan pasien untuk sembuh

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Nanda (2015), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah
sebagai berikut:
1) Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi
arteri koroner
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,
konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
otot infark, kerusakan struktural
3) Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema
paru akut
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan
miokard, efek obat depresan jantung
5) Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kematian
3. Intervensi Keperawatan
No.
Diagnosa Keperawatan
Dx

1. Nyeri Akut Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual ataupun potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan (Internasional Assosiation fot the Study
of Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi.

Kadang- Secara
Jarang Sering
Tidak pernah kadang konsisten
menunjuk menunjuk
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil menunjukkan menunjukka menunjuk
kan kan
n kan

1 2 3 4 5

1605 Mengenali kapan nyeri


160502
terjadi
Menggambarkan faktor
Kontrol 160501
penyebab
Nyeri
Menggunakan tindakan
160504 pengurangan nyeri tanpa
analgesik
Menggunakan analgesik
160505
yang di rekomendasikan
160513 Melaporkan perubahan
terhadap gejala nyeri pada
profesional kesehatan
Mengenali apa yang terkait
160511 dengan gejala nyeri

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5

2102 Tingkat 210201 Nyeri yang dilaporkan


nyeri
210204 Panjangnya periode nyeri

Menggosok area yang


210221
terkena dampak
210217 Mengerang dan menangis

210206 Ekspresi nyeri wajah

210208 Tidak bisa beristirahat

210224 Mengerinyit

Mengeluarkan keringat
210225
berlebih
210218 Mondar mandir

210219 Focus menyempit

210209 Ketegangan otot

210215 Kehilangan nafsu makan

210227 Mual
210228 Intoleransi makanan

No. NIC Intervensi Rasional

1400 Manajeme 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onsert/durasi, Membantu pasien
n nyeri frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. untuk mengenal
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada merek yang nyeri dan
tidak dapat berkomunikasi secara efektif mengurangi nyerinya
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat dalam bentuk
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri nonfamakologis
5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya: tidur, nafsu maupun
makan, performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab peran) farmakologis.
6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan
dan antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis, relaksasi,bimbingan
antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas, akupresur, aplikasi panas/dingin dan
pijatan)
9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.
6482 Manajeme 1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan yang Memanipulasi
n optimal. lingkungan pasien
lingkungan 2. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat untuk mendapatkan
: 3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung kenyamanan yang
kenyaman 4. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih optimal
an 5. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi selang,
balutan yang tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu.
6. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan
No.D
Diagnosa Keperawatan
x
2. Penurunan curah jantung Definisi : Ketidakadekuatan darah yang dipompa oleh jantung untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil berat
1 2 3 4 5
0400 Keefektifan 040001 Tekanan darah sistol
pompa Tekanan darah diastol
040002
jantung
040003 Denyut jantung apikal
040004 Indeks jantung
040005 Fraksi ejeksi
040006 Denyut nadi perifer
040007 Ukuran jantung
040020 Urin output
Keseimbangan intake dan
040022
output dalam 24 jam
040025 Tekanan vena sentral
040009 Distensi vena leher
040010 Disritmia
040011 Suara jantung abnormal
040012 Angina
040013 Edema perifer
040014 Edema paru
040015 Diaforesis
040016 Mual
040017 Kelelahan
040023 Dyspnea pada saat istirahat
Dyspnea dengan aktivitas
040026
ringan
040024 Peningkatan berat badan
040027 Asites
040028 Hepatomegali
040029 Gangguan kognisi
040030 Intoleransi aktivitas
040031 Pucat
040026 Sianosis
040027 Wajah kemerahan
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
0401 Status 040101 Tekanan darah sistol
sirkulasi Tekanan darah diastol
040102
040103 Tekanan nadi
040104 Tekanan darah rata-rata
040105 Tekanan vena sentral
040106 Tekanan baji paru
040141 Kekuatan nadi karotis kanan
040142 Kekuatan nadi karotis kiri
040143 Kekuatan nadi brakialis kanan
040144 Kekuatan nadi brakialis kiri
040145 Kekuatan nadi radialis kanan
040146 Kekuatan nadi radialis kiri
Kekuatan nadi femoralis
040147
kanan
040148 Kekuatan nadi femoralis kiri
Kekuatan nadi dorsalis pedis
040149
kanan
Kekuatan nadi dorsalis pedis
040150
kiri
PaO2 (tekanan parsial oksigen
040135
dalam darah arteri)
PaCO2 (tekanan parsial
040136 karbondioksida dalam darah
arteri)
040137 Saturasi oksigen
040112 Perbedaan oksigen arteri-vena
040140 Urin output
040151 Capillary refill
040107 Hipotensi ortostatik
040113 Suara nafas tambahan
040118 Bising pembuluh darah besar
040119 Distensi vena leher
040120 Edema perifer
040121 Asites
040123 Kelelahan
040152 Peningkatan berat badan
040153 Gangguan kognisi
040154 Wajah pucat
Kemerahan pada kaki akibat
040155
posisi kaki tergantung
040156 Klaudikasi intermiten
040157 Penurunan suhu kulit
040158 Paresthesia
040159 Pingsan
040160 Pitting edema
040161 Luka ekstremitas bawah
040162 Mati rasa
No. NIC Intervensi Rasional
4040 Perawatan 1. Instruksikan pasien tentang pentingnya untuk segera melaporkan bila merasakan nyeri dada Membantu klien
jantung 2. Catat tanda dan gejala adanya penurunan curah jantung mengetahui tanda dan
3. Dokumentasikan disritmia jantung gejala penurunan
4. Evaluasi perubahan tekanan darah curah jantung
5. Monitor toleransi aktivitas klien
6. Lakukan terapi relaksasi
7. Monitor tanda-tanda vital secara rutin
4044 Perawatan 1. Evaluasi nyeri dada (intensitas, lokasi, radiasi, durasi, faktor pemicu, dan yang Membantu klien
jantung: akut mengurangi) melakukan perawatan
2. Instruksikan pasien akan pentingnya melaporkan segera jika merasakan ketidaknyamanan jantung
di bagian dada
3. Auskultasi suara jantung
4. Monitor irama jantung dan kecepatan denyut jantung
5. Monitor EKG sebagaimana mestinya, apakah terdapat perubahan segmen ST
6. Auskultasi paru-paru, adakah ronkhi atau suara tambahan lain
7. Monitor efektivitas terapi oksigen, sebagaimana mestinya
4150 Pengaturan 1. Lakukan penilaian komprehensif terhadap status hemodinamik Membantu klien
hemodinamik 2. Kurangi kecemasan dengan memberikan informasi yang akurat dan perbaiki setiap mengurangi
kesalahpahaman kecemasan dengan
3. Jelaskan tujuan perawatan dan bagaimana kemajuan akan diukur menjelaskan tujuan
4. Tentukan status perfusi (apakah pasien terasa dingin, suam-suam kuku atau hangat?) perawatan
5. Lakukan auskultasi pada jantung
6. Monitor dan catat tekanan darah, denyut jantung, irama, dan denyut nadi
7. Monitor resistensi sistemik pembuluh darah dan paru
4210 Monitor 1. Bantu dengan memasukkan dan melepaskan selang invasif Membantu klien
hemodinamik 2. Memonitor denyut jantung dan ritme melakukan
invasif 3. Monitor gelombang hemodinamik untuk perubahan fungsi kardiovaskular pembatasan gerak
4. Bantu dengan tes allen untuk mengevaluasi sirkulasi collateral ulnar sebelum kanulasi
arteri radial, jika tepat
5. Bantu dengan pemeriksaan x-ray dada setelah memasukkan kateter pulmonar
6. Monitor dyspneu, kelelahan, takipneu, dan orthopneu
7. Instruksikan pasien akan pembatasan aktivitas saat kateter berada di tempatnya
No.D
Diagnosa Keperawatan
x
3. Ketidakefektifan pola nafas Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
adekuat
Deviasi
Deviasi
Deviasi yang Deviasi Tidak
ringan
berat dari cukup sedang dari adadeviasi
dari
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil kisaran berat dari kisaran dari kisaran
kisaran
normal kisaran normal normal
normal
normal
1 2 3 4 5
0415 Status 041501 Frekuensi pernafasan
pernafasan Irama pernafasan
041502
041504 Suara auskultasi nafas
041508 Saturasi oksigen
Sangat Berat Berat Cukup Ringan Tidak ada
1 2 3 4 5
0403 Status 040309 Penggunaan alat bantu nafas
pernafasan: 040310 Suara nafas tambahan
ventilasi Pernafasan dengan bibir
040312
mengerucut
040313 Dispnea saat istirahat
040314 Dispnea saat latihan
No. NIC Intervensi Rasional
3140 Manajemen 1. Posisikan pasien untuk maksimalkan ventilasi Menjaga jalan nafas pasien
jalan nafas 2. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedotan tetap paten
lendir
3. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
4. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan,sebagaimana mestinya
3320 Terapi 1. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier Membantu pemenuhan
oksigen 2. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan kebutuhan oksigen pasien
3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor kemampuan pasien untuk mentolerir pengangkatan oksigen saat makan
5. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
3350 Monitor 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas Memantau pemenuhan
pernafasan 2. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi oksigen pasien
3. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti SaO 2, SvO2, SpO2) sesuai
dengan protokol yang ada
4. Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas tersebut
5. Monitor hasil foto thoraks
No.D
Diagnosa Keperawatan
x
4. Intoleransi Aktivitas Definisi : Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari_hari yang
harus atau yang ingin dilakukan
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu
1 2 3 4 5
0005 Frekuensi nadi ketika
000502
beraktivitas
Frekuensi pernapasan ketika
Toleransi 000503
beraktivitas
Terhadap 000516 Kekuatan tubuh bagian atas
Aktivitas
000517 Kekuatan tubuh bagian bawah
Kemudahan dalam melakukan
000518
Aktivitas Hidup Harian/ADL
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu Terganggu
1 2 3 4 5
0001 Daya Tahan 000102 Aktivitas fisik
000106 Daya tahan otot
000113 Hemoglobin
000114 Hematokrit
000115 Glukosa darah
No. NIC Intervensi Rasional
4310 Terapi 1. Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan dalam level ativitas tertentu Membantu klien memilih
Aktivitas 2. Bantu dengan aktivitas fisik secara teratur ( misalnya ambulasi, berpindah, berputar, dan makanan yang mampu
kebersihan diri) sesuai dengan kebutuhan memenuhi kebutuhan
3. Ciptakan lingkungan yang aman untuk dapat melauka pergerakan otot secara berkala sesuai metabolik.
dengan indikasi
4. Monitor respon emosi, fisik, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas
0180 Manajemen 1. Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan sesuai dengan konteks usia dan Membantu klien memilih
Energi perkembangan makanan yang mampu
2. Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal mengenai keterbatasan yang memenuhi kebutuhan
dialami metabolik
3. Tentukan persepsi pasien/orang terdekat dengan pasien mengenai penyebab kelelahan
4. Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat
5. Monitor lokasi dan sumber ketidaknyamanan/nyeri yang dialami pasien selama aktivitas.
6. Lakukan ROM pasif/aktif Untuk menghilangkan ketegangan otot.
No.Dx Diagnosa Keperawatan
5. Ansietas Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan
individu akan adanya bahaya dan kemampuan individu untuk bertindak
menghadapi ancaman.
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil berat
1 2 3 4 5
1211 Tingkat 121101 Tidak dapat beristirahat
Kecemasan 121102 Berjalan mondar mandir
121103 Meremas-remas tangan
121104 Distres
121105 Perasaan gelisah
121106 Otot tegang
121107 Wajah tegang
121108 Iritabilitas
121109 Tidak bisa mengambil
keputusan
121110 Mengeluarkan rasa marah
secara berlebih
121111 Masalah perilaku
121112 Kesulitan berkonsentrasi
121113 Kesulitan dalam
belajar/memahami sesuatu
121114 Kesulitan dalam penyelesaian
masalah
121115 Serangan panik
121116 Rasa takut yang disampaikan
secara lisan
121117 Rasa cemas yang
disampaikan secara lisan
121118 Perhatian yang berlebih
terhadap kejadian-kejadian
dalam hidup
121119 Peningkatan tekanan darah
121120 Peningkatan tekanan nadi
121121 Peningkatan frekuensi
pernapasan
121122 Dilatasi pupil
121123 Berkeringat dingin
121124 Pusing
121125 Fatique
121126 Penurunan produktifitas
121127 Penurunan prestasi sekolah
121128 Menarik diri
121129 Gangguan tidur
121130 Perubahan pada pola buang
air besar
121131 Perubahan pada pola makan
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
1216 Tingkat 121601 Menghindari situasi sosial
Kecemasan 121602 Menghidari orang yang tidak
Sosial dikenal
121603 Menghindari pergi keluar
rumah
121604 Antisipasi cemas pada situasi
sosial
121605 Antisipasi cemas dalam
menghadapi orang yang tidak
dikenal
121606 Respon aktivasi sistem saraf
simpatis
121607 Persepsi diri yang negatif
pada ketrampilan sosial
121608 Persepsi diri yang negatif
terhadap penerimaan oleh
orang lain
121609 Takut diawasi orang lain
121610 Takut berinteraksi dengan
anggota jenis kelamin yang
berbeda
121611 Takut berinteraksi dengan
orang yang lebih unggul
121612 Tidak nyaman selama
menghadapi sosial
121613 Tidak nyaman dengan
perubahan yang rutin
121614 Memperhatikan tentang
penilaian orang lain setelah
pertemuan sosial
121615 Gejala panik dalam situasi
sosial
121616 Gangguan dengan fungsi
peran
121617 Gangguan dengan hubungan
No. NIC Intervensi Rasional
5820 Pengurangan 1) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan Membuat klien merasa
kecemasan 2) Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan nyaman dan mampu
3) Jelaskan semua prosedur termasuk senasi yang dirasakan mengontrol kecemasan
4) Pahami situasi krisis yang terjadi dari persepsi klien
5) Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan dan prognosis
6) Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat
7) Ciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatkan kepercayaan
8) Dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai
9) Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
5230 Peningkatan 1) Bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang tepat Membantu klien dalam
koping 2) Bantu pasien untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif menangani kecemasan
3) Sediakan informasi yang aktual mengenai diagnosis, penanganan, dan prognosis
4) Evaluasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan
5) Dukung aktivitas-aktivitas sosial dan komunitas
6) Kenali latar belakang budaya/spiritual pasien
7) Pertimbangkan risiko pasien melukai diri sendiri
8) Bantu pasien untuk (melewati) proses berduka dan melewati kondisi kehilangan karena
penyakit kronik dan/ kecacatan, dengan tepat
6040 Terapi 1. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis relaksasi yang tersedia Membantu klien untuk
relaksasi 2. Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dengan pakaian longgar dan mata merasakan nyaman , rileks
tertutup sehingga secara tidak
3. Tunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi pada klien langsung kecemasan yang
4. Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi yang terjadi dirasakan berkurang
5. Berikan waktu yang tidak terganggu karena mungkin saja klien tertidur
6. Gunakan relaksasi sebagai strategi tambahan dengan (penggunaan ) obat-obatan nyeri atau
sejalan dengan terapi lainnya
7. Evaluasi dan dokumentasi respon terhadap terapi relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United
Sates of America: Elsevier.
Corwin, E.J. 2009. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit,BU.
Jakarta: EGC.
Fathoni M. 2011. Penyakit Jantung Koroner. Surakarta : Universitas Sebelas
maret press.
Fauci, et al. 2010. 17th Edition Harrison’s Principles of Internal Medicine. New
South Wales : McGraw
Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Jakarta: EGC
Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates
of America: Elsevier.
Myrtha, R. 2011. Perubahan Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut (SKA).
CDK
NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.
Pearce, E.C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.
Price, A & Wilson, L. 2004. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Rokhaeni, H. 2003. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler edisi pertama.
Jakarta: Bidang Diklat Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita.
Smeltzer. C.S & Bare, B. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC.
Sudoyo A. W. Setiyohadi B. Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
Suyono, S et al. (2003). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ketiga. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Tambayong. J. 2007. Patofisiologi Keperawatan editor Monica Ester, S.Kep.
Jakarta: EGC.
Tjay, T.H. & Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting: Jantung Edisi 6. Jakarta:
Gramedia

Anda mungkin juga menyukai