Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anemia atau kurang darah adalah kondisi di mana jumlah sel darah merah
atau hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di
bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berperan dalam
mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian
tubuh.

Akibat dari anemia adalah transportasi sel darah merah akan terganggu
dan jaringan tubuh si penderita anemia akan mengalami kekuranga oksigen guna
mengahasilkan energi. Maka tidak mengeherankan jika gejala anemia ditunjukan
dengan merasa cepat lelah, pucat, gelisah, dan terkadang sesak. Serta ditandai
dengan warna pucat di beberapa bagian tubuh seperti lidah dan kelopak mata.

Penyebab umum dari anemia antara lain; kekurangan zat besi, pendarahan
usus, pendarahan, genetik, kekurangan vitamin B12, kekuarangan asam folat,
gangangguan sunsum tulang.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana definisi dari anemia ?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari anemia ?
1.2.3 Bagaimana patofisiologi dari anemia ?
1.2.4 Bagaimana klasifikasi dari anemia ?
1.2.5 Bagaimana manifistasi klinis dari anemia ?
1.2.6 Bagaimana faktor resiko dari anemia ?
1.2.7 Bagaimana terapi pada pasien anemia ?
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien anemia ?

1
1.3 Tujuan Penulisan

Untuk lebih mempelajari dan memahami definisi, etiologi, patofisiologi,


klasifikasi, manifestasi klinis, faktor resiko, terapi dan asuhan keperawatan pada
pasien anemia.

1.4 Manfaat Penulisan

Agar pembaca, khususnya mahasiswa dapat lebih mudah mempelajari dan


memahami definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, faktor
resiko, terapi dan asuhan keperawatan pada pasien anemia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Anemia

Anemia merupakan keadaan saat jumlah sel darah merah atau


jumlah hemoglobin dalam sel darah merah berada di bawah normal. Hal ini
mengakibatkan pada penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah.

Hemoglobin terdapat dalam sel- sel darah merah dan merupakan pigmen
pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-
sel tubuh. Oksigen ini akan digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi
energy. Hal ini dapat menjelaskan mengapa kurang darah dapat menyebabkan
gejala lemah dan lesu yang tidak biasa. Paru-paru dan jantung juga terpaksa kerja
keras untuk mendapatkan oksigen dari darah yang menyebabkan nafas terasa
pendek. Walaupun gejalanya tidak terlihat atau samar-samar dalam jangka waktu
lama. Kondisi ini tetap dapat membahayakan jiwa jika dibiarkan dan tidak diobati.

Anemia biasanya terdeteksi atau sedikitnya dapat dipastikan setelah


pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar sel darah merah, hemotokrit dan
hemoglobin. Pengobatan bisa bervariasi tergantung pada diagnosisnya Sel-sel
darah baru dibuat setiap hari dalam sumsum tulang belakang. Zat gizi yang
diperlukan untuk pembuatan sel-sel ini adalah besi, protein dan vitamin terutama
asam folat dan B12. Dari semua ini, besi dan protein yang paling penting dalam
pembentukan hemoglobin. Setiap orang harus memiliki sekitar 15 gram
hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta sel darah merah
per millimeter darah.

3
2.2 Etiologi Anemia

Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan


tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia
untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia
secara umum antara lain :

1. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah


hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
2. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah
merah yang berlebihan.
3. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
4. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor
keturunan, penyakit kronis dan kekurangan zat besi.

2.3 Patofisiologi Anemia

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau


kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah
merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping
proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera).

4
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada
kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat
semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin
(hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh


penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar: 1. hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang
dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.

Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung

5
2.4 Klasifikasi Anemia

Dalam makalah ini di paparkan klasifikasi anemia menjadi 3, yaitu


berdasarkan morfologi, etiologi, patofisiologi.

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologinya:

 Normositik: anemia normositik adalah anemia yang bentuk dan ukuran sel
darah merahnya normal (diameter 76 – 100 fl) namun jumlah sel darah
merah sedikit. Contoh anemia yang termasuk anemia normositik adalah
anemia hemolitik (anemia akibat peningkatan penghancuran sel darah
merah), anemia aplastik (anemia akibat jumlah sel darah merah yang
diproduksi sumsum tulang belakang berkurang) dan anemia akibat
pendarahan.
 Anemia makrositik adalah anemia dimana jumlah sel darah merah
berkurang disertai dengan peningkatan ukuran sel (diameter > 100 fl).
Anemia makrositik dibagi menjadi dua, yaitu anemia makrositik
megaloblastik dan anemia makrositik nonmegaloblastik.
 Anemia makrositik megaloblastik adalah anemia akibat kelainan pada
sintesis/ pembelahan sel darah merah sehingga terbentuk megaloblast
(eritroblast yang besar) yang akan menjadi eritrosit dengan ukuran yang
besar. Contoh dari anemia makrositik megaloblastik adalah anemia akibat
defisiensi asam folat dan vitamin B12.
 Anemia makrositik nonmegaloblastik adalah anemia dengan ukuran sel
darah merah besar namun bukan disebabkan oleh terbentuknya
megaloblast. Anemia makrositik nonmegaloblastik dapat disebabkan oleh
alkohol, penyakit hati, miksedema, sindrom mielodisplastik, obat
sitotoksik, anemia aplastik, kehamilan, merokok, retikulositosis, myeloma,
dan nenonatus.
 Anemia mikrositik adalah kondisi anemia dimana jumlah sel darah merah
berkurang disertai dengan ukuran sel darah merah yang kecil (diameter
<76 fl). Hal ini terjadi akibat kegagalan dalam sintesis sel darah merah.

6
Anemia mikrositik biasanya disertai dengan hipokromik (kadar
hemoglobin dalam darah berkurang, sehingga warna eritrosit lebih pucat
dibanding normal). Contoh anemia mikrositik yang sering terjadi adalah
anemia akibat defisiensi zat besi.

Klasifikasi anemia berdasarkan etiologinya:

 Defisiensi: anemia akibat defisiensi bahan-bahan yang dibutuhkan dalam


pembentukan sel darah merah, seperti Fe, vitamin B12, dan asam folat.
 Pusat: anemia yang disebabkan oleh kelainan pada fungsi sintesis di
sumsum tulang. Misalnya pada lansia, anemia penyakit kronis, dan kanker
sumsum tulang.
 Periferal: anemia yang disebabkan oleh pendarahan atau penyakit kronis.

7
Klasifikasi anemia berdasarkan patofisiologinya:

 Kehilangan Darah Berlebihan (akut):


 Pendarahan, trauma fisik, tukak lambung, infeksi lambung, hemorroid
 Pendarahan Kronis
 Pendarahan vagina, peptic ulcer, parasit intestinal, aspirin dan NSAID lain
 Destruksi Sel Darah Merah Berlebihan
 Antibodi, obat, trauma fisik, seguestrasi berlebih pada limpa, dan faktor
ekstrakorpuskular lain
 Faktor Intrakorpuskular
 Hereditas dan kelainan sintesis hemoglobin
 Produksi RBC dewasa tidak cukup
 Defisiensi nutrient: Vitamin B12, Fe, asam folat, piridoksin
 Defisiensi eritroblast: Anemia aplastik, eritroblastopenia terisolasi,
antagonis asam folat, antibodi
 Defisiensi infiltrasi sumsum tulang: Limfoma, leukemia, mielofibrosis,
karsinoma
 Abnormalitas endokrin: Hipotiroid, insufisiensi adrenal dan kelenjar
pituitari
 Penyakit ginjal kronis
 Penyakit liver
 Inflamasi kronis: Granulatomasous disease dan collagen vascular disease

2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari anemia tergantung dari jenis dan tingkat keparahan
anemia tersebut. Namun pada umumnya gejala anemia terdiri dari:

 Pusing (dizziness dan fatigue): Sel darah merah yang berkurang


menyebabkan oksihemoglobin yang terdistribusi ke bagian tubuh seperti
otak berkurang. Hal ini dapat menyebabkan pusing dan sakit kepala.

8
 Tekanan darah rendah
 Mata menguning: warna kuning dapat disebabkan oleh adanya bilirubin
(hasil destruksi sel darah merah) pada aliran darah
 Kulit pucat, dingin, dan berwarna kuning: kulit yang dingin berwarna
pucat terjadi akibat kurangnya sel darah merah pada pembuluh darah.
Kulit yang menguning bisa disebabkan oleh adanya bilirubin (hasil
destruksi sel darah merah) pada darah.
 Napas pendek
 Otot melemah
 Warna feces berubah: terutama pada anemia hemolitik, dimana terjadi
peningkatan destruksi sel darah merah. Hal ini dapat menyebabkan
peningkatan kadar bilirubin yang merupakan hasil destruksi sel darah
merah. Bilirubin akan membuat warna feces menguning.
 Pembesaran hati
 Palpitasi
 Peningkatan detak jantung
 Pada anemia akut dapat terjadi gejala kardiorespiratori seperti takikardi,
kepala terasa ringan dan sesak napas.Sementara pada anemia kronis gejala
yang nampak adalah lelah, letih, pusing, vertigo, sensitif dingin, pucat.
 Khusus pada anemia akibat defisiensi zat besi dapat terjadi penurunan
saliva, rasa tidak enak pada lidah, dan pica. Pada anemia defisiensi vitamin
B12 dan asam folat, terjadi ikterus, pucat, atropi mukosa gastrik,
abnormalitas neuropsikiatrik (abnormalitas neuropsikiatrik khusus pada
defisiensi vitamin B12).

2.6 Faktor Resiko


Faktor resiko pada anemia adalah:

 Genetik dan Sejarah keluarga: sejarah keluarga merupakan faktor resiko


untuk anemia yang disebabkan oleh genetik, misalnya sickle-cell anemia,
talasemia, atau fancony anemia.

9
 Nutrisi: pola makan yang kurang zat penting bagi sel darah merah seperti
zat besi, vitamin B12, dan asam folat dapat meningkatkan resiko anemia
 Kondisi saluran cerna: kondisi saluran cerna dapat mempengaruhi absorbsi
nutrisi yang penting bagi pembentukan sel darah merah sehingga dapat
meningkatkan resiko anemia. Selain itu, pendarahan akibat tukak
lambung, tukak peptik, dan infeksi parasit pada saluran cerna juga dapat
menyebabkan anemia.
 Menstruasi: menstruasi dapat meningkatkan resiko anemia akibat
kekurangan zat besi. Kehilangan darah akibat menstruasi memicu
pembentukan darah berlebih. Apabila tidak diikuti dengan peningkatan
asupan nutrisi terutama zat besi, dapat memicu terjadinya anemia
defisiensi zat besi.
 Kehamilan: kehamilan dapat meningkatkan resiko anemia akibat
kekurangan zat besi. Hal ini disebabkan tubuh harus memiliki nutrisi yang
cukup untuk tubuh ibu dan fetus, serta nutrisi untuk pembentukan sel
darah fetus. Apabila tidak dibarengi dengan asupan nutrisi yang cukup
terutama zat besi, dapat menyebabkan anemia
 Penyakit kronis seperti kanker, gagal ginjal, dan tukak dapat
meningkatkan resiko anemia.
 Zat kimia dan obat: beberapa obat dan zat kimia seperti benzena, penisilin,
primaquin, dan sulfasalazin dapat menyebabkan anemia.
 Faktor lain seperti infeksi, penyakit autoimun.

2.7 Terapi
Tujuan

 Mengurangi tanda-tanda dan gejala


 Memperbaiki etiologi yang mendasarinya
 Mencegah kambuhnya anemia
 Terapi non-farmakologi
 Terapi farmakologi

10
1. Terapi Non-Farmakologi

Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan istirahat yang cukup, pola


hidup sehat yang teratur, dan mencukupi asupan makanan, yaitu nutrisi dari besi,
vitamin B12, dan asam folat.

Terapi non-farmakologi sendiri dapat dilakukan dengan tranfusi darah.


Transfusi darah dapat menjaga jumlah sel darah merah dalam tubuh dan
mengurangi gejala yang timbul. Namun perlu diperhatikan kecocokan antara
pendonor dan penderita.

a. Besi

Besi memiliki absorpsi yang rendah pada sayuran, produk padi-


padian, produk susu, dan telur. Absorpsi besi yang paling baik berasal dari
daging, ikan, dan unggas. Pemberian terapi besi bersamaan dengan
makanan dapat mengurangi absorpsi besi lebih dari 50%, namun hal ini
diperlukan untuk memperbaiki toleransi tubuh.

b. Vitamin B12

Di bawah ini daftar makanan beserta jumlah vitamin B12 yang


terkandung di dalamnya :

11
c. Asam folat

Di bawah ini adalah daftar makanan beserta jumlah asam folat


yang terkandung di dalamnya :

Selain itu, dapat juga diberikan transfusi darah. Transfusi darah


diindikasikan untuk situasi yang akut di mana pasien kekurangan darah
yang berlebih. Transfusi darah dapat meningkatkan konsentrasi Hb dalam
waktu singkat tetapi tidak ditujukan untuk menghilangkan penyebabnya.

2. Terapi Farmakologi
a. Besi

Terapi besi secara oral

Fe2+ sulfat, fumarat, dan glutamat diabsorpsi tubuh dalam jumlah


yang kurang lebih sama. Besi karbonat lebih menguntungkan karena
resiko kematian yang lebih rendah jika terjadi overdosis. Adanya substansi
chelator mukopolisakarida mencegah besi terpresipitasi dan menjaga besi
dalam bentuk yang larut. Bentuk besi yang paling baik diabsorpsi adalah
bentuk Fe2+ dengan absorpsi paling baik terjadi di duodenum dan jejunum.

12
Dosis yang diberikan tergantung pada toleransi setiap individu.
Umumnya, dosis yang direkomendasikan sebesar 200 mg besi setiap hari
dalam 2 atau 3 dosis terbagi. Besi disarankan untuk dikonsumsi 1 jam
sebelum makan karena makanan akan mengganggu absorpsi besi. Namun
pada beberapa pasien, besi harus diberikan bersama makanan karena dapat
menyebabkan mual dan diare ketika mengkonsumsi besi dalam keadaan
perut kosong. Besi ditransportasikan melalui darah. Sebanyak 0,5-1 mg
besi dieksresi melalui urin, keringat, dan sel mukosa intestinal pada pria
sehat, sedangkan pada wanita yang sedang mengalami menstruasi
kehilangan besi sekitar 1-2 mg.

 Indikasi :

Defisiensi besi untuk pencegahan dan pengobatannya

Suplemen besi

 Kontraindikasi :

Hemokromatosis, hemosiderosis, anemia hemolitik, reaksi


hipersensitivitas.

 Peringatan :

Individu dengan keseimbangan besi normal tidak boleh


mengkonsumsi dalam jangka waktu lama.

Overdosis dapat menyebabkan keracunan fatal terutama


pada anak-anak di bawah 6 tahun.

Kehamilan : kategori A

13
 Efek samping :

Cairan mengandung besi dapat menodai gigi untuk


sementara waktu, nyeri abdominal, konstipasi, diare, iritasi saluran
pencernaan, mual, muntah, feses berwarna lebih gelap.

 Interaksi obat :

Obat Interaksi
Asam asetohidroksamat (AHA) Mengkelat logam berat termasuk besi, absorpsi
besi menurun
Antacid Absorpsi besi menurun
Asam askorbat Pada dosis ≥200 mg meningkatkan absorpsi besi
≥30%
Garam kalsium Aborpsi besi pada saluran cerna menurun
Kloramfenikol Kadar serum besi meningkat
Antagonis H2 Absorpsi besi menurun
Inhibitor pompa proton Absorpsi besi menurun
Trientin Keduanya saling menghambat absorpsi
Kaptopril Penggunaan bersamaan dalam 2 jam
menyebabkan pembentukan dimer disulfide
kaptopril yang inaktif
Sefalosporin Besi menurunkan absorpsi 80%, makanan
menurunkan absorpsi 30%
Fluorokuinolon Absorpsi pada saluran cerna menurun karena
terjadi pembentukan kompleks
Levodopa Membentuk kelat dengan garam besi,
menurunkan absorpsi kadar serum
Levotiroksin Efikasi levotiroksin menurun menyebabkan
hiportiroidsm
Metildopa Terjadi penurunan efikasi
Penisilamin Absorpsi menurun karena, kemungkinan karena

14
terbentuk kelat
Tetrasiklin Penggunaan dalam 2 jam dapat saling
menurunkan absorpsi
 Sediaan :

b. Vitamin B12 /sianokobalamin

Penting untuk pertumbuhan, reproduksi sel, hematopoiesis, dan


sintesis nucleoprotein dan myelin.Vitamin B12 juga berperan dalam
pembentukan sel darah merah melalui aktivitas koenzim asam
folat.Absorpsi tergantung pada faktor intrinsik dan kalsium.

 Indikasi

Defisiensi vitamin B12 karena malabsorpsi seperti pada anemia


pernisiosa, peningkatan kebutuhan vitamin B12 seperti saat kehamilan,
tirotoksikosis, anemia hemolitik, pendarahan, penyakir hati dan ginjal.

 Kontraindikasi

Hipersensitifitas

15
 Peringatan

Pemberian parenteral dipilih untuk anemia pernisiosa namun


hindari pemberian intravena.Selain itu, pada defisiensi asam folat yang
dibiarkan selama > 3 bulan dapat menyebabkan lesi permanen pada
sumsum tulang belakang.Hipokalemia dan kematian mendadak dapat
terjadi pada anemia megaloblastik parah yang diobati intensif.

 Efek samping

Pemberian secara parenteral dapat menyebabkan edema


pulmonari, gagal jantung kongestif, thrombosis vaskuler perifer, rasa
gatal, syok anafilaktik, diare ringan, perasaan bengkak pada seluruh
tubuh.

 Dosis

Secara oral : 1-2 mg setiap hari selama 1-2 minggu, dilanjutkan


1 mg setiap hari

Secara parenteral : baru digunakan jika terdapat gejala


neurologi, diberikan 1 mg setiap hari selama 1 minggu, kemudian
setiap minggu selama sebulan, dan terakhir setiap bulan. Ketika gejala
teratasi, pemberian oral harian dapat dilakukan.

 Sediaan

Sianokobalamin (generik) tab 50 mcg

Cairan injeksi 500 mcg/ml, 1000 mcg/ml

Etacobalamin (errita) cairan injeksi 100 mcg/ml

Vitamin B12 Cap FM (fimedco) tab 25 mcg

16
 Interaksi obat

Obat Interaksi
Asam aminosalisilat Menurunkan kerja vitamin B12
Kloramfenikol Menurunkan efek vitamin B12 pada
pasien anemia pernisiosa
Kolkisin, alcohol Asupan berlebih (>2 minggu)
menyebabkan malabsorpsi vitamin
B12
c. Asam folat

Folat eksogen dibutuhkan untuk sintesis nukleoprotein


danpemeliharaan eritropoiesis normal, menstimulasi produksi eritrosit,
leukosit, dan platelet pada anemia megaloblastik.

 Indikasi

Anemia megaloblastik disebabkan defisiensi asam folat

 Kontraindikasi

Pengobatan anemia pernisiosa dan anemia megaloblastik


lainnya di mana vitamin B12 tidak cukup.

 Peringatan

Jangan diberikan secara tunggal pada anemia pernisiosa dan


defisiensi vitamin B12 karena menimbulkan degenerasi majemuk
medulla spinalis.Selain itu, jangan diberikan pada penyakit yang ganas
kecuali anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan
komplikasi penting.

17
 Efek samping

Relatif tidak toksik, efek samping yang umum terjadi adalah


perubahan pola tidur, sulit berkonsentrasi, iritabilita, aktivitas berlebih,
depresi mental, mual, anoreksia, flatulensi.

 Dosis

Secara oral 1 mg setiap hari selama 4 bulan.Jika terjadi


malabsorpsi, dosis harian ditingkatkan menjadi 5 mg.

 Sediaan

Folic Acid (generik) tab 1 mg, 5 mg.

 Interaksi obat

Obat Interaksi
Asam aminosalisilat Penurunan kadar serum asam
folat selama penggunaan
konkuren
Kontrasepsi oral Mempengaruhi metabolism folat
dan menyebabkan defisiensi
asam folat, tapi efeknya ringan
Dihydrofolate reductase Mempengaruhi penggunaan asam
inhibitor folat
Sulfasalazine Terjadi tanda-tanda defisiensi
folat
Fenitoin Menurunkan kadar serum folat

2.8 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anemia


1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluru

18
Pengkajian pasien dengan anemia meliputi :
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produktivitas ;
penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan
untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Letargi,
menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot,
dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur
lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat
endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST
dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur
sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa
(konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (catatan: pada pasien kulit
hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti
mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan
vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok
(koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban secara
premature (AP).
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya
penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi

19
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada
faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat,
tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin
B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak
kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir :
selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ;
klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik,
AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi,
ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8) Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada
radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker.

20
Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan
penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum.
Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB).
Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan anemia meliputi
1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan)).
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient
yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
5) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah
interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

3. Intervensi/Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan.
Intervensi dan implementasi keperawatan pasien dengan anemia adalah :

21
1) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas
sehari-hari)
menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan,
dan tekanan darah masih dalam rentang normal.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI DX 1


a. Kaji kemampuan ADL pasien.
Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
b. Kaji kehilangan atau gangguankeseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot.
Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
c. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
d. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising,
pertahankan tirah baring bila di indikasikan.
Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
dan menurunkan regangan jantung dan paru.
e. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi
kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya
(tanpa memaksakan diri).
Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan
rasa terkontrol.

2) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan)).

22
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko
infeksi.
meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan
demam.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI DX 2


a. Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien
dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
b. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
c. Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan.
Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi
dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
d. Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa
demam.
Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
e. Berikan antiseptic topical ; antibioticsistemik (kolaborasi).
Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi
atau untuk pengobatan proses infeksi local.

3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan


untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient
yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan
nilai laboratorium normal.
tidak mengalami tanda mal nutrisi.

23
Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI DX 3


a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
b. Observasi dan catat masukkan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
c. Timbang berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi
d. nutrisi. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara
waktu makan.
Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah
distensi gaster.
e. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang
berhubungan.
Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
f. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan,
gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut
yang di encerkan bila mukosa oral luka.
Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan
mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri
berat.
g. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Rasional : membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan
masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

24
4) Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : - menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI DX 4


a. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar
kuku.
Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menetukan kebutuhan intervensi.

b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuaitoleransi.


Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
c. kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi. Awasi upaya
pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan
jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
d. Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko
infark.
e. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah
merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons
terhadap terapi.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

5) Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah


interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic
dan rencana pengobatan.

25
Kriteria hasil : pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan
penatalaksanaan penyakit.
mengidentifikasi factor penyebab.
Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.

INTERVENSI & IMPLEMENTASI DX 5


a. Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi
tergantung pada tipe dan beratnya anemia.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan
yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam
program terapi.
b. Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic.
Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress,
selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
c. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
d. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan
keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
e. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
f. Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara

26
berkesinambungan, dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan
lainnya.
Evaluasi pada pasien dengan anemia adalah :
1). pasien dapat mempertahankan / meningkatkan ambulasi/aktivitas.
2). infeksi tidak terjadi.
3). kebutuhan nutrisi terpenuhi.
4). Peningkatan perfusi jaringan.
5). Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan
rencana pengobatan.

27
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal


sebagai berikut: Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah
hemoglobin dalam 100 ml darah. Etiologi anemia karena cacat sel darah merah
(SDM), karena kekurangan zat gizi, karena perdarahan, karena auotoimun.
Patofisiologi anemia/timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum
atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah
merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.

3.2 Saran

Diharapkan dengan dibuatnya makalah ini bisa bermanfaat bagi


mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan untuk bisa lebih mengerti dan
memahami gangguan sistem hematology. Makalah “Anemia” ini masih jauh dari
kata sempurna, maka diharapkan kritik dan saran untuk lebih memperbaiki
makalah.

28
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian pasien. EGC : Jakarta

Dipiro, Joseph T.,2008,Pharmacotherapy A Pathophisiologic Approach, 7th


edition, US, McGraw-Hill Companies

Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematology. Salemba Medika. Jakarta

2008, ISO Farmakoterapi, Jakarta, PT. Ikrar Mandiri Abadi,p.1-25.

http://www.nhlbi.nih.gov/health/dci/Diseases/ha/ha_treatments.html

http://www.drugbank.ca/drugs/DB00746

http://www.merckmanuals.com/professional/lexicomp/deferoxamine.html

http://www.merckmanuals.com/professional/sec11/ch131/ch131i.html?qt=hydrox
yurea&alt=sh

http://id.scribd.com/doc/54756023/Anemia#download

http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/12/asuhan-keperawatan-pada-penderita-
anemia.html

http://ppni-
klaten.com/index.php?option=com_content&view=article&id=76:anemia&catid=
38:ppni-ak-category&Itemid=66

29

Anda mungkin juga menyukai