Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemeriksaan laboratorium merupakan suatu proses

multiphase: mengidentifikasi kebutuhan dari pemeriksaan,

permintaan pemeriksaan, sentral suplai/permintaan laboratorium,

persiapan pemeriksaan fisik dan edukasi pasien dan keluarga,

pengumpulan, pemberian label dan penyimpanan spesimen, serta

pendidikan kesehatan (Kee, 2010). Laboratorium klinik sebagai

subsistem pelayanan kesehatan menempati posisi penting dalam

diagnosis (Riswanto, 2015).

Terdapat lima alasan pemeriksaan laboratorium diperlukan

yaitu : skrining, diagnosis, pemantauan progresifitas penyakit,

monitor pengobatan, dan penyakit. Oleh karena itu setiap

laboratorium harus dapat memberikan data hasil tes yang teliti,

akurat, sensitif, spesifik, dan cepat. Pemeriksaan laboratorium

terdiri dari dari tiga tahap yaitu : tahap pre analitik, analitik, dan

paska analitik. Kesalahan pada preanalitik lebih sering terjadi

dibandingkan kesalahan tahap analitik. Preanalitik dapat dikatakan

sebagai tahap persiapan awal, seperti penanganan sample

(Riswanto, 2015).

Sampel darah di laboratorium terdiri dari tiga bagian yaitu

Whole blood, plasma dan serum. Pada pemeriksaan kimia klinik,

1
2

hampir semua pengukuran kimiawi darah dilakukan pada plasma atau

yang lebih tipikal, pada serum yang diperoleh setelah sampel darah

dibekukan dan bekuannya dipisahkan dengan sentrifugasi (Riswanto,

2015).

Serum merupakan sejumlah darah dimasukkan kedalam tabung

dan dibiarkan selama 20-30 menit maka darah tersebut akan

membeku dan selanjutnya mengalami retraksi akibat terperasnya

cairan dalam bekuan lalu disentrifugasi dengan kecepatan 3000 RPM

selama 15 menit dan didapatkan cairan bening berwarna kuning

jerami (Pearce, 2004). Pembekuan darah terjadi melalui proses

fibrinogen diubah menjadi fibrin, maka serum tidak mengandung

fibrinogen namun zat-zat lainnya masih tetap terkandung di dalamnya

(Suyono, 2009).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1792/ MENKES/ SK/ XII/ 2010 tentang pedoman pemeriksaan kimia

klinik dalam memperoleh serum, darah dibiarkan membeku terlebih

dahulu pada suhu kamar selama 20-30 menit, kemudian disentrifugasi

dengan kecepatan 3000 RPM selama 15 menit. Pemisahan serum

dilakukan kurang dari 2 jam setelah pengambilan spesimen untuk

menghindari perubahan dari zat-zat yang terlarut didalamnya oleh

pengaruh hemolisis darah (Menkes, 2010).

Hal-hal lain yang harus diperhatikan selama penanganan sampel


3

adalah waktu penyimpanan sampel, suhu penyimpanan sampel, dan

cara penanganan sampel (Depkes RI, 2002). Untuk sampel darah,

misalnya, setelah diambil dari vena pasien, harus didiamkan selama

30 menit sebelum diputar (disentrifugasi), dan dipisahkan serumnya.

Setelah sampel dianggap layak periksa sesuai dengan persyaratan,

maka akan segera dilakukan pemeriksaan laboratorium (Prodia,2016).

Salah satu pemeriksaan laboratorium yang menggunakan sampel

serum adalah pemeriksaan asam urat. Setelah dilakukan sentrifugasi

serum atau plasma segera digunakan untuk analisis ( Spercher,

dkk, 1996 ). Pemeriksaan kadar asam urat di laboratorium

menggunakan 2 metode yaitu metode stik menggunakan alat

UASure Blood Uric Acid Test Strips dan metode Uricase-pap

(enzimatik) menggunakan alat photometer (Wulandari, 2018).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Milasari,

2013) menggunakan sampel plasma dari whole blood dan sampel

serum dengan menggunakan tabung tanpa gel separator dijelaskan

bahwa pemisahan sampel serum dari bekuan dan sel darah dalam

jangka waktu yang lama ( lebih dari 2 jam ) dapat menurunkan

kadar glukosa serum ataupun plasma.

Kenyataan di lapangan pada saat praktikum di instansi

laboratorium klinik serta beberapa rumah sakit di kota Mataram,

terdapat cara preparasi sampel serum yang bervariasi saat


4

pemeriksaan kimia klinik dalam memperlakukan sampel darah, setelah

mendapatkan sampel darah vena, darah langsung disentrifugasi tanpa

dibekukan terlebih dahulu dengan tujuan untuk mempersingkat waktu.

Cara seperti itu tidak sesuai dengan standar operasional prosedur

yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1792/ MENKES/ SK/ XII/ 2010 tentang pedoman pemeriksaan

kimia klinik dalam memperoleh serum. Dengan adanya pemeriksaan

asam urat dengan perlakuan sampel darah yang langsung

disentrifugasi dan yang dibekukan maka peneliti ingin mengetahui

apakah ada pengaruh preparasi sampel serum terhadap kadar asam

urat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut “Apakah ada pengaruh preparasi

sampel serum terhadap kadar asam urat dengan metode uricase-pap

?. ”

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh preparasi sampel serum terhadap kadar

asam urat dengan metode uricase pap.

2. Tujuan Khusus

a. Mengukur kadar asam urat sampel serum yang langsung


5

disentrifugasi.

b. Mengukur kadar asam urat sampel serum yang dibekukan

selama 10 menit pada suhu ruang.

c. Mengukur kadar asam urat sampel serum yang dibekukan

selama 20 menit pada suhu ruang.

d. Mengukur kadar asam urat sampel serum yang dibekukan

selama 30 menit pada suhu ruang.

e. Mengukur kadar asam urat sampel serum yang dibekukan

selama 40 menit pada suhu ruang.

f. Menganalisis pengaruh preparasi sampel serum asam urat

dengan metode uricase-pap.

D. Hipotesis

Ada hubungan perlakuan preparasi sampel serum

terhadap kadar asam urat metode Uricase-Pap.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan

pengetahuan sehingga mampu mengembangkan dan

menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan di

Analis Kesehatan Mataram khususnya dalam bidang patalogi

klinik.

2. Bagi akademis untuk menambah pengetahuan terhadap

pengaruh preparasi sampel serum terhadap kadar asam urat


6

dengan metode uricase-pap.

3. Bagi Instansi untuk meningkatkan kualitas pelayanan berkaitan

dengan pemeriksaan dibidang patologi klinik.

Anda mungkin juga menyukai