Anda di halaman 1dari 3

UJI BIOLOGIS PENGARUH DEFISIENSI ASAM LEMAK ESENSIAL

Untuk pengujian ini digunakan tikus sebagai hewan percobaan.komposisi ransum yang
diberikan sama seperti untuk penentuan PER, tetapi dalam percobaan ini minyak biji kapas
diganti dengan minyak kelapa dan lemak sapi. Sebagai sumber protein dapat digunakan
kasein atau susu skim. Sedangkan komposisi campuran dan mineral sama
sepertipenentuan PER. Tikus dibagi dalam tiga kelompok (5-10 ekor tikur masing-masing
kelompok). Kelompok pertama berfungsi sebagai kontrol diberikan ransum minyak jagung
seperti halnya penentuan PER. Kelompok kedua dan ketiga masing-masing diberi ransum
minyak kelapa dan lemak sapi. Ransum dan air diberikan ad libitum. Percobaan
berlangsung minimal 28 hari dan setiap hari konsumsi ransum diukur, sedangkan berat
badan masing-masing tikur ditimbang setiap 2 hari. Pengamatan selain dilakukan terhadap
konsumsi ransum dan berat badan, juga terhadap kelainan-kelainan fisiologis dyang
nampak dari luar seperti timbulnya kekeringan pada kulit, eksim, keaktifan tikus dan lain-lain.

UJI BIOLOGIS PENGARUH JENIS LEMAK TERHADAP KADAR KOLESTEROL SERUM

Percobaan ini dapat menjadi lanjutan dari percobaan uji biologis pengaruh defisiensi asam
lemak esensial atau jenis lemak / minyak yang digunakan diperluas (contoh : minyak jagung,
minyak biji kapas, minyak kelapa, mentega, lemak sapi, dan minyak ikan) tergantung dari
jumlah tikus serta biaya percobaan yang tersedia. Pada hari terakhir percobaan (hari 29)
tikus-tikus dimatikan dengan menggunakan dietil eter (masukan ke dalam botol besar atau
wadah lain, kemudian dietil eter diletakkan pada kain / kaps, dan selanjutnya ditutup rapat).
Setelah tikus mati, segera dilakukan pembedahan mulai dari leher sampai perutnya.
Selanjutnya darah diambil dari jantungnya dengan menggunakan alat suntukan (lakukan
dengan hati-hati agar jantung tidak pecah). Darah yang diperoleh selanjutnya disentrifugasi
dan penentuan kadar kolesterol dilakukan terhadap serum

Penentuan Kadar Kolesterol Total dalam Serum

Prinsip

Kolesterol yang diekstrak dengan campuran etanol-etil asetat bereaksi denga feri
korida dengan adanya asam sulfat, memberikan warna merah violet sehingga dilakukan
pengukuran kadar kolesterol dengan menggunakan spektrometer.

Pereaksi

1. Campuran etanol absolut dan etil asetat (1:1 v/v)


2. Asam Asetat Glasial
3. Pereaksi feriklorida-sulfat : ke dalam sekitar 120 ml asam sulfat dicampurkan 2 ml
larutan FeCl3 10 % (dalam asam fosfat 85%). Kemudian diaduk perlahan dan akhir volume
ditetapkan menjadi 200 ml dengan menambahkan asam sulfat.

Prosedur

1. Dimasukkan 0,40 ml serum dan 7,6 ml campuran etanol-etil asetat ke dalam


tabung reaksi. Diaduk menggunakan vortex lalu dibiarkan pada suhu ruangan selama 15
menit sesekali diaduk lalu disaring
2. ditambahkan 2,5 ml asam asetat glasial ke dalam 1 ml filtrat. Setelah tercampur
sempurna, ditambahkan dengan cepat pereaksi feriklorida-sulfat sebanyak 2,5 ml. Lalu
diaduk cepat dengan vortex dan dibiarkan di ruangan gelap selama 30 menit (suhu ruang
dan terhindar dari cahaya)

3. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 560 m dengan menggunakan


spektrometer. Blanko dipersiapkan seperti sampel dengan mengganti filtrat dengan
campuran etanol-etil asetat yang diencerkan sampai 95%.

4. kadar kolesterol dalam serum dihitung dengan menggunakan kurva standar


kolesterol murni yang dipersiapkan seperti di atas, dan dihitung dalam g kolesterol per liter
serum, atau mg per 100 ml serum.

SUMBER : R6 bab 3

Oksidasi dan polimerisasi

OKSIDASI LEMAK

Kerusakan lemak karena reaksi yang melibatkan oksigen yang dikenal dengan sebutan
rancidity (ketengikan) sejak lama telah menjadi perhatian para peneliti karena merupakan
maslah utama di dalam penyimpangan minyak atau makanan berlemak. Proses oksidasi
lemak juga dipandang sangat memengaruhi mutu produk-produk makanan yang banyak
dikonsumsi saat ini terutama yang mengalami penyimpangan dalam waktu relatif lama. Studi
mengenai masalah oksidasi lemak pertama kali dilakukan oleh kimiawan asal Swiss
bernama Nicolas-Theodore de Saussure. Di sekitar tahun 1800 dia melakukan pengamatan
dengan menggunakan manometer air raksa sederhana dan menemukan bahwa satu lapisan
pada permukaan minyak walnut yang berhubungan langsung dengan udara dapat
mengabsorbsi 150 kali lebih banyak oksigen selama periode tahun pertama. Ketika hal ini
dibiarkan berlangsung lebih lama maka minyak tersebut menjadi lebih kental dan disertai
dengan munculnya bau tidak sedap. Mekanisme oksidasi asam lemak secara garis besar
diketahui tiga mekanisme berbeda yag dapat memicu terjadinya peroksidasi lemak, yaitu
autooksidasi oleh reaksi radikal bebas, fotooksidasi, dan reaksi yang melibatkan enzim.
(Rahardjo, Sri.2017)

Rahardjo, Sri. 2017. Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Yogyakarta; Gadjah Mada
University Press

POLIMERISASI LEMAK

Merupakan proses pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi reaksi
polmerisasi dari asam lemak tidak jenuh. Mudah terjadi pada minyak setengah mengering
ataupun minyak mengering karena minyak tersebut mengandung asam-asam lemak tidak
jenuh dalam jumlah besar. Kerusakan minyak atau lemak akibat pemanasan pada suhu
tinggi (200˚C-250˚C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam
penyakit seperti diare, kanker, dan menurunkan nilai cerna lemak. Polimerisasi merupakan
suatu reaksi lemak dengan dirinya sendiri dimana relaitifitas lemak dengan molekul yang
lebih kecil akan membentuk molekul yang lebih panjang. Proses polimerisasi molekul bisa
membentuk ratusan hingga ribuan kali lebih besar dari bentuk aslinya. Proses polimerisasi
terjadi akibat adanya proses deep frying pada makanan dimana proses penggorengan yang
ideal pada suhu 162˚C sampai 190˚C. Juga dipengaruhi oleh lamanya waktu penggorengan,
buruknya kualitas minyak yang digunakan, kesalahan pada proses prenggorengan (Lawson,
Harry. 1995)

Lawson, Harry. 1995. Food, oils dan fats : technology, utilization and nutrition.
Berlin;Springer Science + Bussiness Media

Anda mungkin juga menyukai