Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH ANALISA MUTU PANGAN DAN


HASIL PERTANIAN

MATERI 4
ANALISIS KADAR LEMAK/MINYAK

Disusun Oleh:
ICHA ATIKA PUTRI / 141710101011
THP B
Kelompok 1

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
September, 2015

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lipid merupakan golongan senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut
didalam pelarut non polar seperti aseton, khlorofom dan sebagainya. Lipida terutama
disusun atas rantai hidrokarbon panjang berantai lurus, bercabang atau membuat struktur
siklis. Lipida adalah senyawa organik yang diperoleh dari proses dehidrogenasi endotermal
rangkaian hidrokarbon. Menurut Lehninger (1982), lemak merupakan bagian dari lipid
yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat. Lemak dapat larut dalam pelarut
tersebut karena lemak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut. Lemak merupakan
salah satu sumber utama energi dan mengandung lemak esensial.
Untuk mengetahui kadar lemak yang terdapat pada bahan pangan dapat dilakukan
dengan cara mengekstraksi lemak. Namun mengekstrak lemak secara murni sangat sulit
dilakukan, sebab pada waktu mengekstraksi lemak zat-zat yang larut dalam lemak seperti
sterol, phospholipid, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, khlorofil, dan lain-lain akan
ikut terekstrak. Pelarut yang digunakan harus bebas dari air (pelarut anhydrous) agar
bahan-bahan yang larut dalam air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak dan
keaktifan pelarut tersebut menjadi berkurang.
Untuk mengetahui kadar lemak pada suatu bahan pangan dapat dilakukan analisis
dengan beberapa metode, antara lain :
1. Metode Soxhlet
Analisis kadar lemak dilakukan untuk mengetahui kandungan lemak dari masingmasing sampel. Analisis kadar lemak dengan metode soxhlet menggunakan alat ekstraksi
yang terdiri atas kondensor dan pemanas listrik untuk mengekstrak kandungan lemak yang
terdapat dalam bahan. Untuk sampel dilakukan metode hidrolisis karena mengandung
kadar air yang besar. Hidrolisis ini bertujuan mempermudah mengekstrak lemak yang
terikat dalam matriks-matriks sampel. Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak
1-2 g, dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong
kertas yang berisi contoh tersebut disumbat dengan kapas pada kedua ujungnya. Sebelum
disuling, selongsong tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80C
selama kurang lebih 1 jam. Setelah dioven, sampel tersebut dimasukkan ke dalam alat

penyulingan soxhlet yang telah dirangkai dengan labu lemak berisi labu didih yang telah
dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel tersebut diekstrak dengan pelarut
heksan selama kurang lebih 6 jam. Setelah selesai di suling selama 6 jam, heksan
disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105C.
Selesai di oven, ekstrak tersebut didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya.
Pengeringan ini diulangi terus hingga tercapai bobot yang relatif tetap. Pengukuran kadar
lemak dilakukan dengan tiga ulangan.
Kadar lemak dapat dihitung dengan persamaan berikut Kadar lemak (% bb) = (W1W2)/W0 x 100 Kadar lemak (% bk) = [kadar lemak (bb)]/[100-kadar air (bb)] x 100
dimana: W0 = Bobot contoh dalam gram (g) W1 = Bobot labu + lemak hasil ekstraksi (g)
W2 = Bobot labu lemak kosong (g) Metode Soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan
pelarut semikontinu. Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi
selama 5 sampai dengan 10 menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel. Kemudian
kembali ke tabung pendidihan. Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari
contoh atau berat lemak yang dipindahkan. Metode ini menggunakan efek perendaman
contoh dan tidak menyebablan penyaluran (Nielsen, 1998).
2. Metode Babcock
Bahan yang berbentuk cair, penentuan lemaknya dapat menggunakan botol Babcock.
Penentuan lemak dengan Babcock sangatlah sederhana. Sampel yang telah ditimbang
dengan teliti dimasukan kedalam botol Babcock. Pada lehernya telah dilengkapi dengan
skala ukuran volume. Sampel yang dianalisa ditambah asam sulfat pekat untuk merusak
emulsi lemak sehingga lemak akan terkumpul menjadi satu pada bagian atas cairan.
Pemisahan lemak dari cairannya dapat lebih sempurna bila dilakukan sentrifugasi.
Rusaknya emulsi lemak dikarenakan asam sulfat dapat merusak lapisan film yang
menyelimuti globula lemak yang biasanya terdiri dari senyawa protein. Dengan rusaknya
protein (denaturasi ataupun koagulasi) maka nenubgkinkan globula lemak yang satu akan
bergabung dengan golula lemak yang lain dan akhirnya menjadi kumpulan lemak yang
lebih besar dan akan mengapung di atas cairan. Setelah disentrifugasi lemak akan semakin
jelas terpisah dengan cairannya dan agar dapat dibaca banyaknya lemak kedalam botol
ditambahkan akuades panas sampai lemak atau minyak tepat pada tanda skala bagian atas
(Sudarmadji, 1996).
3. Metode Goldfish

Metode Goldfish adalah ekstraksi dengan alat Goldfish sangat praktis. Bahan sampel
yang telah dihaluskan dimasukan kedalam thimbel dan dipasang dalam tabung penyangga
yang pada bagian bawahnya berlubang. Bahan pelarut yang digunakan ditempatkan dalam
bekerglas di bawah tabung penyangga. Bila bekerglas dipanaskanuap pelarut akan naik dan
didinginkan oleh kondensor sehingga akan mengembun dan menetes pada sampel
demikian terus menerus sehingga bahan akan dibasahi oleh pelarut dan akan terekstraksi,
selanjutnya akan tertampung ke dalam bekerglas kembali. Setelah ekstraksi selesai, sampel
berikut penyangganya diambil dan diganti dengan bekerglas yang ukurannya sama dengan
tabung penyangga. Pemanas dihidupkan kembali sehingga pelarut akan diuapkan lagi dan
diembunkan serta tertampung ke dalam bekerglas yang terpasang di bawah kondensor,
dengan demikian pelarut yang tertampung dapat dimanfaatkan untuk ekstraksi yang lain
(Sudarmadji, 1996).
Pada praktikum kali ini dilakukan analisis kadar lemak dengan menggunakan metode
ekstraksi Soxhlet. Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip
pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding
dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan diluar sel. Dengan
demikian, metabolit sekunder yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut ke dalam pelarut
organik. Larutan itu kemudian menguap ke atas dan melewati pendingin udara yang akan
mengembunkan uap tersebut menjadi tetesan yang akan terkumpul kembali. Bila larutan
melewati batas lubang pipa samping soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang
berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik (Harborne, 1987).
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin
balik. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul antibumping, still pot (wadah penyuling,
bypass sidearm, thimble selulosa, extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet,
expansion adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out
(Darmasih, 1997).

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara analisis kadar lemak atau minyak pada bahan pangan dan
hasil pertanian dengan metode ekstraksi soxhlet.

BAB 2. BAHAN DAN PROSEDUR ANALISA

2.1 Bahan
2.1.1 Bahan Kimia
1. Hexane
Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14.
Awalan heks- merujuk pada enam atom karbon yang terdapat pada heksana dan akhiran
ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atomatom karbon tersebut. N-heksana merupakan jenis pelarut organik. Fungsi dari heksana
adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna
dari kuning menjadi jernih (Mahmudi 1997).
2.1.2 Bahan Sampel
1. Tempe
Tempe

dibuat

dari

fermentasi

kacang

kedelai

yang

menggunakan

jenis

mikroorganisme Rhizopus (Wang et al, 2008). Tempe merupakan bahan makanan hasil
fermentasi biji kedelai oleh kapang yang berupa padatan dan berbau khas serta berwarna
putih keabu-abuan (Aminah & Adimunca, 1996 ; Budi, 1993). Tempe berpotensi untuk
digunakan melawan radikal bebas, sehingga menghambat proses penuaan dan mencegah
penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kangker dan lainlain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol
darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain (Yudana, 2003). Komposisi gizi
tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibanding
kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe,
maka protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam
tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk
diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa dibuat
sebagai makanan semua umur (Yudana, 2003). Untuk melihat kandungan gizi tempe dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Gizi Tempe Per 100 Gram


Kandunga Gizi

Jumlah

Satuan

Kalori

149

Kalori

Protein

18,3

Gram

Lemak

Gram

Karbohidrat

12,7

Gram

Kalsium

129

Miligram

Besi

10

Miligram

Vitamin A

50

SI

Vitamin B

0,17

Miligram

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, (2004).


2. Tepung Kedelai
Kedelai merupakan salah satu bahan pangan dari kelompok biji-bijian penghasil
sumber protein (asam amino) serta lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam
kehidupan, walaupun tidak selengkap seperti yang terdapat pada hewani. Kedelai
mengandung protein kurang lebih 35%, bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 4043%. Bila dibandingkan dengan beras, jagung,, kacang hijau, daging, ikan segar dan telur,
kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi. Dapat dikatakan bila seseorang
tidak boleh makan daging sebagai sumber protein maka kebutuhan protein 55 g/hari dapat
dipenuhi dengan mengkonsumsi 157,14 g kedelai (Radiyati et al., 1992).
Tepung kedelai biasa digunakan sebagai komponen utama dalam pembuatan biskuit
yang tinggi protein. Penggunaan tepung kedelai juga dapat dikatakan memperbaiki tekstur
biskuit. Kedelai juga biasa digunakan sebagai bahan baku industri pangan. Salah satu
bahan baku industri dari kedelai adalah isolat protein. Fungsi utama isolat protein kedelai
dalam bahan pangan adalah untuk memperbaiki kandungan gizi produk makanan yang
diproduksi (Manley, 2000).

Bubuk kedelai dibuat melalui beberapa tahap proses perendaman, pembersihan,


pencucian,

penirisan

penjemuran,

penggilingan

atau

penumbukan,

pengayakan,

pengemasan, dan penyimpanan bubuk kedelai. Mutu bubuk kedelai selain dipengaruhi oleh
metoda proses , juga sangat dipengaruhi oleh suhu dan jenis kedelai yang digunakan.
Metode yang digunakan dalam proses akan mempengaruhi komposisi bubuk kedelai dan
akhirnya komposisi akan berpengaruh terhadap mutu bubuk kedelai yang dihasilkan
(Hertini dkk, 2013).
3. Label
4. Kertas Saring Whatman 32
5. Tissue

2.2 Persiapan Bahan


2 gram sampel

Pengecilan ukuran

Pembungkusan dalam kertas saring

Pengeringan dalam oven

Pendinginan dalam eksikator (15 menit)

Penimbangan
Penimbangan sampel sebanyak 2 gram kemudian dilakukan pengecilan ukuran untuk
mempermudah proses ekstraksi. Sampel halus dibungkus menggunakan kertas saring dan
diikat menggunakan benang. Sampel yang sudah dibungkus kertas saring dioven untuk
menghilangkan kandungan air dan untuk mendapatkan berat konstan. Pendinginan dalam
eksikator selama 15 menit untuk menstabilkan kelembapan kemudian dilakukan
penimbangan.

2.3 Prosedur Analisa


Labu lemak
Pengeringan dalam oven 105oC selama 15 menit
Pendinginan dalam eksikator 15 menit
Penimbangan
Perangkaian labu lemak dengan alat soxhlet

Pemasukan sampel pada tabung ekstraksi

Penambahan pelarut hexane


hingga batas

Perangkaian alat soxhlet


Penghidupan penangas
Pengaliran air pada kondensor
Ekstraksi selama 4 jam
Pengeringan dalam oven selama 1 hari
Pendinginan dalam eksikator (15 menit)
Penimbangan

Labu lemak dioven pada suhu 105C selama 15 menit untuk menghilangkan sisa-sisa
air yang menempel. Pendinginan dalam eksikator selama 15 menit untuk menstabilkan
kelembapan kemudian dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat labu lemak. Labu
lemak dirangkai dengan alat Soxhlet untuk proses ekstraksi. Sampel dimasukkan pada
tabng reaksi untuk dilakukan ekstraksi. Penambahan larutan kexane hingga batas untuk
melarutkan lemak. Alat soxhlet dirangkai dan penangas air dihidupakan. Air dialirkan pada
kondensor kemudian diekstraksi selama 4 jam untuk memperoleh ekstrak lemak.
Pengeringan dalam oven selama 1 hari untuk mendapatkan berat yang konstan.
pendinginan dalam eksikator selama 15 menit untuk menstabilkan kelembapan kemudian
ditimbang untuk mengetahui berat lemak.

BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Bahan

Ulangan

Tempe

1
2
3
4

Tepung
Kedelai

1
2
3
4

Berat
sampel
awal (g)

Berat
labu (g)

2,0034

33,3311
2,0132 31,8952
2,0019 31,8936
2,0149 34,8328
Rata - rata
SD
RSD
2,0024
31,9100
2,0001
33,6276
2,0001 32,3964
2,0001 33,8495
Rata - rata
SD
RSD

Berat
labu +
lemak
(g)
33,3876
32,0512
32,0562
34,9204

33,9124
35,6277
32,7832
34,2168

Perhitungan :
Sampel Tempe
Ulangan 1
a. Basis Basah
Kadar Lemak

x 100

x 100

= 2,8202 %
b. Basis Kering
Kadar Lemak

=
=

x 100
x 100

= 8,0577 %

Berat
Lemak
0,0565
0,1560
0,1624
0,0876

0,3864
0,3820
0,3868
0,3673

Kadar
Lemak
(bb)

Kadar
Lemak
(bk)

2,8202
7,7489
8,1123
4,3476
5,7572
2,5901
44,9888
19,2968
19,0990
19,3390
18,3641
19,0248
0,4527
2,3795

8,0577
22,1396
23,1780
12,4217
16,4493
7,4003
44,9888
19,8588
19,6553
19,9023
18,8989
19,5788
0,4659
2,3795

Ulangan 2
a. Basis Basah
Kadar Lemak

x 100

x 100

= 7,7489 %
b. Basis Kering
Kadar Lemak

=
=

x 100
x 100

= 22,1396 %
3.2 Pembahasan
3.2.1 Kadar Lemak

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pada sampel tempe dan tepung kedelai
memiliki kandungan lemak basis basah dan basis kering berturut-turut adalah 5,7572%
untuk kadar lemak tempe basis basah dan 16,4493% untuk kadar lemak tempe basis
kering. Kadar lemak tempe pada basis basah dan basis kering menunjukkan perbedaan
yang signifikan. Hal ini dikarenakan pada kadar lemak basis basah sampel tempe masih
banyak mengandung air sehingga lemak yang terekstrak tidak maksimal. Kadar lemak
tempe yang didapatkan tidak sesuia dengan literature. Menurut Daftar Komposisi Bahan
Makanan (2004), tempe memiliki kadar lemak sebesar 4%. Perbedaan kadar lemak hasil
praktikum dengan literature ini dikarenakan kurangnya ketepatan dan ketelitian praktikan

saat melakukan analisa lemak dengan metode soxhlet sehingga kadar lemak yang
dihasilkan memiliki nilai yang tinggi.
Sampel tepung kedelai memiliki kadar lemak basis basah sebesar 19,0248% dan
19,5788% untuk kadar lemak tepung kedelai basis kering. Kadar lemak tepung kedelai
yang didapatkan tidak sesuai dengan literature. Perbedaan kadar lemak hasil praktikum
dengan literature ini disebabkan proses ekstraksi tepung kedelai pada soxhlet kurang lama,
sehingga menyebabkan lemak yang terekstrak kurang maksimal. Selain itu, pengovenan
juga berpengaruh terhadap kadar lemak yang dihasilkan, apabila pengovenan kurang lama
dan dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang benar maka dapat menyebabkan air dan
hexane masih menempel pada labu lemak sehingga dapat mempengaruhi kadar lemak yang
dihasilkan.
3.2.2 SD Kadar Lemak

4
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pada sampel tempe memiliki nilai Standar
Deviasi basis basah sebesar 2,5901% dan pada basis kering sebesar 7,4003%. Data tersebut
dapat dikatakan menyimpang karena menurut literature suatu data memiliki ketelitian yang
tinggi apabila nilai SD<0,5. Hal ini disebabkan data yang diperoleh tidak presisi karena
pada saat dilakukan penimbangan tidak dilakukan kalibrasi terlebih dahulu pada neraca
analitik sehingga menyebabkan data yang diperoleh memiliki ketelitian yang jelek. Pada
sampel tepung kedelai nilai Standar Deviasi yang dihasilkan sudah sesuai dengan literature
yaitu memiliki tingkat ketelitian data yang tinggi dengan perolehan nilai Standar Deviasi
pada basis basah sebesar 0,4527 sedangkan pada basis kering sebesar 0,4659.

3.2.3 RSD Kadar Lemak

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa pada sampel tempe memiliki nilai RSD
basis basah sebesar 44,9888% dan basis kering sebesar 44,9888%. Berdasarkan perolehan
data yang didapatkan dapat dikatakan bahwa nilai data RSD pada sampel tempe yang
didapat mengalami penyimpangan karena data yang diperoleh tidak sesuai dengan
literature yaitu nilai RSD yang diperoleh lebih dari 5%. Menurut Sari (2014) analisis yang
dilakukan memiliki ketepatan yang tinggi atau reproductibility yang baik apabila koefisien
variasinya lebih kecil dari 5%. Pada sampel tepung kedelai nilai RSD yang didapatkan
memiliki tingkat ketepatan yang tinggi karena nilai RSD yang diperoleh kurang dari 5%
yaitu pada basis basah sebesar 2,3795 dan basis kering sebesar 2,3795.

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakuka dapat disimpulkan bahwa :
1. Untuk analisa kadar lemak dan penetapan kadar lemak pada suatu bahan pangan
dapat digunakan metode soxhlet.
2. Dari hasil perhitungan kadar lemak menggunakan metode soxhlet, sampel tempe
memiliki kadar lemak basah sebesar 5,7572 dan kadar lemak basis kering sebesar
16,4493. Sedangkan menurut literatur, kadar lemak tempe sebesar 4%.
3. Pada sampel tepung kedelai memiliki kadar lemak basis basah sebesar 19,0248 dan
basis kering sebesar 19,5788.
4.2 Saran
Dalam melakukan praktikum, diharapkan praktikan lebih teliti dalam melakukan
prosedur analisa. Khususnya saat melakukan penimbangan karena ketelitian dalam
penimbangan memiliki peranan yang sangat penting karena sangat berpengaruh pada
keakuratan data yang didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet. peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-24.pdf.


Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB
Jaelani. 2009. Aroma terapi. Jakarta : Pustaka Populer Obor.
Kalie, M.B. 2008. Bertanam Pepaya. Jakarta : Penebar Swadaya.
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Jakarta: Maggy Thenawijaya,
penerjemah Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.Nielsen, 1998
Mahmudi M. 1997. Penurunan Kadar Limbah Sintesis Asam Phospat Menggunakan Cara
Ekstraksi Cair-Cair dengan Solven Campuran Isopropanol dan n-Heksane.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Manley D. 2000. Technology of Biscuits, Crackers and Cookies.Third Edition. England:
Woodhead Publishing Limited.
Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press.
Radiyati, Tri. 1992. Pengolahan Kedelai. Subang: BPTTG Puslitbang Fisika Terapan LIPI.
Rani, Hertini., Zulfahmi., dan Yatim R. Widodo. 2013. Optimasi Proses Pembuatan Bubuk
(Tepung) Kedelai. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Bandar Lampung:
Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung. Vol. 13 (3): 188-196.
Stover, R.H. and N.W. Simmons. 1987. Bananas 3rd. Singapura: Longmans Group, U.K.
Ltd.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi.1996. Analisa bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM
Wang Y, Lam KS, Yau MH, Xu A. 2008.. Post-translational modifications of diponectin:
mechanisms and functional implications. Biochem J 409, 623633.
Yudana, I dkk, 2003. Kreatif dan Cerdas Dengan Musik. Cetakan Pertama. Jakarta Puspa
Suara.

Anda mungkin juga menyukai