Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

UJI KUALITATIF
KARBOHIDRAT, PROTEIN, LIPID

DOSEN PENGAMPU :
NURUL MARFU’AH, S. Si, M. Si
DIAN YUNI PRATIWI, S. Si, M. Si

DISUSUN OLEH :
ALIFIA RIMADHANI Y.
NIM. 35.2014.7.1.0948

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
NGAWI
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karbohidrat merupakan biomolekul yang paling melimpah di bumi.
Setiap tahun, fotosintesis mengubah lebih dari 100 juta metrik ton CO2 dan H2O
menjadi selulosa dan produk tambahan lain. ( Nelson dan Cox, 2004).
Protein adalah polimer yang terdiri dari asam amino, dimana setiap
rusidu asam amino berikatan satu dengan yang lainnya melalui ikatan kovalen.
Protein dapat dipecah (hidrolisis) menjadi asam amino penyusunnya melalui
beberapa cara. Ada 20 asam amino penyusun protein (Nelson dan Cox, 2004).
Lipid meliputi senyawa-senyawa heterogen termasuk lemak dan minyak
yang umum dikenal di dalam makanan, malam, fosfolipida, sterol dan ikatan lain
sejenis yang terdapat dalam makanan dan tubuh manusia (Almatsier, 2004).
Pada praktikum ini dilakukan beberapa uji kualitatif karbohidrat, protein,
dan lipid. Untuk menguji adanya kandungan gula pada sampel glukosa, amilum,
aquades, fruktosa, dan sukrosa menggunakan indikator atau reagen berupa larutan
benedict dan lugol.
Sedangkan untuk uji kualitatif protein pada sampel putih telur
menggunakan uji ninhidrin, uji biuret, pengendapan dan pemanasan dengan
reagen asam asetat, NaOH, dan tanpa reagen. Kemudian pengendapan dengan
etanol yang menggunakan reagen etanol, etanol yang ditambahi akuades.
Uji kualitatif kelarutan lipid dengan sampel berupa larutan etanol,
kloroform, dan akuades. Masing-masing sampel diuji dengan pereagen berupa
minyak kelapa lama dan baru. Kemudian uji ketidakjenuhan lipid menggunakan
sampel minyak kelapa lama, baru dan mentega. Sedangkan pereagen yang
digunakan berupa larutan kloroform.

1.2 Tujuan
Uji Kualitatif Karbohidrat
1. Mampu melakukan uji kualitatif karbohidrat pada suatu sampel
2. Mampu membedakan jenis karbohidrat berdasarkan uji khasnya
Uji kualitatif protein
1. Mampu melakukan berbagai uji kualitatif protein
2. Mampu mengenal reaksi-rekasi umum asam amino penyusun protein
3. Mempengaruhi faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan protein
Uji kualitatif Lipid
1. Mengetahui jenis pelarut terhadap sifat kelarutan lemak
2. Mengetahui tingkat ketidakjenuhan berbagai jenis lemak
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa yang banyak dijumpai di alam
terutama kerena merupakan dari hasil sintesis CO2 dan H2O dengan
pertolongan sinar metahari dan klorofil. Hasil fotosintesis ini kemudian
mengalami polimerisasi menjadi pati dan senyawa senyawa bermolekul besar
lain yang menjadi cadangan makanan bagi tanaman. Secara alami terdapat
tiga jenis karbohidrat yaitu monosakarida, oligosakarida dan polisakarida
(Elizabeth, 2010).
Ada tiga kelas utama dari karbohidrat yaitu: monosakarida,
oligosakarida, dan polisakarida (Nelson dan Cox, 2004). Monosakarida
adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat
sederhana. Monosakarida dapat diklasifikasikan sebagai triosa, tetrosa,
pentosa, heksosa dan heptosa. Disakarida adalah produk kondensasi dari dua
unit monosakarida, contohnya adalah maltosa dan sukrosa. Oligosakarida
adalah produk kondensasi dari dua sampai sepuluh unit monosakarida,
contohnya adalah maltotriosa. Polisakarida adalah produk kondensasi lebih
dari sepuluh unit monosakarida, contohnya dekstrin dan amilum (Muray et al,
2003).

2.2 Protein
Protein berasal dari kata yunani “proteios” yang berarti tempat
pertama. Beberapa protein berperan untuk mempercepat reaksi kimia,
sementara yang lainnya berperan untuk mendukung struktur, transportasi sel,
komunikasi sel, pergerakan sel dan pertahanan dari substansi asing (Campbell
dan Reece, 2005).
Protein merupakan biopolimer yang bersifat multifungsi yaitu
dapat sebagai enzim atau biokatalis, sebagai pembawa zat, sebagai bahan
penyusun struktural pada sel maupun jaringan dan organ, serta sebagai
antibodi tubuh yang melindungi organisme terhadap organisme lain yang
berasal dari luar tubuh. (Hawab, 2004)
Seperti yang kita ketahui, semua molekul protein mengandung
nitrogen gabungan dengan karbon, hidrogen, dan oksigen. Akan tetapi,
beberapa juga mengandung belerang dan fosfor. Bila protein dididihkan
dalam asam atau basa encer dikenal kerja enzim. Enzim spesifik dalam
pencernaan, molekulnya (protein) dihidrolisis menjadi asam amino. Oleh
karena itu, protein serupa dengan pati atau selulosa, dalam arti molekul
mereka terdiri dari banyak molekul sederhana. Molekul sederhana penyusun
protein adalah asam amino. (Keenan, 1999)

2.3 Lipid
Suatu lipid didefinisikan sebagai senyawa organik yang terdapat
dalam alam serta tak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non
polar seperti hidrokarbon atau dietil eter. Lipid adalah senyawa yang
merupakan ester dari asam lemak dengan gliserol yang kadang-kadang
mengeandung gugus lain. Lipid tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
pelarut organik seperti eter, aseton, kloroform, dan benzen (Salirawati et al,
2007).
Lemak digolongkan berdasarkan kejenuhan ikatan pada asam
lemaknya. Adapun penggolongannya adalah asam lemak jenuh dan tak jenuh.
Lemak yang mengandung asam-asam lemak jenuh, yaitu asam lemak yang
tidak memiliki ikatan rangkap (Salirawati et al, 2007).
Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai ikatan
rangkap. Jenis asam lemak ini dapat diidentifikasi dengan reaksi adisi,
dimana ikatan rangkap akan terputus sehingga terbentuk asam lemak jenuh
(Salirawati et al, 2007).
BAB III
METODE PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum uji kualitatif karbohidrat,
protein dan lipid adalah tabung reaksi, pipet tetes, pipet ukur, bunsen,
penjepit tabung reaksi. Bahan-bahan yang diperlukan pada uji kualitatif
karbohidrat adalah larutan amilum, larutan fruktosa, larutan glukosa, larutan
sukrosa, reagen benedict, larutan iodium, dan larutan akuades.
Bahan-bahan yang diperlukan pada uji kualitatif protein adalah putih
telur ayam, kristal NaCl, reagen ninhidrin, biuret, asam asetat 10%, NaOH
10%, dan larutan etanol. Kemudian bahan-bahan yang diperlukan pada uji
kualitatif lipid adalah larutan kloroform, minyak kelapa baru, minyak kelapa
lama, mentega, larutan etanol, dan larutan akuades.

2.2 Cara Kerja

Uji Kualitatif Karbohidrat


Penelitian ini dimulai dengan menyediakan satu sampel (glukosa
dan amilum) masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reakasi yang
berbeda. Kemudian memasukkan 1 ml akuades ke dalam tabung reaksi
lainnya sebagai kontrol. Menambahkan 5 tetes reagen benedict ke dalam
masing masing tabung reaksi yang selanjutnya dipanaskan diatas bunsen.
Terakhir mengamati perubahan warna yang terbentuk.
Pada penelitian kedua dilakukan reaksi iodium dengan mengambil
satu ml larutan pati 1% dan glukosa masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Kemudian menambahkan 2-3 tetes larutan iodium/lugol pada
tabung reaksi tadi dan dipanaskan diatas bunsen. Terakhir mengamati
perubahan warna yang terbentuk setelah tabung didinginkan atau didiamkan
selama beberapa saat.
Uji Kualitatif Protein
Penelitian pertama dilakukan uji ninhidrin. Dimulai dengan
memasukkan satu ml sampel (putih telur ayam) ke dalam tabung reaksi.
Kemudian ditambahkan satu ml reagen ninhidrin dan memanaskannya hingga
mendidih. Selanjutnya mengamati perubahan warna yang terbentuk.
Penelitian kedua dilakukan uji biuret. Dimulai dengan memasukkan
1 ml sampel (putih telur ayam) ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 5 tetes reagen biuret dan memanaskannya hingga mendidih.
Mengamati perubahan warna yang terjadi setelah didiamkan.
Penelitian ketiga menggunakan teknik pengendapan dan
pemanasan. Satu ml sampel (putih telur ayam) dimasukkan ke dalam 3 tabung
reaksi. Langsung memanaskan tabung satu tanpa pereagen. Menambahkan
0,5 ml asam asetat 10% ke dalam tabung dua lalu memanaskannya.
Kemudian menambahkan 0,5 ml NaOH 10% pada tabung 3 lalu
memanaskannya. Menghentikan pemanasan setelah mendidih lalu mengamati
perubahan warna yang terbentuk setelah didiamkan beberapa saat.
Penelitian keempat dilakukan teknik pengendapan dengan etanol.
Dimulai dengan memasukkan satu ml sampel (putih telur ayam) ke dalam
tabung reaksi. Menambahkan kristal NaCl lalu menambahkan beberapa tetes
etanol 96% hingga terjadi perubahan (endapan NaCl). Kemudian sebagian
larutan dalam tabung tadi dipindahkan bersama endapan ke dalam tabung
reaksi lain. Menambahkan air setetes demi setetes sambil mengocok tabung
reaksi hingga terjadi perubahan (hilangnya endapan).

Uji Kualitatif Lipid


Penelitian pertama dilakukan uji kelarutan. Dimulai dengan
menyediakan 3 buah tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 2 ml
aquades, etanol, dan kloroform. Kemudian menetesi masing-masing tabung
reaksi dengan pereagen minyak kelapa baru. Selanjutnya menyediakan lagi 3
buah tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan 2 ml aquades, etanol,
dan kloroform. Masing-masing ditetesi dengan pereagen minyak kelapa lama.
Mengamati tingkat kelarutan masing-masing pelarut.
Penelitian selanjutnya dilakukan uji ketidakjenuhan. Dimulai
dengan menyediakan 3 buah tabung reaksi yang masing-masing diisi dengan
1 ml sampel minyak kelapa baru, minyak kelapa lama dan mentega.
Kemudian memasukkan reagen kloroform sebanyak 1 ml pada masing-
masing tabung. Pengujian elanjutnya menyiapkan lagi 3 buah tabung rekasi
yang masing-masing diisi dengan 1 ml sampel minyak kelapa baru, minyak
kelapa lama, dan mentega. Ditambahkan pada masing-masing tabung reagen
kedua berupa larutan iodium atau lugol. Terakhir mengamati perubahan
warna yang terjadi dan membandingkan hasil dari masing-masing reagen.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum


Hasil yang didapatkan dari praktikum ini adalah:
UJI KARBOHIDRAT

Uji Benedict

Lama Perubahan
No Sampel Banyak Pereagent Banyak
mendidih warna
1 menit 30
1 Aquades 1 ml Benedict 5 tetes Biru jernih
detik
2 Glukosa 1 ml Benedict 5 tetes 20 detik Orange tua
3 Sukrosa 1 ml Benedict 5 tetes 20 detik Biru kehijauan
4 Amilum 1 ml Benedict 5 tetes 30 detik Biru berkabut
5 Fruktosa 1 ml Benedict 5 tetes 20 detik Orange menyala

Reaksi Iodium

Warna asal Lama


Perubahan
No Sampel Pereagent saat mendidih
warna
dicampur (detik)
Kembali ke warna
1 Pati Lugol Biru dongker 18
asli pati
2 Glukosa Lugol Kuning 54 Tidak ada
3 Aquades Lugol Kuning 66 Tidak ada

Gambar 1. Uji Benedict (dari kiri


sukrosa, fruktosa, amilum, glukosa,
aquades)
Gambar 2. Reaksi Iodium
pada sampel aquades

Gambar 3. Reaksi Iodium (dari


kiri glukosa, pati/amilum)
UJI PROTEIN

Uji Ninhidrin

Warna Lama
Perubahan
Sampel Banyak Pereagent asal saat mendidih
warna
dicampur (detik)
Kuning dan
Putih Telur 1 ml Ninhidrin ungu tidak 50 ungu tua
menyatu

Uji biuret

Warna Lama
Perubahan
Sampel Banyak Pereagent asal saat mendidih
warna
dicampur (detik)
Biru
Coklat kehitam-
Putih Telur 1 ml Biuret keungu- 50
hitaman
unguan

Pengendapan dengan pemanasan

Warna Lama
Perubahan
No Sampel Banyak Pereagent asal saat mendidih
warna
dicampur (detik)
Endapan putih
Putih
1 1 ml Tidak ada Kuning 28 dengan buih lebih
Telur
banyak

Putih Asam asetat 10


2 1 ml Kuning 50 Endapan putih
Telur %

Putih
3 1 ml NaOH 10% Kuning 73 Orange
Telur

Pengendapan dengan etanol

Banyak tetes
hingga Perubahan
No Sampel Pereagent
terbentuk warna
pengendapan
Putih Telur
1 + kristal Etanol 5 tetes Endapan putih
NaCl
Telur + Etanol +
2 20 tetes akuades Endapan larut
kristal NaCl Akuades

Gambar 4. Dari kiri uji


ninhidrin, biuret pada
sampel putih telur ayam

Gambar 5. Uji
pengendapan dan
pemanasan pada
sampel putih telur
ayam (dari kiri
reagen NaOH, asam
asetat, tanpa reagen
Gambar 6. Uji kualitatif protein sampel putih telur ayam (dari kiri reagen
NaCl+etanol, etanol+air)

UJI LIPID

Uji kelarutan

Banyak
No Sampel Banyak Pereagent tetes hingga Kelarutan
terlarut
Tidak larut dengan
Minyak
1 Etanol 2 ml 10 tetes endapan minyak
kelapa lama
dibawah
Minyak
2 Kloroform 2 ml 20 tetes Terlarut
kelapa lama
Tidak larut dengan
Minyak
3 Aquades 2 ml 20 tetes endapan minyak
kelapa lama
diatas
Tidak larut dengan
Minyak
4 Etanol 2 ml 10 tetes endapan minyak
kelapa baru
dibawah
Minyak
5 Kloroform 2 ml 10 tetes Terlarut
kelapa baru
Tidak larut dengan
Minyak
6 Aquades 2 ml 10 tetes endapan minyak
kelapa baru
diatas
Uji ketidakjenuhan

Perubahan
No Sampel Banyak Pereagent 1 Pereagent 2
warna
Minyak
1 2 ml Kloroform 1 ml Lugol 3 tetes Pink
kelapa baru

Minyak
2 2 ml Kloroform 1 ml Lugol 3 tetes Kuning keruh
kelapa bekas

3 Mentega 2 ml Kloroform 1 ml Lugol 3 tetes Orange kental

Gambar 7. Uji kelarutan sampel dari kiri akuades, kloroform, etanol dengan
reagen minyak kelapa lama
Gambar 8. Uji kelarutan sampel dari kiri akuades, etanol, kloroform dengan
reagen minyak kelapa baru

Gambar 9. Uji ketidakjenuhan sampel dari kiri minyak bekas, minyak baru,
mentega dengan reagen kloroform

4.2 Pembahasan
UJI KARBOHIDRAT
4.2.1 Uji Benedict
Reagen benedict adalah produk yang stabil dan dapat bereaksi cepat
dengan asam namun bereaksi lambat dengan alkali. Reagen benedict terdiri dari
tembaga sulfat 4%, natrium karbonat 10%, natrium sitrat 17% dan air 69%. Dapat
menyebabkan iritasi mata, gangguan indera pengecap, iritasi saluran pencernaan
yang parah dengan nyeri perut, mual, muntah dan diare pendarahan pada saluran
pencernaan serta iritasi pada saluran pernafasan (Sudarmadji, 1996).
Hasil uji karbohidrat menggunakan reagen benedict pada sampel
akuades menunjukkan perubahan warna menjadi biru jernih. Glukosa
menunjukkan perubahan warna menjadi orange tua. Sukrosa menunjukkan
perubahan warna menjadi biru kehijauan. Amilum menunjukkan perubahan warna
menjadi biru berkabut. Kemudian fruktosa menunjukkan perubahan warna
menjadi orange menyala.
Prinsip dari uji benedict adalah larutan CuSO4 dalam suasana alkali
akan direaksikan dengan gula pereduksi sehingga CuO tereduksi menjadi Cu2O
berwarna merah bata. Tujuan dari uji benedict adalah untuk mengidentifikasi gula
pereduksi. Gugus pereduksi ini berupa aldehid dan keton (Soendoro, 2005). Gula
pereduksi adalah gula yang mengalami reaksi hidrolisis dan bisa terurai menjadi
sedikitnya dua monosakarida.
Mekanisme dari uji benedict ini adalah reagen benedict yang tersusun
atas tembaga sulfat dan larutan natrium karbonat dan natrium sitrat, mula-mula
glukosa dioksidasi menjadi garam asam glukoranat yang kemudian mampu
mereduksi CuO menjadi Cu2O menjadi merah bata (Soendoro, 2005).
Persamaan reaksi yang terjadi pada uji Benedict :

RCHO + 2 Cu2+ + 5 OH- RCO2- + Cu2O + 3 H2O

Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula


(karbohidrat pereduksi). Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan
beberapa disakarida, seperti laktosa dan maltosa. Jadi yang dapat bereaksi positif
adalah sampel yang memiliki gula pereduksi seperti monosakarida dan beberapa
disakarida seperti laktosa dan maltosa. Uji positifnya terbentuk warna kuning,
hijau, atau merah (Sudarmadji, 1996)
Penggolongan karbohidrat yang paling sering dipakai dalam ilmu gizi
berdasarkan jumlah molekulnya (Dr.Halomoan, USU).
1. Monosakarida
Heksosa (mengandung 6 buah karbon): glukosa, fruktosa, galaktosa
Pentosa (mengandung 5 buah karbon): ribosa, arabinosa, xylosa
2. Disakarida: sukrosa, maltosa, laktosa
3. Polisakarida: amilum, dekstrin, glikogen, selulosa
Pada dasarnya reaksi positif uji benedict ditunjukkan dengan
perubahan warna menjadi merah bata. Namun reaksi yang terjadi pada praktikum
ini menunjukkan belum adanya reaksi yang kuat dari gugus pereduksi bebas pada
glukosa dan fruktosa yang seharusnya bereaksi positif terhadap benedict.
Keduanya menunjukkan perubahan warna menjadi orange tua dan orange
menyala. Monosakarida yang bersifat reduktor, dengan diteteskannya reagean
seharusnya menimbulkan endapan merah bata. Selain menguji adanya gula
pereduksi, juga berlaku secara kuantitatif, karena semakin banyak gula dalam
larutan maka semakin gelap warna endapan (Wahyudi, 2005). Jadi pada penelitian
ini didapatkan glukosa memiliki lebih banyak gula daripada fruktosa. Namun
hasil berbeda ini juga dapat disebabkan akibat pemanasan yang terlalu cepat
sehingga proses pemecahan fruktosa tidak terjadi secara sempurna.
Sedangkan pada sukrosa menunjukkan warna biru kehijauan. Seperti
teori yang disebutkan sebelumnya, ini juga merupakan reaksi positif meskipun
sukrosa sendiri tidak memiliki gugus pereduksi bebas. Hal ini disebabkan sukrosa
terdiri dari glukosa dan fruktosa yang berikatan sehingga tidak lagi memiliki
gugus pereduksi bebas yang bermutarotasi menjadi rantai terbuka (Sawhney,
2005). Berdasarkan literatur semua monosakarida (glukosa, fruktosa, laktosa) dan
kebanyakan disakarida (sukrosa, maltosa) dapat mereduksi oksidator lemah.
Perubahan warna yang ditunjukkan sampel berikutnya berupa
akuades menunjukkan hasil negatif. Sedangkan pada sampel amilum
menunjukkan hasil negatif dengan warna biru berkabut atau keputih-putihan. Hal
ini mungkin disebabkan Sedangkan pati berdasarkan percobaan dan literatur
hasilnya sesuai literatur yaitu negatif. Namun, pada pemanasan cukup lama dapat
dihasilkan endapan merah bata pada polisakarida sebab memerlukan waktu lama
untuk mengubah gugus-gugusnya menjadi lebih sederhana sebelum bereaksi
dengan pereaksi Benedict. Polisakarida akan menghasilkan monosakarida apabila
terjadi hidrolisis total, kebanyakan polisakarida tidak larut dalam air dan tidak
mereduksi pereaksi benedict (Purba, 2007). Jadi hasil negatif yang ditunjukkan
amilum dapat disebabkan oleh pemanasan yang terlalu cepat.
4.2.2 Reaksi Iodium/Lugol
Uji Iod digunakan untuk memisahkan amilum atau pati yang
terkandung dalam larutan. Reaksi positifnya ditandai dengan adanya perubahan
warna menjadi biru. Warna biru yang dihasilkan diperkirakan adalah hasil dari
ikatan kompleks antara amilum dengan Iodin. Sewaktu amilum yang telah ditetesi
Iodin kemudian dipanaskan, warna yang dihasilkan sebagai hasil dari reaksi yang
positif akan menghilang. Dan sewaktu didinginkan warna biru akan muncul
kembali (Monruw, 2010).
Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan
larutan iodin dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis
karbohidratnya. Amilosa dengan iodin akan berwarna biru. Amilopektin dengan
iodin akan berwarna merah violet. Glikogen maupun dekstrin dengan iodin akan
berwarna merah coklat (Sudarmadji, 1996).
Prinsip dari uji yodium ini adalah larutan yodium dalam bentuk
triiodida akan masuk pada struktur helikal pati sehingga akan terbentuk warna
biru pekat. Warna bitu pekat terbebut merupakan suatu warna kompleks yang
dihasilkan karena yodium punya amilosa dan warna kompleks yang dihasilkan
bergantung pada struktur polisakarida dan umur yodium. Semakin lama umur
yodium maka warna yang dihasilkan semakin pudar. Pati dengan yodium
menghasilkan warna biru, dekstrin menghasilkan warna ungu, sedangkan
monosakarida dan disakarida tidak berwarna (Soendoro, 2005).
Pada praktikum ini perubahan warna yang ditunjukkan oleh amilum
atau pati berupa warna biru donker atau biru tua sebelum dilakukan pemanasan.
Hal ini sesuai dengan literatur bahwa reaksi positif dihasilkan sebelum dilakukan
pemanasan dan akan menghilang setelah dilakukan pemanasan. Ini menandakan
bahwa amilum memberikan reaksi positif. Sedangkan pada sampel glukosa
menunjukkan perubahan warna menjadi kuning.
Dekstrin yang diuji secara kualitatif dengan uji yodium sehingga
dihasilkan warna merah kecoklatan, sedangkan pati dengan uji iodin
menghasilkan warna biru, pada maltosa dan glukosa dengan penambahan yodium
memberikan warna kecoklatan (Amalia, 2004). Dari literatur ini glukosa dan
akuades pada praktikum berwarna kuning menunjukkan reaksi positif.
Warna yang tidak tajam kemungkinan dapat disebabkan glukosa yang
telah didiamkan lama teroksidasi. Pada akuades juga menunjukkan warna kuning
yang sama. Hal ini juga kemungkinan disebabkan akuades yang terlalu lama
disimpan.
Mekanisme yang terjadi pada uji iodin ini adalah KI akan membentuk
kompleks triiodida dalam air yang kemudian masuk kedalam helikal pati dan
membentuk warna biru pekat (Soendoro, 2005). Reaksi yang terjadi pada uji iodin
ini adalah
H2O2(aq) + 3 I-(aq) + 2 H+ → I3- + 2 H2O
I3-(aq) + 2 S2O32-(aq) → 3 I-(aq) + S4O62-(aq)

UJI PROTEIN
4.2.3 Uji Ninhidrin
Pada uji ninhidrin, semua asam amino atau peptida yang mengandung
asam α-amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa yang
berwarna biru. Kompleks berwarna biru dihasilkan dari reaksi ninhidrin dengan
hasil reduksinya, yaitu hidrindantin dan amonia. Pada reaksi ini, dilepaskan CO2
dan NH4 sehingga konsentrasi asam α-amino bebas dapat ditentukan secara
kuantitatif dengan mengukur jumlah CO2 dan NH3 yang dilepaskan. Protein yang
mengandung sedikitnya satu gugus karboksil dan gugus asam amino bebas akan
bereaksi dengan ninhidrin. Prolin, hydroxyproline, dan 2-, 3-, and 4-asam
aminobenzoat menghasilkan senyawa berwarna kuning (hasil positif).
Beberapa amina seperti anilin dengan uji ninhidrin memberikan warna
orange hingga merah (hasil negatif). Warna ungu juga menunjukkan sampel
mengandung asam amino (hasil positif). Jika terbentuk warna lain seperti (kuning,
orange dan merah) maka uji negatif. Pada kondisi yang sesuai, intensitas warna
yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk mengukur konsentrasi asam amino
secara kalorimetrik. Metode ini amat sensitif bagi pengukuran konsentrasi asam
amino (Lehninger, 1982).
Dari sampel putih telur ayam yang diuji menghasilkan perubahan
warna menjadi ungu tua. Sesuai dengan literatur, hal ini menunjukkan reaksi
positif. Reaksi kimia yang ditimbulkan dari uji ninhidrin adalah sebagai berikut:

4.2.4 Uji Biuret


Pada uji biuret, ion Cu2+ (dari pereaksi biuret) dalam suasana basa
akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptide yang menyusun
protein membentuk senyawa kompleks berwarna ungu (violet). Reaksi biuret
positif terhadap dua buah ikatan peptide atau lebih, tetapi negative untuk asam
amino bebas atau dipeptida. Reaksi pun positif terhadap senyawa-senyawa yang
mengandung dua gugus: -CH2NH2, -CSNH2, -C(NH)NH2, dan –CONH2. Biuret
adalah senyawa denga dua ikatan peptide yang terbentuk pada pemanasan dua
molekul urea (Yazid, 2006) Semakin tinggi tingkat warna ungu maka semakin
tinggi pula kandungan protein yang dimiliki bahan tersebut (Siswanto, 2010).
Hasil pengujian menggunakan putih telur ayam menunjukkan reaksi
positif terhadap biuret dengan perubahan warna menjadi biru keunguan. Karena
reaksi positif dilihat sebelum pemanasan. Reaksi kimia yang ditimbulkan dari uji
biuret adalah sebagai berikut:
4.2.5 Uji Pengendapan dengan Pemanasan
Sifat Protein menurut Yazid (2006) adalah sebagai berikut:
Denaturasi
Pada umumnya, protein sangat peka terhadap pengaruh-pengaruh fisik
dari zat kimia, maka mudah mengalami perubahan bentuk. Perubahan atau
modifikasi pada struktur molekul protein disebut dengan denaturasi. Hal-hal yang
menyebabkan terjadinya denaturasi adalah panas, pH, tekanan, aliran listrik, dan
adanya bahan kimia seperti urea, alkohol, dan sabun. Temperatur merupakan titik
tengah dari proses denaturasi yang disebut dengan melting temperature (Tm) yang
pada umumnya protein mempunyai nilai Tm kurang dari 100ºC, apabila diatas
suhu Tm, maka protein akan mengalami denaturasi. Protein yang mengalami
denaturasi akan menurunkan aktivitas biologinya dan berkurang kelarutannya,
sehingga mudah mengendap.
Tanpa Reagen
Pada uji pengendapan dengan pemanasan menunjukkan sampel putih
telur ayam tanpa reagen terjadi endapan berwarna putih dengan buih lebih banyak.
Pemanasan yang dilakukan pada sampel membuktikan terjadinya denaturasi
protein yang disebabkan oleh panas. Beberapa makanan dimasak untuk
mendenaturasi protein yang dikandung supaya memudahkan enzim pencernaan
dalam mencerna protein tersebut (Ophart, 2003).
Reagen Basa (NaOH)
NaOH tergolong basa kuat yang ditunjukkan dengan adanya endapan
setelah pemanasan. Sedangkan setelah didiamkan, tidak tampak adanya
perubahan. Hal ini kemungkinan terjadi karena NaOH yang ditambahkan tidak
cukup banyak sehingga belum mampu mendenaturasikan protein yang terdapat
dalam larutan (Darwinta, 2010).
Pada praktikum belum ditemukan adanya endapan, namun perubahan
warna menjadi orange sudah merupakan indikasi akan terbentuknya endapan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam literatur, NaOH dapat mengendapkan
protein setelah pemanasan. Namun apabila setelah didiamkan tidak tampak
adanya perubahan, hal ini kemungkinan terjadi karena NaOH yang ditambahkan
tidak cukup banyak sehingga belum mampu mendenaturasikan protein yang
terdapat dalam larutan.
Reagen Asam (CH3COOH/asam asetat)
Protein mengalami kekeruhan terbesar pada saat mencapai pH
isoelektrik yaitu pH dimana protein memiliki muatan positif dan negatif yang
sama. Pada saat inilah protein mengalami koagulasi. Penambahan asam ke dalam
larutan menyebabkan ion-ion H+ dari asam akan terikat pada gugus-gugus yang
bermuatan negatif sehingga terjadi perubahan pengutuban dari molekul protein.
Perubahan pengutuban tersebut menyebabkan perubahan konformasi dari protein
atau rusaknya struktur tersier atau kuarterner protein sehingga protein mengalami
koagulasi (Poedjiadi, 1994).
Hasil praktikum membuktikan reaksi yang telah dijelaskan pada
literatur. Sampel berupa putih telur ayam yang ditambahi reagen asam asetat
terdapat endapan putih yang menunjukkan terjadinya koagulasi protein.

4.2.6 Uji Pengendapan dengan etanol


Penentuan protein metode pengendapan alkohol adalah kompetisi
pembentukan antara protein-air dengan alkohol-air. Alkohol dapat mengendapkan
protein karena gugus fungsional dari alkohol lebih kuat mengikat air sehingga
kelarutan protein dalam air berkurang. Pada protein ujung C asam amino yang
terbuka dapat bereaksi dengan alkohol dalam suasana asam membentuk senyawa
protein ester. Pembentukan ester ini ditunjukan oleh adanya endapan yang
terbentuk (Diya, 2012).
Alkohol juga mampu merusak ikatan hidrogen di antara gugus amida
yang terdapat dalam struktur sekunder protein sehingga protein kehilangan air
(terhidratasi) dan akhirnya mengendap (Awan, 2012).
Apabila protein dipanaskan atau ditambah etanol absolute, maka
protein akan menggumpal (terkoagulasi). Hal ini disebabkan etanol menarik
mantel air yang melingkup molekul-molekul protein.
Pada uji pengendapan protein dengan garam, pengaruh penambahan
garam terhadap kelarutan protein berbeda-beda, tergantung pada konsentrasi dan
jumlah muatan ionnya dalam larutan. Semakin tinggi konsentrasi dan jumlah
muatan ionnya, semakin efektif garam dalam mengendapkan protein. Peristiwa
pemisahan atau pengendapan protein oleh garam berkonsentrasi tinggi disebut
salting out (Yazid, 2006).
Pada penelitian pertama, sampel putih telur ditambahi dengan kristal
NaCl yang kemudian diberikan reagen etanol. Reaksi yang didapatkan berupa
endapan putih yang terdapat di dasar tabung. Hal ini membuktikan alkohol dan
kristal NaCl bereaksi maksimal dalam mengendapkan protein.
Pada penelitian selanjutnya, sampel yang ditambahi kristal NaCl
dengan reagen etanol, diambil sebagian lalu dipindahkan ke tabung reaksi lain
dengan menyertakan pula sedikit endapannya. Kemudian ditambahi setetes demi
setetes hingga larutan nampak jernih dan terpisah dari endapan putih.
Penampakan terakhir yang didapat seperti yang dijelaskan dalam literatur, terjadi
kompetisi protein-air dan alkohol-air.

UJI LIPID
4.2.7 Uji Kelarutan
Uji ini terdiri atas analisis kelarutan lipid maupun derivat lipid
terdahadap berbagai macam pelarut. Dalam uji ini, kelarutan lipid ditentukan oleh
sifat kepolaran pelarut. Apabila lipid dilarutkan ke dalam pelarut polar maka
hasilnya lipid tersbut tidak akan larut. Hal tersebut karena lipid memiliki sifat
nonpolar sehingga hanya akan larut pada pelarut yang sama-sama nonpolar.
(Garjito,M.1980).Lipid tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik
seperti eter, aseton, kloroform, dan benzen (Salirawati et al, 2007).
Lipida adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak
larut dalam air, dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti
kloroform dan eter. Asam lemak adalah komponen unit pembangun pada hampir
semua lipid. Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai
atom karbon dari 4 sampai 24. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan
ekor hidrokarbon nonpolar yang panjang. Hal ini membuat kebanyakan lipid
bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger
1982).
Pada praktikum ini dilakukan uji kelarutan dengan menggunakan
sampel berupa larutan etanol, kloroform, akuades yang masing-masing diuji
dengan reagen minyak kelapa bekas dan minyak kelapa baru.
Pada sampel etanol dengan menggunakan minyak kelapa bekas
menunjukkan endapan minyak tidak larut dan terdapat di bawah terpisah dari
etanol. Hal ini membuktikan bahwa etanol merupakan pelarut polar yang tidak
dapat menyatu dengan minyak. Kloroform menunjukkan minyak dapat terlarut.
Karena kloroform merupakan pelarut nonpolar. Aquades menunjukkan adanya
endapan minyak yang tidak larut di permukaan. Hasil yang sama ditunjukkan juga
pada masing-masing sampel dengan reagen minyak kelapa baru.
Pada etanol, minyak tidak terlarut berada di bawah terpisah dari
larutan etanol yang terdapat diatasnya. Sedangkan pada air menunjukkan minyak
yang tidak terlarut berada diatas terpisah dari air yang terdapat dibawahnya. Hal
ini tak lain disebabkan perbedaan bobot jenis etanol dan air sebagai berikut:

No Nama Zat Bobot Jenis


1 Etanol 0,8119-0,8139 g/ml
2 Aqua destillata 0,997g/ml
4 Minyak kelapa 0,903 g/ml
Sumber: Ditjen POM 1979
Tabel 1. Bobot jenis etanol, akuades, minyak kelapa

4.2.8 Uji Ketidakjenuhan


Pada perlakuan ini, kloroform berfungsi sebagai pelarut organik yang
dapat melarutkan minyak dan lemak, sedangkan larutan iodin berfungsi sebagai
pengadisi atau mengoksidasi asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada
molekulnya menjadi berikatan tunggal (Poedjiadi, 2005).
Pada praktikum ini dilakukan uji ketidakjenuhan dengan
menggunakan sampel minyak baru, minyak bekas, dan mentega. Reagen pertama
yang digunakan adalah kloroform sebanyak 2 ml, kemudian reagen kedua berupa
larutan lugol/iodium sebanyak tiga tetes. Hasil yang ditunjukkan adalah pada
sampel minyak kelapa baru terjadi perubahan warna menjadi pink atau merah
muda. Sedangkan pada sampel minyak lama menunjukkan adanya perubahan
warna menjadi orange keruh. Kemudian pada sampel terakhir yaitu mentega
menunjukkan perubahan warna menjadi orange kental.
Asam lemak jenuh dapat dibedakan dari asam lemak tidak jenuh
dengan cara melihat strukturnya. Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan ganda
pada gugus hidrokarbonnya. Reaksi positif ketidakjenuhan asam lemak ditandai
dengan timbulnya warna merah asam lemak, lalu warna kembali lagi ke warna
awal kuning bening. Warna merah yang kembali pudar menandakan bahwa
terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon asam lemak.
Trigliserida yang mengandung asam lemak yang mempunyai ikatan
rangkap dapat diadisi oleh golongan halogen. Pada uji ketidakjenuhan, pereaksi
iod huble akan mengoksidasi asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap pada
molekulnya menjadi berikatan tunggal. Warna merah muda yang hilang selama
reaksi menunjukkan bahwa asam lemak tak jenuh telah mereduksi pereaksi iod
huble. ( Budha,K.1981 )
Dari penjelasan literatur diatas dibuktikan bahwa hasil uji
ketidakjenuhan lipid menunjukkan asam lemak tidak jenuh terdapat pada minyak
baru. Kemudian asam lemak jenuh ditunjukkan terdapat pada minyak bekas dan
mentega. Perubahan warna yang dihasilkan minyak bekas adalah kuning keruh.
Sedangkan mentega mengalami perubahan warna menjadi orange kental. Jadi
dapat disimpulkan bahwa mentega memiliki kadar asam lemak jenuh yang lebih
tinggi daripada minyak bekas.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
UJI KARBOHIDRAT
Uji Karbohidrat dilakukan dengan menggunakan indikator benedict
dan iodium atau lugol. Pada indikator benedict disimpulkan reaksi positif terjadi
pada glukosa (monosakarida), fruktosa (monosakarida) dan sukrosa (disakarida).
Sedangkan akuades dan amilum (polisakarida) menunjukkan reaksi negatif.
Namun, terdapat kemungkinan amilum dapat menunjukkan reaksi positif apabila
dilakukan pemanasan yang lebih lama.
Pada indikator lugol atau iodium disimpulkan reaksi positif terjadi
pada sampel amilum. Sedangkan glukosa dan akuades juga menunjukkan indikasi
reaksi positif namun perubahan warna kurang tajam yang kemungkinan
disebabkan larutan telah teroksidasi atau terlalu lama disimpan.
UJI PROTEIN
Uji protein dilakukan dengan menggunakan indikator ninhidrin
menunjukkan reaksi positif pada sampel putih telur ayam. Pengujian kedua
menggunakan indikator biuret menunjukkan reaksi positif pada sampel putih telur
ayam.
Uji pengendapan dengan pemanasan tanpa reagen menunjukkan reaksi
positif dengan adanya endapan putih. Reagen asam asetat juga menunjukkan
reaksi positif dengan kemampuannya mengkoagulasi protein. Reagen NaOH
menunjukkan reaksi positif dengan perubahan warna menjadi lebih keruh.
Namun, endapan tersebut belum terbentuk sempurna karena kemungkinan larutan
NaOH yang digunakan kurang cukup untuk mengendapkan protein.
Uji Pengendapan telur yang ditambahi kristal NaCl dengan reagen
etanol menunjukkan reaksi positif. Reaksi salting out oleh kristal NaCl juga
nampak jelas dengan terbentuknya endapan putih di bagian paling dasar tabung
reaksi. Kemudian pada uji selanjutnya, larutan tadi ditambahi dengan akuades
menunjukkan endapan yang putih larut dan penampakan menjadi lebih jernih
karena terjadi tarik menarik protein-air dan alkohol-air.
UJI LIPID
Pada uji kelarutan lipid didapatkan kesamaan hasil reaksi kedua
reagen pada tiga sampel berupa etanol, kloroform, dan akuades. Pada kloroform
minyak dapat terlarut karena merupakan pelarut non polar. Sedangkan pada etanol
minyak tidak terlarut dan mengendap di bagian bawah. Kemudian pada akuades,
minyak tidak terlarut dan mengendap di bagian atas. Perbedaan daerah endapan
disebabkan karena perbedaan berat jenis masing-masing pelarut.
Uji ketidakjenuhan menunjukkan minyak kelapa baru mengandung
asam lemak tak jenuh. Sedangkan minyak kelapa bekas dan mentega mengandung
asam lemak jenuh.

5.2 Saran
Perlu mengenal sifat-sifat bahan, sampel, maupun reagen, sehingga
mampu didapatkan reaksi yang sempurna. Seperti yang terjadi pada pemanasan
amilum dengan reagen benedict dan reaksi pengendapan protein dengan reagen
NaOH.
Sebaiknya melakukan pengecekan kualitas dan keoptimalan bahan
yang akan digunakan agar reaksi yang dihasilkan maksimal dan perubahan warna
yang nampak semakin tajam. Setiap pengukuran bahan yang akan direaksikan
sebaiknya menggunakan pipet ukur untuk meningkatan keakuratan reaksi dan
hasil reaksi, menghindari human error maupun pemberian bahan yang terlalu
banyak maupun terlalu sedikit.
DAFTAR PUSTAKA

Hawab, H.M. 2004. Pengantar Biokimia. Jakarta: Bayu Media Publishing.

Poedjiadi, Anna dkk. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Manruw. 2010. Pengantar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Wahyudi. 2005. Kimia Organik II. Malang: UM Press.

Purba, Michael. 2007. Kimia Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Salirawati et al. 2007. Belajar Kimia Menarik. Jakarta: Grasindo.

Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nelson DL, Cox MM. 2004. Lehninger’s Principle of Biochemistry. 4th ed.
USA.WH. Freeman.

Yazid, Estien. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Awan, Edy. 2012. Identifikasi Protein pada Albumin Telur. (serial online), [cited
2015 Nov 16]. Available from:
http://www.scribd.com/doc/90149445/Identifikasi-Protein-Pada-
Albumin-Telur.

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.

Keenan, Klemfelter. 1999. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.

Ophart, CE. 2003. Virtual Chembook. Elmhurs College.

Campbell, N.A dan Reece, 2005. Biologi Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Dr. Halomoan Hutagalung. KARBOHIDRAT. Bag. Ilmu Gizi FK USU. (serial


online), [cited 2015 nov 16]. Available from:
http://library.usu.ac.id/download/fk/gizi-halomoan.pdf.

Kristiani, Elizabeth. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia. Salatiga; UKSW.

Darwinta, Haris Dianto. 2010. Hasil Pengamatan. (serial online), [cited 2015 Nov
17]. Available from:
http://harisdianto.files.wordpress.com/2010/01/lap-lemak.pdf.
Diya. 2012. Pembahasan Identifikasi Protein. (serial online), [cited 2015 Nov
17]. Available from:
http://www.scribd.com/doc/83477349/Pembahasan-Identifikasi-
Protein.

Slamet, Sudarmadji. 1996. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.


Yogyakarta (ID): Penerbit Liberty.

Murray, Robert K et. al. 2003. Biokimia Haper Edisi 25. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Siswanto, Hadi. 2010. Uji Protein Dengan Biuret. (serial online), [cited 2015 Nov
17]. Available from: http://scribd.com

Sawhney, et al. 2005. Vitamin D and bone mineral density status of healthy
schoolchildren in northern India, Am. J. Clin. Nutr. 82.(serial online),
[cited 2015 Nov 18]. Available from: http://springerlink.com

Page, David S. 1989. Prinsip-Prinsip Biokimia. Diterjemahkan oleh Soendoro


(2005). Jakarta: Erlangga.
LAMPIRAN

Gambar amilum sebelum setelah ditetesi iodium sebelum pemanasan

Gambar amilum setelah dilakukan pemanasan kemudian didiamkan

Anda mungkin juga menyukai