Anda di halaman 1dari 2

Perang Sabil Aceh

Perang Aceh adalah perang Kesultanan Aceh melawan Belanda dimulai


pada tahun 1873. Para pemimpin dan tokoh ulama Aceh
mengggelorakan semangat jihad. Salah satunya adalah Tuanku Hasyim,
Panglima Polim, Teungku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Cut
Nyak Mutia, dan masih banyak lagi.

Perang sabil atau perang jihad (Ikrar Prang Sabi) merupakan perang
melawan kaphee Beulanda (kafir Belanda), perang suci untuk membela
agama, perang untuk mempertahankan tanah air, perang jihad untuk
melawan kezaliman di muka bumi.

Dengan semangat pasukan Aceh, Belanda mulai kewalahan. Akhirnya


Belanda mulai menerapkan Konsentrasi Stelsel dan menyuruh Dr.
Snouck Hurgonye untuk menyamar memasuki kehidupan masyarakat
Aceh, mempelajari agama Islam dan budaya Aceh. Ia menggunakan
nama samaran Abdul Gafar. Oleh karena itu, Snouck Hurgonye
mempunyai beberapa usulan untuk melawan rakyat Aceh:

1. Perlu memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat Aceh


karena di lingkungan masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan dan
kesatuan antara bangsawan, ulama, dan rakyat.

2. Menghadapi kaum ulama yang fanatik dengan kekerasan, yaitu


dengan kekuatan senjata.

3. bersikap lunak terhadap kaum bangsawan dan keluarganya dan


member kesempatan untuk masuk krops pamong praja dalam
pemerintahan Belanda.

Di buku paket
1. menyingkirkan semua golongan ulama

2. menggempur kaum ulama.

3. medirikian pangkalan-pangkalan tetap Aceh.

4. mengadakan gerakan pasifikasi, yaitu dengan mempertinggi


kesejahteraan rakyat untuk menarik simpati rakyat Aceh.

Ini yang di lks.

Untuk melaksanakan siasat ini. Belanda mengangkat gubernur baru


yaitu Jendral Van Heutsz (1898-1904). Perang ini terjadi selama 10
tahun, pada periode 1899-1909.

Akibat serangan Belanda, banyak pejuang Aceh yang gugur dan


tertangkap seperti Teuku Umar, Cut Nyak Dien, dan Cik Di Tiro.
Akhirnya pada tahun 1903 Sultan Muhammad Daud Syah dan Panglima
Polim terpaksa menyerah dengan membuat Plakat Pendek (perjanjian
singkat) yang isinya menyatakan bahwa Aceh mengakui kekuasaan
Belanda dan mengikat raja-raja kecil serta kepala daerah. Demikian
Perang Sabil yang digelorakan rakyat Aceh secara missal baru berakhir
pada tahun 1911.

Konsentrai Stelsel yaitu dengan memusatkan seluruh pasukan di


benteng-benteng sekitar kota. Belanda tidak melakukan serangan ke
daerah-daerah, melainkan cukup mempertahankan kota dan pos-pos di
sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai