Anda di halaman 1dari 5

PERDAGANGAN HEWAN LIAR

Kepala Seksi Wilayah 2 BKSDA Jakarta Bambang Yudi mengatakan pemeliharaan atau
konservasi hewan liar dilindungi UU No 5 Tahun 1999 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Masyarakat yang ingin memelihara atau melakukan konservasi satwa
diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu.

"Syarat yang pertama adalah memang si masyarakat itu satu, memiliki kemampuan untuk
memelihara. Yang kedua, dia memiliki sarana dan prasarana. Misalnya buaya, dia harus
memiliki kolam atau tempat penangkaran itu sesuai dengan kriteria atau kebutuhan yang kita
tetapkan. Karena sebelum kami berikan izin, dia harus mengajukan surat, mengajukan proposal
yang di dalamnya meliputi sarana, keahlian, dan lain-lain, termasuk sumber satwa yang akan
dia tangkarkan," jelas Bambang.
Hewan yang diamankan polisi ini selanjutnya akan dibawa ke pusat penyelamatan satwa di
Tegal Alur untuk dikarantina. Kemudian, hewan-hewan itu akan dikembalikan ke alam.

"Langsung dirilis ke alam, ke habitatnya. Kalau memang tidak memungkinkan karena sudah
lama dipelihara manusia, maka sudah tidak seperti yang di hutan, maka dia dibawa ke pusat-
pusat rehabilitasi. Kayak elang, kita punya pusat rehabilitasi di Pulau Kotok, Kepulauan Seribu,"
tuturnya.
Kepala Badan Pendidikan dan Latihan (Kabandiklat) Kejaksaan Republik Indonesia, Setia
Untung Arimuladi mengatakan, perdagangan ilegal satwa liar menimbulkan kerugian
negara sebesar Rp 9 triliun pertahun, sementara itu kerugian negara dari sektor kehutanan
mencapai Rp 598 triliun-Rp 77,9 triliun atau setara US $ 60,7 miliar- US $ 81,4 miliar
selama tahun 2003-2015. Pemburuan dan perdangan ilegal satwa liar tidak hanya
menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga berdampak secara ekologis yang
menyebabkan terjadinya kepunahan massal terhadap spesies-spisies tertentu.

“Hal ini sangat menganggu ekositem, penyebaran penyakit, hilangnya kearifan lokal, serta
beban lokal serta beban moral dan reputasi bagi negara di mata dunia internasional. Oleh
karena itu dalam menangani perkara seperti ini membutuhkan jaksa-jaksa yang handal
dalam penanganan perkaranya,” Kata Untung seperti dilansir Fajar Indonesia Network di
Jakarta, Senin (21/1).
Untung memaparkan, diperkirakan sebayak 300.000 spesies satwa liar atau sekitar 17
persen satwa di dunia terdapat di Indonesia. Saat ini spesies-spesies satwa liar tersebut
mengalami penurunan jumlah populasi yang sangat signifikan, diantara akibat pemburuan
dan perdagangan ilegal. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh Majalah Economist tahun
2014, perdangan ilegal satwa liar merugikan dunia sebesar $ 10 miliar pertahun.

Maraknya tindak pidana perdagangan dan perburuan satwa liar dan semakin canggih.
Modus yang dipergunakan antara lain melalui media online, baik melalui platform E-
Commerce maupun media sosial lainnya, serta kaitannya dengan tindak pidana lain.

Badan Diklat Kejaksaan, kata Untung, yang merupakan lembaga sub kordinat Kejaksaan
Agung yang berfungsi untuk melatih dan membina mental dan kemampuan profesional
semua unit kejaksaan. Dalam rangka ini, BAdiklat bekerjasama dengan Wildlife
Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP) menyelenggarakan training of trainer
(ToT) penangan perkara tindak pidana perdagangan satwa liar yang dilindungi.

Kepala Divisi Kehutaan dan Lahan ICEL Rika Fajrini mengatakan, berdasarkan Indonesian
Center for Environmental Law (ICEL) trend kasus kejahatan satwa liar dilindungi di
Indonesia terus meningkat tajam .

” Berdasarkan data Wildlife Crime Unit WCS IP, jumlah kasus kejahatan satwa liar
dilindungi tercatat dari 106 kasus pada 2015 kemudian menjadi 120 kasus pada 2016 dan
pada tahun berikutnya 2017 menjadi 225 kasus dan tahun ini saja tercatat sudah ada 35
kasus konflik satwa,” Singkat Rika saat pemaparan catatan akhir tahun 2018 kelompok
kerja konservasi:Nasib Gantung Konservasi Keanekaragaman Hayati, di Jakarta.

Dirinya menambahkan, Dari 2015 sampai 2017 terdapat pergeseran yaitu 2015 sampai
2016 perdagangan online mulai menurun dan perdagangan konvensional meningkat.
Tetapi di 2016 hingga 2017 perdagangan online yang tadinya turun kembali meningkat.
Fakta kenaikan kasus tersebut lantaran karena penegakan hukum yang diimbangi dengan
kemampuan sumber daya atau bahkan upaya konservasi berhasil.

Irma Hermawati, Legal Advisor Wildlife Crime Unit/Wildlife Conservation


Society (WCU/WCS) menyatakan, lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku
perdagangan satwa ilegal terlihat dari vonis ringan pada Ahmad Fahrial. Pelaku
yang merupakan pedagang gading gajah ilegal dengan barang bukti satu gading
dan satu caling gajah, serta 650 kilogram tulang gajah, hanya divonis 10 bulan
penjara, denda Rp 1,5 juta, dan subsider 8 bulan kurungan oleh Hakim Pengadilan
Negeri Meulaboh, Aceh Barat, Kamis (4/6/2015).

Menurut Dwi, saat ini banyak satwa yang masuk bursa perdagangan merupakan
jenis terancam punah. Ia mencontohkan, untuk burung terdapat 140 jenis, mamalia
63 jenis, reptil 21 jenis. Biasanya, satwa tersebut dikoleksi atau dijadikan bahan
obat tradisional, kecantikan, juga keyakinan.

Untuk satwa yang tinggi diperdagangkan bagian tubuhnya antara lain gajah,
harimau, burung enggang gading, dan trenggiling. Biasanya, dijual di pasar
domestik dan diselundupkan ke luar negeri seperti Filipina, Thailand, China, Timur
Tengah dan Eropa.

Even Alex Chandra, Head of Education, Human Resources & Customer Protection
Division OLX mengatakan, lembaganya sudah berupaya mengantisipasi dan
mencegah iklan penjualan satwa liar dilindungi. “Kami langsung cabut iklannya,
termasuk bahan awetan seperti yang dicantumkan undang-undang, diminta atau
tidak,” ujarnya.

Pihaknya juga menyediakan form laporan masyarakat jika ada iklan penjualan yang
lolos. Hal lain yang masih membingungkan menurut dia adalah wujud dan nama
hewan yang dilindungi. Dalam undang-undang disebutkan nama latinnya,
sementara pengiklan atau masyarakat memakai nama populer.

“Karena kami juga berbasis keyword, kadang pengiklan menulisnya dengan nama
alay atau yang tidak ada di kata kunci. Kami terbuka menerima laporan,” ujarnya.

pada Maret 2016 lalu, aktor terkenal Leonardo DiCaprio datang blusukan ke hutan
Indonesia (tepatnya ke Taman Nasional Gunung Leuser di Aceh) dan menentang
perusahaan kelapa sawit yang telah mengganggu habitat gajah Sumatra sehingga membuat
spesies ini terancam punah. Di lain kesempatan, Leo juga menyumbangkan dana $1 juta
untuk konservasi gajah di Afrika. Wih.. Ada yang lumayan ekstrem juga nih. Aktris cantik
Hayden Panettiere (pemeran utama di serial TV Heroes) pernah terlibat konfrontasi
langsung di tengah laut dengan para nelayan Jepang yang melalukan perburuan lumba-
lumba.
Pada Desember 2014, Andika Wibisono ditangkap petugas BKSDA Jawa Tengah karena
memperdagangkan satwa langka berupa trenggiling, kukang Jawa, dan kancil.
"Namun, Andika hanya divonis 3 bulan oleh hakim Pengadilan Negeri Ungaran, Jawa Tengah,” ujarnya.
Pada Oktober 2015 lalu, Andika kembali ditangkap oleh petugas Kepolisian DKI Jakarta karena kasus yang
sama.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Perdagangan Hewan Langka Marak Gara-gara
Sanksi Tak Tegas, https://www.tribunnews.com/tribunners/2015/12/11/perdagangan-hewan-langka-
marak-gara-gara-sanksi-tak-tegas.

Editor: Samuel Febrianto


JAKARTA, Indonesia – Perdagangan ilegal satwa merupakan salah satu masalah yang
harus diatasi oleh Indonesia. World Widelife Fund (WWF) Indonesia meminta
pemerintah dan masyarakat bahu membahu menjaga hewan-hewan tersebut.

Lembaga swadaya masyarakat ini mengusung tema “Zero Tolerance for Illegal Wildlife
Trade” pada Ahad, 5 Juni, lalu. Namun, sebelumnya mereka telah menyelenggarakan
diskusi bertajuk serupa pada Kamis, 2 Juni 2016.

“Perdagangan satwa liar yang dilindungi menjadi bisnis terbesar ke-5 di dunia.
Indonesia sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati menjadi incaran utama
perburuan dan perdagangan,” kata Direktur Konservasi WWF-Indonesia Arnold
Sitompul lewat siaran pers yang diterima Rappler.

Dalam pantauan pemberitaan media selama Januari-April 2016, WWF Indonesia


menemukan ada 68 kasus kejahatan terjadap satwa, termasuk yang dilindungi.
Tindakan ini termasuk penyelundupan dan perdagangan.
Beberapa spesies yang berhasil diselamatkan adalah harimau Sumatera, gajah
Sumatera, orang utan, dan penyu. Padahal, hewan-hewan ini termasuk dalam daftar
yang terancam punah. Nominal kehilangannya mencapai Rp 9 triliun.

Tingginya permintaan

Koordinator Wildlife Crime Team WWF Indonesia Chaerul Saleh mengatakan maraknya
kasus perburuan dan perdagangan terhadap hewan dilindungi ini disebabkan tingginya
permintaan pasar.

Para pembeli bisa menginginkan hewan ini hidup-hidup untuk dipelihara, atau bagian
tubuh tertentu. Tak sedikit yang dibunuh dan diawetkan untuk menjadi koleksi, yang
merupakan tren gaya hidup kelas atas.

Chaerul juga mengatakan kalau perdagangan bahkan bisa terjadi secara terbuka. Ia
menemukan banyak yang terang-terangan menjual gading gajah, bahkan hewan langka
di toko online seperti Tokopedia, Lazada, atau Buka Lapak. Tak jarang disebar lewat
aplikasi Blackberry Messenger dan Instagram.

Menurut kajian Global Financial Integrity tahun 2011, nilai perdagangan ilegal tumbuhan
dan satwa liar secara global berada di urutan keempat setelah perdagangan narkotika,
manusia, dan barang palsu. Adapun data Perkumpulan SKALA melalui kemitraan
dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2016, menyatakan
bahwa nilai kerugian negara akibat perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar
dilindungi di Indonesia mencapai lebih dari 9 triliun per tahun.

Salah satu yang dinilai berkontribusi dalam maraknya perdagangan satwa dilindungi
adalah masih tingginya permintaan dari masyarakat yang berminat memiliki bagian
tubuh satwa liar, menjadikan sebagai hewan peliharaan di rumah, atau mengoleksi
satwa liar yang sudah diawetkan, sebagai bagian dari gengsi dan gaya hidup berkelas.
Selain itu, masyarakat juga banyak menganggap banyak bagian tubuh satwa yang
memiliki khasiat, baik sebagai obat tradisional yang dapat menyembuhkan berbagai
macam penyakit hingga menjadi jimat. Padahal khasiatnya tidak terbukti secara ilmiah
sama sekali.

KEPUNAHAN MASSAL

A. Kepunahan Alami sebagai Bagian dari Siklus Alam


Mungkin lo masih bingung saat gue bilang kepunahan itu merupakan siklus alam. Tapi
memang di dalam sejarah panjang dari bumi yang berumur 4,5 milyar tahun ini, bisa
dibilang lebih dari 95% mahluk hidup yang pernah ada di bumi ini udah punah. Kepunahan
spesies adalah hal yang wajar dalam perjalanan makhluk hidup di bumi. Ada kepunahan
alami yang terjadi sepanjang waktu ketika di waktu dan lingkungan tertentu,
secara random, alam melakukan seleksi pada spesies-spesies yang kurang bisa
menyesuaikan diri pada (perubahan) lingkungannya.
Contoh spesies yang mengalami kepunahan alami adalah hiu Megalodon yang hidup 23
hingga 2,6 juta tahun yang lalu. Megalodon tuh punya ukuran tubuh yang guedee banget.
Tentunya butuh makan mangsa yang buanyak banget untuk memenuhi kebutuhan kalori
tubuhnya. Di saat yang bersamaan, ada satu spesies pesaing Megalodon yang punya menu
makanan sama, yaitu moyangnya paus pembunuh, yang berukuran tubuh lebih kecil. Salah
satu hipotesis ilmuwan menyatakan kalo akhirnya Megalodon kalah saing dan lama-
kelamaan punah.

B. Kepunahan Massal karena Kerusakan Lingkungan


Kepunahan alami “hanya” terjadi di habitat tertentu, pada spesies tertentu. Laju
kepunahannya juga relatif lebih lambat. Lain cerita dengan Kepunahan Massal. Dalam
sejarah panjang kehidupan bumi, paling tidak ada 5 peristiwa kepunahan besar-besaran
yang terjadi.

Nah, dari contoh-contoh kepunahan massal di atas, sebenarnya ada suatu pola, di
mana setiap kepunahan massal terjadi akan selalu diikuti oleh munculnya spesies-
spesies yang baru. Ini semua mengikuti teori evolusi yang menyatakan saat ada kepunahan
massal, banyak relung-relung yang menjadi kosong. Saat itu mahluk hidup yang masih
bertahan, dalam waktu yang lama akan berevolusi menjadi spesies-spesies baru yang
mengisi relung tersebut.

Dari kedua gambar di atas, bisa lo liat bahwa laju kepunahan meningkat tajam seiring
dengan meningkatnya populasi manusia. Dan ternyata kepunahan besar-besaran itu mulai
terjadi saat manusia telah mengalami Revolusi Industri. Bahkan menurut penelitian IUCN
(International Union for Conservation of Nature), manusia berkontribusi meningkatkan
laju kepunahan spesies menjadi lebih dari 100 KALI LIPAT LOOOH!!! Bukan 100%
ya. Lo pikirin aja tuh seberapa pesat peningkatannya. Karena itu, para peneliti konservasi
menduga kalau saat ini bumi sedang mengalami masa kepunahan massal ke-6, dan
itu mostly disebabkan oleh manusia!

Suatu ekosistem dikatakan stabil saat komponen biotik dan abiotiknya tidak
mengalami fluktuasi dalam jangka waktu yang panjang.

Anda mungkin juga menyukai