Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Resistensi Umat Islam Indonesia terhadap Jepang


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Islam Indonesia II

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Ahwan Mukarrom,, MA

Disusun Oleh:

Mohammad Nawal Ma’ali A92218115

Almira Nurbaiti A02218010

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, pencipta segala alam semesta beserta isinya, karena
atas segala limpahan rahmat, taufiq serta hidayahnya, saya dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari jalan yang gelap menuju jalan yang
terang yakni agama Islam.

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Islam Indonesia
II yang berjudul Resistensi Umat Islam Indonesia terhadap Jepang. Kami menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu, Prof. Dr. Ahwan Mukarrom,,
MA, yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah ini dan kepada teman-teman
saya yang telah menyemangati, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini
disusun berdasarkan diskusi yang telah kami lakukan.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.

Surabaya , 12 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................1


1.1. Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah ...............................................................................................1
1.3. Tujuan ..................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................2
2.1. Sebab Resistensi Umat Islam Indonesia ..............................................................2
2.2. Perlawanan Ideologi Umat Islam Indonesia ........................................................2
2.3. Perlawanan Bersenjata Umat Islam Indonesia ....................................................4
BAB III PENUTUP .....................................................................................................7
3.1. Kesimpulan ..........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada saat penjajah jepang datang bertujuan untuk menipponkan Indonesia, dan
menggantikan agama Islam dengan Shintoisme. Jepang jauh lebih kejam daripada
Belanda. Jepang merampas semua harta milik rakyat untuk kepentingan perang. Pada
masa belanda yaitu kerja rodi, tapi pada masa jepang berubah menjadi istilah romusha,
yang mana keadaan jauh lebih memburuk dari pada kerja rodi. Keadaan seperti itu
akhirnya mendorong terjadinya beberapa perlawanan terhadap pemerintahan Jepang
baik perlawanan ideologi maupun perlawanan bersenjata.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa sebab resistensi umat Islam Indonesia terhadap Jepang ?
2. Bagaimana perlawanan ideologi umat Islam Indonesia terhadap Jepang ?
3. Bagaiman perlawanan bersenjata umat Islam Indonesia terhadap Jepang ?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui sebab resistensi umat Islam Indonesia terhadap Jepang.
2. Untuk mengetahui perlawanan ideologi umat Islam Indonesia terhadap Jepang.
3. Untuk mengetahui perlawanan bersenjata umat Islam Indonesia terhadap Jepang.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sebab Resistensi Umat Islam Indonesia terhadap Jepang.

Sebagai penjajah, Jepang jauh lebih kejam daripada Belanda. Jepang merampas
semua harta milik rakyat untuk kepentingan perang, sehingga rakyat mati kelaparan. Jika
pada masa Belanda terkenal dengan istilah “kerja rodi”, maka di zaman Jepang terkenal

1
dengan istilah romusha, yang mana para romusha diperlakukan sangat buruk dari pada para
pekerja rodi. Adanya kerja paksa ( romusha ) yang telah menyengsarakan rakyat Indonesia.
kehidupan romusha yang sangat memprihatinkan, sehingga menelan banyak korban. Tidak
hanya itu, bangsa Indonesia menyadari bahwa Jepang mempunyai tujuan sangat buruk bagi
bangsa Indonesia yaitu ingin menipponkan bangsa Indonesia, dan menggantikan agama Islam
1
dengan Shintoisme. Keadaan seperti itu akhirnya mendorong terjadinya beberapa
perlawanan terhadap pemerintahan Jepang baik perlawanan ideologi maupun perlawanan
bersenjata.

2.2. Perlawanan Ideologi Umat Islam Indonesia terhadap Jepang.

1. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)

Berbeda dengan pemerintah Hindia Belanda yang cenderung anti terhadap umat Islam,
Jepang lebih ingin bersahabat dengan umat Islam di Indonesia. Jepang sangat memerlukan
kekuatan umat Islam untuk membantu melawan Sekutu. Oleh karena itu, sebuah organisasi
lslam MIAI yang cukup berpengaruh yang dibekukan oleh pemerintah kolonial Belanda,
mulai dihidupkan kembali oleh pemerintah pendudukan Jepang. Tepat pada tanggal 4
September 1942 MIAI diizinkan aktif kembali. Dengan demikian diharapkan MIAI segera
dapat digerakkan, sehingga umat Islam di Indonesia dapat dimobilisasi untuk keperluan
perang Jepang melawan sekutu. Dengan diaktifkannya kembali MIAI, maka MIAI menjadi
organisasi pergerakan yang cukup penting di zaman pendudukan Jepang. Seiring
perkembangannya, MIAI yang awalnya diharapkan oleh Jepang dapat dimobilisasi untuk
keperluan perang Jepang melawan sekutu, kemudian berubah menjadi tempat pertukaran
pikiran dan pembangunan kesadaran umat agar tidak terjebak pada perangkap kebijakan
Jepang yang semata-mata untuk memenangkan perang Asia Timur Raya. Arah
perkembangan MIAI ini mulai dipahami oleh Jepang. Hingga pada akhirnya, MIAI tidak lagi
memberi konstribusi terhadap Jepang. Hal tersebut tidak lagi sesuai dengan harapan Jepang,
sehingga pada November 1943 MIAI dibubarkan.

2. Majelis Syuro Muslimin Indonesia ( Masyumi )

1
Muhammad Husni. Kondisi Umat Islam Masa Penjajahan Jepang. Jurnal Rihlah, (3) : 60-
67.( Makassar : UIN Alauddin. 2015).hlm.63.

2
Majelis Syuro Muslimin Indonesia ( Masyumi ) dibentuk pada tanggal 24 Oktober
1943 menggantikan MIAI yang tidak disukai oleh Jepang karena tidak bisa dikendalikan. 2
Dalam Masyumi semua organisasi muslim tergabung. Basis organisasi ini adalah semua
organisasi yang tergabung di MIAI, Muhammadiyah, NU, dan Persatuan Islam ( Persis ).
Ketuanya yang pertama adalah K.H. Hasyim ‘Asyari dari NU dengan wakilnya K.H. Wahab
Hasbullah. Masyumi sebagai induk organisasi Islam,yang anggotanya sebagian besar dari
para ulama. Dalam perkembangannya, tampil tokoh-tokoh muda di dalam Masyumi antara
lain, Moh. Natsir, Harsono Tjokroaminoto, dan Prawoto Mangunsasmito. Perkembangan ini
telah membawa Masyumi semakin maju dengan arah politiknya semakin jelas. Masyumi
berkembang menjadi wadah untuk bertukar pikiran antara tokoh-tokoh Islam dan sekaligus
menjadi tempat penampungan keluh kesah rakyat. Masyumi menjadi organisasi massa yang
pro rakyat, serta menentang keras adanya romusha. Masyumi menolak perintah Jepang dalam
pembentukannya sebagai penggerak romusha. Dengan demikian Masyumi telah menjadi
organisasi pejuang yang membela rakyat.

3. Pusat Tenaga Rakyat ( Putera )

Organisasi Putera dibentuk pada 16 April 1943, di bawah pimpinan “Empat


Serangkai”, yaitu Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur. Gerakan
Putera ini diharapkan dapat menarik perhatian bangsa Indonesia agar membantu pasukan
Jepang dalam setiap peperangan yang dilakukannya. Seiring dengan perkembangannya,
organisasi Putera berkembang sangat pesat di beberapa daerah dengan anggotanya adalah
kumpulan organisasi profesi seperti: Persatuan Guru Indonesia, Perkumpulan Pegawai Pos,
Radio, dan Telegraf, Perkumpulan Istri Indonesia, Barisan Banteng dan Badan Perantara
Pelajar Indonesia, serta Ikatan Sport Indonesia. Disamping itu, organisasi Putera telah
berhasil mempersiapkan rakyat secara mental bagi kemerdekaan Indonesia. Melalui rapat-
rapat dan media massa, pengaruh Putera semakin meluas. Hingga pada akhirnya
perkembangan organisasi Putera menimbulkan kekhawatiran di pihak Jepang. Oleh karena,
organisasi Putera yang telah dimanfaatkan oleh pemimpin-pemimpin nasionalis untuk
mempersiapkan ke arah kemerdekaan, kemudian dibubarkan oleh Jepang pada tahun 1944.3

2.3. Perlawanan Bersenjata Umat Islam Indonesia terhadap Jepang

2
Musyrifah Suananto. Sejarah peradaban Islam Indonesia.( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
2012).hlm.40.
3
Sardiman AM dan Amurwani Dwi Lestariningsih. Sejarah Indonesia. (Jakarta : Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan. 2014).hlm.19.

3
1. Pemberontakan Cot Pileng, Aceh.

Tidak lama setelah Jepang berkuasa di Indonesia, timbullah pemberontakan di


beberapa daerah, diantaranya yaitu pemberontakan yang terjadi di Cot Pileng Aceh, yang
dipimpin oleh seorang ulama muda sekaligus seorang guru ngaji yang bernama Tengku
Abdul Jalil. Pemberontakan ini terjadi karena penderitaan yang dialami oleh akibat
kesewenangan pemerintah pendudukan Jepang, terhadap masyarakat Aceh yang dipekerjakan
romusha pada masa itu. Pada awalnya, Tengku Abdul Jalil dibantu teman-temannya
melakukan dakwah anti Jepang secara diam-diam dan menyerukan jihad fisabilillah dari desa
ke desa. Menjelang akhir tahun 1942, dakwah yang awalnya dilakukan diam-diam tersebut
menjadi terang-terangan, setelah kekejaman tentara Jepang semakin menjadi-jadi kepada
masyarakat. Para santri di Dayah Cot Plieng sudah siap untuk berperang melawan Jepang.
Hal itu kemudian diketahui intelijen dan intelijen dan kempetai Jepang. Oleh karena itu,
Jepang berusaha membujuk Tengku Abdul Jalil untuk berdamai, namun Tengku Abdul Jalil
menolak ajakan Jepang tersebut. Hingga pada tanggal 10 November 1942 terjadilah
perlawanan besar-besaran, yang pada akhirnya perlawanan tersebut berakhir dengan
tertembaknya Teungku Abdul Jalil oleh tentara Jepang.

2. Pemberontakan Rakyat Sukamanah.

Pemberontakan yang terjadi di Sukamanah, Singaparna, Tasikmalaya ini dipimpin


oleh seorang pemimpin pondok pesantren di daerah tersebut yang bernama Kiai Zainal
Mustofa4. Pemberontakan ini berawal dari pemaksaan Jepang kepada santri-santri Pesantren
serta masyarakat desa Sukamanah untuk melakukan seikerei ( menghormat kepada kaisar
Jepang dengan cara membungkukkan setengah badan ke arah matahari ). Para santri serta
masyarakat desa menolak melakukan hal tersebut, karena menganggapnya sebagai perbuatan
syirik. Karena hal tersebut, maka terjadilah pemberontakan masyarakat desa Sukamanah
melawan pasukan Jepang. Akibatnya, rakyat Singaparna melakukan perlawanan terhadap
Jepang. . Dalam pertempuran ini, banyak tentara Jepang yang terluka serta gugur dalam
pertempuran tersebut. Sementara itu, ratusan rakyat Singapurna juga banyak yang menjadi
korban pertempuran tersebut karena tidak sebandingnya persenjataan yang dimiliki. Setelah
melakukan perlawanan yang gigih dan tanpa kenal menyerah, akhirnya Jepang berhasil

4
Amad Mansur Suryanegara. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia.
( Bandung : Mizan Press. 1995).hlm.270.

4
menangkap Kiai Zainal Mustofa pada tanggal 25 Februari 1944, dan pada tanggal 25 Oktober
1944, Kiai Zainal harus menghentikan perjuangannya setelah beliau dihukum mati.

3. Pemberontakan Indramayu.

Pemberontakan Indramayu dipimpin oleh Haji Madriyas di desa karang Ampel,


Sidang Kabupaten Indramayu. Perlawanan ini merupakan perlawanan yang timbul karena
ketidaksukaan petani terhadap sikap angkuh Jepang yang merampas padi petani serta
pemaksaan untuk menjadi pekerja romusha yang mengakibatkan penderitaan yang
berkepanjangan. Rakyat merasa tertindas dengan adanya kebijakan-kebijakan Jepang tersebut.
Hingga pada akhirnya rakyat melakukan aksi protes dan melawan kebijakan-kebijakan
Jepang. Mereka bersemboyan “lebih baik mati melawan Jepang daripada mati kelaparan”.
Pemberontakan ini terjadi pada bulan Juli 1944.

4. Pemberontakan Teuku Abdul Hamid di Aceh

Pemberontakan yang dipimpin oleh Teuku Abdul Hamid, seorang perwira Giyugun
ini terjadi di Meuredu, Aceh pada November 1949. Pemberontakan ini dilatarbelakangi
karena rasa tidak puas dan kecewa akan perlakuan Jepang terhadap rakyat Indonesia yang
semena-mena. Karena hal itu, akhirnya Teuku Abdul Hamid bersama dengan dua peleton
tentara PETA melakukan perlawanan terhadap Jepang pada bulan November 1944. Namun,
pemberontakan ini tidak berjalan dengan lancar. Karena Jepang kemudian melakukan cara
licik dengan cara menahan anggota keluarganya, cara itu bertujuan untuk menekan
perlawanan Teuku Abdul Hamid. Dengan kondisi tersebut, yang pada akhirnya memaksa
Teuku Abdul Hamid untuk menyerah.

5. Pemberontakan Supriyadi di Blitar

Pemberontakan PETA (Pembela Tanah Air) di Blitar adalah sebuah peristiwa


pemberontakan yang dipimpin seorang pleton yang bernama Shodanco Supriyadi bersama
rekan-rekannya Shodancho Muradi, Budancho Halir, dan Budancho Sunanto. Pemberontakan
ini terjadi karena anggota PETA tidak tahan melihat kesengsaraan masyarakat di Blitar yang
pada saat itu dijadikan sebagai pekerja romusha. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 14
Februari 1945. Diawali dengan penembakan rumah para pelatih dan kempeitai serta sebuah
hotel Jepang. Setelah itu, rombongan dipecah menjadi empat yaitu, tiga rombongan ke
gunung Kelud dan satu rombongan ke hutan Lodoyo. Selama perjalanan mereka banyak
membunuh tentara Jepang. Mengetahui adanya pemberontakan, Jepang mengerahkan

5
pasukan pribumi yakni para daidancho dan para shodancho Blitar yang tidak ikut
memberontak dan Katagiri Butai (resimen katagiri). Selain itu, Jepang juga mengikutsertakan
PETA maupun heiho dari berbagai tempat untuk bergerak mengepung pemberontak. Dalam
hal ini Jepang tidak mengambil jalan kekerasan tetapi lebih memilih perundingan. Dalam
perundingan dengan kelompok Muradi, Jepang menjanjikan pengampunan bagi pemberontak.
Akan tetapi janji itu tidak ditepati sehingga terjadilah penyiksaaan. Para pemimpin utama
dibawa ke Jakarta dan diadili oleh Mahkamah Militer Jepang dengan vonis hukuman penjara
minimal dua tahun, seumur hidup tiga orang sedangkan enam orang dihukum mati yaitu
chudancho dr. Ismangil, shodancho Muradi, shodancho Suparjono, budancho Sunanto, Halir
Mangkudidjaja, dan Sudarmo. Sedangkan shodancho Supriyadi dinyatakan menghilang.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Banyak yang terjadi setelah indonesia dijajah oleh kolonial jepang,
dampak pertama yang cukup besar bagi bangsa yaitu kolonial jepang
mengganti agama islam menjadi ajaran shintoisme. Setelah pada masa
belanda menggunakan kerja rodi, jepang mengganti lebih dikenal dengan
romusha, yang banyak menelan korban jiwa pada saat itu.
Namun indonesia tidak pantang menyerah, para tokoh indonesia
membuat perlawanan dan pemberontakan untuk mengancam kolonial
jepang. Perlawanan indonesia melalui ideologi dengan cara membentuk
sebuah organisasi yang mendobrak jiwa nasionalis. Diantaranya MIAI,
Masyumi, dan Putera. Sedangkan pemberontakan dilakukan ada
dibeberapa daerah untuk melawan para penjajah jepang pada saat itu,
beberapa pemberontakan ada di daerah Aceh, Blitar, dan Indramayu.

6
Dengan berbagai cara para tokoh membela negara indonesia untuk
memerdekakan bangsa dari penjajah.

DAFTAR PUSTAKA

Sunanto, Musyrifah. 2012. Sejarah peradaban Islam Indonesia. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.

AM, Sardiman dan Lestariningsih, Amurwani Dwi. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta :
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

Husni, Muhammad. 2015. Kondisi Umat Islam Masa Penjajahan Jepang. Jurnal Rihlah, (3) :
60-67. Makassar : UIN Alauddin.

Suryanegara, Amad Mansur. 1995. Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di


Indonesia. Bandung : Mizan Press.

Anda mungkin juga menyukai