Anda di halaman 1dari 26

KEBIJAKAN PEMERINTAH JEPANG TERHADAP RAKYAT

INDONESIA SEPERTI ROMUSHA, PEMBERLAKUAN WILAYAH


ATAU TEORI MILITER.
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pergerakan Nasional
Pembimbing:
Dr. Djojo Sukarjo, M.SI
Agung Purnama, M.Hum

Disusun Oleh:
Kelompok 8/VI-B
Hilmi Fauzan NIM 1185010061
Ilham Permana NIM 1185010063
Irma Nurmala NIM 1185010065
Khonsa Azzahra NIM 1185010068

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021 M/1442 H
2

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim.

Alhamdulillahirabiil’alamin, puji dan syukur penulis berikan kepada Allah swt. atas
rahmat, izin, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
" KEBIJAKAN PEMERINTAH JEPANG TERHADAP RAKYAT INDONESIA SEPERTI
ROMUSHA, PEMBERLAKUAN WILAYAH ATAU TEORI MILITER” ini. Makalah ini
merupakan salah satu tugas yang diajukan untuk mata kuliah Sejarah Pergerakan Nasional I.

Adapun makalah ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu,
penulis tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Penulis tahu bahwa makalah ini memiliki banyak kelemahan dan begitu jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya dan berharap
para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini.

Bandung, April 2021

Penulis
3

DAFTAR ISI

Contents

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

PENDAHULUAN......................................................................................................................4

A. Latar Belakang................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5

C. Tujuan.............................................................................................................................5

PEMBAHASAN........................................................................................................................6

A. Kondisi Indonesia saat kedudukan Jepang......................................................................6

B. Kebijakan Pemerintahan Jepang di Indonesia.................................................................8

C. Perlawanan Indonesia terhadap Jepang.........................................................................12

PENUTUP................................................................................................................................24

A. Simpulan.......................................................................................................................24
4

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945) merupakan bagian periode yang
penting menyangkut bangsa Indonesia. Pada masa tersebut telah terjadi berbagai
perubahan yang mendasar pada sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan-
perubahan yang terjadi merupakan dampak dari pendudukan Jepang yang sangat menekan
dan sangat memeras. Masa pendudukan Jepang di Indonesia selama tiga setengah tahun
tersebut sering dipandang sebagai masa yang singkat tetapi akibat yang diterima oleh
masyarakat tidak sebanding dengan masa penjajahan Belanda yang lebih
lama.Pendudukan Jepang di Indonesia merupakan bagian dari rangkaian politik
imperialisme di Asia Tenggara. Kedatangan Jepang ke Indonesia merupakan bagian
dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia.Munculnya imperialisme Jepang
didorong oleh keberhasilan Restorasi Meiji diJepang yang berdampak modernisasi di
berbagai bidang kehidupan.Modernisasi tersebut berimplikasi pada persoalan-persoalan
yang sangatkomplek seperti kepadatan penduduk, lapangan pekerjaan, bahan mentah
dandaerah pemasaran hasil produksi.1
Kebijakan Jepang terhadap rakyat Indonesia mempunyai dua proritas,yaitu
menghapuskan pengaruh-pengaruh Barat dikalangan rakyat Indonesiadan memobilitasi
rakyat Indonesia demi kemenangan Jepang dalam perangAsia Timur Raya. Berdasarkan
orientasi itulah, penduduk Jepang secaraekstensif melakukan eksploitasi ekonomi,
penetrasi politik, dan tekanankultural pada masyarakat Indonesia hingga tingkat
pedesaan.Kebijakan yang dilakukan Jepang di Indonesia pada dasarnya adalahuntuk
menghapus pengaruh Barat dan memobilisasi sumber daya manusia danalam untuk
kepentingan perangAsia Timur Raya. Di Indonesia,Jepangmembuat propaganda yang
hebat, yaitu gerakanTiga A, Jepang PemimpinAsia, Jepang Cahaya Asia dan Jepang
Pelindung Asia melalui propaganda inijepang menggaungkan persaudaraan sesama
bangsa Asia untuk terbebas daribangsa Barat. Para tokoh nasionalis Indonesia merespon
1
Cahyo Budi Utomo.,Dinamika Pergerakan Kebangsaan Indonesia“Dari Kebangkitan Hingga
Kemerdekaan”,(Semarang:IKIP Semarang Press,1995), hlm.176.
5

dengan baik denganadanya banyak perkembangan yang dibawa Jepang diawal


pendudukannya.Akibatnya adalah pada masa pendudukan Jepang hampir seluruh
kehidupanekonomi lumpuh total. Kehidupan ekonomi kemudian sepenuhnya berubahdari
keadaan normal menjadi ekonomi perang.2
Politik Jepang untuk mengatur ekonomi masyarakat terwujud dalampolitik
penyerahanpadi secara paksa yang berakibat pada kemiskinan endemis,menurunnya
derajat kesehatan, meningkatnya angka kematian, serta berbagaipenderitaan fisik
masyarakat pedesaan. Perubahan dalam hal pemerintahan berimplikasi pada perubahan
dalam segi ekonomi, sosial budaya maupunmentalitas masyarakat pedesaan.3
Perombakan yang terjadi pada era Restorasi Meiji ,membuahkan hasilteramat penting
dalam sejarah Jepang. Setelah restorasi, Jepang seolah-olahmemiliki satu kekuatan nihil
melewati batas kekuatan Asia. Hal itulah yangmenyebabkan munculnya invasi ke
kawasan Benua Asia dengan jargonmembentuk Asia Timur Raya. Keinginan Jepang
membentuk kawasanpersemakmuran bersama negara-negara Asia yang tertindas
akhirnyamenimbulkan konflik yang disebut perang Pasifik.4
Jepangtelah memobilisasi masa dipedesaan kedalam pengerahan tenaga kerja
(romusha), perekrutan pemuda dan masyarakat desa dalamlatihan-latihan kemiliteran
serta dilibatkannya masyarakat dalam kepentinganpolitik penduduk yang eksploitatif.
Perubahan-perubahan sosialtersebuttelahmenandai bentuk pendudukan Jepang yang
berorientasi ekonomi dengan kebijakan yang sangat menekan dan memeras rakyat.5

B. Rumusan Masalah
1. Bagimana Kondisi Indonesia saat kedudukan Jepang ?
2. Bagimana Kebijakan pada masa Jepang di Indonesia?
3. Bagaimana Perlawanan Indonesia terhadap Jepang ?

C. Tujuan
4. Untuk Mengetahui dan Memahami Bagimana Kondisi Indonesia saat
kedudukan Jepang.
5. Untuk Mengetahui dan Memahami Bagimana Kebijakan pada masa Jepang di
Indonesia.
6. Untuk Mengetahui dan Memahami Bagaimana Perlawanan Indonesia terhadap
Jepang.

2
Marwati Djoened Poesponegoro,Nugraha Notosusanto.,SejarahNasional Indonesia
VI“Jaman Jepang dan Jaman Republik Indonesia 1942-1970”.(Jakarta: Balai Pustaka.
1993)Hal.4.
3
Cahyo Budi Utomo.,op.cit.,hlm 181
4
Himawan Soetanto.,Bantu Hardjito, Agus Gunaedi Pribadi.,SejarahJepang ke Hindia
Belanda Pada MasaPerang Dunia II 1942“PerebutanWilayah Nanyo”, ( Jakarta: Prenada
Media Group, 2010), hlm 7
5
Cahyo Budi Utomo.,op.cit.,hlm.182
6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Indonesia saat kedudukan Jepang


1. Awal kedatangan Jepang
Dalam perjalanan sejarah Indonesia, Jepang pernah memerintah Hindia-
Belanda (nama Indonesia pada masa kolonial). Selanjutnya setelah jatuhnya daerah
kekuasaan Hindia Belanda di daerah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku
ketangan Jepang, memudahkan Jepang untuk menaklukan pusat kekuasaan Hindia
Belanda yang berada di Batavia (Jakarta) dan pulau Jawa. Kemudian divisi ke-2
tentara Jepang yang mendarat untuk pertama kalinya di Jawa Barat dan Divisi ke-48
di Jawa Tengah. Tentara Jepang itu dipimpin oleh letnan jendral Hitoshi Imamura
yang nantinya akan bertugas melawan sekutu dalam memperebutkan Jawa. Pada
akhirnya kekuatan Jepang ditambah dengan Divisi ke-38 di bawah Kolonil Shoji.
Pasukan Jepang yang baru menaklukan daerah Indonesia utara juga akan bergabung.
Ditambah angkatan udara Jepang sangat kuat, sedangkan angkatan udara Belanda
sudah dihancurkan pada pangkalan-pangkalan sebelumnya (M. Rizal Fadly: 2019.
2. Kemenangan Jepang atas Sekutu
Meluasnya militer Jepang yang disebarkan di seluruh daerah Jawa sekaligus
menunjukkan jumlah yang lebih besar daripada kekuatan Sekutu. Membuat kekalahan
dari pihak Belanda. Pada tanggal 1 Maret 1942 tentara ke-16 Jepang berhasil
mendarat di tiga tempat sekaligus, yakni di Teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat),
dan Kragan (Jawa Tengah). Setelah pendaratan itu, ibukota Batavia (Jakarta) pada
tanggal 5 Maret 1942 diumumkan oleh Jepang sebagai “kota terbuka” dan tidak lagi
berada dalam genggaman Belanda. Setelah itu tentara Jepang langsung menguasai
daerah sekitar, yaitu Bogor.
Setelah penyerahan kekuasaan dari Pemerintah Kolonial Belanda kepada
pemerintah militer Jepang, ekspedisi selanjutnya, pada tanggal 1 Maret Jepang telah
mendarat dan menyerbu kota Bandung dengan dipimpin oleh Kolonel Toshinori Shoji
dengan pasukan 5.000 orang yang sudah siap berada di Eretan, sebelah barat Cirebon.
Pada hari itu juga berhasil membekukan daerah Subang. tentara Jepang mulai
7

memasuki Kota Bandung, mereka masuk dari arah Lembang dan Sumedang dengan
berjalan kaki. Di sepanjang jalan rakyat Kota Bandung menyambut tentara Jepang
dengan banzai. Masyarakat Kota Bandung menyambut kedatangan tentara Jepang
dengan penuh kegembiraan, karena tentara Jepang dianggap sebagai saudara tua yang
akan membebaskan bangsa Indonesia dari cengkraman penjajahan Belanda (M. Rizal
Fadly: 2019.
Momentum seperti ini terus mereka gunakan untuk berusaha menekan
Belanda dan sekutunya dengan merebut lapangan terbang Kalijati yang berjarak
sekitar 40 km dari Bandung. Perebutan kembali daerah tersebut oleh Belanda terus
dilakuka, namun tidak membuahkan hasil, sampai tanggal 4 Maret 1942, pada
akhirnya Jepang berhasil menguasai daerah tersebut.Operasi kilat Detasemen Shoji
telah mengakibatkan tentara KNIL kritis. Pada 6 Maret 1942 keluarlah perintah dari
panglima KNIL, letnan jendral Ter Poorten kepada panglima di Jawa Barat, Mayor
Jendral J.J. Pesman tentang tidak diperbolehkannya melakukan pertempuran. Hal itu
dikarenakan Bandung menjadi kota mati yang penuh sesak dan banyak penduduk
sipil, wanita, dan anak-anak. Tak lama sesudah keberhasilannya Jepang mendudukan
KNIL di Lembang, maka pada tanggal 7 Maret 1942 tepat petang hari pasukan-
pasukan Belanda di sekitar Bandung menyerahkan diri.
3. Perjanjian Kalijati
Pada tanggal 7 Maret 1942 pasukan Belanda di sekitar Bandung meminta
untuk penyerahan lokal. Kolonil Shoji menyampaikan usulan tersebut kepada jendral
Imamura, namun tuntutannya penyerahan lokal itu harus semua pasukan Serikat di
Jawa. Jìka pihak Belanda tidak mengindahkan ultimatum Jepang, maka kota Bandung
akan dibom melalui jalur udara. Jenderal Imamura pun mengajukan tuntutan lainnya
supaya Gubernur Jenderal Belanda ikut serta dalam perundingan di Kalijati. Jika
tuntutan ini dilanggar, maka pemboman atas kota Bandung akan segera dilakukan.
Namun pada akhirnya pihak Belanda memenuhi tuntutan Jepang. Gubernur Jenderal
Tjarda van Starkenborgh Stachouwer maupun Panglima Tentara Hindia Belanda serta
beberapa pejabat tinggi militer dan seorang penerjemah pergi ke Kalijati. Dan
seterusnya disana mereka mengadakan perundingan, dan menghasilkan perjanjian
Kalijati (M. Rizal Fadly :2019).
Perjanjian Kalijati merupakan salah satu kesepakatan dalam dunia diplomasi
yang penting dalam sejarah tanah air kita. Perjanjian yang dilakukan oleh Jepang dan
Belanda ini bertempat di kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat
tepatnya di lapangan terbang militer Kalijati.
Dalam sejarah perjanjian Kalijati, isinya menyebutkan mengenai penyerahan
wilayah jajahan Belanda atas Indonesia kepada Jepang tanpa syarat. Kemudian ada
juga pasal mengenai pemerintahan Jepang di Indonesia, dimana Jepang akan
membentuk pemerintahan militer yang terdiri dari beberapa bagian berikut:
- Pemerintahan Tentara ke enam belas Angkatan Darat dengan wilayah di seputar
Jawa dan Madura. Pusat dari pemerintahan tentara ini adalah kota Jakarta atau
Batavia.
8

- Pemerintahan Tentara ke dua puluh lima Angkatan Darat yang wilayahnya adalah
Sumatera. Pusat pemerintahannya adalah kota Bukittinggi.
- Pemerintahan Tentara Armada Angkatan Laut di wilayah Kalimantan, Sulawesi,
Nusa Tenggara, Papua dan Maluku dengan Makassar sebagai pusatnya (Devita Retno:
2019)
Kondisi masyarakat
Pada masa pertama kali Jepang masuk ke Iedonesia, mereka disambut gembira
oleh rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, setelah sekian lama kini datang sosok
penyelamat dari cengkraman pederitaan yang diberikan oleh bangsa Eropa. Pada
waktu itu, Jepang menghapuskan segala sesuatu yang berhubungan dengan Belanda,
seperti dilarangnya penggunaan bahasa Belanda, dan melarang budaya-budaya eropa
di Indonesia.
Selain itu, Jepang juga mengajarkan budaya dan segala sesuatu yang berasal dari
Asia, dan menjelaskan tujuan mereka, yaitu dari Asia untuk Asia. Bahkan mereka
menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang berlaku saat itu.
Mereka juga memperbolehkan pribumi untuk mengibarkan bendera merah putih, dan
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya. Namun, itu semua hanyalah salah satu
bentuk usaha yang dilakukan Jepang untuk memobilisasi dan menguasai Indonesa
pada saat itu.
Mobilisasi jepang terhadap sumber daya alam Indonesia, semata-mata hanya
untuk kepentingan perang mereka sendiri melawan pasukan sekutu. Minyak bumi,
batu bara, dan bahan makanan mereka manfaatkan untuk kepentingan mereka sendiri.
Jepang juga menerapkan sistem tanam paksa, dimana para pribumi diperintah untuk
menanam tanaman yang diperintah oleh jepang, lalu hasil panen tersebut diambil oleh
Jepang. Sehingga, hal seperti ini tentu saja sangat merugikan para pribumi (Dwi
Mulyatari: 2000)

B. Kebijakan Pemerintahan Jepang di Indonesia


Kebijakan yang dilakukan oleh Jepang terhadap Indonesia dilakukan untuk
mencapai beberapa tujuan yang telah mereka buat, diantaranya menyusun dan
mengarahkan kembali perekonomian Indonesia dalam rangka menopang upaya
perang Jepang dan dominasinya terhadap negara-negara Asia Timur dan Tenggara.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Jepang meliputi berbagai bidang
diantaranya,
1. Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Jepang melakukakan beberapa kebijakan,
diantaranya.
9

a. Perluasan areal persawahan. Hal ini dilakukan oleh Jepang setelah melihat kondisi
produksi beras tidak dapat memenuhi kebutuhan. Oleh karena itu maka dilakukan
perluasan areal persawahan oleh Jepang.
b. Pengawasan pertanian dan perkebunan. Kebijakan ini dilakukan bertujuan untuk
mengendalikan harga pasar, terutama beras. Hasil pertanian diatur sebagai berikut:
40% untuk petani, 30% harus dijual kepada pemerintahan Jepang dengan sangat
murah, dan 30% harus diserahkan kepada lumbung desa. Kebijakan ini tentu saja
sangat merugikan para petani. Disisi lain para petani pun tidak dapat melakukan
protes karena adanya Kompetai (Korps Polisi Militer), badan yang dibentuk khusus
untuk menangani masalah pelanggaran kebijakan tersebut.
c. Pengawasan terhadap produksi perkebunan juga diawasi secara ketat oleh Jepang.
Jepang hanya mengizinkan produksi dari dua jenis tanaman yaitu karet dan kina.
Karena kedua jenis tanaman ini berhubungan langung dengan kepentingan perang.
d. Pengerahan sumber daya ekonomi untuk perang. Untuk menguasai dua hal tersebut
pemerintahan Jepang selalu berdalih bahwa hal tersebut dilakukan untuk kepentingan
perang. Setiap penduduk harus memberikan hartanya kepada pemerintahan Jepang.
Untuk memperlancar kebijakan ini, Jepang membentuk Jawa Hokokai (Kebaktian
Rakyat Jawa) dan Nogyo Kumiai (Koperasi Pertanian).6

2. Bidang Pemerintahan
Masa pemerintahan Jepang di Indonesia adalah pemerintahan militer yang diktator.
Untuk mengendalikan situasi, Jepang membagi pemerintahan kedalam beberapa bagian.
Jawa dan Madura diperintah oleh tentara ke-16 dengan pusatnya di Jakarta. Sumatera
dipimpin oleh tentara ke-25 dengan pusatnya di Bukittinggi (Sumatera Barat). Dan
Indonesia bagian Timur diperintah oleh tentara ke-2 (angkatan laut) dengan pusatnya di
Makasar (Sulawesi Selatan). Pemerintahan angkatan darat disebut dengan Gunseibu, dan
pemerintahan angkatan laut disebut Minseibu.

Pembagian daerah tersebut dilakukan agar semua daerah dapat diawasi dan
dikendalikan langsung oleh pemerintahan Jepang. Namun untuk menjalakankan
kebijakan tersebut bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan personil yang sangat banyak

6
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana, “Sejarah Pergerakan Nasional”. (Bandung: Humaniora, 2015).
Hlm 82-83.
10

jumlahnya, dan jumlah orang Jepang yang ada di Indonesia tidaklah banyak untuk
memenuhi kebutuhan tersebut.7

Pembagian itu berimplikasi pada setiap kebijakan pada setiap daerah pembagian
berbeda. Jawa dan Madura diperlakukan sedikit istimewa, sebab menurut Jepang daerah
ini sudah maju dalam bidang politik, sedangkan daerah Sumatera, Kalimantan, dan
Wilayah Timur Indonesia dianggap masih sangat tertinggal dalam bidang politik.
Sehingga cara-cara memerintahnyapun sangat menindas dan kejam yang berakibat pada
penderitaan yang luar biasa dirasakan oleh bangsa Indonesia.

Pembagian itu menandakan pula bahwa Jepang menerapkan politik pecah belah
seperti yang diterapkan Belanda sebelumnya, dengan melakukam adu domba sesama
orang Indonesia sendiri, sebab ada daerah yang diistimewakan dan ada daerah yang
sangat dimarjinalisasikan dari segi kebijakan. Namun pada umumnya bahwa kedatangan
Jepang ke Indonesia disambur secara baik baik oleh sebahagian bangsa Indonesia, mereka
beralasan Jepang akan mengusir bangsa Belanda dan memerdekan bangsa Indonesia.8

3. Bidang Sosial
Beberapa kebijakan lain yang dilakukan oleh Jepang selama berada di Indonesia
antara lain.

a. Pada tanggal 20 Maret 1942 Jepang melarang segala macam pembicaraan pergerakan
dan anjuran dan propaganda perihal susunan peraturan Negara, melarang pengibaran
bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia raya yang semula diijinkan.
Larangan tersebut membuat kecewa bangsa Indonesia, yang sebelumnya telah
menggantungkan harapan yang terlalu besar kepada Jepang sebagai sesama bangsa
Asia yang dapat membantu Indonesia mengusir Belanda dan membantu kemerdekaan
Indonesia. Untuk mengobati kekecewaan itu maka Jepang melakukan perubahan
kebijakan yakni; Tanggal 29 April 1942 dikeluarkannya maklumat yang berisi
pembukaan kembali sekolah-sekolah, bahasa melayu dijadikan sebagai bahasa
pengantar disekolah-sekolah atau pemerintahan, pergantian nama Java menjadi Jawa,

7
Ibid.
8
Ishak, Muhammad. "Sistem Penjajahan Jepang di Indonesia." (Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 01, 2012).
Hlm 10.
11

Batavia menjadi Jakarta, Meester Cornelis menjadi Jatinegara, Beitwnzorg menjadi


Bogor, Preanger menjadi Priangan dan dilakukan pembebasan tahanan politik.
Perubahan kebijakan itu tidak hanya untuk mengobati kekecewaan bangsa
Indonesia semata mata, melainkan juga sebagai suatu strategi untuk medapat simpati
dan bantuan tenaga dari Indonesia menghadapi perang Asia Timur raya. Sebab sifat
ofensif yang semula diperlihatkan oleh tentara Jepang, berubah menjadi defensif sejak
bulan Mei 1942, karena dalam pertempuran di laut Coral (Australia) tentara Jepang
mengalami kekalahan dan dalam beberapa pertempuran dengan sekutu di sekitar
Pasifik
b. Kebijakan lain yang ditermpuh oleh Jepang adalah mengerakan tenaga rakyat secara
besar besaran dikenal dengan Romusha.didirikannya organisasiorganisasi semi militer
dan militer yang beranggotakan pemuda-pemuda Indonesia, seperti; Seinendan,
Keibodan dan Heiho. Mereka dilatih dalam kemampuam berperang, penggunaan
peralatan militer serta strategi dalam berperang.
c. Tanggal 29 April 1943 tepat pada hari ulang tahun Kaisar diumumkan secara resmi
berdirinya dua organisasi pemuda, yakni Seinendan dan Keibodan. Untuk Seinendan
pada awal berdirinya berangotakan kurang lebih 3500 orang dari pulau jawa,
kemudian bertambah menjadi 500.000 orang pada akhir masa pendudukan Jepang.
Seinendan diperuntukan mendidik dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan
mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Sedangkan Keibodan adalah
suatu organisasi pembantu polisi dengan tugas menjaga lalulintas, pengamanan Desa
dan lain-lain.
d. Pada pertengahan tahun 1943 dibentuk Heiho (pasukan pembantu) sebagai bagian dari
angkatan darat dan angkatan laut Jepang. Pada akhir perang sekitar 25000 pemuda
Indonesia menjadi anggotanya, mereka mendapat latihan dasar yang sama dengan
serdadu Jepang.9
e. Berbagai cara dijalankan oleh pemerintah pendudukan Jepang. Untuk membantu
pelaksanaannya diangkat pimpinan-pimpinan rakyat baik pemimpin-pemimpin
agama, guru dan pemimpin-pemimpin nasionalis. Pemerintah Jepang merangkul
pemimpin Islam, karena Jepang menyadari bahwa sebagian besar rakyat Indonesia
beragama Islam dan pemimpin Islam mempunyai kedudukan penting dalam
masyarakat. Selain itu pendapat mereka lebih didengar dari pada pendapat priyayi.

9
Ishak, Muhammad. "Sistem Penjajahan Jepang di Indonesia." (Jurnal Inovasi Vol. 9 No. 01, 2012).
Hlm 10-11
12

f. Selain merangkul pemimpin-pemimpin Islam pemerintah Jepang juga menawarkan


kerja sama kepada tokoh-tokoh nasionalis. Tujuannya agar golongan nasionalis mau
memberikan tenaga dan pikirannya dalam membantu usaha perang Jepang. Untuk
mendapatkan dukungan dan simpati rakyat Indonesia maka tokoh-tokoh nasionalis
diangkat menjadi pemimpin pergerakan yang dibentuk oleh pemerintah Jepang seperti
gerkan tiga A (Nippon Cahaya Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia)
dan gerakan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat).10

4. Bidang Politik
Setelah Sekutu dapat menguasai dan mendesak tentara Jepang dalam perang Pasifik,
maka Jepang mulai banyak memberikan konsesi kepada bangsa Indonesia baik di bidang
politik maupun di bidang militer. Dalam bidang politik antara lain berusaha menarik
simpati rakyat dengan cara mengizinkan dikibarkannya bendera merah putih,
dikumandangkannya lagu kebangsaan Indonesia Raya, dilarangnya pemakaian bahasa
Belanda serta adanya pembentukan BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) dan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) sebagai
realisasi dari janji kemerdekaan. Meskipun tidak berbeda dengan watak kolonialisasi,
sistem pemerintahan Jepang juga menerapakan dominasi politik yaitu melarang dan
membubarkan pergerakan-pergerakan rakyat juga melakukan eksploitasi ekonomi serta
penetrasi budaya bahkan penindasan.11

C. Perlawanan Indonesia terhadap Jepang


Rakyat Indonesia sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan Jepang yang hanya
mengeluarkan janji-janji kosong, menyengsarakan rakyat, menghisap tenaga rakyat untuk
kepentingan perang, dan menguras habis kekayaan rakyat Indonesia, dilakukanlah
perlawanan terhadap penjajah.12

1. Perlawanan Cot Pilieng di Aceh

10
Yasmis, Yasmis. "Jepang dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia." (Jurnal Sejarah Lontar Vol. 4
No.2 2007). Hlm 25.

11
Yasmis, Yasmis. "Jepang dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia." (Jurnal Sejarah Lontar Vol. 4
No.2 2007). Hlm 25-26
12
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 88.
13

Seorang guru ngaji dan ulama muda yang bernama Teungku Abdul Jalil pada
tanggal 10 Nopember 1942 memimpin rakyat Aceh melawan Jepang21. Dengan
bersenjatakan pedang, rencong, dan kelewang rakyat dapat memukul mundur
pasukan Jepang sehingga mereka terpaksa kembali ke Lhoksumawe. Serangan kedua
Jepang dapat juga dipukul mundur rakyat Aceh dibawah pimpinan Tengku Abdul
Jalil. Baru pada serangan terakhir (ketiga) Jepang berhasil membakar masjid,
sementara pimpinan perlawanan (Tengku Abdul Jalil) berhasil meloloskan diri dari
kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang shalat.

2. Perlawanan Rakyat Singaparna di Tasikmalaya

Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Singaparna Tasikmalaya


Jawa Barat dibawah pimpinan K.H. Zaenal Mustafa pada tahun 1943. Beliau
menolak dengan tegas ajaran yang berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk
melakukan seikerei setiap pagi. Kewajiban seikerei ini jelas menyinggung perasaan
umat Islam Indonesia karena termasuk perbuatan syirik atau menyekutukan Tuhan.
Selain itu, beliaupun tidak tahan melihat penderitaan rakyat akibat tanam paksa.

3. Perlawanan Rakyat Indramayu

Bupati Indramayu pada masa Jepang adalah RAA. Muhamad Soediono,


memerintah Indramayu pada tahun 1933-1944. Pada dasarnya susunan pemerintahan
Indramayu sama seperti pemerintahan pada masa Belanda Cuma nama-nama wilayah
yang dirubah. Kabupaten di ganti dengan "Ken" dan Bupatinya disebut "Kenco”
Kewedenan diganti "Gun" dan Wedananya disebut "Gunco". Kecamatan menjadi
"Son” dan camatnya disebut” Sonco”. Deşa dinamakan "Ku” dan Kadesnya disebut
"Kunco".

Ruang lingkup kehidupan masyarakat Indramayu semakin menyempit, rakyat


Indramayu kekurangan sandang dan pangan. Di Sepanjang Jalan tampang pemandangan
yang mengerikan, banyak tulang-tulang kerangka yang bergelimpangan, dan masyarakat
hanya memakai pakaian dengan karung goni, sebagai pakaian sehari-hari. Selain hasil
bumi sebanyak 200 gram untuk makan seorang sehari dan 20 kg untuk bibit per hektar,
semua hasil bumi harus diserahkan kepada Jepang.

a.) Perlawanan Desa Kaplongan Indramayu


14

Bagi Rakyat Indramayu soal padi adalah soal hidup mati. Diberikan berarti mati,
ditahan sama juga mati. Kebencian rakyat terhadap Tentara Jepang sudah sampai
puncaknya, rakyat Indramayu karena mengalami kegelisahan akhirnya memberontak
melawan pemerintah yang dzalim, walaupun rakyat Indramayu tahu bahwa resiko
melawan Jepang adalah mati. Namun, karena tidak ada alternative lain, kalaupun harus
mati mereka telah berjihad melawan kesewenang-wenangan. Dalam hal ini rakyat
menggembar-gemborkan semboyan "nglalu pace" (bahasa Indramayu) yang diartikan
sekali mereka jatuh tentu akan hancur.13

Pada Bulan Maret 1944 terjadi pemberontakan petani di desa Kaplongan


(Karangampel), karena permasalahan wajib serah padi. Tentara Jepang yang bermarkas di
Tjirebon ketika mendengar berita tersebut langsung datang dengan satu kompi truk
melalui desa Kedungbunder, di tambah satu truk polisi bersenjata lengkap menuju desa
Kaplongan. Agaknya rakyat desa kaplongan sudah pula memperhitungkan kemungkinan
yang akan terjadi. Semalam — malaman, tidak ada yang tidur, orang perempuan dan
anak-anak mereka ungsikan sedapat-dapatnya ke tempat yang lebih aman. Pemuda-
pemuda di gerakan untuk menggali jalan satu-satunya yang menghubungkan desa
Kaplongan dengan Karangampel dan desa Kedokanbunder. Semua pohon besar mereka
tebang dan dilintangkan di tengah jalan sebagai perintang.

Mereka beramai-ramai pergi ke rumah Kiyai Sulaiman di Desa Srengseng


(terletak di sebelah selatan desa Kaplongan, termasuk wilajah kecamatan Kerangkeng).
Kiyai Sulaiman terkenal sebagai orang sakti, untuk meminta doa serta jimat kekebalan.
Pendek kata mereka sudah bertekad bulat untuk berjihad fisabilillah melawan orang kafir.
Yang mau merampas harta milik masyarakat desa Kaplongan, malahan iman mereka pun
hendak dirampas pula, karena saban-saban mereka disuruh bersujud ke arah kiblat yang
berlawanan dengan arah kiblat mereka.

Perhitungan mereka tepat juga, karena pagi-pagi benar dari jauh terdengar sayup-
sayup suara truk menderu yang kian lama kian bertambah mendekati desa Kaplongan.
Masyarakat desa Kaplongan segera bersiap-siap dengan segala macam senjata yang ada
pada mereka seperti bambu runcing, golok, tombak dan keris, yang masing-masing sudah
diberi jampi oleh Kiyai Sulaiman. Dalam hal tak-tik bertempur sedikit-sedikit mereka ada
pengertian berkat latihan-latihan dalam barisan Sainendan dan Kaibodan. Pengetahuan itu
sekarang ternyata ada juga gunanya. Secara tiba-tiba, suara truk tidak terdengar lagi suatu
13
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 90.
15

tanda truk itu telah berhenti dan pasukan musuh telah turun dari truk, karena tidak bisa
melalui jalan yang digali. Mereka bersiap-siap sambil menyerukan takbir tiga
kali,menantikan segala kemungkinan yang terjadi.14

Tentara Jepang sudah turun dari truk, akan tetapi mereka tidak berani meneruskan
perjalanannya munuju desa Kaplongan. Suasana disekitar tempat itu terasa amat sepi dan
sangat mengerikan. Agaknya pasukan Jepang merasa takut juga kalau-kalau dikroyok
rakyat. Suasana yang sepi sunyi sekonyong-konyong dipecahkan oleh suara letusan
senapan mesin yang tak kunjung berhenti yang memuntahkan pelurunya. Rakyat desa
Kaplongan sendiri ngeninsafi hal itu. Sebenarnya hanya tekad mereka yang didukung
penderitaan saja yang membuat mereka menyambung nyawa. Pikir mereka apa artinya
hidup ini tanpa harkat sebagai manusia, sedang kalau nanti surga dan bidadari telah
menanti. Maka pertempuran yang tidak seimbang segera terjadi, banyak korban
berjatuhan dari kedua belah pihak. Pada tanggal 3 April 1944 datang ke desa kaplongan
Camat Karangampel bernama Majanidasastra untuk mengurus perkumpulan padi milik H.
Aksan yang tidak mau mengindahkan perintah pamong desanya. Berhubung H. Aksan
tetap saja menolak perintah menyerahkan padinya, maka camat Karangampel
memerintahkan polisi untuk menangkapnya.

Haji Aksan diambil dari rumahnya oleh polisi untuk selanjutnya di bawa ke
Balaidesa dimana pak camat sudah menunggu. Akan tetapi rakyat Desa Kaplongan yang
melihat pemimpinnya ditangkap, dengan spontan berteriak-teriak ”jangan tangkap dia, dia
orang baik, dia tidak bersalah.” Mendengar teriakan rakyat maka polisi yang membawa
H. Aksan segera melepaskan tembakan peringatan. Akan tetapi caci maki dari polisi itu
membuat rakyat menjadi gelap mata, rakyat desa kaplongan pun pergi berbondong-
bondong ke Balaidesa.

Suasana di Balai Desa menyadi panik seketika. Dalam suasana yang gawat seperti
itu, Pak Camat masih sempat menghamburkan kata-kata menghasut yang semakin
menambah luapan amarah Masyarakat Desa Kaplongan. Rakyat langsung berhambur
memenuhi balai desa, polisi mengeluarkan ledakan keras dengan pistolnya, susana pun
menyadi ricuh. Manakala rakyat tahu bahwa peluru yang ada di polisi sudah habis, semua
langsung menyerbu. Polisi menyadi panik karena keadaan begitu benar-benar
membahayakan, aparat polisi segera melarikan diri dari Balai desa. Pak Camat sangat
ketakutan, setelah ia tidak tahu lagi apa yang harus diperbuat dalam menghadapi
14
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 90-91.
16

kemarahan rakyat desa Kaplongan, maka pak Camat pun hendak lari menuju warung pak
Dasman, yang letaknya tidak jauh dari bali desa. Tiba-tiba sepotong batu bata tepat
mengenai kepala pak camat. Pak Camat langsung pingsan. Untung saja rakyat masih
menghargai H. Aksan agar jangan sampai membunuh dan mengeroyok Camat, sebab
kalau tidak nyawa pak Camat tidak akan tertolong.

Aparat Polisi yang melarikan diri, tetap tidak bisa melepaskan diri dari kepungan
rakyat banyak, mereka pun dihujani lemparan batu sehingga mereka terjatuh dan pingsan.
Rakyat sudah merasa aman ketika pak Haji Aksan sudah terlepas dari cengkraman polisi,
sehingga tidak jadi dibawa ke pendopo Indramayu. Para korban yang kebanyakan polisi
dibiarkan berguling di tanah, rakyat desa Kaplongan segera bubar. Kemudian sore
harinya, para korban pelemparan batu oleh masa desa Kaplongan akhirnya di bawa ke
Karangampel. Dari Pihak Polisi hanya tiga orang Iuka-Iuka sedangkan dari pihak rakyat
desa Kaplongan ada empat orang yang meninggal akibat di tembak aparat, mereka
adalah:

 Abu Hasan,
 Tobur,
 Abdul Kadir,
 Khozin.15

Pertempuran berlangsung kurang lebih dua jam, sebuah truk Jepang di


hancurkan rakyat. Tentara Jepang mengundurkan diri ke Karangampel, dengan
tujuan menghindari bentrok fisik yang ke dua kalinya sehingga korban tidak
banyak berjatuhan. Untuk membuat keadaan aman kembali Jepang
mendatangkan kiyai Abbas dari pesantren Buntet Tjirebon dan Kiai Idris dari
Karangampel dengan maksud meminta perundingan dengan rakyat. Rombongan
Kiyai di kawal oleh tentara Jepang dan aparat Polisi dengan membawa bendera
putih, sebagai tanda meminta berdamai dan berunding. Rakyat desa Kaplongan
menerima kedua tokoh kiyai itu dengan rasa curiga, namun atas rasa takdzim
rakyat desa Kaplongan menaruh hormat kepada para tokoh kiyai yang dibawa
Jepang tersebut. Kemudian semuanya berkumpul di Balaidesa.

Kiai Abbas menjelaskan bahwa bala tentara Nippon meminta berunding


dan perundingan itu akan dilaksanakan di Karangampel (Kecamatan Kaplongan).
15
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 92
17

Rakyat Desa Kaplongan bersedia mengirim wakilnya untuk berunding di


Karangampel, akan tetapi Rakyat Kaplongan mengajukan Syarat, bahwa selama
para pemimpin mereka melakukan perundingan di Karangampel, ke dua tokoh
ulama yang di bawa Jepang harus ditinggal di Kaplongan sebagi sandra. Akan
tetapi persoalan tidak selesai sampai itu saja, karena para Tentara Jepang
mengirim intelgennya ke desa Kaplongan untuk mnyelediki siapa saja para
pelaku pemberontakan. Sederetan nama-nama tokoh penting di desa Kaplongan
telah masuk daftar hitam tentara Jepang. Setelah keadaan tenang satu demi satu
para pemimpin pemberontakan di tangkap tanpa sepengetahuan rakyat desa
Kaplongan. Mula-mula Kiai Sidik ditangkap, kemudian menyusul beberapa
nama: H. Ali, H. Nurjaman, H. Aksan, H. Zakaria, H. Abdul Gani, Sutawijaja, H
Maksum, Ki Pinah, H. Hanan, dan Ki Karsa.16

Para pemimpin pemberontakan di bawa ke Karangampel untuk kemudian


dilanjutkan ke Pendopo Indramayu. Kemudian tiba giliran Kiai Sulaiman yang
telah lanjut usia di tangkap pula oleh Jepang dan beliau di bawa ke Residen
Tjirebon. Semuanya dieksekusi mati.

a.) Perlawanan Rakyat Desa Cidempet

Pemberontak rakayat Desa Kaplongan telah mengobarkan semangat desa-desa di


Indramayu untuk melakukan perlawanan. Api pemberontakan-pemberontakan yang
telah berkobar di desa Kaplongan itu ternyata menjalar sampai ke daerah sebelah
Barat Sungai Cimanuk, yaitu di Desa Cidempet Kecamatan Lohbener dan Desa
Panyindangan Kulon Kecamatan Sindang. Musim penen tahun 1944 baru ramai di
mulai. Tentara Jepang segera melakukan inpeksi terhadap padi di seluruh wilajah
Indramayu, tanpa menghiraukan persedian makan rakyat dan ongkos penggarapan
sawah rakyat. Kebencian rakyat terhadap Jepang tidak bisa di bendung lagi, tanggal 6
Mei 1944 meletuslah pemberontakan petani Desa Cidempet. Dan akhirnya
pemberontak merembet ke semua desa di Indramayu.

Adapun desa yang melakukan pemberontakan adalah sebagai berikut, yaitu :

1) Kecamatan Lohbener meliputi Desa Cidempet, Arhan Kidul, Arahan Lor,


Pranggong, Sukasari.

16
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 93.
18

2) Kecamatan Sindang meliputi Desa Panyindangan Kulon, Lamaran tarung,


Panyingkiran Kulon, Panyingkiran Kidul, Cangkring, Centigi Wetan, Centigi
Kulon.
3) Kecamatan Losarang, meliputi: Desa Cemara.
4) Kecamatan Slijeg, meliputi desa Tugu, Gadingan, dan Slijeg.
5) Kecamatan Kertasmaya, meliputi Desa Anjatan, Bugis, dan Salam Darma.
6) Kecamatan Anjatan, meliputi Desa Anjatan, Bugis, dan Salam Darma.

Latar belakang dari pemberontakan Cidempet ini serupa saja dengan


pemberontakan Desa Kaplongan, yakni soal pembelian Padi atau lebih cocok dengan
sebutan perampasan padi oleh tentara Jepang. Padi oleh masyarakat Indramayu
melambangkan hal yang suci bahkan leluhur mereka telah mengajarkan bahwa padi harus
di jaga karena melambangkan Dewi Sri, karena itu posisi padi di anggap kramat dan tidak
boleh diperlakukan secara semena-mena. Pemberontakan Cidempet di pelopori oleh
tokoh-tokoh, antara lain, Haji Madrias, dari Desa Sindang, Karsina dari Desa Slijeg, dan
Tasiah dari Desa Pranggong.17

Mereka itulah yang memimpin ratusan bahkan ribuan rakyat dari desa-desa di
kecamatan Lohbene, Sindang dan Losarang dan daerah-daerah lain yang masih wilayah
Indramayu yang turus membantu secara kelompok atas nama solideritas iman Islam.
Kemarahan rakyat Indramayu telah membakar semangat untuk melawan dan
memberontak terhadap Jepang. Rakyat sudah siap dengan golok, parang, bamboo
runcing, tombak, keris, dan sebagainya untuk melawan tentara Jepang yang berani
mengsik padinya. Di Desa Kiajaran Kulon terjadi pemilihan Kuwu (Kepala Desa, Camat
Lohbener ikut menghadiri pemilihan kuwu tersebut. Pak Camat sengaja datang ke desa
Kiajaran Kulon karena desa itu masih masuk kedalam wilayah Lohbener pada waktu itu
dan berniat juga setelah pemilihan selesai, pak Camat akan datang ke Desa Cidempet
untuk mengurus pengangkutan padi.

Rakyat dari beberapa desa dan kecamatan di Indramayu sudah berkumpul di desa
Cidempet untuk menyambut kedatangan Pak Camat yang sangat tidak di suka rakyat
karena mendukung Jepang, akan tetapi pada hari itu juga camat Sidang yang di kawal
oleh aparat polisi dan tentara Jepang datang ke Desa CiDempet untuk mengangkut padi.
Rakyat yang sudah berkumpul segera menyerbu rombongan Camat Sindang.

17
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 94.
19

Dua orang Polisi dan tiga serdadu Jepang mati terbunuh dan dicincang oleh
rakyat. Adapun Pak Camat Sindang (Ahsan) dan pengawalnya Ketib Habib Ahmad terus
dikejar oleh rakyat karena sempat melarikan diri. Ki Ketib Ahmad dibiarkan lolos, karena
rakyat fokus untuk mengejar Pak Camat Sindang (Ahsan. Camat lari kerumah penduduk
yang kebetulan pintunya di terbuka, masa terus mengejar seperti menangkap maling
ayam. Camat lari dan bersembunyi di kolong sebuah bale-bale bambu. Rakyat yang sudah
keranyingan setan terus mengejar dan masuk mencari Camat yang sedang sembunyi.
Sementara sebagian lagi menyaga diluar kalau-kalau ia meloloskan diri.

Seperti memburu tikus, rakyat menusuk dan mencabik-cabik tubuh camat dengan
bambu runcing dan parang sehingga Camat Sindang meninggal dan makamnya bisa dilihat di
Desa Cidempet sekarang. Pada hari yang sama, di Desa Centigi-kulon Kepala Desa dan juru
tulis dan tentara Jepang mati dibunuh oleh rakyat. Adapun Camat Lohbener bernasib baik,
setelah pemilihan kuwu di desa Kiajaran Kulon, buru-buru pak camat menutup acara dan
segera pulang ke Lohbener.

Pemberontakan Desa Cidempet meluas hingga terjadi solideratias masyarakat


Indramayu di tiap desa untuk melawan Jepang. Keberanian rakyat untuk melawan penguasa
adalah bukti bahwa petani Indramayu siap dengan segala resiko yang akan diterima walau
nyawa taruhannya. Setelah telah peristiwa Kaplongan dan Cidempet kekacauan menjalar
kemana-mana stabilitas keamanan menjadi terganggu. 18

Berita tentang adanya pemberontakan rakyat di desa Cidempet segera tersiar kemana-
mana baik di dalam maupun di luar daerah Indramayu. Tentara Jepang dalam Kerisidenan
Tjirebon (kecuali peta), juga didatangkan balabantuan dari Pekalongan. Sementara itu
pemberontakan rakyat Indramayu terus berkecamuk dimana-mana.

Suasa tegang meliputi semua tempat dimana-mana di jalan raya dan di lorong-lorong
dałam kota Indramayu tampak sunyi. Jarang sekali orang-orang keluar rumah kecuali kalau
sangat perlu. Yang ada dijalan raya adalah serdadu tentara Jepang yang hilir mudik
melakukan patroli dengan senjata lengkap. Alun-alun Kabupaten penuh dengan orang-orang
yang ditangkap di berbagai tempat.

Kecamatan Kertasmaja yang mulai bergolak mulai diserbu. Seorang ułama terkemuka
dari desa Teajar bernama Kiai Muchtar di tangkap karena orang banyak beramai-ramai

18
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 95.
20

datang untuk meminta azimat dan air atau apa saja yang dianggap mempunyai kekuatan
ghaib dan daya tahan terhadap tentara Jepang.

Kiai Mukhtar yang di tangkap segera di serahkan kepada Kompetai. Setiap hari dari
jam 6 pagi sampai jam 6 sore di jemur di atas tangga monyet yang tingginya lebih kurang 5
meter di depan kantor kompetai (Sekarang Kantor Kewedenan Indramayu). Setiap Malam
Kiai Muktar di rendam di dałam drum berisi air, kukunya habis dicabuti tentara Jepang
dengan tang. (berita ini di dapat dari salah satu mantan polisi yang bertugas memberi makan
Kiai Muktar). Bagi Kiai Muktar mati adalah jalan terbaik untuk menghadapi kedzaliman.

Beberapa hari lamanya tak seorang pun dari para aparat pemerintah baik sipil maupun
militer datang lagi ke Desa Cidempet dan sekitarnya. Bahkan di semua desa dipedalaman
Kecamatan Lohbener dan Sindang. Kemudian, Jepang mengutus H. Abdullah Fakih untuk
melakukan negosiasi dan melihat kondisi dari dekat dengan rakyat Indramayu, Kemudian H.
Abdullah Fakih menanyakan kepada rakyat apa yang mereka kehendaki. Dengan tipu
Muslihat Jepang para pemimpin dapat di tangkap dan banyak sekali yang berada ditahanan
pendopo Indramayu.19

Suasana di Indramayu terasa amat sibuk beberapa tokoh dari Jakarta seperti Pak
Soewirjo, Pak Soedirjo, Mr. Soemanang datang ke pendopo Indramayu untuk berdialog
dengan bupati Indramayu (Muhamad Soediono) dan Jepang. Jepang memperoleh akal untuk
menipu rakyat dan para pemimpin yang belum tertangkap. Mereka menyebarkan pamplet ke
daerah-daerah di Kecamatan Indramayu yang isinya semua akan dijaga dan dilindungi
apabila menyerahkan diri ke Pendopo. Rakyat yang tidak merasa curiga satu demi satu keluar
dari persembunyiannya dan pada waktu itu Jepang mengutus Haji Simizu (orang Jepang yang
masuk Islam) mendekati para tokoh dan ulama di Indramayu yang melakukan pemberontakan
salah satunya Haji Madrais.

Berhubung dengan pemberontakan rakyat Indramayu yang notabenya adalah para


petani, Bupati Indramayu terpaksa harus diberhentikan karena di nilai Jepang tidak mampu
mengurus rakyatnya untuk tunduk patuh pada Jepang dan penggantinya adalah Dr. Murjani
dari Bandung seorang dokter ahli jiwa. Tugas Bupati baru memang sangat berat untuk
menertibkan kembali keadaan daerah Indramayu yang sedang bergejolak.

4. Perlawanan PETA (Pembela Tanah Air)


a) Perlawanan PETA di Blitar
19
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 96.
21

Perlawanan ini dipimpin oleh Syudanco Supriyadi, Syudanco Muradi, dan Dr. Ismail.
Perlawanan ini timbul karena anggota PETA sudah tidak tahan lagi melihat kesengsaraan
rakyat. Banyak romusha yang meninggal selama dipekerjakan di daerah mereka, selain itu
sikap para pelatih militer Jepang yang angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit
Indonesiapun yang menjadi salah satu penyebabnya.

Sayang sekali perlawanan terbesar pada zaman Jepang ini mengalami kegagalan
karena Jepang melakukan tipu muslihatnya melalui Kolonel Katagiri (Komandan Pasukan
Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding. Empat perwira
PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syudanco Supriyadi
berhasil meloloskan diri. Perlawanan Supriyadi (PETA di Blitar) ini memang telah gagal
tetapi membawa pengaruh sangat besar terutama kepada semangat kemerdekaan rakyat
Indonesia terhadap penindasan bangsa asing.20

b) Perlawanan PETA di Meureudu — Pidie, Aceh (Nopember 1944).

Perlawanan ini dipimpin oleh perwira Gyugun Teuku Hamid. Latar belakang
perlawanan ini karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya
dan prajurit Indonesia pada khususnya.

c) Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap (April 1945)

Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu (Budanco) Kusaeri bersama rekan-
rekannya. Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang
sehingga Kusaeri ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati tetapi
tidak terlaksana karena Jepang terdesak oleh sekutu.

5. Gerakan Bawah Tanah

Gerakan bawah tanah adalah perjuangan yang dilakukan secara tertutup dan rahasia.
Perjuangan bawah tanah ini dilakukan oleh para tokoh yang bekerja pada instansi-instansi
pemerintahan buatan Jepang. Jadi, dibalik kepatuhannya kepada Jepang, tersembunyi
kegiatan-kegiatan yang bertujuan menghimpun dan mempersatukan rakyat untuk meneruskan
perjuangan mencapai Indonesia merdeka.21

20
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 97.
21
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 98.
22

Perjuangan bawah tanah ini tersebar di berbagai tempat: Jakarta, Semarang, Bandung,
Surabaya, serta Medan. Di Jakarta terdapat beberapa kelompok yang melakukan perjuangan
model ini. Antara kelompok perjuangan yang satu dengan kelompok perjuangan yang lain
selalu terjadi kontak hubungan.

Kelompok-kelompok perjuangan tersebut antara lain:

a) Kelompok Syahrir. Ia memiliki pengikut kaum pelajar di berbagai kota, seperti


Jakarta, Bandung, Surabaya, Cirebon, dan sebagainya.
b) Kelompok Amir Syarifudin. Ia sangat Ia sangat keras dalam mengkritik Jepang,
tahun 1943 ditangkap dan dijatuhi hukuman mati tahun 1944, atas bantuan
Soekarno hukumannya diubah dari hukuman mati menjadi seumur hidup. Setelah
Jepang menyerah kepada sekutu tahun 1946, ia bebas dari hukuman.
c) Golongan persatuan mahasiswa, sebagian besar dari kedokteran di Jakarta, antara
lain: J. Kunto, Supendo, dan Subandrio.
d) Kelompok Sukarni. Kelompok ini sangat berperan besar di sekitar proklamasi
kemerdekaan, antara lain: Sukarni, Adam Malik, Chaerul Shaleh, Maruto,
Nitimaharjo, Pandu Wiguna, dan sebagainya.
e) Golongan kaigun. Anggota golongan ini bekerja kepada angkatan laut Jepang,
akan tetapi terus menggalan dan membina kemerdekaan Indonesia, antara lain:
Mr. Akhmad Subarjo, Mr. Maramis, Dr. Sanusi, Dr. Buntaran Martoatmodjo, dan
sebagainya.
f) Pemuda Menteng. Golongan ini bermarkas di Menteng 31 Jakarta. Kebanyakan
pengikut dari Tan Malaka dan Partai Murba, mereka itu antara lain: Adam Malik,
Chaerul Saleh, dan Wiguna.22

Mereka yang tergabung dalam kelompok bawah tanah berusaha untuk mencari
informasi dan peluang untuk bisa melihat kelemahan pasukan militer Jepang dan usaha
mereka dapat dilihat hasilnya pada saat Jepang telah kalah dari sekutu. Kelompok mudalah
yang lebih cepat mendapatkan informasi dan mereka jugalah yang mendesak golongan tua
untuk secepatnya melakukan proklamasi.

Demikian gambaran tentang aktivitas pergerakan nasional yang dilakukan Oleh


kelompok organisasi maupun gerakan sosial pada masa pemerintahan pendudukan Jepang,
itulah sebabnya para tokoh pergerakan lebih memilih sikap kooperatif menghadapi

22
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 98.
23

pemerintahan militer Jepang yang sangat kejam. Meskipun perjuangan mereka dalam
kelompok-kelompok dan berbeda-beda strateginya bukan berarti perpecahan. Taktik yang
mereka lakukan mempunyai tujuan yang sama yaitu mencapai kemerdekaan Indonesia.

6. Akhir Masa Penjajahan Jepang

Pada akhir tahun 1944, Jepang semakin terdesak. Beberapa pusat pertahanan
diJepang, termasuk kepulauan Saipan jatuh ke tangan Amerika Serikat. Terdesaknya pasukan
Jepang di berbagai fron menjadi berita menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Harapan
bangsa Indonesia agar terjadi perubahan sikap terhadap penguasa Jepang ternyata terwujud.
Jepang semakin terpuruk. Semangat tempur tentara Jepang makin merosot, dan persediaan
senjata dan amunisi terus berkurang. Selain itu, banyak kapal perang yang hilang. Keadaan
semakin diperburuk dengan perlawanan rakyat yang semakin menyala. Pada tanggal 17 Juli
1944, Jenderal Nideki Tojo diganti Oleh Jenderal Koniaki Koiso. Pada tanggal 7 September
1994 Jenderal Koiso memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari.23

23
Fajriudin Muttaqin & Wahyu Iryana. 2015. Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora. Hlm 99.
24

BAB III

PENUTUP
A. Simpulan
Kebijakan yang dilakukan oleh Jepang terhadap Indonesia dilakukan untuk mencapai
beberapa tujuan yang telah mereka buat, diantaranya menyusun dan mengarahkan
kembali perekonomian Indonesia dalam rangka menopang upaya perang Jepang dan
dominasinya terhadap negara-negara Asia Timur dan Tenggara.
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945) merupakan bagian periode
yang penting menyangkut bangsa Indonesia. Pada masa tersebut telah terjadi berbagai
perubahan yang mendasar pada sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan-
perubahan yang terjadi merupakan dampak dari pendudukan Jepang yang sangat menekan
dan sangat memeras. Masa pendudukan Jepang di Indonesia selama tiga setengah tahun
tersebut sering dipandang sebagai masa yang singkat tetapi akibat yang diterima oleh
masyarakat tidak sebanding dengan masa penjajahan Belanda yang lebih
lama.Pendudukan Jepang di Indonesia merupakan bagian dari rangkaian politik
imperialisme di Asia Tenggara. Kedatangan Jepang ke Indonesia merupakan bagian
dalam usahanya membangun suatu imperium di Asia.Munculnya imperialisme Jepang
didorong oleh keberhasilan Restorasi Meiji diJepang yang berdampak modernisasi di
berbagai bidang kehidupan.Modernisasi tersebut berimplikasi pada persoalan-persoalan
yang sangatkomplek seperti kepadatan penduduk, lapangan pekerjaan, bahan mentah
dandaerah pemasaran hasil produksi.
Mereka yang tergabung dalam kelompok bawah tanah berusaha untuk mencari
informasi dan peluang untuk bisa melihat kelemahan pasukan militer Jepang dan usaha
mereka dapat dilihat hasilnya pada saat Jepang telah kalah dari sekutu. Kelompok mudalah
yang lebih cepat mendapatkan informasi dan mereka jugalah yang mendesak golongan tua
untuk secepatnya melakukan proklamasi.

Demikian gambaran tentang aktivitas pergerakan nasional yang dilakukan Oleh


kelompok organisasi maupun gerakan sosial pada masa pemerintahan pendudukan Jepang,
itulah sebabnya para tokoh pergerakan lebih memilih sikap kooperatif menghadapi
pemerintahan militer Jepang yang sangat kejam. Meskipun perjuangan mereka dalam
25

kelompok-kelompok dan berbeda-beda strateginya bukan berarti perpecahan. Taktik yang


mereka lakukan mempunyai tujuan yang sama yaitu mencapai kemerdekaan Indonesia.

Akhir Masa Penjajahan Jepang

Pada akhir tahun 1944, Jepang semakin terdesak. Beberapa pusat pertahanan
diJepang, termasuk kepulauan Saipan jatuh ke tangan Amerika Serikat. Terdesaknya pasukan
Jepang di berbagai fron menjadi berita menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Harapan
bangsa Indonesia agar terjadi perubahan sikap terhadap penguasa Jepang ternyata terwujud.
Jepang semakin terpuruk. Semangat tempur tentara Jepang makin merosot, dan persediaan
senjata dan amunisi terus berkurang. Selain itu, banyak kapal perang yang hilang. Keadaan
semakin diperburuk dengan perlawanan rakyat yang semakin menyala. Pada tanggal 17 Juli
1944, Jenderal Nideki Tojo diganti Oleh Jenderal Koniaki Koiso. Pada tanggal 7 September
1994 Jenderal Koiso memberikan janji kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari.
26

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Muttaqin, fajriudin., Wahyu Iryana. (2015). Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung:
Humaniora.
SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG. Muhammad Rijal Fadli,
Dyah Kumalasari. Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, budaya, dan pengajarannya. 2019. Yogyakarta.

Jurnal
Ishak, M. (2012). Sistem Penjajahan Jepang di Indonesia. Jurnal Inovasi, 9(01).
Yasmis, Y. (2007). Jepang dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Jurnal Sejarah
Lontar, 4(2),
Website
https://sejarahlengkap.com/indonesia/kemerdekaan/sejarah-perjanjian-kalijati ( diakses tanggal 7
April 2021 pukul 17.00 WIB )

SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG. Muhammad Rijal Fadli,
Dyah Kumalasari. Sejarah dan Budaya: Jurnal Sejarah, budaya, dan pengajarannya. 2019. Yogyakarta.

"Buku Putih" masa pendudukan Jepan, Shigeru Sato, war, nasionalism, and peasant: java under
Japanese occupations 1942-1945. Sydney: Allen and Unwin Pty.Lt., 1994. 2000. Universitas
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai