Anda di halaman 1dari 43

JAKARTA

MARET 2013
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, saya ingin mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat dan rahmatNya buku Panduan K3RS tentang ERP Bencana Banjir di
RS Royal Progress ini dapat terselesaikan dengan baik.

Panduan ini dibuat sebagai acuan dalam penanganan bencana banjir, khususnya di
dalam RS. Royal Progress

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih banyak kepada para teman sejawat
sekalian, dari Kedokteran Okupasi FK. UI, dr Albert Juniawan, Sp OK dan, juga
rekan-rekan PPDS dan Panitia K3RS Royal Progress, beserta timnya yang secara
langsung maupun tidak langsung memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan
panduan ini.

Akhir kata, semoga panduan ini dapat membawa manfaat dalam menghadapi bencana
terutama banjir.

Jakarta, Maret 2013

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
I.1 Latar belakang................................................................................................1
I.2 Permasalahan..................................................................................................2
I.3 Tujuan..............................................................................................................3
I.3.1 Tujuan umum..........................................................................................3
I.3.2 Tujuan khusus.........................................................................................3
BAB II PERENCANAAN PENANGGULANGAN BENCANA...........................6
BAB III PENGENALAN BENCANA DAN KERENTANAN………………….11
BAB IV ANALISIS KEMUNGKINAN DAMPAK BENCANA………………...18
BAB V PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA…………21
BAB VI STRUKTUR ORGANISASI TANGGAP DARURAT…………………26
BAB VII ALUR TAHAP PRABENCANA………………………………………..42

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang


Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana
yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi
alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia
menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia
dan kedaruratan kompleks, meskipun di sisi lain juga kaya akan sumber daya
alam.
Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi
(gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat
hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana
akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman atau ternak,
hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan
transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah
manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya
yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan
kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya
penanggulangan bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana.
Secara lebih rinci disebutkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun
2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Rumah Sakit (RS) Royal Progress adalah RS yang berlokasi di daerah Sunter,
yang berpotensi terjadinya suatu bencana banjir. RS Royal Progress juga
merupakan tempat rujukan bagi korban bencana masal yang terjadi di jakarta,
khususnya jakarta utara. Pada tahun 2007, RS Royal pernah mengalami
musibah banjir, tetapi kerugian dapat diminimalkan karena para staf berhasil
melakukan tindakan yang cepat dan maksimal. Pada tanggal 17 januari 2013,
RS Royal mengalami ketiga kalinya musibah banjir. Kompleksitas dari
permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau perencanaan

5
yang matang dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secara
terarah dan terpadu. Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum
didasarkan pada langkah-langkah yang sistematis dan terencana, sehingga
seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat langkah upaya yang
penting tidak tertangani.
Menurut Kepmenkes No 28/Menkes SK/I/1995, setiap RS harus mempunyai
disaster plan agar bila terjadi bencana dapat dilakukan pertolongan secara cepat
dan tepat. Oleh sebab itu diperlukan suatu perencanaan tanggap darurat banjir
untuk meminimalkan kerugian dan resiko akibat banjir di kemudian hari.

I.2 Permasalahan
RS mengalami kesulitan dalam hal transportasi untuk merujuk pasien
dikarenakan kendaraan operasional mengalami kerusakan akibat terendam air,
akses keluar masuk karyawan mengalami hambatan akibat tertutup air, panel
listrik juga genset letaknya terlalu rendah sehingga terendam air yang berakibat
listrik mati dan terganggunya operasional, dan belum ada koordinator tim
darurat banjir.

I.3 Tujuan

Memberikan pedoman atau panduan dalam tanggap darurat banjir di RS Royal


Progress

I.4 Manfaat
1. Dapat melakukan tanggap darurat banjir dan proses evakuasi dengan
maksimal
2. Dapat meminimalkan kerugian dan resiko akibat dampak banjir

6
BAB II
PERENCANAAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA

I.4 Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam penyelenggaraan


penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan
yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap
darurat, dan rehabilitasi. Rangkaian kegiatan tersebut apabila digambarkan
dalam siklus penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Siklus Tahapan Bencana

Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga tahapan yakni :

1. Pra bencana yang meliputi:

- situasi tidak terjadi bencana

- situasi terdapat potensi bencana

2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana

3. Pascabencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana

7
Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami sebagai
suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap tertentu akan
berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus dipahami
bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama dengan
porsi kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan
utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi juga sudah
dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.

II.2 Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana


Secara umum perencanaan dalam penanggulangan bencana dilakukan pada setiap
tahapan dalam penyelenggaran penanggulangan bencana.

Gambar 2. Tahapan Penanggulangan Bencana

Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap


kegiatan dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka
disusun suatu rencana yang spesifik pada setiap tahapan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.

8
1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana,
dilakukan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana ( Disaster
Management Plan), yang merupakan rencana umum dan
menyeluruh yang meliputi seluruh tahapan/bidang kerja
kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan dan mitigasi
bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana mitigasi
misalnya rencana mitigasi bencana banjir DKI Jakarta.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana
dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi
keadaan darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi
bencana tertentu (single hazard) maka disusun satu rencana yang
disebut Rencana Kontinensi (Contingency Plan).
3. Pada Saat Tanggap Darurat dilakukan rencana operasi ( Operational
Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari rencana
kedaruratan atau rencana Kontinensi yang telah disusun
sebelumnya.
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan penyusunan rencana pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi
yang dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum
terjadi, maka untuk mengantisipasi kejadianbencana dalam masa
mendatang dilakukan penyusunan petunjuk/pedoman mekanisme
penanggulangan pasca bencana.

II.3 Perencanaan Penanggulangan Bencana(Disaster Management Plan)


Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis risiko
bencana dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program kegiatan
penanggulangan bencana dan rincian anggarannya. Perencanaan penanggulangan
bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan. Setiap rencana yang
dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan program/kegiatan yang terkait
dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka Menengah (RPJM)
maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Rencana penanggulangan

9
bencana ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:
1. BNPB untuk tingkat nasional;
2. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi; dan
3. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.
Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2 (dua) tahun
atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

II.4 Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

Secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan

bencana adalah sebagai berikut :

Gambar 3. Bagan Skema Proses Penyusunan Rencana


Penanggulangan Bencana

II.5 Uraian Proses Perencanaan Penanggulangan Bencana

10
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa langkah pertama adalah pengenalan
bahaya /ancaman bencana yang mengancam wilayah tersebut. Kemudian bahaya
tersebut dibuat daftar dan disusun langkah-langkah/kegiatan untuk
penanggulangannya. Sebagai prinsip dasar dalam melakukan penyusunan
rencana penanggulangan bencana ini adalah menerapkan paradigma pengelolaan
risiko bencana secara holistik. Pada hakekatnya bencana adalah sesuatu yang
tidak dapat terpisahkan dari kehidupan. Pandangan ini memberikan arahan
bahwa bencana harus dikelola secara menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan
setelah kejadian bencana.

11
BAB III
PENGENALAN DAN PENGKAJIAN ANCAMAN BENCANA DAN
KERENTANAN

III.1 Pengenalan Bahaya (Hazard)


Dilihat dari potensi bencana yang ada dan letak geografis yang dikelilingi oleh
danau-danau, RS Royal merupakan tempat yang berpotensi bahaya yang sangat
tinggi berpotensi banjir dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah
manusia ataupun kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain
adalah gempa bumi, banjir, kekeringan, kebakaran, angin badai, wabah
penyakit, dan terorisme. Potensi bencana yang ada di RS Royal dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main
hazard) dan potensi bahaya ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama
(main hazard potency) antara lain banjir, kebakaran, radiasi, dan wabah
penyakit.

12
Gambar 4. Denah RS Royal Progress

1. Banjir
RS Royal merupakan tempat yang berlokasi di daerah sunter dan dikelilingi
oleh danau-danau dan kali, yang berpotensi banjir. Banjir sebagai fenomena
alam terkait dengan ulah manusia terjadi sebagai akibat akumulasi beberapa
faktor yaitu :
hujan, kondisi sungai, kondisi daerah hulu, kondisi daerah budidaya dan
pasang surut air laut. Potensi terjadinya ancaman bencana saat ini
disebabkan keadaan badan sungai rusak, kerusakan daerah tangkapan air,
pelanggaran tata-ruang wilayah, pelanggaran hukum meningkat,
perencanaan pembangunan kurang terpadu, dan disiplin masyarakat yang
rendah.
2. Kebakaran
Kebakaran gedung dan permukiman penduduk sangat marak pada musim
kemarau. Hal ini terkait dengan kecerobohan manusia diantaranya
pembangunan gedung/rumah yang tidak mengikuti standard keamanan
bangunan serta perilaku manusia. Hubungan arus pendek listrik, meledaknya
kompor serta kobaran api akibat lilin/lentera untuk penerangan merupakan
sebab umum kejadian kebakaran permukiman/gedung.
3. Radiasi
Fasilitas pemeriksaan penunjang yang digunakan di RS Royal antara lain
CT-scan,dan alat rontgen yang berpotensi mengakibatkan bahaya radiasi
bagi operator dan pasien.
4. Wabah penyakit
Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka. Beberapa indikasi/gejala awal kemungkinan
terjadinya epidemi seperti avian influenza/Flu burung, antrax serta beberapa
penyakit hewan ternak lainnya yang telah membunuh ratusan ribu ternak
yang mengakibatkan kerugian besar bagi petani. Pasca banjir di RS Royal
berpotensi terjadinya wabah/KLB misalnya kasus DBD, dll..

13
5. Gempa
Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau
kehancuran bangunan (rumah, sekolah, rumah sakit dan bangunan umum
lain), dan konstruksi prasarana fisik (jalan, jembatan, bendungan, pelabuhan
laut/udara, jaringan listrik dan telekomunikasi, dli), serta bencana sekunder
yaitu kebakaran dan korban akibat timbulnya kepanikan.

III.2 Identifikasi Ruangan

Gambar 5. Ruang Rekam Medik (Lantai 1)

Gambar 6. Ruang Gizi (Lantai 1)

14
Gambar 7. Ruang Logistik Farmasi (Lantai 1)

Gambar 8. Ruang Logistik Umum (Lantai 1)

Gambar 9. Ruang Farmasi (Lantai 1)

15
Gambar 10. Ruang Resepsionis (Lantai 1)

Gambar 11. Ruang Radiologi (Lantai 1)

Gambar 12. Ruang Hemodialisa (Lantai 1)

16
Gambar 13. Ruang EKG (Lantai 1)

Gambar 14. Ruang Endoskopi (Lantai 1)

III.3 Pemahaman Tentang Kerentanan Masyarakat


Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau
masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau
ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan
menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi

17
masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman
banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan
tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat
atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya,
karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk
melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingka kerentanan terhadap
ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang
risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian
pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan
menghadapi bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan.
Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu
terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng bukit atau
pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan
sebagainya.

18
BAB IV
ANALISIS KEMUNGKINAN DAMPAK BENCANA

Pertemuan dari faktor-faktor ancaman bencana/bahaya dan kerentanan masyarakat,


akan dapat memposisikan masyarakat dan daerah yang bersangkutan pada tingkatan
risiko yang berbeda. Hubungan antara ancaman bahaya, kerentanan dan kemampuan
dapat dituliskan dengan persamaan berikut: Risiko = f (Bahaya x Kerentanan/
Kemampuan)
Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah
tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan
masyarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi
sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil
risiko yang dihadapinya.
Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran
risiko yang dihadapi oleh RS Royal. Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian
risiko adalah pengenalan bahaya/ancaman di RS Royal. Semua bahaya/ancaman
tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya
(probabilitasnya) dengan rincian :
 5 Pasti (hampir dipastikan 80 - 99%).
 4 Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 5 tahun
mendatang)
 3 Kemungkinan sedang (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10 tahun)
 2 Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 10 tahun)
 1 Kemungkian sangat kecil (< 20% dalam 10 tahun)

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu
memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain:
 Jumlah korban;
 Kerugian harta benda;
 Kerusakan prasarana dan sarana;
 Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
 Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,

19
maka, jika dampak inipun diberi bobot sebagai berikut:
 5 Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total)
 4 Parah (60 – 80% wilayah hancur)
 3 Sedang (40 - 60 % wilayah terkena berusak)
 2 Ringan (20 – 40% wilayah yang rusak)
 1 Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah rusak)

Maka akan didapatkan tabel sebagaimana yang terdapat di bawah ini :

NO JENIS ANCAMAN BAHAYA PROBABILITAS DAMPAK


1 Banjir 4 3
2 Kebakaran 2 5
3 Gempa 1 2

Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain


dengan tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas
seperti berikut:

1 2 3 4 5
Banjir 5
4
3
Kebakaran 2
Gempa 1

Dampak

Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman yang perlu
ditangani. Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)

20
 Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)
 Bahaya/ancaman sedang nilai 2
 Bahaya/ancaman rendah nilai 1

BAB V
PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA

21
V.1 Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan,
bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang
ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat
digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
1. Penyusunan peraturan perundang-undangan
2. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4. Pembuatan brosur/leaflet/poster
5. Penelitian/pengkajian karakteristik bencana
6. Pengkajian/analisis risiko bencana
7. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10. Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan

Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara


lain:
1. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan
memasuki daerah rawan bencana dsb.
2. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan
ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan
dengan pencegahan bencana.
3. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang
lebih aman.
5. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika
terjadi bencana.

22
7. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana,
seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan gempa dan
sejenisnya.

Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat


non-struktural (berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat
struktural (berupa bangunan dan prasarana).

V.2 Kesiapsiagaan
1. Tahap sebelum terjadi banjir
Kegiatan yang dilakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi
ancaman bahaya banjir meliputi:
a. Penyebarluasan peraturan perundang-undangan/ informasi-informasi
baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah berkaitan
dengan masalah banjir,
b. Pemantauan lokasi-lokasi rawan (kritis) secara terus menerus;
c. Optimasi pengoperasian prasarana dan sarana pengendali banjir;
d. Penyebarluasan informasi daerah rawan banjir, ancaman bahaya dan
tindakan yang harus diambil oleh masyarakat yang tinggal di daerah
rawan bencana;
e. Peningkatan kesiapsiagaan organisasi dan menejemen pengendalian
banjir dengan menyiapkan dukungan sumberdaya yang diperlukan dan
berorientasi kepada pemotivasian individu dalam masyarakat setempat
agar selalu siap sedia mengendalikan ancaman bahaya;
f. Persiapan evakuasi ke lokasi yang lebih aman.
g. Penyediaan bahan-bahan banjiran untuk keadaan darurat seperti karung
plastik, bronjong kawat, dan material-material pengisinya seperti pasir,
batu, dan lain-lain, dan disediakan pada lokasi-lokasi yang
diperkirakan rawan/kritis.
h. Penyediaan peralatan berat (backhoe/excarator, truk, buldozer, dan
lain-lain) dan disiap siagakan pada lokasi yang strategis, sehingga
sewaktu-waktu mudah dimobilisasi.

23
i. Penyiapan peralatan dan kelengkapan evakuasi seperti speed boat,
perahu, pelampung dan lain-lain.
2. Saat terjadi banjir
Kegiatan yang dilakukan dititik beratkan pada :
a. Penyelenggaraan piket banjir disetiap posko.
b. Pengoperasian Flood Warning System:
 Pemantauan tinggi muka air dan debit air pada setiap titik pantau.
 Melaporkan hasil pemantauan pada saat mencapai tingkat siaga
kepada Dinas/Instasi terkait, untuk diinformasikan pada masyarakat
sesuai dengan Prosedur Operasi Standar Banjir, selengkapnya
tingkat siaga dan pemberitaan banjir dapat diperiksa pada Tabel 1

Keterangan :
*) Tinggi jagaan air sungai (free board) dipergunakan sebagai
indikator untuk mengetahui tingkat bahaya
banjir/tingkat siaga yang besarannya disesuaikan dengan kondisi
masing-masing sungai dan ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah atas usulan fihak Pengelola.
**) Media dan frekwensi isyarat disesuaikan dengan ketentuan
setempat
c. Peramalan
Peramalan banjir dapat dilakukan dengan cara :

24
1).Analisis hubungan hujan dengan banjir (Rainfall – Runoff
relationship).
2). Metode perambatan banjir (Flood routing).
3). Metode Lain.
d. Komunikasi
Sistim komunikasi digunakan untuk kelancaran penyampaian
informasi dan pelaporan, dapat menggunakan radio komunikasi,
telepon, faximile dan sarana lainnya.
e. Gawar/Pemberitaan Banjir (Pemberitaan)
Gawar/pemberitaan banjir dilakukan dengan sirine, kentongan atau
sarana sejenis lainnya dari masing-masing pos pengamatan
berdasarkan informasi dari Posko Banjir.

V.3 Tanggap Darurat


Tanggap darurat ditujukan untuk meningkatkan kemampuan mengatasi
keadaan darurat akibat banjir, dilakukan dengan cara :
a. mengerahkan sumberdaya seperti: personil, bahan banjiran, peralatan, dana
dan bantuan darurat;
b. menggerakkan masyarakat dan petugas satuan tugas penanggulangan
bencana banjir (Satlak dan Satkorlak)
c. mengamankan secara darurat sarana dan prasarana pengendali banjir yang
berada dalam kondisi kritis.
d. mengevakuasi penduduk dan harta benda.

V.4 Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang
dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah
yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih
baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. perbaikan lingkungan daerah bencana;
2. perbaikan prasarana dan sarana umum;
3. pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;

25
4. pemulihan sosial psikologis;
5. pelayanan kesehatan;
6. rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7. pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8. pemulihan keamanan dan ketertiban;
9. pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10. pemulihan fungsi pelayanan publik

Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali


sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan
sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu
perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor
terkait.
1. pembangunan kembali prasarana dan sarana;
2. pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
3. pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4. penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih
baik dan tahan bencana;
5. partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha dan masyarakat;
6. peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7. peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8. peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

26
27
VI.2 Uraian Tugas

Uraian tugas yang dimaksud disini adalah tugas dan tanggung jawab yang

dimiliki oleh setiap personal dalam sistem penanganan bencana di Rumah Sakit

sesuai dengan struktur yang telah disusun. Struktur ini diaktifkan saat terjadinya

situasi bencana baik di dalam Rumah Sakit maupun penanganan korban bencana

dari luar Rumah Sakit.

28
29
30
31
32
33
34
VI.3 Pos Penanganan Bencana

Pengadaan pos penanganan bencana diperlukan untuk mengelola maupun

menampung beberapa kegiatan dalam mendukung penanganan korban bencana

sehingga penanganan dan pengelolaannya dapat lebih terkoordinasi dan terarah.

Pengalihan Ruangan sebagai Posko

POS LOKASI
POS KOMANDO Ruang Poli umum (lt.dasar)
POS PENGOLAHAN DATA Ruangan Rekam Medis
POS INFORMASI Ruangan kaca pendaftaran rawat inap (lt. dasar)
POS LOGISTIK DAN Ruangan Logistik
DONASI
POS PENANGANAN Ruang Jenazah
JENAZAH
POS RELAWAN Ruangan Dokter ( lounge )

35
A. POS KOMANDO

 Tempat : Ruangan Poli umum


 Fungsi :
1. Pusat koordinasi dan komunikasi baik dengan internal maupun
eksternal unit yang dipimpin oleh Komandan Bencana. Area ini
merupakan area khusus, dimana hanya petugas tertentu yang boleh
masuk.

2. Wadah yang melibatkan semua unsur pimpinan pengambil keputusan


dan mengendalikan bencana.

3. Tempat penyimpanan disaster kit, radio komunikasi dan peta – peta


yang diperlukan untuk koordinasi maupun pengambilan keputusan.

 Lingkup kerja :
1. Pada bencana yang bersifat eksternal tetapi mengakibatkan gangguan
infrastruktur ( gangguan ekonom ) maka lingkup kerjanya adalah
menyelesaikan masalah pelayanan medis dan upaya untuk dapat
mengatasi masalah ekonomi dan SDM, dengan melibatkan koordinasi
dan kerjasama lintas program dan lintas sektoral.

2. Pada disaster yang bersifat internal disaster dimana bencana terjadi di


dalam rumah sakit, maka lingkup kerjanya adalah sebatas
menyelesaikan masalah pelayanan medis dan penunjangnya.

3. Pemegang kendali komunikasi medis dan non medis

 Fasilitas :
1. Telephone

2. Peta ruangan perawatan pasca emergency

3. Peta instansi pelayanan kesehatan di Jakarta

4. Peta area hazard di Rumah Sakit

5. White Board

36
6. Radio komunikasi

7. Emergency kit medis dan non medis

B. POS PENGOLAHAN DATA

 Tempat : Ruangan Rekam Medis


 Fungsi : Tempat penerimaan dan pengolahan data yang terkait dengan
penanganan bencana
 Lingkup Kerja :
1. Mengumpulkan seluruh data yang terkait dengan bencana

2. Melakukan koordinasi dengan pos – pos penanganan bencana lainnya


dan unit pelayanan terkait baik internal maupun eksternal

3. Mengolah data menjadi informasi yang terbaru untuk menunjang


keputusan komandan bencana

4. Melakukan pengarsipan seluruh data dan informasi dalam bentuk file


sehingga sewaktu – waktu bisa dibuka bila diperlukan

5. Mengirimkan data ke pusat informasi dan ke Komandan Rumah Sakit


sebagai bahan press conference dan informasi ke pihak eksternal

 Fasilitas :
1. Telephone

2. Komputer, internet

3. Radio komunikasi

C. POS INFORMASI

 Tempat : Ruangan Kaca Pendaftaran Rawat Inap


 Fungsi : Tempat tersedianya informasi untuk data korban, data kebutuhan
relawan, data perencanaan kebutuhan obat, alat medis, non medis, barang

37
habis pakai medis / non medis, perbaikan gedung, data donatur. Informasi
yang disiapkan di pos ini didapatkan dari pos pengolahan data.
 Lingkup Kerja :
1. Memberikan informasi data korban, data kebutuhan relawan, data
perencanaan kebutuhan obat, alat medis, non medis, barang habis pakai
medis / non medis, perbaikan gedung, data donatur.

2. Mengekspose hanya data korban saja, baik korban sedang di rawat,


korban hilang, korban meninggal, hasil identifikasi jenazah, korban
yang telah dievakuasi ke luar Rumah Sakit.

 Fasilitas :
1. Telephone ( Lokal / SLI )

2. Komputer / internet

3. Papan Informasi

D. POS LOGISTIK DAN DONASI

 Tempat : Ruangan Logistik


 Fungsi :
1. Menerima dan mendistribusikan semua bantuan logistik dan lainnya
dari pihak luar dalam menunjang operasional penanganan bencana

2. Tempat penyimpanan sementara barang sumbangan, selanjutnya


didistribusikan ke bagian yang bertanggung jawab

 Lingkup Kerja :

1. Menerima bantuan / sumbangan logistik dan obat untuk menunjang


pelayanan medis

2. Mengkoordinasikan kepada kepala instalasi terkait tentang sumbangan


yang diterima

3. Membuat laporan penerimaan bantuan dan pendistribusiannya

38
 Fasilitas :
1. Komputer

2. Buku pencatatan dan pelaporan

E. POS PENANGANAN JENAZAH

 Tempat : Ruangan Jenazah


 Fungsi :
1. Tempat penampungan, penyimpanan korban meninggal dan atau body
part serta proses pengeluarannya

2. Tempat identifikasi jenazah

3. Tempat penyimpanan barang bukti

 Lingkup kerja :

1. Pada eksternal disaster penekanan pada korban masuk terutama


ketepatan data korban sehingga identifikasi lebih cepat

2. Menunjang pelayanan medis dalam mengungkapkan kejadian sehingga


penanganan pelayanan medis lebih tepat ( korban bencana mekanikal /
biologis )

3. Koordinasi dengan jajaran terkait ( tim DVI ) terutama dalam


identifikasi

4. Menyiapkan segala hal yang terkait dengan evakuasi jenazah

5. Menjaga barang bukti

6. Membangun komunikasi dengan keluarga korban terkait identifikasi

7. Melakukan penyelesaian jenazah yang tidak ada keluarga

8. Menyiapkan tempat penyimpanan jenazah

39
9. Membuat laporan yang informatif terutama pada kasus internal disaster

yang melibatkan korban dari pasien dan petugas

 Fasilitas :
1. Komputer, internet

2. Telephone

3. Radio komunikasi

4. Papan informasi

F. POS RELAWAN

 Tempat : Ruangan Dokter Lounge


 Fungsi :
1. Tempat pendaftaran dan pengaturan tenaga relawan, baik orang awam,
awam khusus maupun tenaga professional

2. Tempat informasi relawan

 Lingkup kerja :

1. Menyiapkan informasi yang dibutuhkan, yang sesuai kompetensinya

2. Mengatur schedule kerja sesuai tempat dan waktu yang diperlukan

3. Menyiapkan ID card relawan

4. Memberikan penjelasan prosedur tetap sesuai keinginan Rumah Sakit

 Fasilitas :
1. Komputer, telephone, internet

2. Radio komunikasi

3. Buku pencatatan

40
VI.4 PENGOSONGAN RUANGAN

Pada keadaan bencana baik internal maupun eksternal, setelah penanganan

emergency korban di triage – IGD maka ruang perawatan untuk melokalisasi

korban yang ada diarahkan ke ruangan perawatan di Lantai I dan II. Ruangan

yang akan menerima pasien adalah :

Ruangan yang dikosongkan Pemindahan pasien ke ruangan


LANTAI II KAMAR 211
KAMAR 215
KAMAR 204

BAB VII

41
ALUR TAHAP PRABENCANA

Evakuasi pasien ke lantai dua (Pasien UGD)

Pemindahan alat HD ke lantai dua dengan menggunakan lift

Pemindahan alat endoskopi ke lantai dua dengan menggunakan lift

Pemindahan alat EKG ke lantai dua dengan menggunakan lift

Berkas rekam medik dipindahkan ke bagian atas lemari

Komputer dipindahkan ke atas meja di setiap ruangan

Ket : Semua items harus diletakkan minimal 30 cm dari lantai

42

Anda mungkin juga menyukai