Anda di halaman 1dari 21

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS KASUS : THE REGENCY GRAND HOTEL

Mata Kuliah:
KEPEMIMPINAN DAN PERILAKU ORGANISASI

Dosen:
JUNINO JAHJA, S.E., M.B.A

Disusun Oleh:

Agus Winarta 1906329606


Foya Zigel Zozalbo 1906330034
Kristo Aji Purba 1906330204
Nadya Rachmatul Putri 1906330394

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


MAGISTER MANAJEMEN
JAKARTA
2019
BAGIAN I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Chapter 3 : Organizational Culture, Socialization, and Mentoring


1. Budaya Organisasi : Definisi dan Konteks
Budaya Organisasi adalah seperangkat nilai dan keyakinan bersama yang mendasari
identitas perusahaan. Misalnya, kita dapat menggambarkan budaya organisasi tempat
bekerja sebagai pesaing, santai, stres, atau birokratis.

Ketika kita berpikir tentang indikator budaya organisasi, kita dapat mengidentifikasi
tradisi, ritual, maskot, atau sejumlah indikator lainnya.

Gambar dibawah ini menunjukkan pentingnya budaya organisasi pada perilaku individu,
kelompok dan organisasi. Akar budaya organisasi didorong oleh nilai-nilai Owner dan
pemimpin senior, budaya bangsa, dan lingkungan industri dan bisnis tertentu.

2. Dinamika Budaya Organisasi


Budaya Organisasi dapat digambarkan memiliki tiga lapisan. Setiap level bervariasi dalam
hal visibilitas dan penolakan terhadap perubahan, dan setiap level memengaruhi level
lainnya.
a. Observable Artifacts
Contoh observable artifacts yang dapat diamati : pakaian, penghargaan, mitos dan
cerita, daftar nilai yang dipublikasikan, ritual dan upacara yang dapat diamati, dan
perilaku nyata yang ditunjukkan oleh orang dan kelompok.

Misalnya, hotel Ritz-Carlton menggunakan storytelling untuk menyoroti seberapa


fokus perusahaan untuk memenuhi harapan pelanggan. Mereka share cerita “wow”
yang menjelaskan kisah-kisah anggota staf yang memberikan ekstra pada panggilan
tugas untuk pelanggan. Pemenang "wow" mendapatkan cek $ 100, seperti petugas
pengunjung laundry yang terjun ke tempat sampah untuk mengambil satu boneka.
Contoh lain dari observable artifacts yang dapat diamati adalah ketika CEO General
Electric, Jeffrey Immelt, menolak bonus yang didapatnya sebesar $ 12 juta dolar
karena dia merasa itu tidak pantas karena perusahaannya berpenghasilan di bawah
ekspektasi. Dia ingin imbalan didasarkan pada kinerja di semua tingkatan organisasi,
termasuk miliknya.

b. Espoused value
Nilai adalah keyakinan dalam suatu mode atau perilaku atau kondisi akhir. Ada 2 jenis
nilai yang dianut : nilai yang dinyatakan organisasi yang mendefinisikan ekspektasi
karyawannya dan nilai yang ditunjukkan oleh karyawan.

Sinisme organisasi dan moral rendah dapat terjadi ketika suatu organisasi bertindak
berlawanan dengan nilai-nilai yang dianutnya. Sebagai contoh, sebuah perusahaan
yang menyatakan bahwa mereka menghargai keseimbangan kerja / keluarga namun
kemudian mengadakan weekend meeting untuk para manajer.

Satu nilai lebih yang didukung oleh perusahaan saat ini adalah "keberlanjutan" -
kemampuan untuk menghasilkan keuntungan tanpa mengorbankan sumber daya
manusia, komunitas, dan bumi.

Perusahaan seperti Safeco, Microsoft, dan Unilever sangat berkomitmen terhadap


keberlanjutan sedangkan Walmart, General Motors tertinggal.

Basic assumptions adalah inti dari budaya organisasi yang tertanam dan dipahami oleh
semua orang. Tidak bisa dibayangkan jika karyawan bertindak berlawanan dengan
budaya organisasi. Misalnya, asumsi Southwest Airlines adalah bahwa kesejahteraan
karyawan dan memberikan layanan berkualitas tinggi adalah yang terpenting bagi
mereka semua. Dupont memiliki budaya keselamatan yang sedemikian kuat sehingga
tertanam dalam diri setiap karyawan, sehingga agak mengejutkan jika ada karyawan
yang bertindak dengan cara yang tidak aman.

3. 4 Fungsi Budaya Organisasi


Empat fungsi budaya organisasi adalah untuk menentukan siapa perusahaan itu dan apa
artinya. Budaya organisasi digunakan mengarahkan energi di sekitar mengenai apa yang
benar-benar penting, untuk mempromosikan stabilitas sistem sosial, dan untuk
membentuk perilaku dengan membantu anggota memahami lingkungan mereka.
Keputusan yang dibuat oleh perusahaan yang konsisten dengan budaya akan mudah
dipahami karyawan.
4 Fungsi Budaya Organisasi adalah sebagai berikut :

a. Memberikan identitas organisasi pada anggota organisasi. Budaya membantu


menentukan siapa perusahaan itu dan apa kepanjangannya. Idealnya, karyawan harus
bangga menjadi bagian dari perusahaan yang membagikan nilai mereka.
b. Memfasilitasi komitmen kolektif. Di Southwest, karyawan tahu mereka akan dedicated
untuk menjaga pelanggan mereka
c. Mempromosikan stabilitas sistem sosial - budaya positif lebih mungkin dapat
menyelesaikan konfli. Budaya menggunakan pendekatan yang berfokus pada masalah
daripada berfokus pada orang atau menyalahkan mentalitas.
d. Membentuk perilaku dengan membantu anggota memahami lingkungan mereka.
Keputusan yang dibuat oleh perusahaan yang konsisten dengan budaya mudah
dipahami karyawan.

4. Tipe Budaya Organisasi


Peneliti perilaku organisasi telah mengusulkan tiga kerangka kerja yang berbeda untuk
mengcapture berbagai jenis budaya organisasi: organizational culture behavior,
competing values framework, dan organizational culture profile.

Competing value framework adalah kerangka kerja untuk mengkategorikan budaya


organisasi yang didasarkan pada dua kontinum efektivitas organisasi. Satu sumbu
berkaitan dengan apakah organisasi memusatkan perhatian dan upayanya pada
dinamika internal karyawan atau keluar untuk melihat lingkungan eksternal dan
pelanggan serta pemegang sahamnya.

Sumbu kedua menunjukkan preferensi organisasi untuk fleksibilitas atau kontrol dan
stabilitas. Sumbu ini menciptakan empat jenis budaya organisasi yang didasarkan pada
nilai-nilai inti dan kriteria yang berbeda untuk menilai efektivitas organisasi.
a. Budaya Clan. Budaya ini ditandai dengan organisasi yang memiliki fokus internal dan
menghargai fleksibilitas. Jenis organisasi ini mendorong kolaborasi antara karyawan
dan berkomitmen untuk memiliki kelompok kerja yang kohesif dan kepuasan kerja
yang tinggi.
b. Budaya adhokrasi. Budaya ini ditandai dengan organisasi memiliki fokus eksternal
dan nilai-nilai fleksibilitas. Jenis budaya ini menumbuhkan penciptaan produk dan
layanan inovatif dengan menjadi mudah beradaptasi, kreatif, dan cepat menanggapi
perubahan di pasar. Kekuasaan dan otoritas terpusat tidak akan menjadi struktur
yang efektif dalam adhokrasi. Organisasi-organisasi ini mempromosikan kreativitas,
inovasi, dan berbagi pengetahuan.
c. Budaya Market. Memiliki fokus eksternal yang kuat dan nilai stabilitas dan kontrol.
Jenis budaya ini berfokus pada pelanggan di atas pengembangan dan kepuasan
karyawan karena tujuan manajemen adalah mendorong menuju produktivitas, laba,
dan kepuasan pelanggan. Budaya ini memberi penghargaan kepada karyawan yang
memberikan hasil.
d. Budaya hierark. Memiliki fokus internal dan lingkungan kerja yang formal dan
terstruktur. Ini akan cenderung memiliki proses internal yang andal dan mekanisme
kontrol (mis., Dell yang fokus pada pemotongan biaya dan efisiensi.)
5. Hubungan Budaya Organisasi dengan Pencapaian (Outcomes)

Tabel ini menunjukkan hasil meta-analisis yang mengeksplorasi hubungan antara


berbagai jenis budaya organisasi dan pencapaian organisasi. Misalnya ada hubungan
positif antara kepuasan kerja dan budaya klan dan hubungan negatif antara inovasi dan
budaya hierarkis.

6. The Process of Culture Changes


Ada 3 syarat perubahan budaya, yaitu
1. Budaya organisasi dapat diubah dan prosesnya dimulai dengan mentargetkan salah satu
dari 3 lapisan budaya organisasi (observable artifacts, espused values dan basic
assumption), perubahan budaya membutuhkan perubahan gaya berpikir dan tingkah
laku manusia.
2. Penting untuk memikirkan sampai tingkat mana perubahan budaya sama dengan visi
organisasi dan rencana strategi sebelum memulai perubahan aspek apa saja dari budaya
organisasi.
3. Penting untuk membuat pendekatan terstruktur ketika mengimplementasikan
perubahan budaya

Edgar Schein, mengatakan bahwa perubahan budaya organisasi membutuhkan proses


mengajar, setiap anggota organisasi mengajarkan anggota yang lain tentang nilai perusahaan,
kepercayaan, norma, harapan dan tingkah laku, ini dapat dicapai melalui beberapa mekanisme :
1. Statement formal dari filosofi, misi, visi, nilai dan material yang digunakan oleh
organisasi untuk merekrut, menyeleksi dan sosialsasi.
2. Desain dari ruang fisik, lingkungan kerja dan bangunan
3. Slogan, bahasa, akronim, dan perkataan
4. Modelling, program pelatihan, pengajaran dan coaching
5. Hadiah yang tersirat, simbol status, dan kriteria promosi
6. Cerita, legenda, dan mitos tentang orang penting dan kejadian.
7. Aktifitas Organisasi, proses dan hasil dari ketua yang memperhatikan, mengukur dan
mengontrol
8. Reaksi pemimpin atas kecelakaan kritis dan masa kritis organisasi
9. Workflow dan strukstur organisasi
10. Sistem dan Prosedur Organisasi
11. Tujuan organisasi, dan kriteria yang digunakan untuk merekrut, menyeleksi,
mengembangkan, promosi, dan pensiun orang
Sosialisasi organisasi adalah proses bagaimana seseorang belajar nilai, norma, dan
tingkah laku yang dibutuhkan untuk berpartisipasi sebagai anggota dalam organisasi. Sosialisasi
organisasi membuat seseorang dapat membuat orang luar menjadi orang organisasi yang
berfungsi dengan baik dengan cara mempromosikan dan menguatkan nilai – nilai dan
kepercayaan organisasi.

8 Three phase Model of Organizational socialization


Daniel feldman mengatakan bahwa ada 3 fasa model dari sosialisasi organisasi dengan
pemahaman yang lebih mendalam. 3 fasa itu adalah :
1. Anticapatory Socialization : fasa ini timbul sebelum seseorang benar benar bergabung
dengan organisasi. Fasa ini mempresentasikan informasi yang orang harus pelajari tentang karir
yang berbeda, pekerjaan, profesi dan organisasi.
2. Encounter: Fasa kedua dimulai ketika kontrak karyawan ditanda tangani. Selama fasa ini,
karyawan datang untuk belajar bagaimana sebuah perusahaan. Ini adalah waktu untuk
memperbaiki harapan yang tidak terpenuhi dan membiasakan diri dengan lingkungan kerja
yang baru.
3. Change and Acquisition : Fasa ini memerlukan karyawan untuk menguasai tugas dan
tanggung jawab dan untuk mengatur pekerjaan mereka dengan nilai dan norma grup. Untuk
mendapatkan pengaturan itu, karyawan harus jelas tentang tugas dan tanggung jawabnya,
percaya bahwa mereka mampu melakukan dari yang diharapkan dari mereka dan diterima oleh
teman kerjanya.
Tabel 3-2 mempresentasikan daftar dari proses sosialisasi yang dapat digunakan oleh
organisasi untuk memudahkan anggotanya dalam menyesuaikan diri.
Dibawah ini adalah model dari Dnaiel feldman dalam memahami proses sosialisasi :
Practical application of socialization research :
Beberapa penelitian memnyarankan ada 6 cara untuk mengatur sosialisasi organisasi “
1. effective onboarding program dapat meningkatkan retensi, produktifitas dan tingkat
penyelesaian tugas untuk rekrutmen baru.
2. Organisasi seperti US Military Academy di West Point menggunakan sosialisasi taktik
untuk meningkatkan budaya yang meningkatkan tingkah laku etis.
3. program orientasi dapat digunakan untuk mensosialisasi karyawan dapat mempengaruhi
harapan dan tingkah laku mereka.
4. Bantuan untuk stage models yang digabungkan. Meskipun ada beberapa tingkatan dari
sosialsi, itu tidak menjadi susunan, panjang atau penting untuk semua orang atau
pekerjaan
5. Organisasi dapat lebih untung dengan melatih karyawan baru untuk menggunakan ting
kah laku proactive social
6. managers seharusnya memperhatikan sosialisasi dari banyak karyawan yang berbeda.

9. Mentoring
Mentoring adalah proses membentuk dan menjaga pengembangan hubungan antara
mentor dan junior. Membangun hubungan antara mentor dapat membuat karir yang lebih
sukses untuk karyawan baru atau orang yang pindah ke posisi yang baru dalam suatu
perusahaan
Ada 2 fungsi utama mentoring, yaitu dalam karir dan psychological, mentor dapat
membantu progres karir karyawan dengan memberikan sponsorship, coaching, perlindungan
dan exposure-and-visibility, dan mengarahkan karyawan dalam mendapatkan tugas yang
menantang. Mentor juga dapat berfungsi secara psychological dalam role modelling,
menyediakan keterimaan dan konfirmasi, konseling dan menawarkan pertemanan.

10 Developmental Networks Underlying Mentoring


Mentoring bukanlah fungsi dari satu orang, tetapi adalah fungsi dari banyak orang.
Gambar dibawah mendeskripsikan hubungan antara 2 dimensi, diversity dari sebuah
hubungan dan kekuatan dari hubungan. Diversity (keberagaman) adalah jumlah orang berbeda
yang terhubung dalam suatu sistem sosial. kekuatan menunjukkan kualitas dari sebuah
hubungan antara 2 individu dan mereka yang terlibat dalam pengembangan jaringan mereka.
Receptive adalah hubungan lemah antara sebuah sistem sosial seperti pekerja dan
asosiasi profesi, tradisional adalah sistem yang terbuat dari ikatan yang kuat antara pekerja dan
pengembangan yang berasal dari satu sistem sosial. opportunistic dikarakteristikkan dengan
hubungan yang lemah antar banyak pengembang. Sedangkan entreprenerial adalah hubungan
yang kuat antara beberapa pengembang.
Orang yang mempunyai entreprenerial network cenderung untuk mengubah karir dan
keuntungan dari pelatihan personal dibandingkan mereka yang receptive, tradisional dan
opportunistic networks.

B. Chapter 18 : Managing Change & Stress


Perubahan adalah sesuatu yang akan selalu terjadi pada perusahaan. Manajemen harus
memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan mengetahui dengan jelas kemana arah
perubahan yang terjadi. Kepentingan, kecepatan, dan fleksibilitas adalah hal-hal penting
yang harus dimiliki oleh pemimpin. Lebih jauh lagi, sebuah perubahan, apapun tujuannya,
baik untuk kepentingan produk, personal, atau organisasional, akan selalu menemukan
hambatan dari pihak yang disebut resistance, atau yang tidak menyukai adanya perubahan,
walaupun sudah jelas bahwa perubahan tersebut adalah bertujuan baik.
1. Forces of Changes
Faktor yang mengakibatkan sebuah perubahan dapat berasal dari lingkungan eksternal dan
internal.

Eksternal Forces, faktor yang berasal dari luar organisasi. Faktor ini bersifat global sehingga
dapat membuat suatu organisasi mempertanyakan esensi dari bisnisnya sendiri serta arah dari
perusahaannya. Ada 5 kunci utama dari faktor eksternal yaitu: karakteristik demografis,
perkembangan teknologi, perubahan pasar, tekanan social dan politik, serta krisis.

Internal Forces, adalah faktor yang berasal dari dalam organisasi itu sendiri. Biasanya berasal
dari individu atau masalah manajerial seperti pengambilan keputusan, tingkat kepuasan pekerja
dan produktifitas yang rendah, serta konflik. Dari sisi masalah individu akan ditemukan bahwa
masalahnya dimulai dari persepsi karyawan terhadap bagaimana mereka di perlakukan di
tempat kerja, dan sejauh apa tingkat kecocokan dari seorang individu dengan visi dan misi
perusahaan. Sementara dari sisi manajerial, konflik yang terjadi antara manajer dan
bawahannya seringkali menjadi masalah utama. Ketika hal ini sudah terjadi maka disitulah
perubahan harus dilakukan.

2. Models and dynamics of planned change


Manajer di Amerika seringkali di kritik karena menggunakan cara penyelesaian masalah yang
hanya berlaku untuk jangka pendek. Ketika membicarakan perubahan pada organisasi maka
pendekatan ini sudah tidak dapat digunakan dari awal. Solusi jangka pendek tidak akan benar-
benar mengatasi masalah yang eksplisit terlihat, bibit dari masalah tersebut akan terus ada.

Model ini merupakan model paling umum yang digunakan untuk mendeskripsikan perubahan
dalam segala hal, termasuk administrative dan perubahan teknologi. Perubahan adaptif
memiliki tingkat kompleksitas, biaya, dan ketidakpastian yang rendah. Biasanya melibatkan
implementasi ulang pada satu organisasi yang sama di kemudian hari atau imitasi dari
perubahan yang sama dari unit lain. Perubahan adaptif tidak memiliki ancaman bagi karyawan
karena akan lebih terasa familiar.
Perubahan inovatif memiliki tingkat kompleksitas, biaya, dan ketidakpastian yang medium.
Perubahan ini bersifat tidak familiar sehingga akan sedikit menimbulkan ketakutan akan
perubahan.
Sedangkan tingkat kompleksitas tertinggi dimiliki oleh perubahan inovatif yang radikal.
Perubahan jenis ini adalah yang paling sulit dilakukan karena dapat dikatakan mengancam
sebagian besar manajerial dan keamanan posisi dari karyawan. Tetapi pada waktu yang sama
juga paling berpotensi memberikan manfaat yang paling besar. Perubahan ini harus didukung
dengan budaya perusahaan agar berjalan sesuai rencana, 3 level dari budaya organisasi adalah:
kejelasan objek yang diobservasi, espoused values, dan asumsi dasar.

3. Lewin’s Change Model


Lewin mengembangkan 3 tahap model dalam merencanakan perubahan yang dapat
menjelaskan bagaimana untuk menginisiasi, mengatur, dan menstabilkan proses perubahan itu
sendiri. 3 tahap tersebut adalah unfreezing, changing, dan refreezing. Beberapa asumsi yang
dipakai pada model ini adalah:
1. Proses perubahan melibatkan kegiatan mempelajari hal baru, termasuk juga dengan
tidak melanjutkan kebiasaan yang sekarang, sifat, atau perlakuan organisasi.
2. Perubahan tidak akan terjadi apabila tidak ada motivasi. Hal inilah yang paling sulit
dilakukan.
3. Perubahan dalam organisasi tetap bersumber pada individu, maka dari itu perubahan
apapun pada dasarnya akan berawal dari perubahan individu.
4. Kekebalan dalam perubahan akan selalu ditemukan walaupun perubahan itu sangat
diinginkan.
5. Perubahan yang efektif memerlukan sifat dan sikap yang baru, dan praktikal dari
organisasi itu sendiri.
3 tahap perubahan:
Unfreezing, fokus tahap ini adalah untuk menciptakan motivasi untuk melakukan perubahan.
Individu akan dipaksa untuk meninggalkan kebiasaan lama dan beralih ke perubahan yang
diinginkan oleh manajemen. Manajer harus memberikan pengertian pada karyawannya bahwa
kebiasaan yang lama sudah sangat merugikan dan karena itulah cara baru yang akan di
implementasikan oleh manajemen akan memberikan manfaat yang lebih pada karyawan.
Dengan cara ini diharapkan karyawan dapat menerima pentingnya dilakukan perubahan.
Benchmarking adalah suatu metode yang dilakukan dalam tahap ini yang bertujuan untuk
membandingkan hasil dari suatu perusahaan dengan perusahaan lain, sehingga dapat diketahui
cara mana yang paling efektif untuk mendukung kemajuan perusahaan.

Changing, tahap dimana perubahan dilakukan. Perubahan ini baik besar maupun kecil dilakukan
demi memperbaiki dan menunjang proses, prosedur, servis, dan hasil dari perusahaan. Karena
perubahan memerlukan segala sesuatu yang baru maka di tahap ini akan dilakukan pengenalan
terhadap model perilaku, proses dan prosedur yang baru.
Refreezing, tujuan dari tahap ini adalah untuk mendukung secara berkelanjutan perubahan
yang terjadi. Perubahan akan dianggap sebagai hal normal oleh para karyawan. Pencapaian ini
dapat terjadi ketika karyawan diberikan ruang untuk terbiasa dengan lingkungan dan cara kerja
yang baru. Pelatihan dan konseling lanjutan juga dibutuhkan untuk kelangsungan tahap ini.

4. Menerapkan the system model of change

Sistem pendekatan ini memperlihatkan ‘big picture’ dari perspektif pada sebuah perubahan
organisasi. Dinyatakan bahwa perubahan sekecil apapun, memiliki dampak terhadap organisasi.
Model ini menunjukkan bahwa perubahan pasti akan menimbulkan perubahan tambahan.
Solusi hari ini adalah masalah di masa depan. Model ini juga menawarkan manajer sebuah
rangka kerja yang dapat digunakan untuk mendiagnosa apa yang perlu di ubah dan untuk
mengetahui bagaimana mengevaluasi tingkat keberhasilan dari sebuah perubahan. 4
komponen utama dari model ini adalah input, rencana strategic, elemen target perubahan, dan
output.

Ada 2 cara dalam menerapkan model ini, pertama adalah sebagai solusi dalam proses
perencanaan strategic. Gunakan model ini untuk mengetahui solusi dari masalah yang timbul
dari rencana yang telah dirancang. Sedangkan cara kedua adalah, melibatkan model ini sebagai
rangka kerja untuk mengetahui penyebab dari masalah organisasi dan untuk mendapatkan
solusi.
5. Kotter’s eight step for leading organizational change

Model ini dirancang oleh Kotter karena ia percaya bahwa gagalnya proses implementasi pada
perubahan diakibatkan oleh senior manajemen yang melakukan beberapa error pada praktik
perubahannya. Model 8 langkah ini dapat dikatakan sebagai penjabaran lebih lanjut dari model
Lewin. 4 langkah awal merupakan tahap ‘unfreezing’, Step 5,6, dan 7 merepresentasikan tahap
‘changing’, dan tahap 8 merujuk pada ‘refreezing’. Value dari model ini adalah, model ini
memberikan rekomendasi spesifik terhadap perilaku yang harus dilakukan oleh manajer dalam
menerapkan step-stepnya.

6. Membuat perubahan dalam perkembangan organisasi


Model-model yang sudah ada tidak dapat digunakan pada organisasi yang sedang berkembang
atau organizational development (OD). OD tidak memiliki struktur berkelanjutan yang dapat
dijadikan dasar, tetapi tetap memiliki fokus diagnosis yang sama dengan sistem perubahan. OD
dapat dikatakan memiliki orientasi yang lebih luas dari semua model yang telah dibahas. OD
adalah seperangkat Teknik atau alat yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
perubahan organisasi.

7. Cara kerja OD
1. Diagnosis : apa masalahnya dan penyebabnya? Change agent menggunakan kombinasi
dari wawancara, survey, meeting, materi tertulis, dan obervasi langsung untuk
mengetahui masalahnya dan penyebabnya.
2. Intervention : apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalahnya? Solusi dari
masalah yang ada mencerminkan perubahan yang akan dilakukan. Cara pengatasan
masalah dipilih berdasarkan penyebab dari masalahnya. Kuncinya adalah tidak ada
satupun Teknik baku dalam intervensi yang dapat diaplikasikan pada segala situasi.
3. Evaluation : apakah intervensinya berhasil? Evaluasi diperlukan untuk mengetahui
keefektifan dari solusi yang diterapkan.
4. Feedback : apa hasil dari evaluasi dan apa rekomendasi nya terhadap masalah yang ada?
Bagaimana tingkat keefektifan solusi tersebut terhadap masalah yang ada? Jika hasil
dari evaluasi ini baik maka terbukti bahwa proses dari OD yang dijalankan sukses.

8. Penelitian OD dan implikasi praktikal

Ada 4 implikasi praktikan untuk penelitian ini, pertama, ketika rencana dan perubahan
organisasi berhasil seluruhnya. Kedua, perubahan program bekerja lebih baik ketika ada
titik temu antara hasil jangka pendek dan jangka Panjang. Ketiga, perubahan organisasi
memiliki peluang lebih untuk berhasil ketika top management benar-benar berkomitmen
terhadap proses perubahan dan tujuan dari perubahan itu sendiri. Dan yang terakhir
adalah, keefektifan dari intervensi OD dipengaruhi oleh pertimbangan cross-cultural.
Manajer tidak boleh mengeneralisir proses intervensi OD yang berhasil di satu negara pada
negara lain.

9. Memahami dan mengatur pihak yang kebal terhadap perubahan

Sesempurna apapun sebuah perubahan direncanakan dan diatur, keberhasilannya tetap


saja berasal dari perubahan yang dilakukan individu pada perusahaan. Oleh karena itu hal
yang paling penting adalah bagaimana perusahaan dapat mempengaruhi keryawannya
untuk berperilaku, berpikir, atau berkerja secara baik. Penolakan terhadap perubahan dapat
juga berasal dari komitmen dan kepatuhan yang notabene merupakan hal baik, oleh karena
itu perubahan dapat juga dilihat sebagai hal buruk yang merusak hal keteraturan yang
sudah ada.
10. Penyebab penolakan pada perubahan

Penolakan pada perubahan adalah respon emosional pada ancaman real pada rutinitas kerja
seseorang. Penolakan dapat berujung pada sabotase pada perusahaan. Model ini menunjukkan
interaksi dinamis pada 3 sumber yang disebabkan oleh penerima yang irrational dan keras
kepala. Basic traits pada seseorang dapat mengakibatkan penolakan.

11. Karakteristik Penerima

Karakteristik penerima meliputi berbagai perbedaan individu yang dimiliki oleh penerima. Mereka juga
mewakili tindakan atau sikap yang ditampilkan oleh penerima.

Kenapa Orang Tidak Menerima Perubahan di Tempat Kerja


1. Kecendrungan sifat individu
2. Rasa kaget dan ketakutan terhadap yang belum diketahui
3. Rasa takut gagal
4. Kehilangan status dan atau rasa aman dalam pekerjaan
5. Tekanan rekan kerja
6. Kesuksesan terdahulu
12. STRATEGI ALTERNATIF UNTUK MENGATASI PENOLAKAN ATAS PERUBAHAN
Karakteristik Yang Mempengaruhi Perubahan
 Keputusan yang berbeda dengan tradisi kultural atau hubungan grup
 Konflik kepribadian
 Kurangnya kebijaksanaan atau waktu yang tidak baik
 Gaya kepemimpinan
 Gagal mengesahkan perubahan

Ada 6 strategi yang dapat dilakukan yaitu


1. Edukasi + komunikasi
2. Partisipasi + keterlibatan
3. Fasilitas + support
4. Negosiasi + persetujuan
5. Manipulasi + pemilihan
6. Paksaan eksplisit + implisit
13. DINAMIKA STRES

Stres: Dalam konteks kedokteran atau biologis, stress adalah factor fisik, mental atau
emosional yang menyebabkan tensi pada tubuh atau mental seseorang.
14. MODERATOR DALAM STRES DI PEKERJAAN

Stres di pekerjaan sering disebabkan oleh tekanan dan tanggung jawab yang tidak terduga,
yang tidak sejalan dengan pengetahuan, kemampuan atau ekspektasinya sehingga
menghambat orang tersebut untuk menghadapinya

15. TEKNIK MENGURANGI STRES


Dalam buku kreitner terdapat 5 teknik yang dapat digunakan untuk mengurangi stress antara
lain: 1. Relaksasi otot
2. Relaksasi menggunakan mesin
3. Meditasi
4. Restrukturisasi kognitif
5. Penyembuhan holistik
BAGIAN II
ANALISIS KASUS

There is a change in the value applied by new management in The Regency Grand Hotel.
Basic assumptions that have been applied to employees must change and they have to
adapt to the culture brought by the new management.

There is nothing wrong with the new culture brought by Becker. Becker wants his
employees to be more customer centric, innovative, and able to resolve issues quickly.
Becker expects that his employees can make their own decisions. Employees need to be
able to choose minor and major issues to be appointed to management (applying an
adhocracy culture).

However, staff employees who have worked in The Regency Grand hotel for a dozen
years are already familiar with the culture of hierarchy. Those who tend to be structured,
formal, and can escalate issues to the top level if they faced one are a bit surprised when
asked to solve customer problems (case by case) themselves. This is because previous
management applied hierarchy culture.

There is culture differences between Thailan and the American, as in the thailand
Regency Grand Hotel the employee is not encouraged to be innvovative, they tend to ask
their supervisor to for approval and is more bureaucratifc, as in the american hotel
where becker leads, he encourage the employee to take more initiatives and less
bureaucratic. Although Becker make a meeting with the department head to change the
culture of the organization, some of them not agree and overlook the changes made, the
organization vision and mission also not reviewed, he also poorly design the approach to
change the culture, as he doesn’t know the capability of the employee which lead to
some people quit.

Methods that can be used for culture changes :


Change the workflow of the organization, review the procedure and some people’s role,
make a new slogan, vision and mission. Review some of the manager’s reaction and do
survey to know if the changes made was good or bad.

The turnover rate also very high, this shows that the employee is not happy with the
changes made, becker should try to implement coach and junior relations with some of
the department lead and employee. He also need to review if the departmet head has
the same vision with him. While some of the changes is good, becker was too hasty in
making changes.

Internal forces of change were also the main problems in this case. The ownership
takeover really messing up the organization dynamic that already been build since 15
years ago. This change then leads to dissatisfaction and confusion among employees, and
as a result, massive resignation happen. This kind of change is unavoidable, the hotel
must go through a lot of management change in order to catch up with the society even
if they already receive a lot of awards for this things.

Also, employees do not want to follow the changes made by John Becker as the new
General Manager (fear of change). Then stress experienced by John Becker & employees
regarding work is caused by the lack of good cooperation in decision making at lower
levels and impact to increasing complaints by hotel guests staying overnight.

The solution based on Lewin’s model is, a lot of works in changing steps. This means new
management have to pay more attention and give more treatments to the employees in
order to make them understand the new standard and circumstances. There’s also a
problem with communicating the vision, maybe the difference in culture between the
employees and top management might be solve.

Anda mungkin juga menyukai