Anda di halaman 1dari 21

BUKU PEGANGAN TUTOR

MODUL I

KARAKTERISTIK PROFESI DAN PERKEMBANGAN KEPERAWATAN

Tujuan Instruksional Umum ( TIU )

Setelah menyelesaikan blok ini mahasiswa mampu memahami karakteristik profesi dan
perkembangan profesi keperawatan.

Tujuan Instruksional Khusus ( TIK )

1. Mampu menjelaskan perkembangan profesi keperawatan secara global


2. Mampu menjelaskan perkembangan profesi keperawatan di Indonesia
3. Mampu menjelaskan perkembangan keperawatan dalam kontekas asuhan
keperawatan dan tingkat pendidikan profesi keperawatan.
4. Mampu menjelaskan pengertian profesi
5. Mampu menjelaskan ciri-ciri profesi
6. Mampu menjelaskan karakteristik profesi
7. Mampu menjelaskan pendapat para ahli tentang profesi.

PROBLEM TREE
SEJARAH PERKEMBANGAN PROFESI KARAKTERISTIK PROFESI
KEPERAWATAN KEPERAWATAN

ORGANISASI KEPERAWATAN

SEBARAN MATERI KULIAH DAN DISKUSI KELOMPOK MODUL I


Perkuliahan : 3 kali pertemuan

1. Kuliah 1 :
Sejarah Perkembangan ilmu keperawatan
2. Kuliah 2 :
Karakteristik Profesi
3. Kuliah 3 :
Organisasi Profesi Keperawatan

Tema diskusi kelompok

Skenario 1

Anto adalah seorang siswa SMA kelas 3. Dari kecil dia bercita-cita untuk menjadi seorang perawat.
Sehingga untuk menambah wawasan pengetahuannya tentang perawat Anto mencari segala
informasi yang berhubungan dengan perawat. Anto pun merasa kebingungan dengan pilihan yang
akan ditentukan karena ada pendidikan Diploma 3 dan Sarjana Keperawatan.

Tugas Mahasiswa :

1. Melakukan aktifitas individual di perpustakaan dengan menggunakan buku ajar


majalah dan internet untuk mencari informasi tambahan.
2. Melakukan diskusi kelompok mandiri tanpa dihadiri fasilitator untuk melakukan curah
pendapat bebas antar anggota kelompok untuk menganalisa informasi dalam
menyelesaikan masalah.
3. Berkonsultasi pada narasumber yang telah ditetapkan oleh fasilitator
4. Mengikuti kuliah khusus atau kuliah pakar dalam kelas untuk masalah yang belum
jelas atau tidak ditemukan jawabannya.
5. Melakukan presentasi makalah .

Proses Pemecahan Masalah:

Dalam diskusi kelompokmahasiswa diharapkan dapat memecahkan problem yang terdapat


dalam skenario dengan mengikuti 7 langkah penyelesaian dibawah ini:

1. Klarifikasi istilah yang tidak jelas dalam penugasan di atas, dan tentukan kata/kalimat
kunci penugasan di atas
2. Identifikasi problem dasar penugasan, dengan membuat beberapa pertanyaan penting
3. Analisa penugasan tersebut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas
4. Klasifikasikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut
5. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai mahasiswa
6. Cari informasi tambahan di luar kelompok tatap muka dilakukan dengan belajar
mandiri
7. Laporkan hasil diskusi dalam bentuk presentasi dilakukan dalam kelompok diskusi
dengan fasilitator
8. Sidang Pleno semua pakar duduk bersama untuk memberikan penjelasan atas hal-
hal yang belum jelas

Penjelasan :

Bila dari hasil evaluasi laporan kelompok ternyata masih ada informasi yang diperlukan
untuk sampai pada kesimpulan akhir, maka proses 6 diulangi, dan selanjutnya dilakukan lagi
langkah 7. Kedua langkah di atas bisa diulang – ulang di luar diskusi dan setelah informasi
dirasa cukup dilakukan langkah 8.

MODUL 1

MATERI 2

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPERAWATAN


A. Perkembangan keperawatan sebagai profesi
Sejarah perkembangan sebagai profesi dapat dilihat dari dua tinjauan pertama :
ditinjau dari perkembangan keperawatan di dunia dan kedua perkembangan
keperawatan di Indonesia.

1. Sejarah perkembangan keperawatan di dunia


Perkembangan keperawatan di dunia dapat diawali peratama, sejak zaman
manusia itu di ciptakan (manusia itu ada) dimana pada dasarnya manusia diciptakan
telah memiliki naluri untuk merawat diri sendiri sebagaimana tercermin pada seorang
ibu. Naluri yang sederhana adalah memeliharakesetan dalam hal ini adalah
menyusui anaknya sehingga harapan awal pada perkembangan keperawatan adalah
perawat harus memiliki naluri keibuan (mother instinct) kemudian bergeser ke zaman
purba di mana pada zaman ini orang masih percaya pada sesuatu tentang adanya
kekuatan mistis yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia, kepercayaan ini di
sebut animism dimana seorang yang sakit dapat disebabkan karena kekuatan alam
atau pengaruh kekuatan gaib sehingga timbul keyakinan bahwa jiwa yang jahat akan
dapat menimbulkan kesakitan danjiwa yang sehat dapat menimbulkan jiwa yang
sehat dan kesejahteraan. Pada saat itu peran perawat sebagai ibu yang merawat
keluarganya yang sakit dengan memberikan perawatan fisik serta mengobati
penyakit dengan menghilangkan pengaruh jahat . kemudian dilanjutkan dengan
kepercayaan pada dewa-dewa di mana pada masa itu penyakti dianggap
disebabkan karena kemarahan dewa sehingga kuil-kuil didirikan sebagai tempat
pemujaan dan orang yang sakit meminta kesembuhan di kuil tersebut dengan
bantuan priest physician. Setelah itu perkembangan keperawatan terus berubah
dengan adanya diakones dan philantrop yang merupakan suatu kelompok wanita tua
dan janda yang anggotanya menajuhkan diri dari keramaian dunia dan hidupnya
ditujukan pada perawtan orang yang sakit sehingga akirnya berkembanglah rumah-
rumah perawatan dan akhirnya mulailah awal perkembangan ilmu keperawatan.

Kedua, zaman keagamaan, perkembangan keperawatan ini mulai bergeser


kea rah spiritual dimana seorang yang sakit dapat disebabkan karena adanya dosa
atau kutukan Tuhan. Pusat perawatan adalah tempat-tempat ibadah, sehingga pada
waktu itu pemimpin agama dapat disebut sebagai tabib yang mengobati pasien
karena ada anggapan yang mampu mengobati adalah pemimpin agama sedangkan
pada waktu itu perawat dianggap sebagai budak yang hanya membantu dan bekerja
atas perintah pemimpin agama.

Ketiga, zaman masehi, keperawatan dimulai pada saat perkembangan


agama Nasrani di mana pada saat itu banyak membentuk diakones ( diaconesses),
suatu organisasi wanita yang bertujuan untuk mengunjungi orang sakit sedangkan
laki-laki diberikan tugas dalam memberikan perawatan untuk mengubur bagi yang
meninggal, sehingga pada saat itu berdirilah rumah sakit di Roma seperti Monastic
Hospital. Pada saat itu rumah sakit digunakan sebagai tempat merawat orang sakit,
orang cacat, miskin dan yatim piatu. Pada saat itu pula didaratan benua Asia,
khusunya di Timur Tengah perkembangan keperawatan mulai maju seiring dengan
perkembangan agama Islam. Keberhasilan nabi Muhammad SAW dalam
menyebarkan agama Islam diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tehnologi seperti ilmu pasti, kimia, kesehatan dan obat-obatan. Sebagaimana dalam
Al Quran dituliskan pentingnya menjaga kebersihan diri, makanan, lingkungan dan
lain-lain. Perkembangan tersebut melahirkan tokoh Islam dalam keperawatan yang
dikenal dengan nama rufaidah.

Keempat, zaman permulaan abad 21, pada permulaan abad ini


perkembangan keperawatan berubah, tidak lagi dikaitkan dengan factor keagamaan
akan tetapi berubah kepada factor kekuasaan, mengingat pada masa itu adalah
masa perang dan terjadi eksplorasi alam sehingga pesatlah perkembangan
pengetahuan. Pada masa itu tempat ibadah yand dahulu digunakan merawat orang
sakit tidak lagi digunakan.

Kelima, zaman sebelum perang dunia kedua, pada masa perang dunia kedua
ini timbul prinsip rasa cinta sesama manusia dimana saling membantu sesama
manusia yang membutuhkan. Pada masa sebelum perang dunia kedua inilah tokoh
keperawatan Florence Nightingale (1820-1910) menyadari pentingnya suatu sekolah
untuk mendidik para perawat. Florence Nightingale mempunyai pandangan bahwa
dalam mengembankan keperawatan perlu dipersiapkan pendidikan bagi perawat,
ketentuan jam kerja perawat dan mempertimbangkan pendaat perawat. Usahanya
adalah dengan menetapkan struktur dasar di pendidikan perawat diantaranya
mendirikan sekolah perawat, menetapkan tujuan pendidikan perawat serta
menetapkan pengetahuan yang harus dimiliki oleh para calon perawat. Florence
dalam merintis profesi keperawatan diawali dengan membantu para korban akibat
perang Krim (1854-1856) antara Roma dan Turki yang dirawat di sebuah barak
rumah sakit (scutori) yang akhirnya mendirikan sebuah rumah sakit dengan nama
rumah sakit Thomas di London dan juga mendirikan sekolah perawatan dengan
nama Nightingale Nursing School.

Keenam, masa selama perang dunia kedua, selama masa eprang ini timbul
tekanan bagi dunia pengetahuan dalam penerapan teknologi akibat penderitaa yang
panjang sehingga perlu meningkatkan diri dalam tindakan perawat mengingat
penyakit dan korban perang yang beraneka ragam.

Ketujuh, masa pasca perang dunia dua, masa ini masih berdampak bagi
masyarakat seperti adanya penderitaan yang panjang akbiat perang dunia kedua
dan tuntutan perawat untuk meningkatkan masyakat sejahtera semakin pesat.
Sebagai contoh di Amerika Serikat perkembangan keperawatan pada masa itu
diawali dengan adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan,
pertambahan penduduk yang relative tinggi sehingga menimbulkan masalah baru
dalam pelayanan kesehatan, pertumbuhan ekonomi yang mempengaruhi pola
tingkah laku individu, adanya perekembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi
kedokteran dengan diawali adanya penemuan-penemuan obat-obatan atau cara-
cara untuk memberikan penyembuhan pada pasien, upaya-upaya dalam tindakan
pelayanan kesehatan seperti pelayanan kuratif, prevenif dan promotif dan juga
terdapat kebijakan Negara tentang peraturan sekolah perawat. Pada masa itu
perkembangan perawat dimulai adanya sifat pekerjaan yang semula versifat individu
bergeer kearah pekerjaan yang bersifat tim. Pada tahun 1984 perawat diakui
sebagai profesi sehingga pada saat itu pula terjadiperhatian dalam pemberian
pengharggan ada perawat atas tanggung jawabnya dalam tugas.

Kedelapan, periode tahun 1950, pada masa itu keperawatan sudah mulai
menunjukkan perkembangan khususnya penataan pada system pendidikan. Hal
tersebut terbukti dinegara Amerika sudah di mulai pendidikan setingkat master dan
doctoral. Kemudian penerapan proses keperawatan sudan mulai dikembangkan
dengan memberikan pengertian bahwa perawatan adalah suatu proses yang dimulai
dari pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

2. Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia

Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia telah banyak dipengaruhi


olehkolonial penjajah diantaranya Jepang, Belanda dan Inggris. Dalam
perkembangan di Indonesia dibagi menjadi dua masa diantaranya.
Pertama, masa sebelum kemerdekaan, ada masa itu Negara Indonesia
masih dalam penjajahan Belanda. Perawat berasal dari Indonesia verpleger dengan
dibantu oleh zieken opasser sebagi penjaga orang sakit, perawat tersebut pertama
kali bekerja di rumah sakit Binnen Hospital yang terletak di Jakarta pada tahun 1799
yang ditugaskan untuk memelihara kesehatan stad dan tentara Belanda, sehingga
akhrinya pada masa Belanda terbentuklah dinas kesehatan tentara dan dinas
kesehatan raktyat. Mengingat tujuan pendirian rumah sakit hanya untuk kepentingan
Belanda maka tidak diikuti perkembangan keperawatan. Kemudian pada masa
penjajahan Inggris yaitu Rafles mereka memperhatikan kesehatan rakyat dengan
moto kesehatan adalah milik manusia dan pada saat itu pula telah diadakan
berbagai usaha dalam memelihara kesehatan diantaranya usaha pengadaan
pencacaran secara umum, membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan
jiwa danmemperhatikan kesehatan para tawanan.

Beberapa rumah sakit dibangun khususnya di Jakarta yaitu pada tahun 1819
didirikan rumah sakit Stadsverband, kemudian pada tahun 1919 rumah sakit tersebut
pindah ke Salemba dan sekarang dikenal dengan nama RSCM (Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo), kemudian diikuti rumahsakit milik swasta. Pada tahun 1942-1945
terjadi kekalahan tentara sekutu dan kedatangan tentara jepang. Perkembangan
keperawatan mengalami kemunduran.

Kedua, masa setelah kemerdekaan, pada tahun 1949 telah banyak rumah
sakit yang didirikan serta balai pengobatan dandalam rangkamemenuhi kebutuhan
tenaga kesehatan pada tahun 1952 didirikan sekolah perawat, kemudianpada tahun
1962 telah dibuka pendidikan keperawatan setara dengan diploma. Pada tahun 1985
untuk pertama kalinya dibuka pendidikan keperawatan setingkat dengan sarjana
yang dilaksanakan di universitas Indonesia dengan nama Program Studi Ilmu
Keperawatan dan akhrinya dengan berkembangnya Ilmu Keperawatan, maka
menjadi sebuah Fakultas Ilmu Keperawatan dan beberapa tahun kemudian di ikuti
berdirinya pendidikan keperawatan setingkat S1 di berbagai universitas di Indonesia
seperti di Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan lain-lain.

B. Pertumbuhan Profesionalisasi dalam Keperawatan

Profesionalisasi merupakan suatu proses menuju ke arah profesional. Dalam


keperawatan proses tersebut diawali dari persepsi pekerjaan yang sifatnya vokasional
menuju ke pekerjaan yang profesional, demikian juga pendidikan yang dulunya bersifat
vokasional kemudian bergeser ke arah pendidikan profesional melalui pendidikan tinggi
keperawatan.

Setelah lokakarya pada tahun 1983, proses menjadikan diri profesional sudah
mulai dirasakan dengan adanya proses pengakuan dari profesi lainnya. Dalam menuju
pengakuan tersebut diperlukan langkah penting dalam penataan perawat menuju suatu
profesi diantaranya:

C. Penataan Pendidikan Keperawatan

Pendidikan merupakan unsur pertama yang harus dilakukan penataan karena


melalui pendidikan perkembangan profesi keperawatan akan terarah dan berkembang
sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi sehingga tenaga keperawatan yang
dihasilkannya dapat berkualitas. Dalam penataan pendidikan keperawatan yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Percepatan pertumbuhan pendidikan keperawatan dalam sistem pendidikan nasional
dengan menetapkan jenjang dan jenis pendidikan keperawatan mulai dari jenjang
pendidikan diploma, sarjana, dan profesi yang dapat digambarkan pada Gambar 2-1.

2. Pengendalian dan pembinaan pelaksanaan pendidikan pada pusat-pusat pendidikan


keperawatan. Pelaksanaan pendidikan tersebut dilakukan dengan mengadakan
pelaksanaan akreditasi pendidikan serta penyesuaian standar pendidikan sesuai
dengan pendidikan profesi keperawatan. Dengan standarisasi kualitas melalui
akreditasi diharapkan pendidikan keperawatan akan semakin terarah dalam
pendidikan profesi, disamping itu pusat pendidikan dan latihan profesi keperawatan
perlu dikembangkan sesuai dengan arah dan kebijakan profesi keperawatan.

3. Pengembangan lahan praktek keperawatan dilakukan dengan membentuk


komunitas profesional. Pengembangan ini dilakukan untuk pencapaian kompetensi
yang ada dengan menerapkan pengalaman belajar klinik dan lapangan bagi calon-
calon perawat. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan membentuk komunitas
keperawatan seperti pembagian komunitas perawat menjadi divisi-divisi, seperti
komunitas perawat divisi medikal bedah, divisi maternitas, divisi anak, divisi jiwa,
divisi gawat darurat, divisi keperawatan keluarga dan komunitas, divisi gerontik dan
lain-lain, sehingga keperawatan sebagai pendidikan profesi akan lebih terarah.

4. Pengembangan dan pembinaan staf akademis menuju terbentuknya masyarakat


akademis profesional. Hal tersebut dilakukan dengan melalui berbagai
pengembangan bagi staf untuk mengadakan penelitian sehingga akan dihasilkan
berbagai karya untuk kepentingan profesi keperawatan dan pengabdian pada
masyarakat dalam rangka menata bentuk aplikasi di masyarakat bagi profesi
keperawatan.

Gambar 2-1
Pola Pengembangan pendidikan tinggi keperawatan
(Sumber: Husin, M 1999)

Pendidikan Ners Spesialis Prog. doktor

(Sp2) Ilmu Keperawatan


Program
Pendidikan Ners Spesialia
Prog. Magister
(Sp1)

Program Ners

(Ns) Prog. DIV

Prog. S1 Keperawatan Prog. DIII

(S.Kep)

D. Penataan Praktek Keperawatan

Penataan praktek keperawatan merupakan bentuk penataan profesi


keperawatan menuju profesi yang sejajar dengan profesi kesehatan yang lain,
mengingat dengan menata bidang ini lingkup praktek keperawatan akan lebih jelas dan
terarah dalam praktek sebagai profesi, dan dalam penataan praktek keperawatan
tersebut, maka dapat dilakukan upaya sebagai berikut:
1. Pengembangan dan pembinaan pelayanan asuhan keperawatan secara profesional.
Pengembangan ini dilakukan harus berlandaskan ilmu pengetahuan dengan
menggunakan metode ilmiah.

2. Penyusunan dan pemberlakuan standar praktek keperawatan. Penyusunan ini akan


dilakukan dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan sehingga dapat
dipertanggung jawabkan melalui asuhan keperawatan mandiri dan profesional.
3. Penerapan model asuhan keperawatan secara profesional dengan memperhatikan
beberapa kode etik keperawatan yang berlaku dan dalam melakukan setiap tindakan
menggunakan asuhan profesional.

E. Penataan Pendidikan Berlanjut

Penataan pendidikan keperawatan berkelanjutan merupakan syarat penting


dalam mempercepat profesionalisasi keperawatan, karena melalui pendidikan
berkelanjutan keperawatan akan selalu berkembang dan terarah dalam
mengembangkan spesialisasi atau tingkat kekhususan dalam profesi keperawatan.
Untuk menuju penataan tersebut dapat dilakukan:
1. Pengembangan pola pendidikan berkelanjutan. Pengembangan pola ini diharapkan
akan lebih memudahkan dalam jangkauan dan pencapaian bagi komunitas perawat
agar selalu meningkatkan diri dalam perkembangan ilmu keperawatan.

2. Penyusunan program pendidikan berkelanjutan yang disesuaikan dengan kebutuhan


perawat. Proses ini dapat dimulai dengan program sertifikasi dalam keterampilan
atau keahlian khusus.

3. Pengembangan kemampuan untuk melaksanakan pendidikan keperawatan melalui


upaya pengembangan pendidikan keperawatan di beberapa tempat pelayanan atau
pendidikan.

F. Penataan Organisasi Profesi Keperawatan

Penataan organisasi juga merupakan penataan keperawatan sebagai profesi,


mengingat organisasi profesi merupakan sarana untuk komunikasi antar perawat
profesional serta wadah dalam menyalurkan aspirasi dalam perkembangan
keperawatan, dalam menuju proses menjadikan diri ke arah profesional serta menuju
tertatanya organisasi profesi tersebut yang dapat dilakukan dengan:
1. Pembinaan organisasi profesi keperawatan. Pembinaan tersebut dilakukan dalam
rangka agar organisasi profesi tersebut mampu melaksanakan fungsi dan tanggung
jawabnya sebagai organisasi profesi melalui pembinaan pengembangan pelayanan
asuhan keperawatan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Peningkatan kemampuan organisasi profesi keperawatan, dengan melaksanakan


tanggung jawab dalam pendidikan keperawatan berkelanjutan, penyusunan standar
praktek keperawatan serta penyusunan atau pemberian pengakuan atau legislasi
dalam pelaksanaan praktek keperawatan.

3. Pembinaan organisasi profesi keperawatan. Dengan pelaksanaan ini diharapkan


organisasi profesi bisa diakui secara benar-benar menjadi organisasi profesi
sebagaimana profesi lainnya serta mampu mengendalikan profesionalisasi
keperawatan.

G. Penataan Lingkungan untuk Perkembangan Keperawatan

Lingkungan merupakan sesuatu yang penting dalam penerapan atau


pengembangan profesi, karena dengan pengakuan dari lingkungan, maka profesi
keperawatan akan semakin cepat berkembang ke arah terciptanya lingkungan yang
profesional. Upaya keperawatan dalam menata lingkungan tersebut dapat dilakukan
kegiatan sebagai berikut:
1. Melaksanakan desiminasi pengertian tentang keperawatan profesional dengan
menjelaskan lingkup peran dan tanggung jawab serta kewenangan profesi
keperawatan kepada masyarakat.
2. Menciptakan kesempatan bagi profesi keperawatan untuk memberikan pelayanan
keperawatan dengan sikap profesional

3. Memberlakukan undang-undang dalam penerapan praktek keperawatan profesional


sehingga segala kendala dan hambatan dapat diatasi secara langsung

4. Memberikan kepercayaan pada masyarakat untuk melaksanakan program praktek


keperawatan agar diakui oleh masyarakat (Husin, M, 1999).
MODUL 1

TEORI 2

KARAKTERISTIK PROFESI, PROFESIONALISASI DAN


PROFESIONALISME
Profesionalisme keperawatan telah dimulai semenjak dicetuskannya pendidikan
keperawatan berkelanjutan yang pada awalnya pada tahun 60-an telah dibuka program
setara Diploma 3 Keperawatan dan pada tahun 1984 telah dimulai aspek profesionalisme
dengan dibukanya Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) di Universitas Indonesia yang
merupakan bagian dari Fakultas Kedokteran pada saat itu. Perkembangan selanjutnya
sangatlah menggembirakan dengan dipisahkannya PSIK dari Fakultas Kedokteran menjadi
Fakultas Ilmu Keperawatan pada tahun 1995.

A. Profesi
Dalam memenuhi kebutuhan peningkatan kemampuan baik intelektal, praktikalnya
keperawatan telah mengalami perkembangan dari awalnya berfokus kepada rutinitas
kegiatan sehari-hari yang cenderung menjadi pembantu seorang tim medis sehingga
perawat sering disebut sebagai paramedis, menjadi seorang perawat yang bekerja
memenuhi kebutuhan pasien dengan mempergunakan ilmu dan kiat keperawatan.
Keadaan ini pada akhirnya membawa implikasi dimana yang semula hanya
merupakan okupasi (pekerjaan) menjadi suatu profesi yaitu profesi keperawatan.
Pelayanan keperawatan yang semula hanya berdasarkan insting dan pengalaman
melalui kurun waktu yang panjang berkembang menjadi pelayanan keperawatan
professional berdasarkan ilmu dan teknologi keperawatan. Keperawatan sebagai
profesi terdiri atas komponen disiplin dan praktek.

Flexner (1915) Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan dukungan dari “body of
knowledge” sebagai dasar bagi perkembangan teori yang sistematis, menghadapi
banyak tantangan dank arena itu memerlukan pendidikan dan pelatihan yang cukup
lama, memiliki kode etik serta oriental utamanya adalah melayani (altruism).
Sedangkan menurut Moore (1970) “profesi merupakan pekerjaan yang dipegang dan
dengan tegas mempergunakan kumpulan pengetahuan umum secara sistematis
dalam memecahkan masalah penggunanya, individual atau secara berkelompok”.
Akibat dari pengertian ini mengimplikasikan bahwa profesi berdasarkan kepada
pengetahuan ilmiah yang harus diaplikasikan secara bijaksana dan penuh
pertimbangn dalam memberikan pelayanan kepada pengguna.

Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk


menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian.

Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan


yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang
rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan
ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan
pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia,
kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin etika yang
dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi
tersebut.

Definisi di atas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal menunjukkan


adanya hubungan antara profesi dengan dunia pendidikan tinggi. Lembaga
pendidikan tinggi ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan meneruskan
pengetahuan profesional. Karena pandangan lain menganggap bahwa hingga
sekarang tidak ada definisi yang yang memuaskan tentang profesi yang diperoleh
dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri profesi.

Secara umum ada 3 ciri yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah
profesi. Adapun ciri itu ialah:
- Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah
profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang memperoleh gelar sarjana.
Sebagai contoh mereka yang telah lulus sarjana baru mengikuti pendidikan
profesi seperti dokter, dokter gigi, psikologi, apoteker, farmasi, arsitektut untuk
Indonesia. Di berbagai negara, pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi
sebelum memasuki profesi.

- Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan


tukang batu, tukang cukur, pengrajin meliputi ketrampilan fisik. Pelatihan
akuntan, engineer, dokter meliputi komponen intelektual dan ketrampilan.
Walaupun pada pelatihan dokter atau dokter gigi mencakup ketrampilan fisik
tetap saja komponen intelektual yang dominan. Komponen intelektual merupakan
karakteristik profesional yang bertugas utama memberikan nasehat dan bantuan
menyangkut bidang keahliannya yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami
orang awam. Jadi memberikan konsultasi bukannya memberikan barang
merupakan ciri profesi.

- Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat.
Dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum
daripada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru, pustakawan, engineer,
arsitek memberikan jasa yang penting agar masyarakat dapat berfungsi; hal
tersebut tidak dapat dilakukan oleh seorang pakar permainan caturmisalnya.
Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20 terjadi karena ciri
tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern yang secara
teknologis kompleks memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan
khusus daripada masyarakat sederhana yang hidup pada abad-abad lampau.
Produksi dan distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers.
Berjalannya pasar uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis
sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya profesi
memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.

Di samping ketiga syarat itu ciri profesi berikutnya. Ketiga ciri tambahan tersebut
tidak berlaku bagi semua profesi. Adapun ketiga ciri tambahan tersebut ialah:

- Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak profesi namun
tidak selalu perlu untuk status profesional. Dokter diwajibkan memiliki sertifikat
praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun pemberian lisensi atau sertifikat
tidak selalu menjadikan sebuah pekerjaan menjadi profesi. Untuk mengemudi
motor atau mobil semuanya harus memiliki lisensi, dikenal dengan nama surat
izin mengemudi. Namun memiliki SIM tidak berarti menjadikan pemiliknya
seorang pengemudi profesional. Banyak profesi tidak mengharuskan adanya
lisensi resmi. Dosen di perguruan tinggi tidak diwajibkan memiliki lisensi atau
akta namun mereka diwajibkan memiliki syarat pendidikan, misalnya sedikit-
dikitnya bergelar magister atau yang lebih tinggi. Banyak akuntan bukanlah
Certified Public Accountant dan ilmuwan komputer tidak memiliki lisensi atau
sertifikat.

- Adanya organisasi. Hampir semua profesi memiliki organisasi yang mengklaim


mewakili anggotanya. Ada kalanya organisasi tidak selalu terbuka bagi anggota
sebuah profesi dan seringkali ada organisasi tandingan. Organisasi profesi
bertujuan memajukan profesi serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Peningkatan kesejahteraan anggotanya akan berarti organisasi profesi terlibat
dalam mengamankan kepentingan ekonomis anggotanya. Sungguhpun demikian
organisasi profesi semacam itu biasanya berbeda dengan serikat kerja yang
sepenuhnya mencurahkan perhatiannya pada kepentingan ekonomi anggotanya.
Maka hadirin tidak akan menjumpai organisasi pekerja tekstil atau bengkel yang
berdemo menuntut disain mobil yang lebih aman atau konstruksi pabrik yang
terdisain dengan baik.

- Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan jasanya.


Di berbagai profesi, seseorang harus memiliki sertifikat yang sah sebelum mulai
bekerja. Mencoba bekerja tanpa profesional atau menjadi professional bagi diri
sendiri dapat menyebabkan ketidakberhasilan. Bila pembaca mencoba menjadi
dokter untuk diri sendiri maka hal tersebut tidak sepenuhnya akan berhasil
karena tidak dapat menggunakan dan mengakses obat-obatan dan teknologi
yang paling berguna. Banyak obat hanya dapat diperoleh melalui resep dokter.

Sepuluh ciri lain suatu profesi (Nana 1997) :

- Memiliki fungsi dan signifikasi social

- Memiliki keahlian/keterampilan tertentu

- Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah

- Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas

- Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama

- Aplikasi dan sosialisasi nilai - nilai professional

- Memiliki kode etik

- Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam


lingkup kerjanya

- Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi

- Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.

Jacox meneringkan tiga karakteristik mayor dari profesi yaitu :

1. Orientasi terhadap pelayanan


2. Pendidikan dalam jangka waktu yang lama

3. Otonomi

Flexner (1915) menentkan enam karakteristik profesi yaitu :

1. Berdasarkan intelektual

2. Dipelajari, karena berdasarkan pada body of knowledge.

3. Praktikal daripada teoretikal

4. Teknikya dapat diajarkan

5. Organisasi internal yang kuat

6. Motivasi terhadap pelayanan


B. Profesionalisasi

Volmer dan Mills (1966) membedakan antara konsep profesi dengan


profesionalisme. Pengertian profesi diaplikasikan hanya kepada model abstrak dari
karakteristik pekerjaan dan konsep Profesionalisme digunakan untuk menunjuk
kepada “proses dinamis untuk berbagai profesi yang dapat diobservasi untuk
merubah sesuatu yang penting dalam hubungannya dengan profesi”.

A.M. Carr-Saunder (1928), Caplow (1954) dan Wilwnsky (1964) mengenalkan


rangkaian profesionalisasi.

1. Bekerja “full-time”.

2. Mempergunakan standar kerja dan mengadakan sekolah pelatihan

3. Meningkatkan organisasi profesi yang efektif

4. Memperoleh perlindungan terhadap keahliannya

5. Mempunyai kode etik

C. Profesionalisme

Volmer dan Mills (1966) membedakan pengertian profesionalisasi dengan


profesionalisme. Dia mempergunakan terminology Profesionalisme sebagai ideology
dan berhubungan dengan aktifitas yang dapat ditemukan dalam berbagai dan
pekerjaan yang berbeda yang mana anggotanya mengharapkan status professional.

Strauss (1963) menggambarkan empat ciri-ciri profesionalisme, yaitu :

1. Memiliki keahlian (Expertise). Keahlian yang didapat berdasarkan kepada


pengetahuan ilmiah dan didukung dan dikembangkan dari “body of knowledge”,
serta keahlian ini diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang
mendalam dan dalam jangka waktu yang cukup lama.

2. Asas pertanggungjawaban (Responsibility)


- Berupa pertanggungjawaban ilmiah

3. Kesejawatan (Corporatenes), Komitmen (Commitment)


- Menghargai kesejawatan
- Terwujud dengan organisasi profesi

4. Kode etik
- Menjunjung tinggi etika kode etik profesi
- Mengatur perilaku dari anggota profesinya.

Wignjosoebroto [1999] menjabarkan profesionalisme dalam tiga watak kerja yang


merupakan persyaratan dari setiap kegiatan pemberian "jasa profesi" (dan bukan
okupasi) ialah

- bahwa kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan


demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak
terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil;
- bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis
yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau
pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat;
- bahwa kerja seorang profesional -- diukur dengan kualitas teknis dan kualitas
moral -- harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa
kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah
organisasi profesi.

Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelompok


sosial berkeahlian) untuk tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa
keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang hendak diperjual-belikan
sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak
diabdikan demi kesejahteraan umat manusia.

D. KEPERAWATAN SEBAGAI PROFESI

Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dimana dalam


menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan
yang jelas dalam keahliannya, selain itu sebagai profesi keperawatan mempunyai
otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakan serta adanya kode
etik dalam bekerjanya kemudian juga berorientasi pada pelayanan dengan melalui
pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok atau masyarakat.

Bentuk asuhan keperawatan ini sendiri merupakan suatu proses dalam praktek
keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada berbagai tatanan pelayanan
kesehatan, dengan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada
standar keperawatan, dilandasi etik keperawatan dalam lingkup wewenang serta
tanggung jawab keperawatan. Praktek keperawatan juga merupakan tindakan mandiri
perawat profesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan pasien dan tenaga
kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkup
wewenang dan tanggung jawabnya.

Berdasarkan penggunaan asuhan keperawatan dalam praktek keperawatan ini,


maka keperawatan dapat dikatakan sebagai profesi yang sejajar dengan profesi dokter,
apoteker, dokter gigi dan lain-lain. Dengan demikian keperawatan dapat dikatakan
sebagai profesi karena memiliki:

1. Landasan Ilmu Pengetahuan yang jelas (scientific nursing)


Landasan ilmu pengetahuan keperawatan yang dimaksud itu adalah pertama,
memiliki cabang ilmu keperawatan di antaranya ilmu keperawatan dasar yang terdiri
dari konsep dasar keperawatan, keperawatan profesional, komunikasi keperawatan,
kepemimpinan dan manajemen keperawatan, kebutuhan dasar manusia, pendidikan
keperawatan, pengantar riset keperawatan dan dokumentasi keperawatan; kedua,
cabang ilmu keperawatan klinik meliputi keperawatan anak, keperawatan maternitas,
keperawatan medikal bedah, keperawatan jiwa, keperawatan gawat darurat; ketiga,
cabang ilmu keperawatan komunitas meliputi keperawatan komunitas, keperawatan
keluarga, keperawatan gerontik; dan keempat, kelompok cabang ilmu penunjang
meliputi kelompok ilmu humaniora, ilmu alam dasar, ilmu perilaku, ilmu sosial, ilmu
biomedik, ilmu kesehatan masyarakat dan ilmu kedokteran klinik.

2. Memiliki kode etik profesi


Kode etik keperawatan pada tiap-tiap negara berbeda-beda akan tetapi pada
prinsipnya adalah sama yaitu berlandaskan etika keperawatan yang dimilikinya, dan
di negara Indonesia memiliki kode etik keperawatan yang telah ditetapkan pada
musyawarah nasional dengan nama kode etik keperawatan Indonesia.

3. Memiliki lingkup dan wewenang praktek keperawatan berdasarkan standar praktek


keperawatan atau standar asuhan keperawatan yang bersifat dinamis.
Lingkup dan wewenang praktek keperawatan ini diatur pada izin praktek
keperawatan yang berdasarkan peran dan fungsi perawatan dalam melaksanakan
tugas, serta dalam memberikan tindakan berdasarkan standar asuhan keperawatan.

4. Memiliki organisasi profesi


Saat ini Indonesia memiliki organisasi profesi keperawatan dengan nama PPNI
(Persatuan Perawat Nasional Indonesia) dengan anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga. Sedangkan organisasi keperawatan dunia dengan nama Internasional
Council of Nurses (ICN).

E. PERAN DAN FUNGSI PERAWAT

1. Peran Perawat
Merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang
sesuai dengan kedudukan dalam sistem, di mana dapat dipengaruhi oleh keadaan
sosial baik dari profesi perawat maupun konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989
terdiri dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat pasien, pendidik
koordinator, kolaborator, konsultan dan peneliti yang dapat digambarkan sebagai
berikut:

Gambar 2.5

Peran Perawat Menurut CHS tahun 1989

Pemberi Asuhan Keperawatan

Advokat klien

Edukator
Peran Perawat Koordinator
Kolaborator
Pembaharu
Konsultan
a. Peran Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan ini dapat dilakukan perawat
dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan
melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses
keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa
direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat
kebutuhan dasar manusia, kemudian dapat dievaluasi tingkat
perkembangannya. Pemberi asuhan keperawatan ini dilakukan dari yang
sederhana sampai dengan kompleks.

b. Peran Sebagai Advokat Klien


Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya, hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya
sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

c. Peran Edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan,
sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan
kesehatan.

d. Peran Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien
e. Peran Kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya
mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau
tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.

f. Peran Konsultan
Peran di sini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang tepat diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien
terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan

g. Peran Pembaharu
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode
pemberian pelayanan keperawatan.

Selain peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan, terdapat


pembagian peran perawat menurut hasil lokakarya keperawatan tahun 1983 yang
membagi menjadi empat peran diantaranya peran perawat sebagai pengelola
pelayanan dan institusi keperawatan, peran perawat sebagai pendidik dalam
keperawatan serta peran perawat sebagai peneliti dan pengembang pelayanan
keperawatan

2. Fungsi Perawat
Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan perannya.
Fungsi tersebut dapat berubah disesuaikan dengan keadaan yang ada. Dalam
menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan berbagai fungsi diantaranya:
fungsi independen, fungsi dependen dan fungsi interdependen.

a. Fungsi Independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat
dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan
sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar
manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis (pemenuhan kebutuhan
oksigenasi, pemenuhan kebutuhan cairan elektrolit, pemenuhan kebutuhan
nutrisi, pemenuhan kebutuhan aktivitas dan lain-lain), pemenuhan kebutuhan
keamanan dan kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta
mencintai,pemenuhan kebutuhan harga diri dan aktualisasi diri.

b. Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan atau
instruksi dari perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang
diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat
umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
c. Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling ketergantungan di
antara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila bentuk
pelayanan membutuhkan kerja sama tim dalam pemberian pelayanan seperti
dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai
penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja
melainkan juga dari dokter ataupun lainnya, seperti dokter dalam memberikan
tindakan pengobatan bekerja sama dengan perawat dalam pemantauan reaksi
obat yang telah diberikan.
F. TUGAS PERAWAT BERDASARKAN FUNGSI DALAM PEMBERIAN ASUHAN
KEPERAWATAN
Tugas perawat dalam menjalankan perannya sebagai pemberi asuhan
keperawatan ini dapat dilaksanakan sesuai dengan tahapan dalam proses
keperawatan. Tugas perawat ini disepakati dalam lokakarya tahun 1983 yang
berdasarkan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan adalah sebagaii
berikut:

Gambar 2.4

Fungsi dan Tugas Perawat dalam Asuhan Keperawatan

(Sumber: Lokakarya, 1983)

No Fungsi Perawat Tugas Perawat


1. Mengkaji kebutuhan pasien/klien, keluarga, 1. Mengumpulkan data
kelompok dan masyarakat serta sumber 2. Menganalisis dan
yang tersedia dan potensial untuk menginterpretasikan data
memenuhi kebutuhan tersebut.

2. Merencanakan tindakan keperawatan Mengembangkan rencana tindakan


kepada individu, keluarga, kelompok atau keperawatan
masyarakat berdasarkan diagnosis
keperawatan

3. Melaksanakan rencana keperawatan yang Mengembangkan dan menerapkan konsep-


meliputi upaya peningkatan kesehatan, konsep dan prinsip-prinsip ilmu perilaku,
pencegahan penyakit, penyembuhan, sosial budaya, ilmu biomedik dalam
pemulihan dan pemeliharaan kesehatan melaksanakan asuhan keperawatan dalam
termasuk pelayanan klien dan keadaan rangka memenuhi kebutuhan dasar
terminal. manusia.

4. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan 1. Menentukan kriteria yang dapat


diukur dalam menilai rencana
keperawatan
2. Menilai tingkat pencapaian tujuan
Mengidentifikasi perubahan-
perubahan yang diperlukan

5. Mendokumentasikan proses keperawatan 1. Mengevaluasi data permasalahan


keperawatan
2. Mencatat data dalam proses
keperawatan
3. Menggunakan catatan klien untuk
memonitor kualitas asuhan
keperawatan

6. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti 1. Mengidentifikasi masalah-masalah


atau dipelajari serta merencanakan studi penelitian dalam bidang
kasus guna meningkatkan pengetahuan keperawatan
dan mengembangkan keterampilan dalam 2. Membuat usulan rencana penelitian
praktek keperawatan keperawatan
3. Menerapkan hasil penelitian dalam
praktek keperawatan

7. Berperan serta dalam melaksanakan 1. Mengidentifikasi kebutuhan


penyuluhan kesehatan kepada klien, pendidikan kesehatan
keluarga kelompok serta masyarakat 2. Membuat rencana penyuluhan
kesehatan
3. Melaksanakan penyuluhan
kesehatan
4. Mengevaluasi hasil penyuluhan
kesehatan

8. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait 1. Berperan serta dalam pelayanan
dalam memberikan pelayanan kesehatan kesehatan kepada individu,
kepada klien, keluarga, kelompok dan keluarga, kelompok dan masyarakat
masyarakat 2. Menciptakan komunikasi yang
efektif baik dengan tim keperawatan
maupun tim kesehatan lain

Menerapkan keterampilan manajemen


9. Mengelola perawatan klien dan berperan dalam keperawatan klien secara
sebagai ketua tim dalam melaksanakan menyeluruh
kegiatan keperawatan

MODUL 1
TEORI 3
SEJARAH ORGANISASI KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai