PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan professional
yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang berdasarkan pada ilmu
dan etika keperawatan.Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan,ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.Tenaga keperawatan secara
keseluruhan jumlahnya mendominasi tenaga kesehatan yang ada,dimana keperawatan
memberikan kontribusi yang unik terhadap bentuk pelayanan kesehatan sebagai satu
kesatuan yang relative,berkelanjutan,koordinatif dan advokatif. Keperawatan sebagai
suatu profesi menekankan kepada bentuk pelayanan professional yang sesuai dengan
standar dengan memperhatikan kaidah etik dan moral sehingga pelayanan yang
diberikan dapat diterima oleh masyarakat dengan baik dan berkelanjutan.
1.2 Tujuan Penulisan
1) Tujuan Umum
Tujuan pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui
bagaimana ilmu keperawatan dapat berkembang dengan peralatan yang sangat
terbatas pada zaman dahulu hingga dengan peralatan yang sangat lengkap pada
zaman sekarang.
2) Tujuan Khusus
(1) Mahasiswa mengetahui, memahami, dan menjelaskan tentang sejarah
keperawatan nasional dan internasional.
(2) Mahasiswa mampu menjabarkan perkembangan ilmu keperawatan, mulai dari
zaman dahulu hingga zaman sekarang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Usaha pemerintah Belanda pada masa itu antara lain membentuk Dinas Kesehatan
Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Pendirian rumah sakit ini termasuk usaha
Deandels mendirikan rumah sakit di Semarang dan Surabaya. Karena tujuannya
hanya untuk kepentingan tentara belanda, maka tidak diikuti perkembangan
keperawatan.
Sebaliknya, Gubernur Jenderal Inggris, Raffless, sangat memperhatikan
kesehatan rakyat. Semboyannya adalah kesehatan adalah milik manusia, ia
melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk
pribumi antara lain mengadakan pencacaran umum, membenahi cara perawatan
pasien gangguan jiwa serta memperhatikan kesehatan dan perawatan para tahanan.
Setelah pemerintah kolonial kembali ke tangan Belanda, usaha-usaha
peningkatan kesehatan penduduk mengalami kemajuan. Pada tahun 1819 di Jakarta
didirikan beberapa rumah sakit, salah satu diantaranya adalah Rumah Sakit
Stadverband berlokasi di Glodok Salemba yang sekarang bernama Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM). Saat ini RSCM menjadi rumah sakit pusat rujukan
nasional dan pendidikan nasional. Pada kurun waktu 1816-1942 berdiri bebrapa
rumah sakit swasta milik Misionaris Katolik dan Zending Protestan antara lain
Rumah sakit PGI Cikini, Rumah Sakit St. Carolus Salemba, Rumah Sakit St.
Boromeus Bandung dan Rumah Sakit Elisabeth Semarang. Bersamaan dengan
berdirinya rumah sakit diatas, didirikan sekolah perawat. RS PGI Cikini tahun 1906
menyelenggarakan
pendidikan
juru
rawat,
RSCM
tahun
1912
ikut
periode
awal
kemerdekaan
dan
Universitas
Indonesia
dan
kurikulum
pendidikan
tenaga
10
produktif, kreatif, inovatif, disiplin, serta berorientasi ke masa depan sesuai dengan asas
profesionalismenya masing-masing (Pusdiknakes, 2001).
Walaupun jumlah perawat dari pendidikan tinggi telah meningkat, namun kita perlu
mencatat bahwa sebagian besar perawat berlatar belakang pendidikan menengah. Jumlah
perawat di Indonesia menurut data dari Depkes RI (Republika, 2004) adalah sekitar 180
ribu orang dengan latar belakang pendidikan: 76,65 persen lulusan Sekolah Perawat
Kesehatan (SPK), 22 persen perawat lulusan D3 Keperawatan, dan 2,35 persen lulusan S1. Jumlah bidan adalah sekitar 70.600 orang dan 98 persen di antaranya adalah lulusan
Program Pendidikan Bidan.
Perkembangan pendidikan keperawatan pada saat ini dipengaruhi berbagai faktor nasional
maupun internasional. Dari kaca mata nasional, situasi politik di tanah air dan kesadaran
masyarakat terhadap hak-haknya telah memicu reformasi di berbagai bidang termasuk
pendidikan. Maraknya ide desentralisasi/otonomi daerah juga telah memengaruhi
bagaimana pengelolaan pendidikan keperawatan dan penempatan kerja lulusan harus
diselenggarakan. Sementara tantangan dari kaca mat internasional telah mendorong
kesadaran kita dalam upaya menyiapkan tenaga keperawatan yang handal dengan
kompetisi global. Untuk ini undang-undang harus disesuaikan di antaranya undang-undang
tentang registrasi dan praktik keperawatan dan penyesuaian pendidikan sesuai dengan
sistem pendidikan nasional yang baru (Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003).
Bagian berikut akan membahas jenis pendidikan keperawatan yang ada di Indonesia, yaitu:
Sekolah Perawat Kesehatan, Pendidikan Ahli Madya Keperawatan (Politeknik Kesehatan),
Program Sarjana, dan Pasca- Sarjana Keperawatan.
1) Sekolah Perawat Kesehatan
Dari beberapa jenis jenjang pendidikan keperawatan, Sekolah Perawat Kesehatan
(SPK) merupakan institusi yang telah menyumbang tenaga keperawatan dalam jumlah
paling besar. Ini karena mayoritas pendidikan keperawatan di Indonesia pada saat
didirikan adalah SPK. SPK sebelumnya bernama SPR (Sekolah Pengatur Rawat) yang
mulai dirintis pada tahun 1960. Pada tahun yang sama juga mulai didirikan pendidikan
dengan jenjang lebih tinggi, yaitu akademi perawatan yang saat ini menawarkan
program diploma tiga keperawatan.
Dasar pendidikan keperawatan pada awal kemerdekaan adalah sekolah dasar ditambah
keperawatan yang lamanya bervariasi. Kemudian pada tahun 1960 mulai
dikembangkan Sekolah Perawat Kesehatan (SPR) dengan latar belakang pendidikan
SMP yang sekarang ini bernama SPK (Jahmono, 1993). Tujuan pendidikan SPK adalah
11
12
Persyaratan peserta adalah lulusan SMU atau lulusan SPR/SPK yang sudah bekerja.
Tahun demi tahun pendirian Akper semakin berkembang dan untuk saat ini institusi
pendidikan ini dapat ditemukan di setiap provinsi. Seperti halnya SPK, secara
administrative program diploma tiga dibawah koordinasi Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan, Departemen Kesehatan. Pada beberapa tahun lalu, kurikulum program
diploma tiga adalah kurikulum inti yang disusun oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, kurikulum yang disusun telah dikembangkan dengan Community
Oriented Nursing Education atau pendidikan keperawatan yang berorientasi kepada
masyarakat.
Tujuan dari program diploma tiga keperawatan adalah menghasilkan tenaga perawat
professional pemula yang mendapat sebutan ahli madya keperawatan yang merupakan
manajer menengah dalam keperawatan yang diharapkan mampu sebagai pelaksana,
pengelola, pendidik, dan partisipasi aktif dalam penelitian ilmiah. Peserta yang
mengikuti program diploma terdiri dari peserta umum (lulusan SMU) dan peserta
lulusan SPK. Untuk meningkatkan karier, para lulusan diploma setelah memenuhi
persyaratan tertentu dapat melanjutkan ke program sarjana keperawatan.
Adanya berbagai pendidikan kesehatan yang menawarkan berbagai program di
lingkungan Depkes telah dinilai tidak efisien sehingga pada pertengahan tahun 1990an. Departemen Kesehatan mulai mengembangkan system Multy-stream academy
dengan berbagai institusi pendidikan dalam dalam lingkungan atau lokasi yang sama
dipadukan menjadi pendidikan satu atap. Untuk mengadakan pengkajian/pendataan
secara lebih mendalam, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan P4D Departemen
Pendidikan Nasional pada tahun 1999-2000. Hasil dari pendataan ini dijadikan
landasan untuk mengembangkan sistem pengelolaan akademi-akademi kesehatan
menjadi politeknik kesehatan. Pembentukan politeknik kesehatan dikukuhkan dengan
diterbitkannya Keputusan dari Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Nomor
298/Menkes-Kesos/SK/IV/2001 (Pusdiknakes, 2004).
Dalam keputusan Menkes Dan Kesejahteraan Sosial RI di atas dijelaskan bahwa
pelaksanaan teknis institusi pendidikan ini tetap di bawah Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial dan pimpinan institusi adalah direktur yang secara administratif
bertanggung jawab kepada Kepala Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial. Program yang dapat diselenggarakan adalah program diploma
I,II, III dan IV.
3) Program S1 dan Pendidikan Keperawatan Lebih Tinggi
13
14
15
bahwa
pendidikan
keperawatan
berkelanjutan/pelatihan bagi perawat akan dapat ditata secara lebih terkendali dan
terencana dan tidak dijalankan hanya secara sporadik dan secara kebetulan. Tidak
berlebihan bila untuk sekedar gambaran, penatalaksanaan pendidikan keperawatan
berkelanjutan
di
Inggris
sudah
banyak
ditawarkan
sebagian
besar
oleh
universitas/college bagi yang ingin mengikuti jalur formal baik berupa study days
ataupun mengikuti modul-modul tertentu. Mereka tidak dapat menghindar dari
kegiatan ini, karena seperti yang dipersyaratkan oleh NMC (the Nursing and
Midwifery Council), perawat tidak dapat memperpanjang surat izin praktiknya bila
tidak ada bukti bahwa mereka telah cukup mengikuti pendidikan keperawatan
berkelanjutan. Perawat juga dapat mengikuti pendidikan berkelanjutan dengan cara
belajar mandiri dari paket-paket yang terakreditasi yang ditawarkan oleh RCN (The
Royal College of Nurses). Banyak perawat yang mengambil modul ini dalam rangka
untuk mendapatkan ijazah S1-nya melalui degree pathways tetapi banyak juga yang
hanya mengambil modul tanpa ingin memperoleh ijazah S1. Tentu saja hal-hal seperti
ini membutuhkan kebijakan dan perangkat yang memadai. Barangkali gagasan seperti
ini dapat kita terapkan di Indonesia, sehingga perawat kita dapat meningkatkan
ilmunya sementara mereka masih tetap dapat bekerja, sehingga institusi pelayanan
tidak dirugikan dan kesejahteraan keluarga bagi perawat juga dapat dipertahankan
karena mereka tidak perlu meninggalkan keluarga mereka. Terlepas dari jenjang
pendidikan yang ditawarkan, sepertinya ada beberapa hal umum yang dihadapi oleh
semua pendidikan keperawatan baik menengah atau tinggi. Hal ini antara lain
disebabkan oleh berbagai perubahan sosial dan politik yang sama di tanah air kita.
16
Berbagai persoalan yang kiranya dapat kita pakai sebagai bahan kajian kita bersama
adalah:
(1) Upaya dalam mempertahankan mutu pendidikan keperawatan. Dalam 15 tahun
terakhir, jumlah institusi pendidikan keperawatan di Indonesia meningkat dengan
cepat dan sering kali hal ini menyulitkan kita untuk mengendalikan dan
mempertahankan mutu pendidikan. Walaupun sudah ada sistem akreditasi bagi
institusi pendidikan kesehatan, namun upaya ini dirasa masih jauh dari yang kita
harapkan.
(2) Arah dan kurikulum pendidikan keperawatan. Dalam situasi global saat ini, kita
berharap dapat mencetak tenaga keperawatan yang berkompetensi tinggi. Namun
dampaknya, arah pendidikan sering kali menjadi kabur dan muatan kurikulum
menjadi tidak jelas. Kurikulum seharusnya disusun dengan mendasarkan isi
program pendidikan secara seimbang untuk memenuhi kebutuhan setempat
(provinsi/daerah), nasional dan nternasional.
(3) Kesempatan untuk mengikuti pelatihan/pendidikan semakin meningkat secara
umum, namun tidak semua perawat dapat mengakses kesempatan ini karena
berbagai faktor antara lain persyaratan administratif, cara pengusulan, batasan usia
dan pembatasan jumlah peserta yang dapat diterima serta keterbatasan dana dan
komitmen dengan keluarga.
(4) Keterbatasan tenaga pengajar dan fasilitas klinik. Jumlah doktor dan master
keperawatan masih sangat terbatas untuk kebutuhan pengajaran program sarjana
keperawatan. Di pengajaran jenjang diploma, penyediaan jumlah tenaga pengajar
dengan kualifikasi master (S2) dan sarjana keperawatan belum memadai. Hal ini
juga terjadi di jenjang pendidikan SPK. Selain keterbatasan tenaga pengajar,
sumber fasilitas pendidikan belum juga memadai seperti lahan praktik, peralatan
laboratorium, dan buku-buku keperawatan dan akses mahasiswa dalam
menggunakan sarana elektronik (mis., jurnal-jurnal keperawatan).
(5) Siswa/mahasiswa keperawatan semakin dilibatkan dalam pengembangan
kurikulum, membuat aturan/kebijakan dan evaluasi program. Upaya ini walau
nampaknya berjalan lambat tetapi tetap mendapat perhatian. Perubahan sosial dan
kedewasaan mahasiswa, dengan tuntutan mereka untuk mempunyai bagian dalam
program pendidikan menyebabkan beberapa mahasiswa ikut aktif dalam
pengendalian pengajaran maupun administratif.
2.1.4 Perkembangan Teori Keperawatan
17
18
19
20
klien secara holistik dan merupakan pusat kegiatan keperawatan, mempercepat proses
adaptasi yang turut berperan dalam proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan.
Pada tahun 1973 ia mengemukakan 4 prinsip konservasi (conservation principles),
yaitu:
a. Conservation of energy,
b. Conservation of structural integrity,
c. Conservation of personal integrity, dan
d. Conservation of social integrity.
8) Martha E. Roger (1970)
Dasar teori Roger adalah ilmu tentang asal usul manusia dan alam semesta seperti
antropologi, sosiologi, agama, filosofi, perkembangan sejarah dan mitologi. Teori
Roger berfokus pada proses kehidupan manusia secara utuh. Ilmu keperawatan adalah
ilmu yang mempelajari manusia, alam dan perkembangan manusia secara langsung.
Lima asumsi yang mendasari teori Roger, adalah sebagai berikut :
a. Manusia adalah kesatuan yang utuh, masing-masing mempunyai sifat dan karakter
yang berbeda serta mempunyai proses hidup yang dinamis.
b. Manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan; manusia adalah sistem terbuka, ia
akan memengaruhi dan dipengaruhi lingkungan sekitarnya.
c. Proses kehidupan manusia berjalan lambat, tidak dapat diubah dan tidak terarah,
jalan hidup tiap individu berbeda.
d. Identitas individu merupakan gambaran dari seluruh proses kehidupannya sehingga
perkembangan manusia dapat dilihat dari tingkah lakunya.
e. Manusia diciptakan dengan karakteristik dan keunikan tersendiri.
9) Dorothea E. Orem (1971)
Orem melihat individu suatu kesatuan utuh yang terdiri atas suatu yang bersifat fisik,
psikologik dan sosial, dengan derajat kemampuan mengasuh diri sendiri (self care
ability) yang berbeda-beda. Berdasarkan pandangan ini, ia berpendapat bahwa kegiatan
atau tindakan keperawatan ditujukan kepada upaya memacu kemampuan mengasuh
diri sendiri. Ia menyatakan bahwa teorinya, yaitu self-care deficit theory of nursing,
merupakan teori umum (general theory).
Pada teori, ia menggambarkan kapan keperawatan diperlukan, keperawatan diberikan
jika :
a. Kemampuan kurang dibandingkan dengan kebutuhan,
b. Kemampuan sebanding dengan kebutuhan, tetapi diprediksi untuk masa yang akan
datang kemungkinan terjadi penurunan kemampuan dan peningkatan kebutuhan.
Lima metode bantuan menurut Orem :
a. Bertindak untuk orang lain
b. Membimbing
c. Memberikan dukungan fisik maupun psikis
d. Menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan perkembangan personal dalam
memenuhi kebutuhan saat ini dan yang akan datang
21
e. Mengajarkan
10) Imogene F. King (1971)
King memandang bahwa klien/pasien sebagai sistem perorangan (personal system) di
dalam lingkungan, sebagai makhluk yang mempunyai daya bereaksi (reacting beings),
makhluk yang berorientasi pada waktu (time-oriented beings), dan makhluk sosial
(social beings) yang mempunyai kemampuan untuk mempersepsikan berpikir,
memilih, menetapkan tujuan, dan memiliki kegiatan untuk mencapai tujuan, serta
membuat keputusan. Keperawatan dilihat sebagai aksi, reaksi, interaksi dan transaksi
dari proses interpersonal. King mendefinisikan keperawatan sebagai proses interaksi
manusia (process of human interactions) antara perawat dan klien yang berkomunikasi
untuk menentukan tujuan, mengeksplorasi sumber yang diperlukan untuk mencapai
tujuan, mengeksplorasi sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan, serta
menyepakati sumber-sumber yang digunakan dalam mencapai tujuan. Teori King
dikenal sebagai theory of goal attainment.
11) Betty Newman (1972)
Newman mengemukakan model sistem (system model) dalam pendidikan dan praktik
keperawatan. Newman menggunakan pendekatan manusia utuh (total person
approach), dengan memasukkan konsep holistik, pendekatan sistem terbuka (open
system), dan konsep stressor.
Model ini menganalisis interaksi empat variabel penunjang komunitas yang meliputi
fisik, psikologi, sosial kultural dan spiritual. Adapun tujuan keperawatan adalah
stabilitas klien dan keluarga dalam lingkungan yang dinamis.
Empat konsep mayor dari teori newman :
a. Manusia. Manusia merupakan suatu sistem terbuka yang selalu mencari
keseimbangan yang harmoni dan merupakan satu kesatuan dari variable-variabel
fisiologis, psikologis, sosiokultural, perkembangan, dan spiritual.
b. Lingkungan. Lingkungan adalah semua kekuatan, baik internal dan eksternal yang
dapat memengaruhi hidup dan perkembangan klien atau sistem klien.
c. Keperawatan. Secara umum, keperawatan merupakan profesi yang unik, mencakup
tentang respons manusia terhadap stresor yang merupakan konsep yang utama
untuk mencapai stabilitas pasien. Newman mendefinisikan parameter dari
keperawatan adalah individu, keluarga dan kelompok dalam mempertahankan
tingkat yang maksimal dari sehat dengan intervensi untuk menghilangkan stres dan
menciptakan kondisi yang optimal bagi pasien intervensi keperawatan bertujuan
untuk menurunkan stresor melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
d. Kesehatan. Kesehatan adalah keadaan yang adekuat dalam suatu sistem stabilitas
yang merupakan keadaan yang baik. Sehat adalah kondisi terbebasnya dari
22
23
24
lingkup
dan
kompleksitas
praktik
keperawatan
maka
diperlukan
25
26
27
28
29
(5) Aspek tanggung jawab. Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam
tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten
serta tepat dalam bertindak.
Joewono (2003) menyebutkan adanya delapan aspek yang perlu diperhatikan dalam
pelayanan yaitu:
(1) Kepedulian, seberapa jauh perusahaan memperhatikan emosi atau perasaan
konsumen.
(2) Lingkungan fisik, aspek ini menunjukkan tingkat kebersihan dari lingkungan yang
akan dinikmati konsumen, ketika mereka menggunakan produk.
(3) Cepat tanggap, aspek yang menunjukkan kecepatan perusahaan dalam menanggapi
kebutuhan konsumen.
(4) Kemudahan bertransaksi, seberapa mudah konsumen melakukan transaksi dengan
pemberi servis.
(5) Kemudahan memperoleh informasi, seberapa besar perhatian perusahaan untuk
menyajikan informasi siap saji.
(6) Kemudahan mengakses, seberapa mudah konsumen dapat mengakses penyedia
servis pada saat konsumen memerlukannya.
(7) Prosedur, seberapa baik prosedur yang harus dijalankan oleh konsumen saat
berurusan dengan perusahaan.
(8) Harga, aspek yang menentukan nilai pengalaman servis yang dirasakan oleh
konsumen saat berinteraksi dengan perusahaan.
Sedangkan Soegiarto (1999) menyebutkan lima aspek yang harus dimiliki Industri jasa
pelayanan, yaitu :
(1) Cepat, waktu yang digunakan dalam melayani tamu minimal sama dengan batas
waktu standar. Merupakan batas waktu kunjung dirumah sakit yang sudah
ditentukan waktunya.
30
(2) Tepat, kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan
konsumen. Bagaimana perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien yaitu
tepat memberikan bantuan dengan keluhan-keluhan dari pasien.
(3) Aman, rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama pengkonsumsian
suatu poduk atau. Dalam memberikan pelayanan jasa yaitu memperhatikan
keamanan pasien dan memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada pasien
sehingga memberikan rasa aman kepada pasien.
(4) Ramah tamah, menghargai dan menghormati konsumen, bahkan pada saat
pelanggan menyampaikan keluhan. Perawat selalu ramah dalam menerima keluhan
tanpa emosi yang tinggi sehingga pasien akan merasa senang dan menyukai
pelayanan dari perawat.
(5) Nyaman, rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Pasien
yang membutuhkan kenyaman baik dari ruang rawat inap maupun situasi dan
kondisi yang nyaman sehingga pasien akan merasakan kenyamanan dalam proses
penyembuhannya.
Berdasarkan pandangan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
kualitas pelayanan keperawatan adalah sebagai berikut :
(1) Penerimaan meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum,
menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain,
menerima pasien tanpa membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial
ekonomi dan budaya, sehingga pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan
sesuai aspek penerimaan perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan
memiliki wawasan luas.
(2) Perhatian, meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu
bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan
pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki
sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap
kecemasan dan ketakutan pasien.
31
(3) Komunikasi, meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang
baik dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling
berinteraksi antara pasien dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan
keluarga pasien.
(4) Kerjasama, meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang
baik dengan pasien dan keluarga pasien.
(5) Tanggung jawab, meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu
mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam
bertindak.
1. Jenis Pelayanan Keperawatan Di Rumah
Jenis pelayanan keperawatan di rumah di bagi tiga kategori yaitu :
(1) Keperawatan klien yang sakit di rumah merupakan jenis yang paling banyak di
laksanakan pada pelayanan keperawatan di rumah sesuai dengan alasan kenapa
perlu di rawat di rumah. Individu yang sakit memerlukan asuhan keperawatan
untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah tingkat keparahan sehingga tidak
perlu dirawat di rumah sakit.
(2) Pelayanan atau asuhan kesehatan masyarakat yang fokusnya pada pomosi dan
prevensi. Pelayanannya mencakup mempersiapkan seorang ibu bagaimana bayinya
setelah melahirkan, pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak, mengajarkan
lansia beradaptasi terhadap proses menua, serta tentang diit mereka.
(3) Pelayanan atau asuhan spesialistik yang mencakup pelayanan pada penyakitpenyakit terminal misalnya kanker, penyakit-penyakit kronis seperti diabet, stroke,
hipertensi, masalah-masalah kejiwaan, dan asuhan pada anak.
32
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keperawatan merupakan sebuah ilmu dan profesi yang memberikan pelayanan
kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat. Keperawatan ternyata sudah ada
sejak manusia ada dan hingga saat ini profesi keperawatan berkembang dengan pesat.
Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia tidak hanya berlangsung di tatanan
praktik tetapi juga dalam hal layanan keperawatan di dunia pendidikan keperawatan.
pendidikan keperawatan memberi pengaruh yang besar terhadap kualitas layanan
keperawatan. Karenanya, perawat juga harus terus meningkatkan kompetensi dirinya,
melalui pendidikan keperawatan yang berkelanjutan yang berbasis internasional.
B. Saran
Kita sebagai calon perawat atau perawat harus terus meningkatkan kompetensi.
Salah satunya melalui pendidikan keperawatan yang berkelanjutan, sehingga kita tidak
kalah saing dengan keperawatan internasional karena di tahun 2016 ini warga negara
asing sudah bisa bekerja di indonesia secara bebas.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarta: salemba medika.
Aziz Alim Hidayat (2004). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta.
Kusnanto, S.Kp, M. Kes (2004). Pengantar Profesi & Praktik Keperawatan Profesional,
EGC, Jakarta Erickson, H. C., Tomlin, E. M., and Swain, M.A.P. 2000. Modeling
and Role Modeling :A Theory and paradigm for nursing.Fifth edition. Englewood
Cliffs, NJ: Prentice Hall
Kusnanto,S.Kp, M.Kes. 2003.Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta : EGC
Priharjo, Robert. 2008. Konsep dan Perspektif Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta :
EGC