Anda di halaman 1dari 55

TUGAS BESAR

IRIGASI II

OLEH :

1. WISLY J. PANIE (21114103)


2. REINALDI KUEAIN (21114104)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA
KUPANG

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
bimbingan dan berkat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Besar ini
hingga selesai. Tugas Besar ini merupakan salah satu syarat agar bisa mengikuti UAS
pada mata kuliah Irigasi Terapan 2. Tugas Besar ini membahas tentang “Perencanaan
Bendung”.

Selesainya penulisan Tugas Besar ini adalah berkat dukungan dan sumbangan
pemikiran serta dorongan moril dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Priseila Pentewati, ST. M.si selaku Dosen mata kuliah


2. Bapak Agustinus H. Pattiraja, ST, MT selaku Dosen mata kuliah
3. Bapak Baltazar Dore, ST selaku Dosen mata kuliah
4. Kedua Orang Tua tercinta yang telah memberikan dukungan dalam doa dan fasilitas-
fasilitas yang dibutuhkan
5. Keluarga Besar Teknik Sipil UNWIRA khususnya teman-teman mahasiswa angkatan
2014 (tanpa terkecuali) yang juga turut membantu memberi bantuan dan
dukungannya, semoga kita semua sukses di masa depan.
6. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan namanya satu persatu, dimana telah
membantu penulis dengan caranya sendiri-sendiri.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Tugas Besar ini belumlah sempurna, oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis sangat mengharapkan sumbangan pikiran, kritik
serta saran demi penyempurnaan Tugas Besar ini. Untuk semuanya itu penulis
mengucapkan terima kasih dan berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Akhir harapan penulis, semoga Tugas Besar ini bisa bermanfaat bagi kita semua
di masa depan untuk menjadi pedoman dan bekal di dunia kerja nanti.

Kupang,....Mei 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................... Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR ........................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB I. PENDAHULUAN................................................ Error! Bookmark not defined.


1.1LATAR BELAKANG ........................................... Error! Bookmark not defined.
1.2MAKSUD DAN TUJUAN .................................... Error! Bookmark not defined.
1.3 LINGKUP PEKERJAAN .................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II. LANDASAN TEORI .......................................... Error! Bookmark not defined.


2.1UMUM ..................................................... Error! Bookmark not defined...
2.2PEMILIHAN LOKASI BENDUNG .................... Error! Bookmark not defined...
2.3 PERENCANAAN PELIMPAH ....................... Error! Bookmark not defined...
2.4 BENTUK BENDUNG PELIMPAH ................. Error! Bookmark not defined...
2.5 MERCU BENDUNG ..................................... Error! Bookmark not defined...
2.6 BANGUNAN INTAKE ................................... Error! Bookmark not defined...
2.7 PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMBILANError! Bookmark not defined...
2.8 PERENCANAAN BANGUNAN PEMBILAS .. Error! Bookmark not defined...
2.9 PERENCANAAN BANGUNAN PEREDAM ENERGIError! Bookmark not defined...
2.10 ANALISIS STABILITAS BENDUNG ................ Error! Bookmark not defined...

BAB III.PERENCANAAN BENDUNG ............................. Error! Bookmark not defined.


3.1 DATA UMUM .................................................. Error! Bookmark not defined.
3.2 MENENTUKAN MERCU ELEVASI BENDUNGError! Bookmark not defined.
3.3 LEBAR EFEKTIF BENDUNG .......................... Error! Bookmark not defined.

iii
3.4TINGGI ENERGI BANJIR DIATAS MERCU ...... Error! Bookmark not defined.
3.5 BENTUK MUKA BENDUNG ............................. Error! Bookmark not defined.
3.6 PENGARUH PEMBENDUNGAN TERHADAP ELEVASI MUKA UDIK
BENDUNG ....................................................... Error! Bookmark not defined.
3.7 LANTAI MUKA .................................................. Error! Bookmark not defined.

BAB IV.STABILITAS BENDUNG ................................... Error! Bookmark not defined.


4.1KONDISI NORMAL ............................................ Error! Bookmark not defined.
4.1.1Tekanan Air ..................................................... Error! Bookmark not defined.
4.1.2 Berat Sendiri ................................................. Error! Bookmark not defined.
4.1.2 Gaya Gempa .................................................. Error! Bookmark not defined.
4.1.2 Tekanan Lumpur ............................................ Error! Bookmark not defined.
4.2KONDISI BANJIR ............................................... Error! Bookmark not defined.
4.2.1Tekanan Air ..................................................... Error! Bookmark not defined.
4.2.2 Berat Sendiri ................................................. Error! Bookmark not defined.
4.2.2 Gaya Gempa .................................................. Error! Bookmark not defined.
4.2.2 Tekanan Lumpur ............................................ Error! Bookmark not defined.

BAB V.PENUTUP ......................................................... Error! Bookmark not defined...


5.1 KESIMPULAN ................................................... Error! Bookmark not defined.
5.2 SARAN ....................................................... Error! Bookmark not defined.

LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Air adalah sumber kehidupan bagi setiap mahkluk hidup dimuka bumi ini,
khususnya bagi kita manusia, air merupakan kebutuhan pokok yang tidak bisa dipisahkan
dari kehidupan kita. Air memiliki banyak manfaat bagi manusia, seperti jika kita hendak
mandi, mencuci pakaian, memasak dan sebagainya kita menggunakan air.

Air juga diperlukan untuk proses pengembangangan pertanian, dimana investasi


irigasi menjadi sangat penting dan strategis dalam rangka penyediaan air untuk pertanian.
Dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan usaha tani, maka air (irigasi)
harus diberikan dalam jumlah, waktu dan mutu yang tepat, jika tidak maka tanaman akan
terganggu pertumbuhannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi pertanian.

Pemberian air irigasi dari hulu (upstream) sampai dengan hilir (downstream)
memerlukan sarana dan prasarana irigasi yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut
dapat berupa: bendungan, bendung, saluran primer dan sekunder, box bagi, bangunan-
bangunan ukur, saluran sekunder dan tersier, serta saluran tingkat usaha tani (TUT).

Pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana irigasi tersebut


dilakukan melalui berbagai proyek irigasi, seperti pengembangan irigasi baru, rehabilitasi
jaringan irigasi dan irigasi sederhana. Data menunjukkan bahwa sejak tahun 1989 hingga
1993 tercatat tidak kurang dari 3,2 juta Ha jaringan irigasi telah direhabilitasi dan sekitar
1,4 Ha jaringan irigasi baru telah dibangun. (Sumber: Pedoman Teknis Rehabilitasi
Jaringan Irigasi Desa (JIDES) / Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT).

Dalam rangka menciptakan ketahanan pangan nasional, maka salah satu upaya
yang perlu dilakukan adalah memenuhi ketersediaan pangan melalui sistem pertanian
yang baik. Sebagai sumber kehidupan dan salah satu sarana yang memungkinkan
tumbuhnya suatu tanaman, maka air menjadi salah satu faktor yang sangat dibutuhkan
untuk mencapai hasil pertanian yang baik. Oleh karena itu, setiap sumber daya air yang
ada perlu dijaga agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan dikelola secara
seksama agar mencapai tingkat efisiensi pemanfaatan air yang maksimal dalam

1
meningkatkan produksi pertanian. Selain itu, pemanfaatan lahan fungsional secara
maksimal dengan memperhitungkan ketersediaan air yang ada untuk mengairi kebutuhan
tanaman pada daerah pertanian juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
hasil pertanian yang berdampak pula pada peningkatan pendapatan para petani itu
sendiri.

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud pembuatan makalah ini adalah agar penulis dapat mengetahui dengan
jelas bagaimana langkah-langkah merencanakan pembangunan suatu “Bangunan Irigasi”
sebagaimana yang telah ditetapkan oleh “KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
PENGAIRAN” Nomor : 185/KPTS/A/1986, “TENTANG STANDAR PERENCANAAN
IRIGASI”. Juga agar penulis mampu mengoperasikan beberapa software pendukung
yang pastinya dipakai dalam perencanaan bangunan irigasi tersebut, misalnya AutoCAD
dan juga Microsoft Office Excel.

Tujuannya agar penulis memiliki pegangan dan juga pengalaman ketika penulis
tidak ingin melanjutkan studi S2 dan ingin melanjutkan ke dunia kerja dalam bidang
irigasi, maka makalah ini bisa digunakan sebagai referensi kerja.

1.3 LINGKUP PEKERJAAN

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang perancanaan bendung,


dimulai dari :

1. Penentuan lokasi bendung


2. Menentukan jenis mercu bendung
3. Menentukan lebar efektif bendung
4. Menghitung tinggi energi banjir diatas mercu
5. Menentukan bentuk muka bendung
6. Pengaruh pembendungan terhadap elevasi muka udik bendung
7. Menentukan lantai muka

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 UMUM

Indonesia merupakan negara agraris yang sedang berkembang, terletak dari


6°LU-11°LS dan antara 95°BT-141°BT, maka Indonesia terletak pada kawasan yang
beriklim tropis dan mengalami 2 kali pergantian musim yaitu kemarau dan hujan. Negara
dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa ini sebagian besar penduduknya bekerja di
sektor pertanian. Dengan keadaan alam yang sangat subur dan curah hujan yang tinggi
pertanian sangat tepat dikembangkan di negara ini dan akan sangat berpengaruh bagi
perekonomian bangsa Indonesia.

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan


manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi,
serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Dalam hal ini dititik beratkan pada bahan
pangan untuk menghasilkan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia yaitu
padi. Padi merupakan tanaman sawah yang dalam pertumbuhannya memerlukan
penggenangan air selama 3,5 bulan varietas biasa dan 2,5 bulan untuk varietas unggul.
Untuk memenuhi kebutuhan air tersebut maka diperlukan jaringan irigasi yang dapat
mendistribusikan air dari sungai secara teratur dan dengan debit tertentu. Akan tetapi
tidak semua daerah dapat langsung dialiri air dengan jaringan irigasi tersebut, hal ini di
karenakan tidak semua sungai mempunyai debit air yang cukup. Oleh karena itu perlu
dibuat sebuah bangunan air yang bisa mengatasi masalah tersebut. Bangunan yang
dimaksud adalah bangunan bendung.

Bendung merupakan suatu bangunan air dengan kelengkapannya yang dibangun


secara melintang sungai untuk meninggikan elevasi air sungai sampai batas ketinggian
tertentu, agar air sungai tersebut dapat dialirkan secara gravitasi ke daerah yang
membutuhkan.

3
2.2 PEMILIHAN LOKASI BENDUNG

Pemilihan lokasi bendung harus mempertimbangkan dan didasarkan pada


beberapa aspek, antara lain :

1. Aspek Topografis

Pemilihan lokasi bendung dari aspek topografis ditinjau dari dua komponen
pertimbangan, yaitu pertimbangan elevasi dan pertimbangan bentuk regime sungai
(bagian lurus, tidak curam dll).

Pertimbangan elevasi dalam hal ini adalah tinjauan terhadap :

a. Elevasi target daerah/lahan pertanian yang akan diairi, yang akan mempengaruhi
tinggi bendung/mercu.
b. Elevasi dasar sungai, dipilih lokasi yang memerlukan tinggi bendung paling rendah
namun masih sesuai dengan kebutuhan elevasi mercu minimal.
c. Elevasi topografis dikanan dan kiri bagian hulu bendung, untuk menentukan
ketersediaan tanggul penutup alamiah (misalnya terdapat bukit dikanan kiri bagian
hulu bendung) untuk keperluan tanggul pengaman banjir rancangan sehingga
biaya pembangunan dapat efisien.

Pertimbangan bentuk palung/lebar sungai, dilakukan dengan memilih lokasi yang


mempunyai bentuk palung sungai berbentuk huruf “V”, dimaksudkan untuk memperoleh
lebar bentang bendung seminimal mungkin tetapi masih dapat menampung debit banjir
rancangan (kala ulang minimal 100 tahunan). Hal ini merupakan justifikasi teknis untuk
mendapatkan desain bangunan yang layak teknis-ekonomis.

2. Aspek Hidrologis

Pemilihan lokasi bendung dari aspek hidrologis ditinjau dari dua komponen
pertimbangan pertimbangan yaitu, pertimbangan potensi inflow dan debit banjir.

Pertimbangan potensi inflow dilakukan dengan bantuan peta topografi daerah


tangkapan hujan untuk memilih lokasi bendung yang mempunyai daerah tangkapan
hujan seluas mungkin sehingga potensi inflow yang didapat akan semakin besar, dan
juga jika memungkinkan maka dipilih lokasi dihilir pertemuan anak sungai, hal ini
dilakukan untuk meningkatkan potensi inflow. Tentunya dengan tetap
mempertimbangkan aspek topografis.

4
Pertimbangan potensi banjir dilakukan untuk mengestimasikan dampak dan
pengaruh banjir rancangan yang akan terjadi serta perlakuan dan langkah antisipasi
yang dapat ditempuh.

3. Aspek Geologis – mekanika tanah

Aspek geologis yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi bendung adalah


indikator keberadaan patahan/sesar/kekar geologi, kedalaman lapisan keras,
kelulusan/permeabilitas tanah dan bahaya gempa bumi, juga parameter bahan timbunan
dan material alam untuk bangunan.

4. Aspek Lingkungan

Pertimbangan pemilihan lokasi bendung dari aspek lingkungan adalah dengan


mempelajari dampak pembangunan bendung terhadap lingkungan disekitarnya, seperti:

a. Dampak peninggian elevasi muka air akan memberikan akibat penggenangan di


hulu sungai yang memberi dampak terhadap lingkungan dan ekologi di kawasan
itu, juga dampak terhadap public property dan government property.
b. Dampak alih fungsi lahan, akibat perubahan lahan eksisting menjadi lahan untuk
pembangunan bendung beserta dan instalasi pendukung dan pelengkapnya.
c. Dampak terhadap terputusnya mobilitas flora dan fauna akibat terbendungnya
aliran air dari hulu ke hilir dan sebaliknya.
d. Dampak terhadap suplai air ke daerah hilir.
e. Dampak terhadap keberadaan dan keamanan hutan, terutama jika harus berada di
kawasan hutan lindung dan kawasan hutan yang memperoleh atensi tinggi.
Dengan keberadaan bendung dimana pada saat pembangunan dan kurun operasi
dan pemeliharaan membutuhkan dan dilengkapi dengan jalan inspeksi, sehingga
memungkinkan dimanfaatkan untuk tujuan negatif oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab sebagai akses perusakan hutan (illegal logging, perburuan
satwa dan tanaman langka).

5
2.3 PERENCANAAN PELIMPAH (SPILWAY)
Didalam merencanakan bangunan pelimpah, perencanaan dilakukan secara
bertahap untuk seluruh bagian dari bangunan pelimpah itu sendiri yang akan
diuraikan di bawah ini.

1. Saluran pengarah aliran.

Sesuai dengan fungsinya sebagai penuntun dan pengarah aliran agar aliran
tersebut senantiasa dalam kondisi hidrolis yang baik, maka kecepatan masuknya
aliran air direncanakan tidak melebihi 4 m/det dan lebar salurannya makin
mengecil kearah hilir, apabila kecepatan tersebut melebihi 4 m/det aliran akan
bersifat heliosiodal dan kapasitas pengalirannya akan menurun. Disamping itu
aliran helisiodal tersebut akan mengakibatkan peningkatan beban hidro dinamis
pada bangunan pelimpah.

Kedalaman dasar saluran pengarah aliran biasanya diambil lebih besar dari
1/5 tinggi rencana limpasan diatas mercu ambang pelimpah lihat gambar 2.1

(sumber : https://www.google.co.id/search)

Gambar 2.1. : Saluran pengarah aliran dan ambang pengatur debit pada
sebuah bangunan pelimpah.

Selain didasarkan pada kedua persyaratan tersebut, bentuk dan dimensi


saluran pengarah aliran biasanya disesuaikan dengan kondisi topografi setempat
serta dengan persyaratan aliran hidrolis yang baik.

6
2. Saluran pengatur aliran

Sesuai dengan fungsinya sebagai pengatur kapasitas aliran (debit) air yang
melintasi bangunan pelimpah maka bentuk dan sisitim kerja saluran pengatur
aliran ini harns disesuaikan dengan ketelitian pengaturan yang disyaratkan untuk
bagian ini, bentuk serta dimensinya diperoleh dari perhitungan-perhitungan
hidrolika yang didasarkan pada rumus-rumus empiris dan untuk selanjutnya
akan diberikan beberapa contoh tipe saluran pengatur aliran.

a. Type ambang bebas (Flowing into canal type)

Guna memperoleh lebar ambang, lihat gambar 2.2. dapat digunakan rumus sebagai
berikut :

(sumber : https://www.google.co.id/search)

Gambar 2.2. : Saluran pengatur dengan ambang bebas

pada bangunan pelimpah.

Untuk ambang berbentuk persegi empat dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

ho = D/3..........................................................................................................................(2.1)

dan,

𝑄 3⁄
b= 𝐷 2 ............................................................................................................(2.2)
1,704 𝐶

7
Untuk ambang berbentuk trapezium dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

3 (2Zd+b)− √16z2 D2 + 15Zp .b+9b2


ho = ..........................................................................(2.3)
10z

dan,

Q = AVo = C √2𝑔ℎ𝑜 (D-ho) {b+Z (D-ho)}.......................................................................(2.4)

Dimana :

Q = Debit banjir (𝑚3 /det)

D = Kedalaman air tertinggi didalam saluran pengarah aliran (m)

C = Koefisien pengaliran masuk ke saluran pengarah (penampang setengah lingkaran

C = 1 dan penampang persegi empat C = 0,82) pengarah (m)

A = Penampang basah didalam saluran pengarah (𝑚2 )

Vo = Kecepatan rata-rata aliran didalam saluran pengarah (m/det).

Urutan perhitungan dilakukan sebagai berikut :

1. Tentukan terlebih dahulu besarnya kedalaman air tertinggi didalam saluran


pengarah (D) dan kemiringan dinding saluran pengarah (Z = D cos θ)
2. Tentukan lebar ambang dengan menggunakan rumus 2.4 dengan cara coba-coba

b. Tipe bendung pelimpah (over flow weir type)

Dimensi saluran pengatur tipe bendung pelimpah dapat diperoleh dari rumus hidrolika
sebagai berikut.

1) Rumus debit :

Q = C.L.H 3/2.....................................................................................................(2.5)

8
Dimana : Q = debit (𝑚3 /det)

C = Koefisien limpahan

L = Lebar efektif mercu bendung (L)

H = Total tinggi tekanan air diatas mercu bendung (termasuk tinggi


tekanan kecepatan aliran pada saluran pengarah aliran) (m)

2) Koefisien limpahan (C)

Koefisien limpahan pada bendung tersebut biasanya berkisar antara 2,0 s/d 2,1
dan angka ini dipengaruhi oleh berbagai faktor.

(sumber : https://www.google.co.id/search)

Gambar 2.3 Koefisien limpahan dari berbagai type bendung (yang


dipengaruhi oleh kedalaman air dalam saluran pengarah).

3) Lebar efektif mercu bendung (L)

Rumus untuk menghitung panjang effektif bendung :

L = L – 2(N.Kp + ka)H.......................................................................................(2.6)

9
Dimana : L = Lebar efektif bendung (m)

L = Panjang bendung sebenarnya (m)

N = Jumlah pilar-pilar diatas mercu bendung

Kp = Koefisien kontraksi pada pilar

Ka = Koefisien kontraksi pada dinding samping

H = Tinggi tekanan total diatas mercu bendung (m)

c. Tipe pelimpah samping (side weir over flow type)

Suatu bangunan pelimpah yang saluran peluncurnya berposisi menyamping


terhadap saluran pengatur aliran diudiknya disebut bangunan pelimpah samping
(side spillway). Persyaratan yang perlu diperhatikan pada bangunan pelimpah tipe
ini adalah agar debit banjir yang melintasinya tidak menyebabkan aliran yang
menenggelamkan bendung pada saluran pengatur, karena saluran samping agak
dibuat cukup rendah terhadap bendung tersebut.

1) Rumus debit
Qx = q.x ..........................................................................................................(2.7)
V = a.xn ........................................................................................................(2.8)
n+1
Y = hv ...................................................................................................(2.9)
n
Dimana :
Qx = Debit pada titik x (𝑚3 /det)
q = Debit per unit, lebar yang melintasi bendung pengatur (𝑚3 /det)
x = Jarak antara tepi udik bendung dengan suatu titik pada mercu
bendung.
v = Kecepatan rata-rata aliran air didalam saluran samping pada suatu
titik tertentu
a = Koefisien yang berhubungan dengan kecepatan aliran air didalam
saluran samping
n = Exponen untuk kecepatan aliran air didalam saluran samping (antara
0,4 s/d 0,8)
y = Perbedaan elevasi antara mercu bendung dengan permukaan air
dalam saluran samping pada bidang Ax yang melalui titik tersebut.

10
(sumber : https://www.google.co.id/search)

Gambar 2.4 Skema aliran air melintasi sebuah bendung.

2) Pemilihan kombinasi yang sesuai dengan angka koefisien dan n pada rumus
(2.8) supaya dicari dalam kombinasi sedemikian rupa sehingga disuatu pihak
biaya konstruksi saluran samping ekonomis, sedangkan dilain pihak agar
mempunyai bentuk hidrolis yang menguntungkan. Angka “n” yang paling
menguntungkan tersebut dapat diperoleh dengan beberapa metode.

3. Saluran Peluncur

Dalam merencanakan saluran peluncur (flood way) harus memenuhi persyaratan


sebagai berikut :

a) Air yang mengalir berasal dari pelimpah


b) Konstruksi saluran peluncur cukup kokoh dan stabil dalam menerima saluran
beban yang timbul
c) Biaya konstruksinya diusahakan seekonomis mungkin.

11
1) Perhitungan hidrolika untuk saluran peluncur
a. Perhitungan sistem coba-coba banding pertama, rumus kekekalan energi
dalam aliran (Rumus Bernoulli) adalah sebagai berikut :
Z1+d1+hv1+Z2+d2+hv2+h2......................................................................(2.10)
Dimana :
Z = Elevasi dasar saluran pada suatu bidang vertical
d = Kedalaman air pada bidang tersebut (m)
hv = Tinggi tekanan kecepatan pada bidang tersebut
h2 = Kehilangan tinggi tekanan yang terjadi yang terjadi diantara dua buah
bidang vertikal yang ditentukan (m).

(sumber : https://www.google.co.id/search)

Gambar 2.5 Skema penampang memanjang aliran


pada saluran peluncur.

b. Perhitungan sistem coba banding kedua.


Perhitungan sistem coba banding lainnya adalah dengan memperhatikan
aliran air di dalam saluran peluncur sepanjang L yang dibatasi oleh bidang -1
di udiknya dan bidang -2 yang diambil sembarang (lihat gambar 2.5) dan akan
diperoleh persamaan energi berikut,

12
2−2
v22 v21 n
v
he = + + x Δ̂........................................................................(2.11)
2g 2g R
413

he = d1 + Δ1 ̂ 1√𝑠𝑖𝑛 θ - d2 .......................................................................(2.12)

dan,
he = d1 + Δ 1̂ tan θ - d2 .....................................................................(2.13)
Dimana :
he = Perbedaan elevasi permukaan air pada bidang I dan bidang 2
V1 = Kecepatan aliran air pada bidang (1) (m/det)
V2 = Kecepatan aliran air pada bidang (2) (m/det)
d1 = Kedalaman air pada bidang I (m)
d2 = Kedalaman air pada bidang 2 (m)
A11 = Panjang lereng dasar diantara bidang (1) dan bidang (2) (m)
A1 = Jarak horizontal antara kedua bidang tersebut
θ = Sudut lereng dasar saluran.

V1+V2
V= 2
...............................................................................................(2.14)

R = Radius hidrolis rata-rata pada potongan saluran yang diambil


n = Koefisien kekasaran.

c. Perhitungan tanpa sistem coba banding


Seperti yang tertera pada gambar 2.5 dan menganggap bidang (2)
sebagai titik permulaan dalam perhitungan dengan rumus Bernoulli
sebagai berikut :
V21 V22
+ d1 + ᵟo Δ̂ = + d2 + hL ...................................................................(2.15)
2g 2g

dan karena hL = SΔ11 maka rumus tersebut menjadi :

V2
2 V 2
+ d 2 1 − d1
2g 2g
Δ̂ = .....................................................................................(2.16)
So−s
dimana :
Δ1 = Jarak horizontal antara bidang 1 dan bidang 2 (m)
hL = Kehilangan tinggi tekanan (m)
m/AL = Kehilangan tinggi tekanan per-unit jarak horizontal (m)

13
V1V2 = Kecepatan-kecepatan aliran berturut-turut pada bidang 1 dan 2
So = Kemiringan dasar saluran peluncur.

V1 + V2
V= ; V2 = V1 + 0.25 V2......................................................................(2.17)
2

Dengan cara seperti tersebut diatas, maka akan didapatkan kecepatan aliran
pada suatu bidang tersebut dapat dihitung sesuai dengan bentuk penampang
saluran.

2) Penentuan kemiringan dasar sungai saluran peluncur.


Disesuaikan dengan kondisi topografi serta untuk memperoleh hubungan yang
kontinue antara saluran peluncur dengan peredam energi maka sudut
kemiringan dasar saluran biasanya berubah-ubah dalam berbagai variasi
(berbentuk lengkungan). Untuk slauran peluncur bangunan pelimpah pada
bendungan urugan, yang biasanya dilalui oleh suatu aliran berkecepatan tinggi
dan dengan kedalaman air yang relatif dangkal, maka kemiringan saluran
peluncur berbentuk lengkungan terdebut harus disesuaikan sedemikian rupa,
sehingga berkas aliran tidak terangkat dari dasar saluran. Selanjutnya untuk
memperoleh bentuk lengkungan dasar saluran peluncur dapat dikerjakan dengan
rumus yang berasal dari persamaan parabolis.

3) Bagian yang berbentuk terompet pada ujung hilir saluran primer saluran peluncur
pada hakekatnya metode perhitungan untuk merencanakan bagian saluran yang
berbentuk terompet ini belum ada, akan tetapi disarankan agar sudut pelebaran
θ tidak melebihi besarnya sudut yang diperoleh dari rumus sebagai berikut :
1
O < Tan θ = ..............................................................................................(2.18)
3F
V
F = gd..............................................................................................................(2.19)

dimana :
O = Sudut pelebaran
F = Angka froude
V = Kecepatan aliran air (m/det)
d = Kedalaman aliran air (m)
g = Gravitasi (m/det2)

14
4) Saluran peluncur dengan tampak atas melengkung.
Apabila didalam suatu saluran peluncur dengan tampak atas yang melengkung
mengalir dengan kecepatan tinggi, maka akan timbul gelombang benturan
hidrolis yang berasal dari dinding lingkaran luar dan gelombang benturan negatif
yang berasal dari dinding lingkaran dalam.

4. Peredam Energi

Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah dikembalikan lagi


ke dalam sungai, maka aliran dengan kecepatan yang tinggi dalam kondisi aliran-aliran
sub kritis. Dengan demikian kandungan energi dengan daya penggerus yang sangat kuat
tersebut harus diredusit hingga mencapai tingkat yang normal kembali, sehingga aliran
tersebut kembali kedalam sungai tanpa membahayakan kestabilan alur sungai yang
bersangkutan.

Guna meredusir energi yang terdapat didalam aliran tersebut, maka diujung
hilir saluran peluncur biasanya dibuat suatu bangunan yang disebut peredam
energi pencegah gerusan (scour protection stilling basin).

2.4 BENTUK BENDUNG PELIMPAH

Ada banyak tipe mercu untuk bendung pelimpah, namun pada umumnya yang
paling sering digunakan di Indonesia ada dua jenis mercu yaitu mercu bulat dan mercu
ogee.

1. Mercu Bulat

Bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan koefisien bendung ambang lebar. Bendung akan memberikan
banyak keuntungan bagi sungai, karena bangunan ini akan mengurangi tinggi muka air
hulu selama banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih tinggi, karena lengkung streamline
dan tekanan negatif pada mercu

Tekanan pada mercu adalah fungsi perbandingan antara H1 dan r (H1/ r ). Untuk
bendung dengan dua jari – jari ( R2 ), jari – jari hilir akan digunakan untuk menemukan
harga koefisien debit. Untuk menghindari bahaya kavitasi lokal, tekanan minimum pada

15
mercu bendung harus dibatasi sampai dengan -4 m tekanan air, jika bangunan tersebut
dari beton. Untuk konstruksi pasangan batu, tekanan sub atmosfer sebaiknya dibatasi
sampai dengan -1 m tekanan air. Persamaan energi dan debit untuk bendung ambang
pendek dengan pengontrol segi empat adalah sebagai berikut :

2
Q = Cd 2/3 √ . g. b. H11.5 .....................................................................................(2.20)
3

Dimana :

Q = Debit (m3 /det)

Cd = Koefisien debit ( Cd = C0 C1 C2 )

g = Percepatan gravitasi ( 9,8 m/ dt2 )

b = Bentang efektif bendung ( m )

H1 = Tinggi energi di atas ambang ( m )

C0 = Fungsi H1/ r

C1 = Fungsi p/ H1

C2 = Fungsi p/ H1 dan kemiringan muka hulu bendung

2. Mercu Ogee

Mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam ( aerasi ).
Oleh kerena itu, mercu tidak akan memberikan tekanan sub atmosfer pada permukaan
mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencana. Untuk debit yang lebih
rendah, air akan memberikan tekanan ke bawah pada mercu.

Untuk merencanakan mercu Ogee bagian hilir, U.S Army Corps of Engineers
mengembangkan persamaan sebagai berikut :

Y 1 n x
= [ ] ..........................................................................................................(2.21)
hd k hd

Dimana :

X dan Y = Koordinat – koordinat permukan hilir

16
hd = Tinggi rencana atas mercu

k dan n = Parameter

Bangunan hulu mercu bervariasi disesuaikan dengan kemiringan permukaan hilir.


Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung Ogee adalah :

2
Q = Cd 2/3 √ . g. b. H11.5 .....................................................................................(2.22)
3

Dimana :

Q = Debit ( m3/ dt )

Cd = Koefisien debit ( Cd = C0 ,C1 ,C2 )

g = Percepatan gravitasi ( 9,8 m/ dt2 )

b = Bentang efektif bendung ( m )

H1 = Tinggi energi di atas ambang ( m )

C0 = Konstanta ( = 1,30 )

C1 = Fungsi H1 / hd )

C2 = Faktor koreksi untuk permukaan hulu

17
(sumber : https://www.google.co.id/search)

Gambar 2.6 Mercu Ogiee dan Mercu Bulat

2.5 MERCU BENDUNG

Mercu bendung merupakan struktur utama yang berfungsi untuk membendung laju
aliran sungai dan menaikkan tinggi muka air sungai dari elevasi awal. Bagian ini biasanya
terbuat dari urugan tanah, pasangan batu kali, dan bronjong atau beton. Tubuh bendung
umumnya dibuat melintang pada aliran sungai.

Tinggi mercu bendung dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Elevasi sawah bagian hilir tertinggi dan terjauh


2. Elevasi kedalaman air di sawah
3. Kehilangan tekanan dari saluran tersier ke sawah
4. Kehilangan tekanan dari saluran sekunder ke saluran tersier
5. Kehilangan tekanan dari saluran primer ke saluran sekunder
6. Kehilangan tekanan karena kemiringan saluran
7. Kehilangan tekanan di alat – alat ukur

18
8. Kehilangan tekanan dari sungai ke saluran primer
9. Persediaan tekanan untuk eksploitasi
10. Persediaan untuk bangunan lain.

Tinggi mercu bendung p, yaitu ketinggian antara elevasi lantai udik atau dasar
sungai di udik bendung dan elevasi mercu. Dalam menentukan tinggi mercu bendung
maka harus dipertimbangkan terhadap :

1. Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan;


2. Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan;
3. Tinggi muka air genangan yang akan terjadi;
4. Kesempurnaan aliran pada bendung;
5. Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung;
6. Tinggi mercu bendung, dianjurkan tidak lebih dari 4,00 meter dan minimum 0,5 H
(H = tinggi energi di atas mercu).

Tinggi air diatas mercu bendung dipengaruhi oleh :

a. Lebar Bendung

Lebar bendung adalah jarak antara dua tembok pangkal bendung (abutment),
termasuk lebar bangunan pembilas dan pilar-pilarnya. Ini disebut lebar mercu bruto.
Biasanya lebar bendung (B) < 6/5 lebar normal (Bn). Dalam penentuan panjang
mercu bendung, maka harus diperhitungkan terhadap :

a. Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup


b. Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit
desain.

Berkaitan dengan itu panjang mercu dapat diperkirakan, yaitu :


a. Sama lebar dengan lebar rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur
(bank full discharge).
b. Umunya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata, pada ruas sungai
yang telah stabil.
Pengambilan lebar mercu tidak boleh terlalu pendek dan tidak pula terlalu lebar.
Bila desain panjang mercu bendung terlalu pendek, akan memberikan tinggi muka air
diatas mercu lebih tinggi. Akibatnya tanggul banjir di udik akan bertambah tinggi pula.
Demikian pula genangan banjir akan bertambah luas. Sebaliknya bila terlalu lebar
dapat mengakibatkan profil sungai bertambah lebar pula sehingga akan terjadi

19
pengendapan sedimen di udik bendung yang dapat menimbulkan gangguan
penyadapan aliran ke intake.

b. Lebar Efektif Bendung

Lebar efektif bendung adalah lebar bendung yang bermanfaat untuk melewatkan
debit. Untuk menetapkan besarnya lebar efektif bendung, pelu diketahui mengenai
eksploitasi bendung, karena pengaliran air di atas pintu lebih sukar dari pada
pengairan air di atas mercu bendung, maka kemampuan pintu pembilas untuk
pengaliran air dianggap hanya 80%.

Panjang mercu bendung efektif dihitung dengan menggunakan rumus :

Be = Bb – 2 (n.Kp + Ka) He...................................................................................(2.22)

dimana:

Be = Panjang mercu bendung efektif (m)

Bb = Panjang mercu bendung bruto (m)

n = Jumlah pilar pembilas

Kp = Koefisien kontraksi pilar = 0,01

Ka = Koefisien kontraksi pangkal bendung = 0,10

He = Tinggi energi (m)

2.6 BANGUNAN INTAKE

Bangunan intake adalah suatu bangunan yang berfungsi sebagai penyadap atau
penangkap air baku yang berasal dari sumbernya atau badan air seperti
sungai,situ,danau dan kolam sesuai dengan debit yang di perlukan untuk pengolahan.
Bangunan intake harus disesuaikan menurut konstruksi bangunan air, dan pada
umumnya memiliki konstuksi beton bertulang (reinforced concrete) agar memiliki
ketahanan yang baik terhadap kemungkinan hanyut oleh arus sungai.
Secara umum terdapat bebebrapa fungsi dari bangunan intake, diantanranya:
a. Mengumpulkan air dari sumber untuk menjaga kuantitas debit air yang di butuhkan
oleh instalasai.
b. Menyaring benda-benda kasar dengan menggunakan bar screen

20
c. Mengambil air baku sesuai debit yang diperlukan instalasi pengolahan yang di
rencanakan demi menjaga kontinuitas penyediaan dan pengambilan air dari
sumbernya.
Kualitas air yang dimanfaatkan untuk pengolahan pada bangunan intake biasanya
kurang baik namun secara kuantitas airnya cukup banyak . Dalam mementukan titik
pengambilan air didasarkan pada variasi kualitas air permukaan dimana terdapat adanya
variasi yang konstan (tidak berfluktuasi).
Hal yang harus diperhatikan dalam prencanaan intake, yaitu :
a. Intake sebaiknya direncanakan dan ditempatkan pada tempat/sumber air yang
memiliki aliran yang stabil dan tidak deras. Hal ini berguna agar tidak membahayakan
bangunan intake tersebut
b. Bangunan intake harus kedap air
c. Tanah di sekitar Intake seharusnya cukup stabil dan tidak mudah terkena erosi
d. Intake seharusnya terletak jauh sebelum sumber kontaminasi
e. Intake sebaiknya terletak di hulu sungai suatu kotaa
f. Intake sebaiknya di lengkapi dengan saringan kasar yang selalu di bersihkan. Ujung
pipa pengambilan air yang berhububgan dengan popa sebaiknya juga di beri
saringan(striner)
g. Inlet sebaiknya berada di bawah permukaan badan air untuk mencegah masuknya
benda-benda terapung. Disamping itu sebaiknya terletak cukup di atas air
h. Untuk muka air yang berfluktuasi, inlet yang ke sumur pengumpul sebaiknya di buat
beberapa level
i. Jika permukaan badan air selalu konstan dan tebing sungai terendam air maka intake
dapat di buat dekat sungai.

2.7 PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMBILAN

Bangunan pengambilan adalah sebuah bangunan yang berupa pintu air. Air irigasi
dibelokan dari sungai melalui bangunan tersebut. Pertimbangan yang digunakan dalam
merencanakan adalah debit rencana dan pengelakan sedimen.

Bangunan ini dibuat untuk mengatur banyaknya air yang masuk kedalam saluran
sesuai dengan debit yang dibutuhkan dan untuk menjaga agar air banjir tidak masuk
kedalam saluran irigasi.

21
Bangunan pengambilan dilengkapi dengan pintu dan bagian depannya
terbuka untuk menjaga jika terjadi muka air tinggi selama banjir, besarnya bukaan pintu
bergantung kepada kecepatan aliran masuk yang diizinkan. Kecepatan ini bergantung
kepada ukuran butir bahan yang dapat diangkut.

Kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya 120% dari kebutuhan


pengambilan (dimension requirement) guna menambah fleksibilitas dan agar dapat
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek. Rumus dibawah ini
memberikan perkiraan kecepatan yang dimaksud:

v2 ≥ 32 ( )h d 1/3 d........................................................................................................(2.23)

di mana :

v = kecepatan rata-rata (m/dtk)

h = kedalaman air (m)

d = diameter butir (m)

Dalam kondisi biasa, rumus ini dapat disederhanakan menjadi:

v ≈ 10 d0.5....................................................................................................................(2.24)

Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0 – 2,0 m/dtk yang merupakan besaran
perencanaan normal, dapat diharapkan bahwa butir-butir berdiameter 0,01 sampai 0,04 m
dapat masuk.

Q = µ b a √2gz..............................................................................................................(2.25)

Dimana :

Q = Debit (m3/dtk)

µ = Koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan kehilangan tinggi
energi, µ = 0,80

b = Lebar bukaan (m)

a = Tinggi bukaan (m)

g = Percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8)

22
z = Kehilangan tinggi energi pada bukaan (m).

(sumber: Kriteria Perencanaan 02)

Gambar 2.7 Tipe Pintu Pengambilan

Bila pintu pengambilan dipasangi pintu radial, maka µ = 0,80 jika ujung pintu
bawah tenggelam 20 cm di bawah muka air hulu dan kehilangan energi sekitar 10 cm.
Untuk yang tidak tenggelam, dapat dipakai rumus-rumus dan grafikgrafik yang
diberikan pada pasal 4.4. Elevasi mercu bendung direncana 0,10 di atas elevasi
pengambilan yang dibutuhkan untuk mencegah kehilangan air pada bendung akibat
gelombang.

Elevasi ambang bangunan pengambilan ditentukan dari tinggi dasar sungai.


Ambang direncana di atas dasar dengan ketentuan berikut :

a. 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau


b. 1,00 m bila sungai juga mengangkut pasir dan kerikil
c. 1,50 m kalau sungai mengangkut batu-batu bongkah.

Harga-harga itu hanya dipakai untuk pengambilan yang digabung dengan


pembilas terbuka; jika direncana pembilas bawah, maka kriteria ini tergantung pada
ukuran saluran pembilas bawah. Dalam hal ini umumnya ambang pengambilan

23
direncanakan 0 < p < 20 cm di atau ujung penutup saluran pembilas bawah. Bila
pengambilan mempunyai bukaan lebih dari satu, maka pilar sebaiknya dimundurkan
untuk menciptakan kondisi aliran masuk yang lebih mulus (lihat gambar 2.8)

(sumber: Kriteria Perencanaan 02)

Gambar 2.8 Geometri Bangunan Pengambilan

Pengambilan hendaknya selalu dilengkapi dengan sponeng skot balok di kedua


sisi pintu, agar pintu itu dapat dikeringkan untuk keperluankeperluan pemeliharaan dan
perbaikan. Guna mencegah masuknya benda-benda hanyut, puncak bukaan
direncanakan di bawah muka air hulu. Jika bukaan berada di atas muka air, maka
harus dipakai kisi-kisi penyaring. Kisi-kisi penyaring direncana dengan rumus berikut:

Kehilangan tinggi energi melalui saringan adalah :

V2
Hf = c 2g
...................................................................................................................(2.26)

s
di mana: c = β (b)4/3 sin δ

di mana:

hf = kehilangan tinggi energi

v = kecepatan dating (approach velocity)

g = percepatan gravitasi m/dtk2 (≈ 9,8)

c = koefisien yang bergantung kepada:

β = faktor bentuk (lihat gambar 2.9)

s = tebal jeruji (m)

24
L = panjang jeruji, m (lihat Gambar 2.9)

b = jarak bersih antar jeruji b ( b > 50 mm) (m)

δ = sudut kemiringan dari horisontal, dalam derajat.

(sumber: Kriteria Perencanaan 02)

Gambar 2.9 Bentuk – Bentuk Jeruji Kisi – Kisi

Penyaring dan Harga – Harga 

2.8 PERENCANAAN BANGUNAN PEMBILAS

Bangunan pembilas adalah bangunan yang berfungsi untuk mencegah bahan


sedimen kasar kedalam saluran irigasi. Bangunan pembilas ini terletak tepat disebelah
hilir pintu pengambilan. Jika pada kedua sisi bendung dibuat dua bangunan pengambilan
maka bangunan pembilas juga dibuat pada kedua sisinya.

Pengalaman yang diperoleh dari banyak bendung dan pembilas yang sudah
dibangun, telah menghasilkan beberapa pedoman menentukan lebar pembilas:

a. lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan 1/6 – 1/10
dari lebar bersih bendung (jarak antara pangkalpangkalnya), untuk sungai sungai
yang lebarnya kurang dari 100 m.
b. lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan termasuk pilar-
pilarnya. Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat diberikan harga empiris.
Dalam hal ini sudut a pada Gambar 2.10 sebaiknya diambil sekitar 600 sampai
700.

Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat diberikan harga empiris. Dalam hal ini
sudut a pada Gambar 2.10 sebaiknya diambil sekitar 600 sampai 700.

25
(sumber: Kriteria Perencanaan 02)

Gambar 2.10 Geometri Pembilas

Pintu pada pembilas dapat direncana dengan bagian depan terbuka atau tertutup.
Pintu dengan bagian depan terbuka memiliki keuntungan-keuntungan berikut:

a. ikut mengatur kapasitas debit bendung, karena air dapat mengalir melalui pintu-
pintu yang tertutup selama banjir.
b. pembuangan benda-benda terapung lebih mudah, khususnya bila pintu dibuat
dalam dua bagian dan bagian atas dapat diturunkan.

Kelemahan-kelemahannya:

a. sedimen akan terangkut ke pembilas selama banjir; hal ini bisa menimbulkan
masalah, apalagi kalau sungai mengangkut banyak bongkah. Bongkah-bongkah
ini dapat menumpuk di depan pembilas dan sulit disingkirkan.
b. benda-benda hanyut bisa merusakkan pintu.
c. karena debit di sungai lebih besar daripada debit di pengambilan, maka air akan
mengalir melalui pintu pembilas; dengan demikian kecepatan menjadi lebih
tinggi dan membawa lebih banyak sedimen.

Sekarang kebanyakan pembilas direncana dengan bagian depan tebuka. Jika


bongkah yang terangkut banyak, kadang-kadang lebih menguntungkan untuk
merencanakan pembilas samping (shunt sluice), lihat Gambar 2.11. Pembilas tipe
ini terletak di luar bentang bersih bendung dan tidak menjadi penghalang jika terjadi
banjir.

26
(sumber: Kriteria Perencanaan 02)

Gambar 2.11 Pembilas Samping

Bagian atas pemisah berada di atas muka air selama pembilasan berlangsung.
Untuk menemukan elevasi ini, eksploitasi pembilas tersebut harus dipelajari.
Selama eksploitasi biasa dengan pintu pengambilan terbuka, pintu pembilas secara
berganti-ganti akan dibuka dan ditutup untuk mencegah penyumbatan.

Pada waktu mulai banjir pintu pengambilan akan ditutup (tinggi muka air sekitar 0,50
m sampai 1,0 m di atas mercu dan terus bertambah), pintu pembilas akan dibiarkan
tetap tertutup. Pada saat muka air surut kembali menjadi 0,50 sampai 1,0 m di atas
mercu dan terus menurun, pintu pengambilan tetap tertutup dan pintu pembilas
dibuka untuk menggelontor sedimen.

Karena tidak ada air yang boleh mengalir di atas dinding pemisah selama
pembilasan (sebab aliran ini akan mengganggu), maka elevasi dinding tersebut
sebaiknya diambil 0,50 atau 1,0 m di atas tinggi mercu. Jika pembilasan harus
didasarkan pada debit tertentu di sungai yang masih cukup untuk itu muka dinding
pemisah, dapat ditentukan dari Gambar 5.6. Biasanya lantai pembilas pada pada
kedalaman rata-rata sungai. Namun demikian, jika hal ini berarti terlalu dekat
dengan ambang pengambilan, maka lantai itu dapat ditempatkan lebih rendah asal
pembilasan dicek sehubungan dengan muka air hilir (tinggi energi yang tersedia
untuk menciptakan kecepatan yang diperlukan).

27
(sumber: Kriteria Perencanaan 02)

Gambar 2.12 Metode Menemukan Tinggi

Dinding Pemisah

2.9 PERENCANAAN BANGUNAN PEREDAM ENERGI

Peredam Energi yaitu bagian dari bangunan pengelak yang berfungsi untuk
meredam tenaga aliran air pada saat melewati pembendungan (misalnya : kolam olak).

Kolam olak adalah suatu bangunan berupa olak dihilir bendung yang berfungsi
untuk meredam energi yang timbul dalam aliran air superkritis yang melewati pelimpah.

Faktor pemilihan tipe kolam olak :

1. Tinggi bendung
2. Keadaan geoteknik tanah
3. Jenis angkutan sedimen yang terbawa aliran sungai
4. Keadaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi seperti aliran tidak
sempurna/tenggelam, loncatan air lebih rendah atau lebih tinggi.

Tipe kolam olak :

1. Berdasarkan Bilangan Froude


a. Untuk Fr  1,7 tidak diperlukan kolam olak. Pada saluran tanah bagian hilir
harus dilindungi dari bahaya erosi.
b. Bila 1,7 < Fr  2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara
efektif. Kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja dengan baik.

28
c. Jika 2,5 < Fr  4,5 maka loncatan air tidak terbentuk dan menimbulkan
gelombang sampai jarak yang jauh disaluran.
d. Untuk Fr  4,5 merupakan kolam olak yang paling ekonomis, karena kolam inii
pendek. Kolam olak yang sesuai adalah kolam USBR tipe III.

2. Kolam Olak Tipe Bak Tenggelam

Jika kedalaman konjuksi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding kedalaman air
normal hilir , atau kalau diperkirakan akan menjadi kerusakan pada lantai kolam yang
panjang akibat batu – batu besar yang terangkut lewat atas bendung, maka dapat
dipakai peredam energi yang relatif pendek tapi dalam. Dapat dihitung dengan
rumus:

3 q2
hc = √ 𝑔 ...............................................................................................................(2.27)

Dimana :

hc = Kedalaman air kritis

q = Debit per lebar satuan (m3/dtk)

g = Percepatan gravitasi (9,81 m/dtk)

3. Kolam Vlughter

Kolam vlughter dikembangkan untuk bangunan terjun disaluran irigasi. Batas –


batas yang diberikan untuk Z/hc 0,5; 2,0; 15,0 dihubungkan dengan bilangan Froude.
Bilangan Froude itu diambil dalam Z dibawah tinggi energi hulu. Kolam vlughter bisa
dipakai sampai beda tinggi energi Z tidak lebih dari 4,50 m.

2.10 ANALISIS STABILITAS BENDUNG

Konstruksi bendung harus kuat menahan gaya – gaya yang bekerja. Analisis
stabilitas bendung akan ditinjau pada kondisi air normal dan juga pada kondisi air banjir.
Gaya – gaya yang bekerja pada bangunan bendung adalah :

a) Tekanan air : luar dan dalam, hidrostatik dan hidrodinamik.


b) Tekanan lumpur : menekan horizontal dan membebani vertikal
c) Gaya gempa : tergantung peta gempa di Indonesia. Minimum 0,1g.

29
d) Berat sendiri bangunan : berat tubuh bendung.
e) Reaksi pondasi : gaya tekan ke atas terhadap bendung dari reaksi pondasi.

Stabilitas bendung harus stabil dalam 3 keadaan :


a) Stabil terhadap amblasnya bendung. Daya dukung pondasi tidak boleh dilampaui
oleh tekanan akibat berat bendung.
b) Stabil terhadap gelincir. Gaya horizontal tidak boleh melebihi gaya geser yang
melawan pada dasar bendung.
c) Stabil terhadap guling. Momen yang menggulingkan harus bisa ditahan momen
yang melawannya.
d) Stabilitas terhadap erosi bawah tanah bendung.

1. Tekanan Air
a) Gaya tekan air, terbagi atas gaya hidrostatik yaitu fungsi kedalaman [f(h)]
dibawah permukaan air dan gaya hidrodinamik.
b) Gaya tekan ke atas, yaitu tekanan air dari dalam yang menyebabkan
berkurangnya berat efektif bangunan.
Dihitung dengan persamaan (berlaku bendung diatas batuan) berikut :
1
Wu = c w [ h2 +  (h1 - h2)]A..........................................................................(2.28)
2

Dimana :
C = proporsi luas pada tekanan hidrostatik bekerja
w = berat jenis air
h2 = kedalaman air hilir
 = proporsi tekanan (lihat tabel)
h1 = kedalaman air hulu
A = luas dasar Wu
Wu = gaya tekan keatas.

30
(sumber: https://www.scribd.com)

Gambar 2.13 Parameter Tekanan Air

Pada Bangunan Bendung.

Tabel 2.1 Tipe Pondasi Batuan

Tipe Pondasi Batuan Nilai 


Berlapis Horizontal 1
Sedang, pejal (massive) 0,67
Baik, pejal 0,5
(sumber: https://www.scribd.com)

2. Tekanan Lumpur
s . h2 1−sin 
Ps = ( )......................................................................................(2.29)
2 1+sin 
G−1
s = s’ ......................................................................................................(2.30)
G
dan untuk sudut gesek 30o digunakan :
Ps = 1,67 . h2......................................................................................................(2.31)

31
Dimana :
Ps = gaya pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur (horizontal)
H = ketebalan lumpur
 = sudut gesek
s = berat lumpur
s’ = berat volume kering
G = berat jenis tanah.
3. Gaya Gempa
a. Gaya gempa diberikan pada parameter bangunan berdasarkan peta daerah
gempa di Indonesia.
b. Harga percepatan (a), faktor minimum yang dipertimbangkan adalah (0,1 x
percepatan gravitasi).
c. Sebagai gaya horizontal nilai faktor tersebut dikalikan dengan massa
bangunan.
Koefisien gempa dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
ad = n (ac x z)m.................................................................................................(2.32)
ad
E= ...............................................................................................................(2.33)
g
dimana :
ad = percepatan gempa rencana, cm/dtk2
n, m = koefisien untuk jenis tanah
ac = percepatan kejut dasar, cm/dtk2
E = koefisien gempa
G = percepatan gravitasi, cm/dtk2 (980)
Z = faktor yang bergantung kepada letak geografis (Koefisien Zona)

Tabel 2.2 Koefisien Jenis Tanah


Jenis n M
Batu 2,76 0,71
Diluvium 0,87 1,05
Aluvium 1,56 0,89
Aluvium lunak 0,29 1,32
(sumber: https://www.scribd.com)

32
4. Berat sendiri
Besarnya berat sendiri dari bangunan tergantung kepada bahan yang digunakan
untuk membuat konstruksi bendung.
a) Pasangan batu : 22 kN/m 3
b) Beton tumbuk : 23 kN/m3
c) Beton bertulang : 24 kN/m3
5. Reaksi Pondasi
Reaksi pondasi bendung dibuat unsur-unsur persamaan distribusi tekanan sesuai
dengan bentuk bendung.
∑(w) ∑(w)e
P= + ...........................................................................................(2.34)
A I

33
BAB III
PERENCANAAN BENDUNG

3.1 DATA UMUM


Daerah irigasi titik 5 pada peta kontur yang diberikan terdapat area pertanian yang
mengandalkan air dari sungai Wae RII yang melewati daerah tersebut dengan lebar rata -
rata ± 7 meter dan pada posisi rencana as lebar sungai 7 meter direncanakan bangunan
pengambilan atau bengunan utama barupa bangunan bendung.

Data - data :

Saluran primer kiri : (intake primer-BS.1 ki)

Lebar sungai pada lokasi bendung =7m

Debit (q) = 0,46 m3/dtk

Kemiringan dasar saluran (i) = 0,003 m

Kecepatan aliran (v) = 0,471 m/det

Tegangan dasar yang dijinkan (∂t) = 2 kg/cm²

Lebar dasar saluran (b) = 4m

Tinggi air di saluran (h) = 0,75m

Debit banjir rencana sungai/bendung (Q₂₅) (Qd) = 38,2 m3/dtk

Luas areal irigasi (A) = 80 Ha

Tinggi/Elevasi dasar sungai pada dasar bendung = +955,57 m

Tinggi/Elevasi sawah bagian hilir yang menentukan = +956,55 m

Tinggi/Elevasi muka tanah pada tepi sungai dilokasi = +957,61 m

Kapasitas = 28,6 mᶟ/det

34
3.1.1 DASAR – DASAR PERENCANAAN
Rumus - rumus yang dipakai dalam perhitungan ini :

87
Rumus Bazim = 𝛾
(1 + )
√𝑅

Rumus Chezy = Vᶟ = 𝐶 × √𝑅 × 𝐼

= A = 𝑏 × 𝑑3 + 𝑑32
2
= P = 𝑏 + √2 × 𝑑3

= Q = 𝐴 × 𝑉3
𝐴
= R =𝑃

Kriteria perencanaan bangunan ini merupakan bagian dari standar perencanaan


irigasi dari Direktorat Jendral Sumber daya air Standar kriteria perencanaan terdiri dari
buku - buku berikut :

KP - 02 Bangunan Utama (Headworks)

KP - 04 Bangunan
3.2 MENENTUKAN MERCU ELEVASI BENDUNG
Data dimensi saluran primer : KIRI
Posisi bendung ditempatkan pada titik 5
Elevasi muka tanah asli = 955,57 meter
Elevasi sawah air yang menentukan = 956,50 meter
Kedalaman air di sawah = 0,1 meter
Kehilangan tekanan dari sawah ke saluran tersier = 0,1 meter
Kehilangan tekanan dari saluran tersier ke saluran primer = 0,1 meter
Kehilangan tekanan akibat kemiringan = 0,3 meter
Kehilangan tekanan akibat bangunan ukur = 0,4 meter
Kehilangan di pintu pengambilan = 0,2 meter
Kehilangan tekanan akibat eksplotasi = 0,1 meter
Persediaan untuk lain – lain bangunan = 0,25 meter
Elevasi mercu bendung + 958,05 meter
Tinggi bendung (p) = Elevasi Mercu Bendung – Elevasi Dasar Sungai

= 958,05 – 955,57

= 2,48 meter + 0,5 = 2,98 m ≈ 3m

35
Perhitungan tinggi air maksimum pada saat banjir rencana terjadi (Qd),
memerlukan suatu perhitungan coba - coba menggunakan Microsoft excel 2007, untuk
perhitungan dalam hal ini diambil harga, m = 1, b = 7 m, Qd = 38.2 mᶟ/det, I = 0.0030
dengan bantuan tabel :

Tabel 3.1 Perhitungan Tinggi Muka Air Maksimum di Hilir Bendung


d3 A P R C V Q Kesalahan KONTROL
Q = Qd
1 7,40 9,23 0,80 31,22 1,53 11,33 26,87 Tidak Ok

1,50 11,85 10,64 1,11 34,57 2,00 23,68 14,52 Tidak Ok

1,9474 16,26 11,91 1,37 36,72 2,35 38,20 0,00 Ok

*Kesalahan minimum yang di dapat


sesuai debit

Sehingga tinggi air maksimum pada saat (Qd) terjadi adalah : ( V3 ) = 2,35 m. Dari
perhitungan tersebut, maka didapat d3 = 1,9474 m.
Cek jenis aliran air dengan Bilangan Froude ( Fr ).
Fr = 1 ......................aliran kritis
Fr > 1 ......................aliran super kritis
Fr < 1 ......................aliran sub kritis
𝑉3 2,35
Fr = = 9,81×1,9474
= 0,5376< 1, Jenis termasuk dalam aliran sub kritis.
√𝑔×𝑑3 √

(sumber: Kriteria Perencanaan - 02)

Gambar 3.1 Penampang Melintang


Sungai

36
3.3 LEBAR EFEKTIF BENDUNG
3.3.1 Menghitung Lebar Bendung
Menghitung lebar bendung yaitu jarak antara pangkal – pangkalnya (abutment).
Agar tidak mengganggu sifat pengaliran setelah dibangun bendung dan untuk menjaga
agar tinggi air di depan bendung tidak terlalu tinggi, maka dapat dibesarkan sampai B ≤
1,2 Bn. Data yang diperoleh dari hasil pengukuran desain dari hasil pengukuran di
rencana site maka lebar bendung yang akan direncanakan adalah sebesar lebar rata-rata
alur sungai Wae RII yaitu,Bn = 7 meter.

Tabel 3.2 Tinggi Jagaan Untuk Saluran Tanah

Q Tinggi Jagaan
( m³ / dtk ) (m)
< 0, 5 0,4
0,5 - 1,5 0,5
1,5 - 5,0 0,6
5,0 - 1,0 0,75
1,0 - 15,0 0,85
< 15,0 1
(Sumber KP 03-hal 26)

(sumber: Kriteria Perencanaan - 02)

Gambar 3.2 Mencari Nilai B


Menghitung lebar maksimum bendung :

B = ( 6 / 5 ) . Bn

= (6 / 5 ) . 7 m

= 8,4 ≈ 8,5 m

37
3.3.2 Menghitung Lebar Pintu Penguras ( b )
∑ b₁ = 1 / 10 x B

= 1 /10 . 8,5

= 0,85

Lebar pintu penguras = 0,85 m

N = 0,85 ≈ 1 buah

3.3.3 Lebar Pintu Pembilas


Dengan adanya pilar - pilar pintu pembilas maka air tidak seluruhnya mengalir dari
sebelah udiknya. Lebar yang bermanfaat untuk mengalirkan debit adalah dimensi lebar
efektif bendung yang akan dirancang. Lebar efektif bendung adalah lebar bendung yang
bermanfaat untuk melewatkan debit pada saat banjir pintu pembilas ditutup, ujung atas
pintu bilas tidak boleh lebih tinggi dari mercu bendung, sehingga air bisa lewat
diantaranya. Kemampuan pintu bilas untuk mengalirkan air dianggap hanya 80% saja,
maka disimpulkan besar lebar efektif bendung :

Pada perhitungan ini tebal pilar ( t ) = 1`meter ( KP-02 )

Banyak pilar (n) = 1 buah

Kp (Untuk pilar berujung bulat) = 0,01 ( Tabel 2,10 )

Ka = 0,15 ( Tabel 2,11 )

t = 1m

Kemampuan pintu bilas untuk mengalirkan air dianggap hanya 80% saja, maka
disimpulkan besar lebar efektif bendung :
Direncanakan 1 pintu pembilas dan 1 pilar:
Rumus : B eff = B - ∑t – 0,20 .∑b₁

Dimana : B eff : Lebar efektif bandung

B : Lebar seluruh bendung


∑t : Jumlah Tebal Pliar
.∑b₁ : Jumlah Lebar Pintu Pembilas

38
Perhitungan :

B eff = B - ∑t – 0,20 .∑b₁

= 8,5 - 1 - 0,20 x ( 1 x 0,85 )

= 7,33 m

3.4 TINGGI ENERGI BANJIR DIATAS MERCU


Tinggi muka air di atas mercu (TMA di hulu ). Untuk menentukan TMA di hulu atau
diatas mercu di lakukan dengan cara coba - coba menggunakan software microsoft excel
2010, sehingga dari hasil perhitungan di dapatkan nilai h ( tinggi air di atas mercu ) sesuai
dengan Q rencana 25 tahunan sebesar 38,2 mᶟ/det.

3.4.1 Menentukan Tinggi Total Air diatas Bendung (He)


Untuk menentukan tinggi air diatas mercu bendung digunakan cara coba - coba
dengan menentukan harga ( He ) terlebih dahulu, dimana nilai He = He’
Data perencanaan :
Tinggi mercu bendung (p) =3m
Lebar efektif bendung (Beff) = 7,33 ≈ 7,5 meter

2
Q = C × Beff × 𝐻𝑒 3

3
H𝑒 2 = Qd C = C1 × C2 × C3

C× Beff

2
𝑄𝑑 3
He = (𝐶×𝐵𝑒𝑓𝑓)

dimana :
Qd = debit banjir rencana (m3/dt)
Beff = lebar efektif bendung (m)
He = tinggi total air di atas bendung (m)
C = koefisien pelimpasan (discharge coefficient)
C1 = dipengaruhi sisi depan bendung
C2 = dipengaruhi lantai depan
C3 = dipengaruhi air di belakang bendung

39
Nilai C, C1, C2, dan C3 didapat dari grafik ratio of discharge coefficient (pada
lampiran). Untuk menentukan tinggi air di atas bendung digunakan cara coba – coba
(Trial and Error) dengan menentukan tinggi perkiraan He terlebih dulu.

Dicoba He = 1,8 m maka :

𝑃 3
= =1,666
𝐻𝑒 1,8

Dari grafik DC 12 (pada lampiran) didapatkan C1 = 2,135 (dengan upstream face :


vertical)
hd = P + He – d3 = 3 + 1,8 - 1,9474 = 2,85 m

ℎ𝑑+𝑑3 2,85 + 1,9474


𝐻𝑒
= 1,8
= 2,665 (x >1,8)

Dari grafik DC 13A didapatkan C2 = 1,00

ℎ𝑑 2,85
𝐻𝑒
= 1,8
= 0,618 ( x < 0,8 )

Dari grafik DC 13B di dapatkan C3 = 1,00

Didapat C = C1 +C2 +C3= 2,135

2 2
𝑄𝑑 3 38,2 3
He’ = (𝐶 ×𝐵𝑒𝑓𝑓 ) = (2,135 ×7,33) = 1,812 m ( He ≠ He’ )

Perhitungan selanjutnya dilakukan dengan menggunakan tabel :


Tabel 3.3 Perhitungan Tinggi Bendung

He hd p/He (hd + d3 )/He (hd)/He C1 C2 C3 C He' Kesalahan


.... .... .... .... .... .... .... .... .... .... ....

1,80 2,18 1,38 2,56 1,21 2,135 1 1 2,135 1,68 -0,12

1,68 1,73 1,48 2,48 1,03 2,130 1 1 2,130 1,68 0,00

1,40 1,45 1,77 2,77 1,04 2,140 1 1 2,140 1,68 0,28

Maka di dapat tinggi total air di atas puncak/mercu bendung (He) = 1,68 m.

40
3.4.2 Tinggi Air Maksimum Di Atas Mercu Bendung
Untuk menentukan tinggi air maksimum di atas mercu bendung dipergunakan cara
coba - coba (trial and error), sehingga diperoleh hv0 = hv0’

Qd
vo =
A

vo2
hvo′ =
2g

A = Lef × do

H = he − hvo

do = H + p

Keterangan :
hv0 = tinggi kecepatan di hulu sungai (m)

H = tinggi air maksimum diatas mercu (m)

d0 = tinggi muka air banjir di hulu bendung (m)

v0 = kecepatan aliran di hulu bendung (m/dtk)

g = gravitasi (9,81 m/dtk2)

Tabel 3.4 Perhitungan tinggi air maksimum di atas mercu bendung


Hvo H do A Vo hvo' Kesalahan
... ... ... ... ... ... ...

0,163 1,517 3,997 29,298 1,304 0,087 0,076

0,140 1,540 4,020 29,467 1,296 0,086 0,054

0,120 1,560 4,040 29,613 1,290 0,085 0,035

0,083 1,597 4,077 29,884 1,278 0,083 0,000

0,130 1,550 4,030 29,540 1,293 0,085 0,045

... ... ... ... ... ... ...

41
Didapat :
Qd = 38,2 mᶟ/det
d3 = 1,9474 m
Leff = 7,33 m
P =3m
He =1,8 m

Maka didapat :
hv0 = hv’ = 0,083 m
H = 1,597 m
do = 4,077 m
A = 29,884 m²
Vo = 1,278 m/det
3.4.3 Perhitungan Ketinggian Energi Pada Tiap Titik

A. Tinggi energi pada aliran kritis


Menentukan hidrolic pressure of the weir (dc) :
𝑄
q =
𝐿𝑒𝑓𝑓
38,2
=
7,33
= 5,21 m/det
1
(𝑞)2 3
dc =( )
𝑔
1
5,212 3
=( )
9,81
= 1,40 m

B. Menentukan harga Ec

𝑞
Vc =
𝑑𝑐
5,21
=
1,40
= 3,72 m/det

42
(𝑉𝑐)2
hvc =
2𝑔

(3,72)2
=
2×9,81
= 0,705 m
Ec = dc + hvc +P
= 1,40 + 0,705 + 3
= 5,1 m
Keterangan :

dc = tinggi air kritis di atas mercu (m)


Vc = kecepatan air kritis (m/det)
hvc = tinggi kecepatan kritis (m)
Ec = tinggi energi kritis (m)

C. Tinggi energi ( air terendah ) pada kolam olakan


Diketahui :
q = 5,21 m/det
Ec = 5,1 m
Dimana :
𝑞
𝑑1 =
𝑣1
𝑣12
ℎ𝑣1 =
2×𝑔
𝐸1 = 𝑑1 + ℎ𝑣1
Dengan menggunakan rumus di atas, perhitungan untuk menentukan tinggi energi
air ( air terendah ) pada kolam olakan dilakukan dengan menggunakan cara - coba
sehingga diperoleh E1 ≈ Ec.

43
Tabel 3.5 Perhitungan tinggi energi ( air terendah) pada kolam olakan
v1 q d1 hv1 E1 Ec Kesalahan
1,000 4,651 4,651 0,051 4,702 4,052 0,650

1,100 4,651 4,228 0,062 4,290 4,052 0,238

1,150 4,651 4,044 0,067 4,112 4,052 0,060

1,168 4,651 3,982 0,070 4,052 4,052 0,000

1,160 4,651 4,009 0,069 4,078 4,052 0,026

1,158 4,651 4,016 0,068 4,085 4,052 0,033

Maka didapat :
V1 = 1,168 m/det
d1 = 3,982 m
hv1 = 0,070 m
E1 = 4,052 m

Dimana :
d1 = tinggi air terendah pada kolam olakan (m)
v1 = kecepatan aliran pada punggung bendung (m/det)
hv1 = tinggi kecepatan (m)
E1 = tinggi energi (m)

D. Tinggi energi (air tertinggi ) pada kolam olakan


v1
Fr =
√g×d1
1,168
=
√9,81×3,982
= 0,186
𝑑1
d2 = [√(1 + 8𝐹𝑟 2 ) − 1]
2
3,982
= × [√(1 + 8 × (0,1862 ) − 1]
2

= 1,047

44
(sumber: Kriteria Perencanaan - 02)

Gambar 3.3 Bendung dengan 1 Pintu Penguras

3.5 BENTUK MUKA BENDUNG


3.5.1 Menentukan Bagian Up Stream (muka) Bendung
Untuk menentukan bentuk penampang kemiringan bendung bagian hulu,
ditetapkan berdasarkan parameter seperti H dan P, sehingga akan diketahui kemiringan
bendung bagian up stream seperti ketentuan tabel 3.6
Data :
H = 1,597 m
P =3m
P = 3 = 1,878 m
H 1,597

Tabel 3.6 Nilai P/H untuk kemiringan muka bendung

P/H Kemiringan
<4,00 1:1
0,40-1,00 3:1
1,00-1,50 3:2
>1,50 Vertikal
(sumber: Kriteria Perencanaan - 02)

45
Dari tabel 3.6 untuk P/H = 1,878 diperoleh kemiringan muka bendung adalah
vertikal. Bentuk mercu yang dipilih adalah mercu Ogee. Bentuk mercu Ogee tidak akan
memberikan tekanan sub atmosfer pada permukaan mercu sewaktu bendung
mengalirkan air pada debit rencana, karena mercu Ogee berbentuk tirai luapan bawah
dari bendung ambang tajam aerasi. Untuk debit yang rendah, air akan memberikan
tekanan ke bawah pada mercu.
Dari buku Standar Perencanaan Irigasi KP-02 Hal 100 Gambar 4.9, untuk
bendung mercu Ogee dengan kemiringan 3 :02, pada bagian up stream diperoleh nilai :

X0 = 0,175 H = 0,175 × 1,815 = 0,318 m


X1 = 0,282 H = 0,282 × 1,815 = 0,512 m
R0 = 0,5 H = 0,5 × 1,815 = 0,908 m
R1 = 0,2 H = 0,2 × 1,815 = 0,363 m

3.5.2 Menentukan bagian Down Stream (belakang) bendung


Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, U.S.Army Corps of
Engineers mengembangkan persamaan sebagai berikut :
Dimana :
Nilai k dan n tergantung kemiringan up stream bendung.

Harga – harga k dan n adalah parameter yang ditetapkan dalam Tabel di bawah.

x dan y adalah koordinat – koordinat permukaan down stream.

H adalah tinggi air di atas mercu bendung.

Tabel 3.7 Nilai K dan N untuk berbagai kemiringan


Kemiringan
k
Permukaan N
1:1 1,873 1,776
3:1 1,936 1,836
3:2 1,939 1,810
Vertikal 2,000 1,85
(Sumber : Standart KP – 02 Hal 47)

Bagian up stream : Vertikal


Dari tabel di atas diperoleh : k = 1,936 ; n = 1,836Nilai k dan n disubstitusi ke
dalam persamaan (1) didapat persamaan down stream
X² = K . H⁽ ⁿ⁻¹⁾. Y

46
𝑋1,836 = 2 × 1,936(1,836−1) × 𝑌

𝑋1.836 = 3,474 y

Y = 𝑋1,836 / 3,474 y

Y = 0,288𝑋1,836

3.6 PENGARUH PEMBENDUNGAN TERHADAP ELEVASI MUKA UDIK


BENDUNG
3.6.1 Menentukan Koordinat Titik Singgung antara Garis Lengkung dengan
Garis Lurus sebagian Hilir Spillway

A. Kemiringan Bendung bagian down stream (kemiringan garis lurus)


dy / dx = ( 3: 1 )
B. Persamaan parabola = y = 0,288𝑋1,836
Turunan Pertama Persamaan tersebut
y = 0,288𝑋1,836
dy / dx = 0,288.1,836𝑋1,836
dy/ dx = 0,528497𝑋1,836

Kemiringan 3 : 1

Dx / Dy = Dy / Dx = 3

= tag Φ = 3 / 1

3 = 0,528497𝑋1,836
𝑋1,836 = 3 / 0,528497
Xͼ = 5,676475 M
Y = 𝑋1,836
Y = 0,288 . (5,676)1,836
yͼ = 6,979 M

Diperoleh koordinat titik singgung Xͼ,Yͼ = (5,676 ; 6,979) m jadi perpotongan garis
lengkung dan garis lurus terletak pada jarak :
y = 5,676 m dari puncak spillway
x = 6,979 m dari sumbu spillway

47
3.6.2 Menghitung Kedalaman Dan Kecepatan Di Belakang Mercu Bendung
A. Menghitung Kedalaman Di Belakang Mercu Bendung/Hulu Olakan
Diketahui :
Qd = 38,20 (m3/dtk)

Bb = 8,40 m

A1 = Bb x d1

A1 = Qd/V1
Persamaan (1) = (2), sehingga didapat :

3.7 LANTAI MUKA


Untuk mencari panjang lantai muka, maka yang menentukan adalah ΔH terbesar.
ΔH terbesar ini biasanya terjadi pada saat air muka setinggi mercu bendung, sedangkan
di belakang bendung adalah kosong. Seberapa jauh lantai muka ini diperlukan, sangat
ditentukan oleh garis hidraulik gradien yang digambar kearah up stream dengan titik ujung
belakang bendung sebagai titik permulaan dengan tekanan sebesar nol. Miring garis
hidraulik gradien disesuaikan dengan kemiringan yang diijinkan untuk suatu tanah dasar
tertentu, yaitu dengan menggunakan Creep Ratio (c).

Berdasarkan teori Bligh, prosedur mencari panjang apron dengan hidroulik


gradient ini menggunakan perbedaan tekanan sepanjang garis aliran.

48
Gambar 3.4 Creep Line Rencana

3.7.1 Menentukan Panjang Lantai Muka dengan Rumus BLIGH

Δ𝐻 = 𝐿𝑐
L = c . ΔH
Dimana :
ΔH = Beda Tekanan
L = Panjang Creep Line
c = Creep Ration (diambil c = 7,0, untuk pasir halus)
ΔH ab = 0,8/7 = 0,114
ΔH bc = 0,5/7 = 0,071
ΔH cd = 0,5/7 = 0,071
ΔH de = 1,8/7 = 0,257
ΔH ef = 0,5/7 = 0,071
ΔH fg = 0,5/7 = 0,071
ΔH gh = 0,5/7 = 0,071
ΔH hi = 2/7 = 0,286
ΔH ij = 0,5/7 = 0,071
ΔH = 1,083

L = ΔH . c
= 1,083 . 7
= 7,581 m
Faktor keamanan =2m

49
Jadi L = 7,581 + 2 m = 9,581 m
Menghitung kemiringan garis hidraulic gradien
α = tan-¹ ΔH jk/Ljk

= tan-¹ 0,792 / 5,35

=15,49 º

Jadi sudut yang dibentuk garis Hidraulic Gradient adalah ,15,49º

3.7.2 Menghitung panjang Lantai Muka Total

Panjang lantai muka total = Panjang lantai muka + Angka keamanan


= 7,581 + 2 m
= 9,581
Jadi panjang lantai muka total adalah 9,581 m

3.7.3 Menentukan Panjang Creep Line

Panjang horizontal (Lh ) = 2,5 + 1,5 + 1 + 2 + 16,28 + 0,5


= 23,78 m
Panjang vertical (Lv) = 3 + 2 + 1 + 1 + 2 + 0,62 + 1 = 10,62 m

Panjang Total Creep Line (ΣL) = Lh + Lv


= 19,15 + 10,62

= 29,77 m

Kontrol :

ƩL≥ ΔH × c
29,77 ≥3,2 × 5
29,77 ≥13 ( Konstruksi aman dalam tekanan air )

3.7.4 Pengujian Creep Line ada dua cara yaitu :

a. teori Bligh
L = Cc × Hb

Dimana L = Panjang creep line yang diijinkan

50
Cc = Koefisien Bligh (Cc diambil 5 )
Hb = Beda tinggi muka air
Hb = P +H - dᶟ
= 3,85 + 1,815 – 2,14675
= 3,51825 ≈ 3,52 m
sehingga L = Cc ˣ Hb
= 5 ˣ 3,52
= 17,6 m
Syarat : L < ΣL
17,6 m < 31,1944 m ……………………..(OK).
b. Teori Lane
L = Cw ˣ Hb
Dimana : Cw adalah koefisien lane (Cw diambil 3)
Sehingga : L = Cw ˣ Hb
= 3 ˣ 3,52
= 10,56 m
Ld = Lv + 1/3 ˣ Lh
= 11,62 + 1/3 ˣ 19,5744
= 18,1448 m
Syarat : L < Ld
10,56 m < 18,1448 m ……………….......(OK).

51

Anda mungkin juga menyukai