Proposal Skripsi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 88

PROPOSAL SKRIPSI

PERENCANAAN SISTEM DRAINASE JALAN PEGUNUNGAN


BERWAWASAN LINGKUNGAN DI JALUR LINTAS BARAT
(JALINBAR) KOTA BATU

Disusun sebagai syarat meraih Gelar Sarjana Sains Terapan (SST)


Politeknik Negeri Malang

Disusun oleh :

BOBBY ASUKMA JAYA R


NIM: 1141320019

PROGRAM SARJANA SAINS TERAPAN

MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI

JURUSAN TEKNIK SIPIL

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2015
2

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perubahan iklim yang terjadi akhir – akhir ini merupakan salah satu dampak
dari pemanasan global (global warming). Perubahan iklim yang ekstrim sering
kali mengakibatkan terjadinya bencana seperti banjir pada musim hujan dan
kekeringan pada musim kemarau. Hal tersebut turut diperparah pula oleh semakin
rendahnya kemampuan tanah dalam meresapkan air sebagai akibat dari
berkurangnya daerah resapan air dipermukaan tanah. (Kusnaedi , 2011)

Kota Wisata Batu berkembang menjadi kota yang besar pada 5 tahun
terakhir ini, hal ini disebabkan karena pesatnya perkembangan pariwisata dan
didukung dengan cuaca yang sejuk. Maka dari itu pemerintah Kota Batu
mencanangkan untuk membangun jalur yang memotong wilayah kota bagian
barat atau dikenal dengan nama lain Jalur lintas barat ( Jalinbar ) Kota Batu,
Jalinbar dibangun untuk mengurangi kemacetan dan sekaligus menjadi jalur
untuk mempercepat akses masyarakat yang akan menuju wilayah Pujon ,
Kasembon , maupun Kediri .

Menurut dinas Bina Marga Kota Batu pada tahun 2014, jalur tersebut sudah
terealisasi 80% , badan jalan dan sebagian rambu lalu lintas sudah terealisiasi,
namun drainase jalan dan penerangan jalan umum (PJU) masih belum terealisasi
pada jalan yang membentang sepanjang 2,6 kilometer dan mempunyai lebar jalan
antara 7 – 8 meter .

Pada perencanaan sistem drainase jalan akan berkaitan erat dengan site
plan jalan, aligment vertical-horizontal jalan, superelevasi jalan, dan elevasi

1
1
2

permukaan jalan. Tujuannya adalah untuk mengalirkan limpasan air yang


terjadi di permukaan jalan secara grafitasi dan dibuang melalui saluran
drainase yang telah ada (eksisting) atau yang belum ada (non-eksisting)
menuju saluran pembuang akhir (outlet) .

Jalinbar berbatasan langsung dengan kaki gunung Panderman yang jika


tidak direncanakan drainasenya maka air limpasan dari atas bukit akan menggerus
badan jalan sehingga menyebabkan kerusakan dan juga membuat pengguna jalan
menjadi tidak nyaman. Oleh karena itu, perlu direncanakan suatu sistem
pengelolaan air limpasan yang terjadi, sehingga air limpasan tidak
menggenangi daerah sekitar dan langsung masuk ke saluran-saluran drainase
yang ada .

Namun tidak hanya perencanaan drainase yang menjadi permasalahan,


perencanaan drainase konvensional yang mempunyai prinsip membuang langsung
secepat – cepatnya air limpasan menuju sungai, menjadi permasalahan yang baru
karena akan membuat meningkatnya aliran permukaan langsung sekaligus
menurunkan kadar air yang meresap kedalam tanah. Akibatnya distribusi air yang
semakin timpang antara musim penghujan dan musim kemarau, debit banjir
meningkat dan ancaman kekeringan semakin nyata . Baik bencana banjir maupun
kekeringan telah menimbulkan kerugian yang sangat besar , bahkan tidak hanya
kerugian harta benda (material), tetapi juga kerugian jiwa . (Suripin, 2004)

Maka perlu direncanakan sistem drainase yang berwawasan lingkungan


(ekodrainase) , apalagi Kota Batu adalah kota yang berada dihulu jalannya air,
sehingga perlu banyak air yang diresap kembali ke tanah agar kota – kota yang
berada dibawah / hilir tidak terkena dampak banjir .

Salah satu sistem ekodrainase yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut
adalah dengan membuat sumur resapan air, karena sistem ini sangat mudah dan
tidak membutuhkan banyak lahan .
3

Gambar 1.1 : Kondisi Eksisting Jalinbar Wilayah Kecamatan Junrejo

Gambar 1.2 : Kondisi Eksisting Jalinbar Wilayah Kecamatan Batu


4

1.2 Rumusan Masalah


Dari uraian latar belakang tersebut maka timbul suatu permasalah yang akan
Direncanakan solusinya, permasalahan – permasalahan tersebut adalah :
1. Berapakah besar debit limpasan yang terjadi di Jalur lintas barat Kota
Batu ?
2. Berapakah dimensi saluran yang dibutuhkan untuk dapat menampung
debit limpasan di Jalur lintas barat Kota Batu ?
3. Berapakah dimensi sumur resapan yang dibutuhkan di Jalur lintas barat
Kota Batu?
4. Berapakah biaya (RAB) yang dibutuhkan untuk membangun drainase
jalan di Jalur lintas barat Kota Batu ?
5. Bagaimana jadwal pelaksanaan pekerjaan yang diperlukan untuk
pembangunan di jalur lintas barat Kota Batu ?
6. Bagaimana metode pelaksanaan yang tepat untuk digunakan dalam
pembangunan drainase di jalur lintas barat Kota Batu ?

1.3 Batasan Masalah


Untuk memberikan arah yang jelas sesuai dengan tujuan penelitian,
dilakukan pembatasan pada analisis dan pembahasannya, dengan lingkup
sebagai berikut :
1. Batas daerah tinjauan :
- Jalur lintas barat (Jalinbar) Kota Batu sepanjang 2,6 Km, mulai dari
Kecamatan Junrejo hingga Kecamatan Batu .
2. Batasan substansi :
- Berkisar pada perencanaan drainase , perencanaan sumur resapan
dan manajemen konstruksi pembangunan drainase .
5

1.4 Tujuan
1. Untuk mengetahui debit limpasan yang terjadi di Jalur lintas barat Kota
Batu .
2. Mengetahui dimensi drainase jalan yang tepat untuk digunakan di
Jalur lintas barat Kota Batu .
3. Mengetahui letak dan desain sumur resapan yang tepat untuk digunakan
di Jalur lintas barat Kota Batu .
4. Mengetahui biaya (RAB) yang dibutuhkan dalam pembangunan
drainase pada Jalur lintas barat Kota Batu.
5. Mengetahui jadwal pelaksanaan pekerjaan pada pembangunan drainase
di Jalur lintas barat Kota Batu .
6. Mengetahui metode konstruksi yang tepat dalam pembangunan drainase
di Jalur lintas barat Kota Batu .

1.5 Manfaat

Sebagai bahan masukan kepada pemerintah perihal drainase jalan Jalinbar


agar :

1. Dapat memenuhi kenyamanan pengguna jalan dengan baik.


2. Menjaga agar jalan tetap awet karena terhindar dari pengaruh limpasan
air yang besar .
3. Dapat mengurangi debit air menuju sungai karena sebagian terserap
kembali menuju tanah .
6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pentingnya Drainase

2.1.1 Pengertian Drainase

Kata drainase berasal dari kata drainage yang artinya mengeringkan atau
mengalirkan. Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani
persoalan kelebihan air baik kelebihan air yang berada di atas permukaan tanah
maupun air yang berada di bawah permukaan tanah. Kelebihan air dapat
disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi atau akibat dari durasi hujan yang
lama. Secara umum drainase didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan
(Wesli, 2008:1).

Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan jalan (perencanaan infrastruktur khususnya). Berikut beberapa
pengertian drainase, Menurut Dr. Ir. Suripin, M.Eng. (2004:7) drainase
mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara
umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi
untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau
lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan
sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan
salinitas. Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak
diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang
ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. (Suhardjono, 1948:1)

6
7

Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari
prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini
berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan
dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga
berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk
memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.

2.1.2 Drainase Jalan Raya


Menurut Halim Hasmar ( 2011 : 89 ) drainase jalan raya dibedakan untuk
perkotaan dan luar perkotaan. Umumnya di perkotaan dan luar perkotaan,
drainase jalan raya selalu mempergunakan drainase muka tanah (suface drainage).
Diperkotaan saluran muka tanah selalu ditutup sebagai bahu jalan atau trotoar.
Walaupun juga sebagaimana di luar perkotaan, ada juga saluran drainase muka
tanah yang tidak ditutup , terbuka lebar dengan sisi atats saluran rata dengan muka
jatan, sehingga air dapat masuk saluran dengan bebas.
Pada hakekatnya drainase jalan (saluran tepi jalan) di perkotaan maupun
di luar kota tidak ada perbedaan yang sangat prinsip, yaitu, drainase jalan harus
berfungsi sebagai saluran permukaan untuk mengalirkan air dari permukaan
(badan) jalan, dengan asumsi menampung luasan daerah tangkapan air (catchmen
area)dalam lingkungan sekitarnya yang terbatas, termasuk drainase pada lereng
atau bukit yang berada di sisi jalan. Drainase jalan juga merupakan bagian dari
ruang manfaat jalan (rumaja) atau dalam ruang milik jalan (rumija), serta
kemungkinan pada ruang pengawasan jalan (ruwasja); dan pada keadaan tertentu
dapat dibangun dan difungsikan drainasedi bawah permukaan jalan yang biasa
disebut saluran subsurface drain.
Prinsip utamanya adalah menyediakan fasilitas berupa saluran dan
bangunan pelengkapnya, yang dapat di tempatkan pada kedua sisi (tepi) jalan, dan
atau pada median jalan, dan atau pada bangunan saluran yang di bawah badan
(permukaan) jalan, yang berfungsi bagi pengaliran air hujan yang turun di sekitar
permukaan atau badan jalan (daerah tangkapan terbatas) dengan lebih cepat (tidak
8

terjadi genangan air), dan atau ada air bawah tanah yang harus dialirkan; sehingga
kerusakan (struktur/badan) jalan, seperti jalan berlubang, jalan amblas yang dapat
membahayakan lalu lintas dapat dihindari, dan jalan terpelihara secara struktur
dan berfungsi dengan baik.
Secara sederhana, gambaran pada kondisi di lapangan menunjukan
bahwa, kerusakan dan kelicinan jalan (jalan berlumpur), dapat mengakibatkan
gangguan terhadap lalu lintas, seperti kemacetan dan bahkan terjadi kecelakaan
lalu lintas, yang akan menimbulkan banyak kerugian baik material (ekonomi
moneter) maupun moril, bagi pengguna jalan (lalu lintas) maupun masyarakat dan
lingkungannya (Sailendra, 2011:1) .

2.1.3 Sistem Drainase Jalan dan Pendekatan Lingkungan


Menurut Sailendra (2011:4) konsep drainase jalan yang berwawasan
lingkungan dapat diskenariokan sebagai berikut yaitu pada intinya air hujan yang
jatuh ke badan jalan harus secepatnya dialirkan ke saluran tepi jalan untuk
menghindari tergenangnya air di permukaan jalan, sedemikian rupa dan
diupayakan untuk diteruskan dan disalurkan ke badan air yang bersifat sebagai
bangunan penahan air (kolam), kemudian ke saluran pembuangan /sunga dan atau
ke dalam bangunan sumur peresapan air (sumur resapan) .
Pemikiran yang ada selama ini adalah, bahwa air yang jatuh ke permukaan
jalan (daratan), semuanya (sebagian besar) harus dibuang sesegera mungkin ke
saluran pembuang (sungai), dan terus ke laut, karena dianggap tidak akan
memberi manfaat bagi kehidupan, bahkan dianggap dapat menjadi ancaman
banjir. Dengan konsep pendekatan lingkungan tersebut, maka pemikiran lama
yang masih ada harus dihilangkan dan sebaliknya justru harus diusahakan dan
dipikirkan agar air yang jatuh di atas permukaan jalan/tanah tersebut dapat
dikelola dan dimanfaatkan serta dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam
upaya mengurangi atau mengendalikan banjir, dan juga sekaligus diharapkan
dapat mengisi cadangan air tanah dengan cepat (termasuk untuk mengontrol
kualitas dan kuantitas air tanah), agar menuju keberlangsungan kehidupan yang
lebih baik sekarang dan dikelak dikemudian hari. Menurut para ahli/pengamat
9

masalah lingkungan, yang disampaikan pada beberapa media cetak/elektronik


menyatakan bahwa tinggi muka air tanah di beberapa kota besar di Indonesia
cenderung terus mengalami penurunan yang signifikan setiap tahunnya, selainitu,
indikasi di lapangan menunjukan bahwa dikebanyakan sumur penduduk dalam
kedalaman tertentu lebih cepat kering pada saat musim kemarau baru tiba, atau
sumurnya harus segera diperdalam. Artinya persediaan cadangan air tanah telah
berkurang dan dapat dianggap telah menjadi suatu masalah baru bagi
ketersediaanair bersih dan sehat kehidupan masyarakat perkotaan, apalagi
penyediaan air minum (air bersih) oleh pemerintah kota belum sepenuhnya dapat
dilayani dengan baik. Belum lagi, kolam-kolam penampungan air hujan di
kawasan perkotaan makin berkurang bahkan hilang atau diganti peruntukannya
sebagai kawasan hunian untuk perumahan/perdagangan atau peruntukan lainnya.
Sehingga dianggap menghilangnya tempat rekreasi, dan tempat nyaman di
wilayah perkotaan bagi warganya.
Karena itu, sebagai salah satu upaya untuk dapat memenuhi cadangan air
tanah bagi kebutuhan penduduk dimasa sekarang maupun dimasadepan, serta
sekaligus berfungsi untuk mengendalikan banjir, maka konsep penanganan yang
strategis dan berpotensi adalah melalui penerapan drainase jalan yang berwawasan
lingkungan, dan merupakan wujud dari konsistensi penegasan terhadap
keberfungsian dan kebermanfaatan dari keberadaan sistem drainase jalan yang
berwawasan lingkungan.

2.1.4 Sejarah Perkembangan Drainase


Menurut Halim Hasmar (2011:2) drainase awalnya tumbuh dari kemampuan
manusia mengenali lembah – lembah sungai yang mampu mendukung kebutuhan
pokok hidupnya. Kebutuhan pokok tersebut berupa ketersediaan air bagi
keperluan rumah tangga, pertanian, petenakan, perikanan, transportasi dan
kebutuhan sosial budaya .
Siklus ketersediaan / keberadaan air, terjadinya ketersediaan air secara
berlebih untuk sehari – harinya dan terjadi buangan air dari penggunaan yang
mengganggu lingkungan. Berangkat dari kesadaran akan arti kenyaman hidup
10

sangat tergantung pada kondisi lingkungan, maka manusia mulai mengatur


lingkungan.
Harus diakui bahwa pertumbuhan dan perkembangan ilmu drainase
dipengaruhi oleh perkembangan ilmu hidrolika, matematika, statistika, fisika,
kimia, komputasi dan bahkan juga ilmu ekonomi dan sosial budaya sebagai ibu
pengasuhnya pertama kali.

2.1.5 Jenis Drainase


Berikut adalah jenis drainase menurut Halim Hasmar (2011 : 3) :
a. Menurut sejarah terbentuknya
1. Drainase alamiah ( Natural Drainage)
Terbentuk secara alami, tidak ada unsur campur tangan manusia .
2. Drainase Buatan ( Artifical Drainage )
Dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainasi , untuk menentukan debit akibat
hujan, kecepatan resapan air dalam lapisan tanah dan dimensi saluran .

Gambar 2.1 : Contoh Drainase Buatan


b. Menurut letak saluran
1. Drainase muka tanah ( Surface Drainage )
2. Drainase bawah tanah ( Sub Surface Drainage )
c. Menurut Fungsi Drainase
1. Single Purpose
Saluran berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja .
2. Multy Purpose
Saluran berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan, baik secara
bercampur maupun bergantian.
11

d. Menurut Konstruksi
1. Saluran Terbuka
Saluran untuk air hujan yang terletak di area yang cukup luas . Juga untuk
saluran air non hujan yang tidak mengganggu kesehatan lingkungan .
2. Saluran Tertutup
Saluran untuk air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan , juga
untuk saluran dalam kota .

2.1.6 Fungsi Drainase Jalan

Fungsi /tujuan drainase jalan raya menurut Tim Gunadarma ( 2001 : 103 ),
diantaranya sebagai berikut :

a. Mencegah terkumpulnya air hujan (genangan) yang dapat mengganggu


transportasi
b. Menjaga kadar air tanah badan / pondasi jalan tersebut berumur panjang .
c. Mencegah berkurangnya kekuatan bahan – bahan penutup .
d. Mengurangi berubah – ubahnya volume tanah dasar.
e. Mencegah kerusakan karena hasilnya pasir halus pada perkerasan rigid
dan mencegah timbulnya gelombang pada perkerasan fleksibel .
f. Mencegah erosi tanah
g. Mencegah kelongsoran lereng.
h. Menambah keindahan kota.

2.2 Analisa Hidrologi

Hidrologi adalah suatu ilmu yang mempelajari seluk beluk air, kejadian
dan distribusinya, sifat fisik dan sifat kimianya, serta tanggapannya terhadap
perilaku manusia (Chow, 1964) dengan pengertian seperti itu berarti ilmu
hidrologi mencakup hampir semua masalah yang terkait dengan air, meskipun
kemudian dalam perkembangannya ilmu hidrologi lebih berorientasi pada suatu
bidang tertentu saja.
12

2.2.1 Siklus Hidrologi


Menurut Halim Hasmar (2011: 9) siklus hidrologi adalah proses yang
diawali oleh evaporasi / penguapan kemudian terjadinya kondensasi dari awan
hasil evaporasi . Awan terus terproses , sehingga terjadi salju dan atau hujan ada
yang mengalir di permukaan tanah, sebagian air run off dan sebagian infiltrasi /
meresap kedalam lapisan tanah. Besarnya run off dan infiltrasi tergantung pada
parameter tanah atau jenis tanah dengan pengujian tanah di laboratorium. Air run
off mengalir di permukaan muka tanah kemudian kepermukaan air di laut, danau ,
sungai . Air infiltrasi meresap kedalam lapisan tanah , akan menambah tinggi
muka air tanah didalam lapisan tanah , kemudian juga merembes didalam tanah
kearah muka air terendah , akhirnya juga kemungkinan sampai di laut , danau ,
sungai . Kemudian terjadi lagi proses penguapan .

Gambar 2.2 : Siklus Hidrologi ( Budi, 2007 )


13

2.2.2 Analisa Curah Hujan Rencana Rerata Daerah

Terdapat 3 cara perhitungan pengolahan data curah hujan, yaitu dengan cara:

1. Cara rata – rata aljabar


2. Metode Thiessen
3. Metode Ishoyet

Data curah hujan yang digunakan adalah curah hujan jangka pendek
misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman, kalau tidak ada
data curah hujan jangka pendek menggunakan data curah hujan harian, data curah
hujan ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait. Pada studi
ini data curah hujan yang diperoleh adalah data curah hujan harian. Selanjutnya
dianalisis curah hujan harian maksimum rata-rata dengan metode Poligon
Thiessen, dimana metode ini mempertimbangkan daerah pengaruh tiap titik
pengamatan stasiun hujan. Curah hujan harian maksimum rata-rata dihitung
dengan persamaan :

......................................................................(2.1)

Dengan :

R = curah hujan harian maksimum rata – rata

R1,R2,......Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan stasiun hujan

A1,A2,.....An = luas bagian daerah yang mewakili luas titik pengamatan


14

Gambar 2.3 : Contoh Poligon Thiessen (Soemarto, 1999)

2.2.3 Uji Konsistensi

Adapun tujuan dilakukannya uji konsistensi adalah sebagai berikut,

1. Menguji kebaran data curah hujan yang didapat.


2. Mengidentifikasi apakah data curah hujan yang didapat memenuhi syarat
dan layak digunakan.
Data hujan disebut konsisten apabila data yang terukur dan dihitung adalah
teliti dan benar serta sesuai dengan fenomena saat hujan itu terjadi. Data tidak
konsisten, disebabkan:

1. Penggantian jenis dan spesifikasi alat

2. Perkembangan lingkungan sekitar pos hujan

3. Pemindahan lokasi pos hujan


15

Dalam menganalisa kebenaran atau kekonsistenan suatu data curah hujan,


dapat dilakukan beberapa metoda antara lain :

1. Observasi lapangaan.

2. Observasi ke kantor pengolahan data

3. Membandingkan data hujan dengan data untuk iklim yang sama

4. Analisis kurva massa ganda

5. Analisis statistik

Metode yang digunakan dalam uji konsistensi lebih banyak menggunakan


metoda analisis kurva massa ganda (double-mass curve) dengan membandingkan
nilai akumulasi hujan tahunan pada pos yang bersangkutan dengan nilai
akumulasi hujan rata-rata tahunan suatu kumpulan stasiun di sekitarnya.
Analisis kurva massa ganda ini dilakukan berdasarkan prinsip bahwa
setiap pencatatan data yang berasal dari populasi yang sekandung akan konsisten,
sedangkan yang tidak sekandung tidak konsisten dan akan terjadi penyimpangan.
Apabila terdapat perubahan dalam trend data, maka perubahan tersebut perlu
dikoreksi agar tetap konsisten.
Tahapan tes konsistensi adalah sebagai berikut:
1. Sejumlah stasiun dalam wilayah iklim yang sama diseleksi sebagaistasiun
dasar (pembanding). Rerata aritmatika dari semua stasiun dasar dihitung
untuk setiap tahun yang sama. Rerata tersebut kemudian ditambahkan mulai
dari tahun awal pengamatan (akumulasi). Demikianpula curah hujan pada
stasiun hujan yang akan dianalisis trend-nya. Kemudian titik-titik akumulasi
curah hujan stasiun dasar dan stasiun utama diplot pada kurva massa ganda.
2. Pada kurva massa ganda, titik-titik yang tergambar akan berdeviasi disekitar
garis trend. Jika ada data yang terlalu jauh menyimpang maka dikatakan
data tersebut tidak mengikuti trend sehingga data tersebut perlu dikoreksi.
16

2.2.4 Analisa Curah Hujan Rencana

Hujan rancangan merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam


kala ulang tertentu sebagai hasil dari rangkaian analisis hidrologi yang biasa
disebut analisis frekuensi curah hujan. Analisis frekuensi sesungguhnya
merupakan prakiraan dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa
hidrologi dalam bentuk hujan rancangan yang berfungsi sebagai dasar perhitungan
perencanaan hidrologi untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi.
Analisis frekuensi ini dilakukan dengan menggunakan teori probability
distribution, antara lain Distribusi Normal, Distribusi Log Normal, Distribusi Log
Person Tipe III dan Distribusi Gumbel ( Harto, 1993 ).

Berikut ini adalah metode yang dapat digunakan untuk menghitung hujan rencana
yaitu antara lain :

1. Metode Distribusi Normal

Langkah – langkah dalam perhitungan curah hujan rencana berdasarkan


perhitungan Distribusi Normal adalah sebagai berikut (Suripin, 2003) :

Dengan menggunakan persamaan :

XT = Xbar + KTS ...............................................................................(2.2)

𝑋𝑡 −𝑋𝑏𝑎𝑟
KT = ..............................................................................(2.3)
𝑆

Dimana :

XT = Perkiraan nilai dengan periode ulang T- tahunan

Xbar = Nilai rata – rata

Kr = Nilai kala ulang

S = Deviasi standar
17

2. Metode Distribusi Gumbel

Faktor frekuensi untuk penentuan distribusi ini dapat dihitung dengan


mempergunakan persamaan sebagai berikut :

1. Besarnya curah hujan rata – rata :


∑𝑋
Xbar = ......................................................(2.4)
𝑛
2. Standar deviasi dengan rumus :

∑(𝑋−𝑋𝑏𝑎𝑟)2
Sd =√ ......................................................(2.5)
𝑛−1

3. Menghitung besarnya curah hujan untuk periode ulang t tahun dengan


rumus :
(𝑌𝑡−𝑌𝑛)
Xt = Xbar + 𝑥 𝑆𝑑 .................................................(2.6)
𝑆𝑛

Dimana :

Xt = Besarnya curah hujan untuk t tahun (mm)

Yt = Besarnya curah hujan rata – rata untuk t tahun (mm)

Yn = Reduce mean deviasi berdasarkan sampel n

Sn = Reduce standar deviasi berdasarkan sampel n

n = Jumlah tahun yang ditinjau

Sd = Standar deviasi (mm)

Xbar = Curah hujan rata – rata (mm)

X = Curah hujan maksimum (mm)


18

Tabel 2.1: Penetapan Nilai Yn (J.Nemec, 1972)


19

Tabel 2.2 : Penetapan Nilai Sn (J.Nemec, 1972)


20

3. Metode Log-Pearson Type III

Berikut ini adalah langkah – langkah perhitungan dalam perhitungan curah


hujan rencana menurut (Soemarto, 1999) :

a. Data hujan harian maksimum tahunan sebanyak n tahun diubah dalam


bentuk logaritma .
b. Menghitung rata – rata logaritma dengan rumus :
∑𝑛
𝑖=1 𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑖
Log Xbar = ..................................(2.7)
𝑛
c. Menghitung simpangan baku dengan rumus :

∑(𝐿𝑜𝑔 𝑥𝑖−𝐿𝑜𝑔 𝑋𝑏𝑎𝑟)2


S =√ ..................................(2.8)
𝑛−1

d. Menghitung logaritma hujan rancangan dengan kala ulang tertentu


dengan rumus :
Log XT =Log Xbar + K.Si ..................................(2.9)
e. Menghitung antilog XT untuk mendapatkan curah hujan rancangan
dengan kala ulang tertentu atau dengan membaca grafik pengeplotan XT
dengan peluang pada kertas logaritma.

2.2.5 Pemilihan Jenis Distribusi

Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi :


Parameter nilai rata-rata ( X bar ), simpanagan baku (Sd), koeffisien fariasi (Cv),
koefisien kemiringan (Cs), dan koefisien kurtosis (Ck). Perhitungan parameter
tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian maksimum, paling
sedikit data 10 tahun terakhir. Untuk memudahkan perhitungan proses analisis
dilakukan secara matriks dengan menggunakan tabel, sedangkan rumus yang
digunakan adalah :
21

........................................................................................................(2.10)

.............................................(2.11)

...............................(2.12)

Dimana :

Xbar : tinggi hujan harian maksimum rata – rata selama n tahun.

∑x : jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun

n : jumlah tahun pencatatan data hujan

Sd : simpangan baku ; Cv = koefisien variasi .

Cs : koefisien kemiringan ; Ck = koefisien kurtosis .

Penentuan jenis sebaran akan digunakan untuk analisis frekuensi dilakukan


dengan beberapa asumsi menurut Harto (1993), sebagai berikut:

• Jenis sebaran Normal, apabila Cs = 0 dan Ck = 3.

• Jenis sebaran Log Normal, apabila Cs ( lnx ) = 0 dan Ck (lnx) = 3.

• Jenis sebaran Log Pearson type III, apabila Cs (lnx) > 0 dan

Ck (lnx) = 1½(Cs(lnx)²)² + 3.

• Jenis sebaran Gumbel, apabila Cs= 1,1,4 dan Ck = 5,40


22

2.2.6 Uji Kesesuaian Distribusi


Menurut Kamiana (2010:36) uji distribusi probabilitas dimaksudkan untuk
mengetahui apakah persamaan distribusi probabilitas yang dipilih dapat mewakili
distribusi statistik sampel data yang dianalisis.
Berikut ini adalah cara pengujuan distribusi probabilitas dengan metode
Chi-kuadrat (x2) menurut Kamiana (2010:36) :
Rumus yang digunakan dalam perhitungan dengan metode Chi-kuadrat
adalah sebagai berikut :
(𝑂𝑓 𝐸𝑓)2
X2 = ∑𝑛𝑖=1 ..................................................(2.13)
𝐸𝑓

Dengan :

X2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung

Ef = Frekuensi yang diharapkan sesuai dengan pembagian kelasnya

Of = Frekuensi yang diamati pada kelas yang sama

N = Jumlah sub kelompok

Derajat nyata atau derajat kepercayaan (α) tertentu yang sering diambil
adalah 5% . Derajat kebebasan (Dk) dihitung dengan rumus :

Dk = K – (p+1) ..................................................(2.14)

K = 1 +3,3 log n ..................................................(2.15)

Dengan :

Dk = Derajat kebebasan

P = Banyaknya parameter, untuk uji Chi-Kuadrat adalah 2

K = Jumlah kelas distribusi

n = Banyaknya data
23

Selanjutnya distribusi probabilitas yang dipakai untuk menentukan curah


hujan rencana adalah distribusi probabilitas yang mempunyai simpangan
maksimum terkecil dan lebih kecil dari simpangan kritis, atau dirumuskan sebagai
berikut :

X2 > X2er ..................................................(2.16)

Dengan :

X2 = Parameter Chi-Kuadrat terhitung .

Xer = Parameter Chi-Kuadrat kritis (Tabel 2.3)

Tabel 2.3 : Nilai Parameter Chi-Kuadrat Kritis (Soewarno, 1995)


24

2.2.7 Analisa Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu.
Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya
cenderung makin tinggi dan makin bersar periode ulangnya makin tinggi pula
intensitasnya Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya
data hujan harian maka intensitas hujan dapat dihitung dengan Persamaan
Mononobe :

........................................................................(2.17)

I = intensitas hujan (mm/jam).


R24 = curah hujan maksimum dalam sehari (mm).
t = lamanya hujan (jam).

2.3 Analisa Debit Rencana

Berikut adalah perhitungan debit rencana menurut pedoman perencanaan


sistem drainase jalan tahun 2006 , oleh Departemen Pekerjaan Umum :

2.3.1 Luas Daerah Layanan (A)

a. Perhitungan luas daerah layanan didasarkan pada panjang segmen jalan


yang ditinjau.
b. Luas daerah layanan (A) untuk saluran samping jalan perlu diketahui
agar dapat diperkirakan daya tampungnya terhadap curah hujan atau
untuk memperkirakan volume limpasan permukaan yang akan
ditampung saluran samping jalan.
c. Luas daerah layan terdiri atas luas setengah badan jalan (A1), luas bahu
jalan (A2) dan luas daerah sekitas (A3).
25

d. Batasan luas daerah layanan tergantung dari daerah sekitar dan topografi
dan daerah sekelilingnya. Panjang daerah pengaliran yang diperhitungkan
terdiri atas setengah lebar badan jalan (l1), lebar bahu jalan (I2), dan daerah
sekitar (I3) yang terbagi atas daerah perkotaan yaitu kurang lebih 10 m dan
untuk daerah luar kota yang didasarkan pada topografi daerah tersebut.
e. Jika diperlukan, pada daerah perbukitan, direncanakan beberapa saluran
untuk menampung limpasan dari daerah bukit dengan batas daerah layanan
adalah puncak bukit tersebut tanpa merusak stabilitas lereng. Sehingga
saluran tersebut hanya menampung air dari luas daerah layanan daerah
sekitar (A3).

Gambar 2.4 : Daerah Pengaliran Saluran Samping Jalan.


26

Keterangan gambar :

I1 : ditetapkan dari as jalan sampai bagian tepi perkerasan.

I2 : ditetapkan dari tepi perkerasan sampai tepi bahu jalan

I3 : tergantung daerah setempat

- Perkotaan (daerah terbangun) kurang lebih ± 10 meter


- Luar kota (rural area) tergantung topografi ± 100 meter

Gambar 2.5 : Panjang Daerah Pengaliran yang Diperhitungkan .

2.3.2 Koefisien Pengaliran (C)


Koefisien pengaliran (C) dipengaruhi kondisi permukaan tanah (tata
guna lahan) pada daerah layanan dan kemungkinan perubahan tata guna
lahan. Angka ini akan mempengaruhi debit yang mengalir, sehingga dapat
diperkirakan daya tampung saluran. Untuk itu diperlukan peta topografi dan
melakukan survai lapangan agar corak topografi daerah proyek dapat lebih
diperjelas.
Diperlukan pula jenis sifat erosi dan tanah pada daerah sepanjang
trase jalan rencana, antara lain tanah dengan permeabilitas tinggi (sifat lulus
air) atau tanah dengan tingkat erosi permukaan. Secara visual akan nampak
pada daerah yang menunjukkan alur-alur pada permukaan.
27

2.3.3 Faktor Limpasan (fk)


Merupakan faktor atau angka yang dikalikan dengan koefisien runoff biasa
dengan tujuan agar kinerja saluran tidak melebihi kapasitasnya akibat daerah
pengaliran yang terlalu luas. Harga faktor limpasan (fk) disesuaikan dengan
kondisi permukaan tanah , yaitu pada tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4 : Harga Koefisien Pengaliran (C) dan Harga Faktor Limpasan (fk)
(Departemen Pekerjaan Umum, 2006)

Koefisien
NO Kondisi Permukaan Tanah Pengaliran Faktor limpasan
(C) (fk)
Bahan
1 Jalan Beton dan Jalan aspal 0,70-0,95 -
2 Jalan Kerikil dan Jalan Tanah 0,40-0,70 -
3 Bahu Jalan
a. Tanah Berbutir Halus 0,40-0,65 -
b. Tanah Berbutir Kasar 0,10-0,20 -
c. Batuan Masif Keras 0,70-0,85 -
d. Batuan Masif Lunak 0,60-0,75 -
Tata Guna Lahan
1 Daerah Perkotaan 0,70-0,95 2,0
2 Daerah Pinggiran Kota 0,60-0,70 1,5
3 Daerah Industri 0,60-0,90 1,2
4 Pemukiman Padat 0,40-0,60 2,0
5 Pemukiman Tidak Padat 0,40-0,60 1,5
6 Taman dan Kebun 0,20-0,40 0,2
7 Persawahan 0,45-0,60 0,5
8 Perbukitan 0,70-0,80 0,4
9 Pegunungan 0,75-0,90 0,3

Keterangan :
- Harga koefisien pengaliran (C) untuk daerah datar diambil nilai C yang
terkecil dan untuk daerah lereng diambil nilai C yang besar.
- Harga faktor limpasan (fk) hanya digunakan untuk guna lahan sekitar
saluran selain bagian jalan.
28

- Bila daerah pengaliran atau daerah layanan terdiri dari beberapa tipe kondisi
permukaan yang mempunyai nilai C yang berbeda. Harga C rata – rata
ditentukan dengan persamaan berikut :
𝐶1. 𝐴1+𝐶2 . 𝐴2+𝐶3 . 𝐴3. 𝐹𝑘3
𝐶= ..................................................................(2.18)
𝐴1+𝐴2+𝐴3

Dengan pengertian :
C1,C2,C3 = koefisien pengaliran yang sesuai dengan kondisi
permukaan.
A1,A2,A3 = luas daerah pengaliran yang diperhitungkan sesuai
dengan kondisi permukaan .
Fk = faktor limpasan sesuai guna lahan .

2.3.4 Waktu Konsentrasi (Tc)


Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2006:10), waktu konsentrasi adalah
waktu yang terpanjang yang dibutuhkan untuk seluruh daerah layanan dalam
menyalurkan aliran air secara simultan (run off) setelah melewati titik – titik
tertentu . Waktu konsentrasi untuk saluran terbuka dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Tc = t1 + t2 .............................................................................................(2.19)

2 𝑛𝑑 0,167
t1 = (3 𝑥 3,28 𝑥 𝑙𝑜 𝑥 ) ...............................................................(2.20)
√𝑖𝑥

𝐿
t2 = 60 𝑥 𝑉 ...............................................................................................(2.21)

dengan pengertian :
Tc = waktu konsentrasi (menit)
t1 = waktu untuk mencapai awal saluran dari titik terjauh (menit)
t2 = waktu aliran dalam saluran sepanjang L dari ujung saluran (Menit)
lo = jarak titik terjauh ke fasilitas drainase (m)
L = panjang saluran (m)
Nd = koefisen hambatan ( tabel 2.5)
Is = kemiringan saluran memanjang
V = kecepatan air rata – rata pada saluran drainase (m/detik)
29

Berikut ini adalah tabel koefisien hambatan (nd) berdasarkan kondisi permukaan
Tabel 2.5 : Koefisien hambatan (nd) (Departemen Pekerjaan Umum, 2006)

No Kondisi Lapis Permukaan nd


1 Lapisan semen dan aspal beton 0,013
2 Permukaan licin dan kedap air 0,020
3 Permukaan licin dan kokoh 0,100
4 Tanah dengan rumput tipis 0,200
5 Padang rumput dan rerumputan 0,400
6 Hutan gundul 0,600
7 Hutan rimbun 0,800

2.3.5 Debit Aliran (Q)


Rumus untuk menghitung debit aliran adalah sesuai dengan rumus yang
yang telah dijelaskan pada pedoman perencanaan drainase , Departemen
Pekerjaan Umum (2006:11), sebagai berikut :
1
Q = 36 𝑥 𝐶 𝑥 𝐼 𝑥 𝐴 ..................................................................................(2.22)

Dengan pengertian :
Q = debit aliran (m3/detik)
C = koefisien pengaliran rata – rata dari C1, C2, C3
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah layanan (km2) terdiri atas A1, A2, A3

2.4 Analisa Hidrolika

2.4.1 Kapasitas Saluran (Q saluran)

Kapasitas aliran akibat hujan harus dialirkan melalui saluran drainase


sampai ketitik hilir. Debit hujan yang dianalisa menjadi debit aliran untuk
mendimensi saluran, maka apabila dimensi diketahui untuk menghitung debit
saluran digunakan persamaan 2.23.
30

Debit saluran dalam rumus Manning (Suripin, 2004) :

Q =V.A ......................................(2.23)

1
V = 𝑛 𝑥 𝑅 2/3 𝑥 𝑆𝑜1/2 ......................................(2.24)

Dimana :

Q = Debit saluran (m3/detik)

V = Kecepatan aliran (m/detik)

A = Luas penampang basah (m2)

R = Jari – jari hidrolis = A/P

n = Koefisien kekasaran Manning

Besarnya kekasaran dasar saluran berdasarkan Manning dapat dilihat pada tabel
2.6 berikut.

Tabel 2.6 : Koefisien Kekasaran Manning (Notodiharjo, 1998)

No Jenis Saluran Koefisien Manning (n)


1 Saluran Galian
a Saluran Tanah 0,022
b Saluran pada batuan , digali merata 0,035
2 Saluran dengan Lapisan Perkerasan
a Lapisan Beton Seluruhnya 0,015
b Lapisan Beton pada kedua sisi saluran 0,02
c Lapisan Blok beton pracetak 0,017
d Pasangan Batu diplester 0,02
e Pasangan Batu diplester pada kedua sisi saluran 0,022
f Pasangan Batu, disiar 0,025
g Pasangan Batu Kosong 0,03
3 Saluran Alam
a Berumput 0,027
b Semak-semak 0,05
c Tak Beraturan 0,015
31

2.4.2 Pengaruh Material Terhadap Perencanaan Saluran

Kondisi debit pembuangan berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan


tentang kecepatan aliran (v) agar jika debit pembuangan dalam keadaan kecil
aliran masih mampu mengangkut endapan dan sedimen, dan pada saat debit besar
dapat aman dari pengaruh erosi. Syarat yang berhubungan dengan aliran merata
disebut juga dengan aliran normal.

Hubungan kemiringan saluran drainase dengan material yang dipakai


menurut pedoman Departemen PU adalah sebagai berikut :

Tabel 2.7 : Hubungan Kemiringan Saluran (I) Dengan Jenis Material .

No Jenis Material Kemiringan selokan samping (I%)


1 Tanah Asli 0,0 - 5,0
2 Kerikil 5,0 - 7,5
3 Pasangan 7,5

Sedangkan pengaruh bahan / material terhadap kecepatan aliran air yang


dijinkan adalah sebagai berikut :

Tabel 2.8 : Kecepatan Aliran Air yang Diijinkan Berdasarkan Jenis Material

No Jenis Bahan Kecepatan aliran air yang diijinkan (m/detik)


1 Pasir halus 0,45
2 Lempung kepasiran 0,50
3 Lanau aluvial 0,60
4 Kerikil Halus 0,75
5 Lempung kokoh 0,75
6 Lempung padat 1,10
7 Kerikil pasir 1,20
8 Batu - batu besar 1,50
9 Pasangan batu 1,50
10 Beton 1,50
11 Beton bertulang 1,50
32

2.4.3 Pematah Arus ( Terjunan )

Menurut Departemen Pekerjaan Umum pematah arus adalah bagian yang


berfungsi untuk mengurangi kecepatan aliran diperlukan untuk saluran yang
panjang dan mempunyai kemiringan cukup besar . Berikut ini adalah ketentuan
umum perencanaan pematah arus ( terjunan ) yang berdasarkan hubungan
kemiringan saluran (I) dan jarak pematah arus (Ip) :

Tabel 2.9 : Hubungan Kemiringan Saluran (I) dan Pematah Arus (Ip)

I (%) 6 7 8 9 10
Ip ( m ) 16 10 8 7 6

2.4.4 Bentuk Penampang Saluran

Dalam perencanaan drainase, saluran harus direncanakan agar mampu


semaksimal dan seefisien mungkin mampu menampung air dari limpasan. Selain
itu drainase yang ada harus juga direncanakan yang paling ekonomis, dimensi
saluran yang terlalu besar membuat perencanaan tidak baik, namun jika dimensi
terlalu kecil maka saluran tersebut tidak dengan baik mampu menampung air
limpasan. Maka sesuai peraturan pedoman drainase Departemen Pekerjaan umum
akan dijelaskan macam – macam bentuk saluran drainase dan juga rumus
perhitungan luasannya :

1. Saluran berbentuk trapesium


Saluran berbentuk trapesium umumnya digunakan untuk saluran – saluran
irigasi dan saluran drainase, karena menyerupai bentuk saluran alam ,
dimana kemiringan tebingnya menyesuaikan dengan sudut lereng alam dari
tanah yang digunakan untuk saluran tersebut .
33

Gambar 2.6 : Saluran bentuk trapesium

Penjelasan gambar 2.6 dan juga rumus perhitungan :


Dimensi :
b = Lebar saluran =b+2xz ..................................................(2.25)
h = Tinggi muka air =h ..................................................(2.26)
z = Faktor kemiringan = 1:1 →z=h ..................................................(2.27)
= 1:1,5 →z=1,5 h..............................................(2.28)
= 1:2 →z=2h..................................................(2.29)
Penampang basah :
F = Luas = (b+z)xh ..................................................(2.30)
P = Keliling = B+2xh√(1 + 𝑧 2 )..........................................(2.31)
(𝑏+𝑧)𝑥ℎ
R = Jari – jari hidrolis = .......................................(2.32)
𝑏+2ℎ√(1+𝑧 2 )
1
V = Kecepatan = 𝑛 𝑥𝑅 2/3 𝑥 𝐼𝑜1/2..................................(2.33)

Q = Debit =Fxv ......................................(2.34)

Kemiringan talud pada penampang saluran trapesium tergantung dari


besarnya debit, berikut adalah hubungan antara keduanya :
34

Tabel 2.10 : Kemiringan Talud Berdasarkan Debit

No Debit air, Q (m3/detik) Kemiringan talud (1:m)

1 0,00-0,75 1:1
2 0,75-15 01:01,5
3 15-80 1:02

2. Saluran berbentuk persegi


Saluran berbentuk persegi adalah penyerderhanaan dari bentuk trapesium,
umumnya saluran ini digunakan untuk saluran – saluran drainase yang
melalui lahan sempit .

Gambar 2.7 : Saluran Berbentuk Persegi


Penjelasan gambar 2.7 dan juga rumus perhitungan :
Dimensi :
b = Lebar saluran =b ..................................................(2.35)
h = Tinggi muka air =h ..................................................(2.36)
Penampang basah :
F = Luas =bxh ..................................................(2.37)
P = Keliling =b+2xh ..................................................(2.38)
𝑏𝑥ℎ
R = Jari – jari hidrolis = 𝑏+2ℎ .................................................(2.39)
1
V = Kecepatan = 𝑛 𝑥𝑅 2/3 𝑥 𝐼𝑜1/2

Q = Debit =Fxv
35

2.4.5 Tinggi Jagaan Penampang


Berikut adalah tata cara perhitungan jagaan penampang menurut pedoman
perencanaan drainase Departemen Pekerjaan Umum (2006:21) :
1. Tinggi jagaan (W) untuk saluran drainase jalan bentuk trapesium dan segi
empat ditentukan berdasarkan rumus :
W = √0,5 𝑥 ℎ ..................................................(2.40)
Dengan pengertian :

W = tinggi jagaan (m)

h = kedalaman air yang tergenang dalam saluran (m)

Gambar 2.8 : Tinggi Jagaan Saluran


2.4.6 Kemiringan Memanjang Saluran
Berikut adalah tata cara perhitungan kemiringan memanjang saluran
penampang menurut pedoman perencanaan drainase Departemen Pekerjaan
Umum (2006:21) :
𝑉𝑥𝑛 2
Is = ( 𝑅2/3 ) ..................................................(2.41)

Dengan pengertian :
V = Kecepatan aliran (m/detik)
N = Koefisien kekasaran Manning (Tabel 2.5)
R = F/P = Jari – jari hidrolis (m)
F = Luas penampang basah (m2)
P = Keliling basah (m)
36

2.5 Perencanaan Sumur Resapan

2.5.1 Pengertian Sumur Resapan

Menurut Kusnaedi (2011) sumur resapan merupakan sumur atau lubang


pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat
meresap ke dalam tanah. Sumur resapan ini kebalikan dari sumur air minum,
sumur resapan merupakan lubang untuk memasukkan air kedalam tanah ,
sedangkan sumur air minum berfungsi untuk menaikkan air tanah ke permukaan .
Dengan demikian konstruksi dan kedalamannya berbeda , sumur resapan digali
dengan kedalaman di atas muka air tanah, sedangkan sumur air minum digali
lebih dalam lagi atau di bawah muka air tanah .

2.5.2 Kegunaan Sumur Resapan

Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari – hari ,


beberapa fungsi sumur resapan bagi kehidupan manusia adalah sebagai
pengendali banjir, melindungi dan memperbaiki (konservasi) air tanah, serta
menekan laju erosi .

Sumur resapan dapat dikatan sebagai suatu rekayasa teknik konservasi air,
berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk
sumur galian dengan kedalaman tertentu. Fungsi utama dari sumur resapan ini
adalah sebagai tempat menampung air hujan dan meresapkannya kedalam tanah.
Sementara itu , manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan pembuatan sumur
resapan air menurut Kusnaedi (2011:7) diantaranya adalah :

1. Mengurangi aliran permukaan dan mencegah terjadinya genangan air


sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya banjir dan erosi,
2. Mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air
tanah ,
3. Mengurangi atau menahan terjadinya kenaikan air laur bagi daerah yang
berdekatan dengan wilayah pantai ,
37

4. Mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air


tanah yang berlebihan, dan

2.5.3 Prinsip Kerja Sumur Resapan

Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air hujan
ke dalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal di permukaan
tanah lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap kedalam tanah
(Kusnaedi : 2011) .

Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air ke


dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi) . Dengan demikian air akan
lebih banyaj masuk kedalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai aliran
permukaan (run off) .

Berikut adalah gambaran proses masuknya air dalam akuifer menurut


Kusnaedi (2011:13) :

Gambar 2.9 : Proses Masuknya Air Dalam Akuifer (Kusnaedi, 2011)


38

Rumus debit resapan :

𝜋 𝑥 𝐾 (ℎ𝑤 2 − ℎ𝑜2 )
Q = ..........................................................(2.42)
ln(𝑟𝑜/𝑟𝑤)

Q = Debit Aliran

K = Koefisien permeabilitas tanah

Rw = Jari – jari sumuran

Ro = Jari – jari pengaruh aliran

Ho = Tinggi muka air tanah

Hw = Tinggi muka air setelah imbuhan

ln = Logaritma natural

Tabel 2.11 : Jarak Sumur Resapan ( Kusnaedi, 2011:28)

No Kondisi yang ada Jarak Minimal dengan Sumur Resapan (m)


1 Bangunan 3
2 Batas Kepemilikan 1,5
3 Sumur Air Minum 10,5
4 Aliran Air (sungai) 30,0
5 Pipa air minum 3
6 Jalan 1,5
7 Pohon besar 3,0

2.5.4 Jenis – Jenis Sumur Resapan

Menurut Kusnaedi (2011), macam – macam sumur resapan yang dapat


diterapkan adalah :

1. Sumur resapan tanpa pasangan di dinding sumur, dasar sumur tidak


diisi apapun (kosong).
39

2. Sumur tanpa pasangan di dinding sumur , dasar sumur diisi dengan


batu belah dan ijuk .
3. Sumur dengan susunan batu bata , batu kali atau batako di dinding
sumur . Dasar sumur diisi dengan batu belah dan ijuk atau kosong .
4. Sumur menggunakan besi beton di dinding sumur
5. Sumur menggunakan blawong (batu cadas yang dibentuk khusus untuk
dinding sumur).

2.6 Rencana Anggaran Biaya

Yang dimaksud dengan rencana anggaran biaya (Begrooting) suatu


bangunan atau proyek adalah merencanakan sesuatu bangunan dalam bentuk dan
feedah dalam penggunaannya, beserta besar biaya yang diperlukan dan susunan –
susunan pelaksanaannya dalam bidang administrasi maupun pelaksanaan kerja
dalam bidang teknik (Arief Rahman, 1998:2)
Anggaran biaya merupakan harga diri bangunan yang dihitung dengan teliti,
cermat masing – masing daerah , disebabkan karena perbedaan harga bahan dan
upah tenaga kerja, berikut adalah bagian dari rencana anggaran biaya :
1. Biaya Langsung
Biaya langsung adalah semua biaya yang diperhitungkan untuk keperluan
proyek yang terkait langsung dengan proses dan terbentuknya progress fisik
yang meliputi biaya material atau bahan, biaya tenaga kerja, biaya peralatan.
2. Biaya Tidak Langsung
Biaya tidak langsung merupakan semua biaya yang diperhitungkan untuk
keperluan yang tidak langsung dengan proses dan terbentuknya progress fisik
tetapi masih berhubungan dengan saran dan prasarana proyek yang
bersangkutan (Mahendra Sultan Syah, 2004:157). Biaya tidak langsung antara
lain terdiri dari gaji tetap dan tunjangan, pengeluaran umum, kontingensi, laba
atau fee overhead, pajak, pembangunan fasilitas sementara, dan lain
sebagainya.
40

Dalam menyusun Anggaran Biaya dapat dilakukan dengan menggunakan


rumus umum sebagai berikut:

RAB =∑ (Volume x Harga satuan pekerjaan)........................................(2.43)

GAMBAR JENIS VOLUME


BESTEK PEKERJAAN PEKERJAAN

RAB
BIAYA LANGSUNG
HARGA SATUAN
PEKERJAAN
BIAYA TIDAK
LANGSUNG

Gambar 2.10 : Cara Pembuatan Rencana Anggaran Biaya

2.6.1 Work Breakdown Structure


Dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya dari suatu gambar bestek
dapat kita ketahui dan disusun jenis-jenis pekerjaan dari awal sampai akhir.
Pengelompokan jenis pekerjaan dapat dilakukan dengan membagi satu pekerjaan
menjadi beberapa jenis pekerjaan yang lebih kecil.
Pemecahan pekerjaan besar menjadi elemen-elemen pekerjaan yang lebih
kecil sering disebut dengan Work Breakdown Structure (WBS). Pemecahan ini
akan memudahkan pembuatan jadwal proyek dan estimasi ongkos (Budi santosa
2003; 49), WBS akan menjadi dasar pengangagaran dna penjadwalan. Setiap
pekrjaan ditentukan biaya penyelesaianya. Jumlah secara keseluruhan paket
pekerjaan ditambah ongkos biaya tidak langsung akan menjadi biaya total proyek.
Dari setiap paket pekerjaan kita dapat menghitung waktu penyelesaian untuk
rencana penjadwalan.
41

2.6.2 Volume Pekerjaan


Yang dimaksud dengan volume suatu pekerjaan adalah menghitung jumlah
banyaknya volume pekerjaan dalam suatu satuan. Volume dihitung berdasarkan
pada gambar bestek. Volume juga disebut sebagai kubikasi pekerjaan. Jadi,
volume (kubikasi) suatu pekerjaan, bukan merupakan volume (isi sesungguhnya)
melainkan jumlah pekerjaan menurut satuannya (Ibrahim Bachtiar, 1993:23).

2.6.3 Harga Satuan Pekerjaan


Harga satuan pekerjaan adalah jumlah harga bahan dan upah tenaga kerja
berdasarkan perhitungan analis (Ibrahim Bachtiar, 1993: 23). Harga satuan juga
dapat diartikan biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu satuan pekerjaan
yang meliputi harga material, upah tenaga kerja, dan sewa alat. Harga satuan
bahan, upah tenaga kerja, dan sewa alat di setiap daerah berbeda-beda. Jadi dalam
menghitung dan menyusun anggaran biaya suatu proyek bangunan, harus
berpedoman pada harga bahan dan tenaga kerja di pasaran dan lokasi pekerjaan.
Rumus harga satuan pekerjaan (menurut BOW)

HSP=∑ (Koefisien x Harga satuan pasar)........................................................(2.44)

Dimana;

Koefisien : Angka pengali (Dapat dilihat dari BOW)


Harga Satuan Pasar : Harga yang berlaku pada waktu itu

2.6.4 Rekapitulasi Analisa Biaya


Setelah mendapat nilai harga satuan pekerjaan dan volume masing-masing
pekerjaan, kita dapat menghitung biaya setiap item pekerjaan. Setelah
mendapatkan biaya semua pekerjaan, maka hasilnya akan direkap dalam suatu
table dan dijumlah seluruhnya, maka akan didapatkan nilai real bangunan atau
Real of Cost (Ibrahim Bachtiar, 1993;165)
42

2.6.5 Presentase Bobot Pekerjaan


Yang dimaksud dengan prosentase bobot pekerjaan adalah persen pekerjaan
siap disbanding dengan pekerjaan siap seluruhnya atau besarnya persen setiap
pekerjaan disbanding pekerjaan seluruhnya.(Ibrahim Bachtiar, 1993; 169)

𝑉 𝑥 𝐻𝑆𝑃
𝑃𝐷𝐵 = 𝑥 100% ..................................................................................(2.45)
𝐻𝐵

Dimana:

V : Volume

HSP : Harga Satuan Pekerjaan

HB : Harga Banguan

PDB : Prosentase Bobot Pekerjaan

2.7 Penjadwalan
2.7.1 Penjadwalan Proyek
Penjadwalan proyek merupakan alat yang dapat menunjukan kapan
berlangsungnya setiap pekerjaan yang digunakan untuk mengendalikan
pelaksanaan proyek secara keseluruhan. Penjadwalan berfungsi untuk
mengendalikan pelaksanaan proyek secara keseluruhan. Penjadwalan merupakan
cara grafis untuk menggambarkan kegiata-kegiatan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan proyek.

Penjadwalan digunakan untuk mengatur rencana kegiatan dari satu unit


pekerjaan guna mendapatkan gambaran dari lamanya pekerjaan yang dapat
diselesaikan serta bagian-bagian pekerjaan yang saling terkait antara yang satu
dengan yang lainnya. Hal tersebut sangat membantu dalam menentukan kegiatan-
kegiatan yang paling mendesak atau kritis dan berpengaruh terhadap waktu
penyelesaian proyek.
43

Penjadwalan menentukan kapan aktifitas itu dimulai dan diselesaikan,


sehingga pembiayaan dan pemakaiaan sumber daya akan diselesaikan waktunya
menurut kebutuhan yang telah ditentukan (Nugraha Paulus, 1986:25)

2.7.2 Diagram Balok (Bar Chart)

Barchart adalah sekumpulan aktivitas yang ditempatkan dalam kolom


vertikal , sementara waktu ditempatkan dalam baris horizontal. Waktu mulai dan
selesai setiap kehiatan beserta durasinya ditunjukkan dengan menempatkan balok
horisontal dibagian sebelah kanan dari setiap aktivitas. Perkiraan waktu mulai dan
selesai dapat ditentukan dari skala waktu horisontal pada bagian atas bagan.
Panjang dari balok menunjukkan durasi dari aktivitas dan biasanya aktivitas –
aktivitas tersebut disusun berdasarkan kronologi pekerjaannya (Lenggogeni,
2013:78).
Barchart dibuat pertama kali oleh Henry L. Gant pada masa perang dunia 1,
sehingga sering juga disebut sebagai Gantchart digunakan secara luas sebagai
teknik penjadwalan dalam konstruksi. Hal ini karena barchart memiliki cri – ciri
sebagai berikut :
1. Mudah dalam pembuatan dan persiapannya .
2. Memiliki bentuk yang mudah dimengerti .
3. Bila digabungkan dengan metode lain, seperti kurva S, dapat dipakai lebih
jauh sebagai pengendalian biaya.

Namun meskipun memiliki segi keuntungan penggunaan barchart ini juga


masih memiliki kekurangan, berikut adalah kendala – kendala penggunaan
barchart ( Callahan, 1992) .

1. Tidak menunjukkan secara spesifik hubungan ketergantungan antara satu


kegiatan dengan kegiatan lain , sehingga sulit untuk mengetahui dampak
yang diakibatkan oleh keterlambatan satu kegiatan terhadap jadwal
keseluruhan proyek.
44

2. Sukar mengadakan perbaikan atau pembaruan, karena umumnya harus


dilakukan dengan membuat bagan balok baru padahal tanpa adanya
pembaruan segera menjadi “kuno” dan menurun daya gunanya.
3. Untuk proyek berukuran sedang dan besar, lebih – lebih yang bersifat
kompleks, penggunaan bagan balok akan menghadapi kesulitan. Aturan
umum penggunaan penjadwalan dengan barchart menyatakan bahwa
metode ini hanya digunakan untuk proyek yang kurang dari 100 kegiatan ,
karena jika lebih dari 100, maka akan menjadi sulit untuk dibaca dan
digunakan.

Berikut ini adalah contoh pembuatan barchart pada suatu pekerjaan


konstruksi :

Tabel 2.12 : Contoh Barchart

Bulan
No. Jenis Pekerjaan Maret April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pek. Persiapan
2 Galian Tanah Biasa ±50 m
3 Pasangan Batu Kali
4 Pekerjaan Finishing

Diagram balok umumnya digunakan mengatur jadwal sumber daya seperti


tenaga kerja, alat dan dana. Bar Chart tidak menginformasikan ketergantungan
antar kegiatan dan tidak mengintimidasikan kegiatan mana saja yang berada pada
lintasan kritis.

2.7.3 Penjadwalan Dengan Metode Jaringan Kerja


Metode jaringan kerja, menurut Istimawan Dipohusodo, merupakan cara
grafis untuk menggambarkan kegiatan – kegiatan dan kejadian yang diperlukan
untuk mencapai tujuan proyek.
45

Jaringan kerja beguna untuk menunjukan susunan yang logis antar


kegiatan, hubungan antara pembiayaan dan waktu penyelesaiaan proyek. Jaringan
kerja juga sangat membantu untuk menentukan kegiatan-kegiatan yang paling
mendesak dan kritis yang berpengaruh pada keterlambatan penyelesaian proyek.
Pada jaringan kerja hubungan dan ketergantungan logis antar aktifitas
tergambar secara jelas, sehingga metode ini sangat baik untuk pengendaliaan dan
peramalan proyek. Walaupun terdapat perubahan pada kegiatan di dalam
pelaksanaan metode ini, maka kita dapat mengetahui pengaruh perubahan-
perubahan tersebut pada keseluruhan kegiatan proyek keseluruhan kegiatan
proyek lainnya. Dalam metode jarangan kerja terdapat 2 cara, yaitu sebagai
berikut;
1. Cara ADM (Arrow Diagram Method)
2. Cara PDM ( Precedence Diagram Method)
Dalam penyusunan tugas ini digunakan Precedence Diagram Method
(PDM). Metode PDM merupakan metode penjadwalan yang terdiri dari:

Segi empat sebagai suatu kegiatan

Anak Panah sebagai suatu ketergantungan

Metode PDM menunjukan secara visualisasi dari suatu rencana kegiatan


proyek, yang digambarkan sebagai berikut:

EST LST
Nama
Pekerjaan
TF D
Dimana:

EST (Earliest Start Time) = waktu mulai paling awal melakukan suatu pekerjaan

LST (Lastest Start Time) = waktu memulai paling lambat/akhir suatu pekerjaan
46

TF (Total Float) = waktu luang yang ada pada setiap pekerjaan

D (Duration) = waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu pekerjaan

Kelebihan dari cara PDM :

1. Lebih mudah penyusunannya dibandingkan ADM


2. Lebih cocok untuk pekerjaan yang berulang/repetitive
3. Anak panah tidak berdurasi sehingga lebih mudah

Kegunaan dari metode PDM :

a. Sebagai alat untuk menganalisa setiap kegiatan proyek baik mengenai


kegiatan kritis, waktu paling awal memulai suatu kegiatan maupun waktu
paling akhir untuk memulai suatu kegiatan serta waktu luang dari masing-
masing kegiatan
b. Sebagai alat mengatur suatu sumber daya yang ada dalam proyek agar
mendapatkan rencan biaya proyek yang mendekati kenyataan serta
pemanfaatan waktu yang sudah di tetapkam.
c. Mengetahui hubungan ketergantungan antara kegiatan yang satu dengan yang
lain.

2.7.4 Kurva S

Kurva S adalah hasil plot dari barchart, bertujuan untuk mempermudah


melihat kegiatan – kegiatan yang masuk dalam suatu jangka waktu pengamatan
progres pelaksanaan proyek (Callahan, 1992). Definisi lain, kurva S adalah grafik
yang buat dengan sumbu vertikal sebagai nilai kumulatif biaya atau penyelesaian
(progress) kegiatan dan sumbu horisontal kemampuan proyek berdasarkan
kegiatan , waktu dan bobot dari seluruh kegiatan proyek. Visualisasi kurva S
memberikan informasi mengenai kemajuan proyek dengan membandingkan
terhadap jadwal rencana (Husen, 2011) .
47

Pada pelaksanaan dan pengendalian konstruksi, untuk menggambarkan dan


mengungkapkan nilai kuantitas dalam hubungannya dengan waktu digunakan
kurva”S”. Kurva S merupakan sarana pemantauan pelaksanaan proyek yang
ditinjau dari segi biaya dan prestasi kerja (Nugraha Paulus, 1986 : 98)
Pada kurva S, grafik dibuat dengan sumbu x sebagai nilai komulatif biaya
atau jam orang yang telah digunakan atau jam orang-orang yang telah digunakan
atau (%) presentase penyelesaian pekerjaan, sedangkan sumbu y menunjukan
parameter waktu. Ini berarti menggambarkan kemajuan volume pekerjaan yang
diselesaikan sepanjang siklus proyek (Iman Soeharto, 1993:266)

Dalam suatu proyek, kurva s digunakan sebagai :

1. Penggambaran progress pekerjaan pada suatu proyek


2. Sebagai alat control untuk mengetahui apakah pelaksanaan
pekerjaan lebih cepat atau lebih lambat dari rencana yang telah dibuat
3. Pada permukaan menunjukan progress yang sangat kecil, maka
rencana juga harus realistis, sesuai dengan kemampuan dan kondisi
persiapan pekerjaan.
4. Dapat diketahu jumlah biaya yang sudah dikeluarkan pada waktu dalam
pelaksanaan proyek.
Berikut ini adalah contoh gambar Kurva S :

KURVA S 100

90

80

70
Prestasi kerja %

60

50

40

30

20

10

Waktu Penyelesaiaan 0

Gambar 2.12 : Contoh Kurva S


48

2.7.5 Penjadwalan Tenaga Kerja

Yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah besarnya jumlah tenaga yang
dibutuhkan untuk menyeselaikan bagian pekerjaan dalam satu kesatuan pekerjaan.
(Ibrahim Bachtiar, 1993:193)
Dalam Penjadwalan tenaga kerja diatur mengenai persediaan tenaga kerja di
lokasi proyek agar dapat dilaksanakan sesuai rencan.
Hasil dari suatu proyek tergantung dari kualitas dan kuantitas mutu, dari
suatu pekerjaan dalam suatu proyek tersebut. Dari segi kualitas, mutu dari suatu
pekerjaan dalam suatu proyek ditentukan oleh kemampuan tenaga kerja dalam
menangani sebuah pekerjaan. Tenaga kerja yang terampil dan berkualitas akan
menghasilkan pekerjaan yang bermutu dan berkualitas.
Sedangkan dari faktor kualitas yang diperhatikan adalah pengaturan jumlah
tenaga kerja yang sesuai dengan jenis pekerjaan dan volume pekerjaan. Oleh
karena itu diperlukan manajemen yang baik agar dalam pelaksanaan pekerjaan
tidak terjadi kelebihan atau kekurangan kerja.Pada dasarnya penjadwalan bahan
adalah cara untuk mendapatkan jumlah bahan setiap pekerjaan dalam batas waktu
tertentu.

Rumus penentuan jumlah tenaga per minggu :

%𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑀𝑖𝑛𝑔𝑔𝑢
∑Tenaga/Minggu = Koef. Pekerja x Kuantitas x ......................(2.46)
%𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

Dimana :

Koef. Pekerjaan/Bahan = Koefisien Tenaga atau material yang didapat dari

HSP suatu pekerjaan

Kuantitas = Kuantitas/Volume Pekerjaan

% Bobot Minggu = Prosentase bobot satu minggu yang didapat dari

Kurva S dari suatu pekerjaan

% Bobot Total = Prosentase Bobot total suatu pekerjaan


49

2.8 Metode Pelaksanaan Proyek

Menurut Yohanes (2013), metode konstruksi adalah suatu rangkaian


kegiatan pelaksanaan konstruksi yang mengikuti prosedur dan telah dirancang
sesuai dengan pengetahuan maupun standar yang telah diujicobakan. Dalam setiap
pelaksanaan konstruksi dibutuhkan inovasi teknologi, agar berbagai kegiatan
pembangunan dapat berjalan secara efisien dan efektif, serta diperoleh produk
konstruksi yang lebih berkualitas.
Dalam pelaksanaan pembangunan yang menerapkan metode konstruksi
dengan inivasi teknologi, meliputi rangkaian kegiatan dan urutan kegiatan
pembangunan yang dipadukan dengan persyaratan kontrak (gambar, spesifikasi,
jadwal penyelesaian), ketersediaan sumberdaya (tenaga kerja, material, peralatan)
dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kondisi tanah, dan lainnya.

Bisnis kontraktor adalah bisnis metode pelaksanaan, karena yang


membedakan antara kontraktor satu dengan kontraktor lainnya adalah perbedaan
metode pelaksanaan. Penentuan metode pelaksanaan akan sangat mempengaruhi
biaya, waktu, mutu dan K-3 proyek.

Dalam kaitannya dengan manajemen proyek, metode pelaksanaan


konstruksi merupakan jawaban dari pertanyaan how to . Metode pelaksanaan
merupakan kombinasi art, knowledge dan pengalaman.

Untuk menentukan metode pelaksanaan suatu proyek maka faktor-faktor –


berikut perlu dipertimbangkan:
a) Biaya
b) Waktu
c) Teknologi yang tersedia
d) Lahan yang ada
e) Pengalaman proyek sejenis.
50
BAB III
DATA PERENCANAAN

3.1 Data Umum Jalinbar

Jalan Jalinbar ( Jalur Lintas Barat ) Kota Batu berada di daerah Kecamatan
Junrejo dan Kecamatan Batu , Jalan ini membentang sebesar 2,6 km , dengan
lebar jalan antara 7 – 8 meter . Berikut ini adalah peta jalan Jalinbar :

Gambar 3.1 : Gambar Peta Jalan Jalinbar (Google Map, 2015)

50
51

3.2 Data yang Digunakan


Data yang digunakan dikategorikan menjadi dua macam , yaitu :
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dengan cara mengadakan
peninjauan langsung atau survei di lapangan . Peninjauan langsung yang
dibutuhkan adalah meninjau lokasi jalan Jalinbar , sehingga dapat diketahui
secara umum kondisi lapangan .
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapatkan dari instansi – instansi yang
berkaitan dengan rencana kegiatan perencanaan .

Berikut tabel 3.1 adalah data – data sekunder yang dibutuhkan dalam perencanaan
drainase berwawasan lingkungan :

Tabel 3.1 : Data Sekunder :


Data Sumber Data Kegunaan Ket.
Curah Hujan BMKG Karang ploso Menentukan debit air Ada
Peta Kontur Bina Marga Kota Batu Menentukan arah aliran drainase Ada
Gambar Konstruksi Bina Marga Kota Batu Menentukan limpasan air Ada
jalan permukaan jalan
Harga Satuan Pekerjaan Dinas PU. Kota Batu Menghitung anggaran biaya Ada
Kota Batu 2014

3.3 Data Curah Hujan


Data curah hujan diperlukan dalam penentuan debit air banjir, data ini
sangat vital dibutuhkan dalam perencanaan drainase , data yang diperlukan adalah
data 10 tahun terakhir melalui 3 stasiun curah hujan milik badan klimatologi dan
geofisika (BMKG) wilayah karang ploso.
Stasiun penghitung curah hujan yang direncanakan akan digunakan sebagai
sumber data curah hujan adalah Stasiun Pujon, Stasiun Pendem , dan Stasiun Dau.
Berikut adalah letak Stasiun curah hujan tersebut dalam peta :
52

Gambar 3.2 : Letak STA Penangkap Curah Hujan yang Dibutuhkan

3.4 Peta Topografi


Peta topografi penulis mendapatkan dari Dinas Bina Marga Kota Batu, peta
topografi sangat penting dibutuhkan dalam perencanaan drainase, karena akan
berpengaruh pada skema aliran drainase dan perencanaannya . Berikut ini gambar
3.3 adalah peta topografi yang dibutuhkan :

Gambar 3.3 : Peta Topografi Jalinbar


(Sumber : Dinas Bina Marga Kota Batu)
53

3.5 Gambar Konstruksi Jalan


Data gambar konstruksi jalan diperlukan untuk menentukan limpasan air
yang ada dalam jalan yang akan masuk ke sistem drainase, dalam mendapatkan
data tersebut penulis meminta kepada Dinas Bina Marga Kota Batu . Berikut ini
adalah contoh data gambar konstruksi jalan :

Gambar 3.4 : Gambar Potongan Melintang Jalan

3.6 Harga Satuan Pekerjaan Kota Batu 2014


Harga satuan pekerjaan (HSP) dibutuhkan karena dalam proses penyusunan
skripsi ini terdapat penyusunan rencana anggaran biaya (RAB), HSP didapatkan
penulis dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Batu.
38
54

BAB IV
METODOLOGI PERENCANAAN

4.1 Obyek dan Waktu Perencanaan


Obyek perencanaan adalah jalan Jalinbar Kota Batu, sepanjang 2,6 km yang
membentang antara Kecamatan Junrejo hingga Kecamatan Batu , waktu
perencanaan adalah 12 Januari 2015 hingga 15 Juli 2015 .

4.2 Langkah – Langkah Umum Perencanaan


Perencanaan ini dilakukan secara bertahap, langkah – langkah perencanaan
ini adalah :
- Permohonan ijin
- Mencari data atau informasi
- Mengolah data
- Penyusunan skripsi

4.2.1 Permohonan Ijin


Permohonan ijin ditujukan kepada Dinas Bina Marga , agar penulis
mendapatkan surat tanda akan melaksanakan perencanaan saluran drainase, yang
dimana surat tersebut mempunyai fungsi sebagai kelengkapan permintaan data
curah hujan dan data HSP Kota Batu .

4.2.2 Mencari Data atau Informasi


Pencarian data dan informasi pada instansi masing – masing, dengan setiap
permintaan data dilengkapi dengan surat ijin Dinas Bina Marga, proposal
pengajuan data dan juga surat permohonan permintaan data .

54
55

4.3 Diagram Alir Perencanaan Drainase dan Manajemen Konstruksi

Mulai

Data Curah Hujan Data permeabilitas HSP Kota


Peta Topografi tanah Batu

Perancangan Debit
Dimensi Sumur Resapan
Rencana

1. Gambar Bestek
Perencanaan Dimensi
2. Spesifikasi Teknis
Saluran, dan Slope
3. Volume Pekerjaan

Analisa Harga Satuan


Pekerjaan

Rencana Anggaran
Biaya

1. Jadwal Pelaksanaan
2. Metode Pelaksanaan

Selesai

Gambar 4.1 : Flowchart Perencanaan Drainase dan Manajemen Konstruksi


56

Dengan melihat flowchart pada gambar 4.1, maka langkah – langkah


perencanaan drainase jalan adalah sebagai berikut :

1. Langkah awal yang dilaksanakan adalah pengumpulan data curah hujan , peta
topografi , data permeabilitas tanah , dan HSP Kota Batu. Data ini merupakan
aspek yang sangat penting dalam perencanaan maka data mutlak untuk
didapatkan penulis.
2. Setelah data curah hujan diperoleh langkah berikutnya adalah perencanaan
debit rencana dan diikuti perencanaan debit saluran dengan merencanakan
dimensi saluran dan slope terlebih dahulu .
3. Sementara itu data permeabilitas tanah dipakai untuk digunakan dalam
perencanaan sumur resapan yang ada.
4. Setelah didapatkan detail sumur resapan , dimensi saluran dan slope langkah
berikutnya adalah pembuatan gambar bestek dan perhitungan volume masing -
masing item pekerjaan.
5. Volume dan data HSP Kota Batu dipakai dalam perencanaan rencana anggaran
biaya .
6. Setelah dibuat rencana anggaran biayanya langkah berikutnya adalah
pembuatan hubungan pekerjaan yang nantinya digunakan sebagai rencana
pembuatan jadwal pekerjaan .
7. Setelah jadwal pelaksanaan pekerjaan selesai langkah berikutnya adalah
pembuatan metode pelaksanaan pekerjaan , yang sangat erat kaitannya dengan
waktu dan juga volume pekerjaan.
57

4.4 Diagram Alir Perencanaan Saluran Drainase

Mulai

Data Curah
Topografi Peta Situasi
Hujan

Tidak Konsisten

Luas Daerah
Menentukan Arah Layan, Koefisien
Uji Konsistensi
Aliran Pengaliran, Faktor
Limpasan

Konsisten

Pemilihan Metode
Perhitungan Hujan
Rencana

Tidak
sesuai

Uji Kesesuaian
Distribusi

Sesuai

Perhitungan Curah Hujan Rencana

Pengujian Distribusi dengan metode


Chi-Kuadrat

Menghitung debit rancangan

Analisa Hidrolika :
1. Dimensi saluran
2. Tinggi Jagaan
3. Kemiringan Saluran
4. Terjunan

Tidak

Q rencana < Q saluran

Ya

Selesai

Gambar 4.2 : Flowchart Perencanaan Saluran Drainase Jalinbar


58

Dengan melihat flowchart pada gambar 4.2, maka langkah – langkah


perencanaan drainase jalan adalah sebagai berikut :

1. Langkah awal yang dilaksanakan adalah memplot rute jalan yang ada
(eksisting) pada peta topografi, hal ini bertujuan untuk mengetahui
ketinggian jalan untuk dijadikan skema jaringan drainase .
2. Menentukan panjang segmen jalan , daerah pengaliran , luas wilayah (A),
kemiringan lahan(Ip) dari peta topografi yang ada.
3. Mengidentifikasi jenis bahan permukaan daerah pengaliran.
4. Menentukan koefisien aliran (C) berdasarkan kondisi permukaan kemudian
mengalikan dengan faktor limpasan sesuai dengan penjelasan lebih lanjut.
5. Menghitung koefisien aliran rata – rata , dikarenakan Jalinbar terdiri dari
beberapa unsur area (pegunungan, bukit dan perkebunan) .
6. Menentukan kondisi permukaan dan juga koefisien hambatan.
7. Menghitung waktu konsetrasi yang dibutuhkan (Tc) sesuai dengan rumus
yang telah ada .
8. Langkah berikutnya adalah melengkapi data penunjang penting lainnya,
yaitu data curah hujan selama 10 tahun .
9. Mengolah data curah hujan , dengan aspek perhitungan uji konsistensi, uji
homogenitas , hingg analisa curah hujan rancangan .
10. Menghitung intensitas curah hujan .
11. Menghitung debit air (Q) dengan bagian rumusnya adalah yang telah
dihitung sebelumnya .
12. Langkah selanjutnya adalah analisa hidrolika dan dimensi saluran .
13. Setelah didapat debit air, kita dapat menghitung dimensi saluran yang kita
butuhkan, langkah awalnya adalah merencanakan bentuk dan material
drainase yang akan dipakai .
14. Setelah dihitung bentuk drainasenya langkah berikutnya adalah perhitungan
jagaan dan terjunan sesuai rumus yang telah dtentukan .
15. Menghitung kemiringan saluran .
16. Menghitung kecepatan aliran yang telah direncanakan slope nya .
59

17. Mengecek kecepatan aliran apakah sudah sesuai dengan peraturan yang
sudah ada .
18. Merencanakan gorong – gorong yang akan dipakai untuk memotong jalan
sesuai dengan kondisi topografi jalan yang telah ada.

4.5 Analisa Hidrologi Jalinbar

Untuk data – data curah hujan bulanan selama 10 tahun akan dicari tinggi
hujan rata – ratanya dengan metode Thiessen Polygon . Besarnya faktor pengaruh
daerah stasiun hujan dapat diketahui dengan memplot-kan polygon pada peta
topografi yang menunjukan posisi stasiun hujan.

Selama rentan waktu 10 tahun tersebut, ada beberapa rentan waktu dimana
tidak terjadi hujan. Oleh karena itu, perlu diperkirakan berapa besar peluang
(frekuensi) terjadinya hujan dengan metode Distribusi Normal , Distribusi
Gumbel dan metode Log Pearson, dimana metode – metode distribusi tersebut
dianalisa kebenarannya dengan Uji Chi-Kuadrat, maka akan diperoleh tinggi
curah hujan yang terjadi .

Data – data lay out / site plan , long section (potongan melintang) dan cross
section (potongan melintang) pada jalan digunakan untuk merencanakan skema
drainase , luas daerah limpasan dan memperkirakan waktu masuknya air hujan
menuju inlet – inlet terdekat (to). Kemudian dengan menghitung kecepatan aliran
pada saluran (v) dengan rumus yang telah ada, maka setelah itu akan didapatkan
waktu konsentrasi (tc) .

Output dari analisa hidrologi adalah debit limpasan (debit hidrologi) yang
terjadi pada jalan Jalibar. Debit limpasan itu dipakai sebagai input dalam kontrol
penampang saluran drainase jalan.
60

4.5.1 Analisa Curah Hujan Rencana Rerata 3 (Tiga Stasiun)

Analisa Curah Hujan maksimum tahunan didapatkan dari data curah hujan
tertinggi dalam satu tahun pada masing – masing stasiun hujan. Perhitungan curah
hujan maksimum menggunakan metode Poligon Thiessen dengan (rumus 2.1) .

Dengan penjelasan rumus secara lengkap untuk keperluan perencanaan :

R = curah hujan harian maksimum rata – rata.

R1 = curah hujan rata – rata maksimum di STA Pujon.

R2 = curah hujan rata – rata maksimum di STA Dau.

R3 = curah hujan rata – rata maksimum di STA Pendem.

A1 = Luasan bagian daerah titik pengamatan STA Pujon.

A2 = Luasan bagian daerah titik pengamatan STA Dau.

A3 = Luasan bagian daerah titik pengamatan STA Pendem.

4.5.2 Uji Konsistensi Data Curah Hujan Tiga Stasiun

Uji konsistensi perlu dilakukan pada ketiga stasiun yang digunakan karena
mengingat perkembangan Kota Batu sendiri yang sangat pesat, selain itu iklim
yang terus mengalami inkonsistensi pada beberapa tahun terakhir sehingga
indentifikasi apakah data curah hujan dapat memenuhi syarat ataupun tidak perlu
dilakukan. Cara yang digunakan untuk menghitung konsistensi data dari stasiun
penangkap curah hujan agar dapat dikategorikan konsisten terhadap data dari
stasiun yang lainnya adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan stasiun awal yang akan di uji konsistensinya.


2. Mengumpulkan data curah hujan selama 10 tahun, dengan urutan dari yang
tahun terkecil hingga tahun terbesar.
3. Menghitung data kumulatif sesuai urutan tahun , hingga tahun akhir (2013).
61

4. Mengumpulkan dan mengurutkan data dari 2 stasiun yang lainnya (stasiun


pembanding) .
5. Menghitung rata – rata hasil dari 2 stasiun penangkap curah hujan yang
lainnya dengan cara menambahkan keduanya dalam setiap tahun dan dibagi
2.
6. Menghitung data kumulatif 2 stasiun lainnya yang telah dihitung rata-
ratanya.
7. Membuat grafik dengan bantuan software dari komputer dimana nilai absis
(x) adalah kumulatif rata – rata dari 2 stasiun lainnya , sedangkan nilai
ordinat (y) adalah nilai kumulatif dari stasiun yang dihitung uji
konsistensinya .
8. Mencari nilai R2 dengan bantuan software.
9. Jika grafik yang telah dibuat / kurva massa ganda berbentuk lurus dan nilai
R2 mendekati angka 1 maka dapat dikatakan jika stasiun yang dihitung
konsisten tehadap 2 stasiun yang lainnya.
10. Berikutnya adalah menghitung 2 stasiun yang lainnya dengan cara yang
sama .
11. Jika kurva massa ada data yang terlalu jauh menyimpang maka dikatakan
data tersebut tidak mengikuti trend sehingga data tersebut perlu dikoreksi.

4.5.3 Perhitungan Hujan Rancangan Jalinbar

Sebelum melaksanakan perhitungan hujan rancangan, langkah awal yang


dilaksankan adalah menentukan analisa frekuensi yang bisa digunakan dalam
perhitungan hujan rancangan di Jalinbar. Parameter yang dihitung dalam
penetapan distribusi adalah :

1. Parameter nilai rata – rata (Xbar) yang dapat dihitung melalui (rumus 2.4) .
2. Setelah didapatkan nilai Xbar langkah berikutnya adalah perhitungan
simpangan baku (Sd) pada (rumus 2.5).
3. Setelah nilai Xbar dan Sd diketahui maka nilai koefisien variasi (Cv) dapat
62

diketahui, yaitu dengan menggunakan rumus (rumus 2.10)


4. Langkah berikutnya adalah menghitung parameter yang lainnya , yaitu
koefisien kemiringan yang dapat dihitung dengan rumus (2.11)
5. Parameter yang dihitung pada tahap akhir adalah koefisien kurtosis yang
dapat dihitung melalui rumus (2.12) .

Setelah semua parameter sudah didapatkan , langkah berikutnya adalah


penentuan analisa frekuensi yang digunakan dalam pelaksanaan analisa curah
hujan rencana, berikut adalah ketentuan pemilihan metode analisa frekuensi
menurut Harto (1993) :

1. Menggunakan Jenis sebaran Normal, apabila Cs = 0 dan Ck = 3.


2. Jenis sebaran Log Pearson type III, apabila Cs (lnx) > 0 dan Ck (lnx) =
1½(Cs(lnx)²)² + 3.
3. Jenis sebaran Gumbel, apabila Cs= 1,1,4 dan Ck = 5,40

A. Perhitungan dengan menggunakan metode distribusi normal


Jika setelah dianalisa metode yang dapat digunakan adalah dengan metode
distribusi normal maka langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Langkah awal dalam menggunakan metode distribusi normal ini adalah
menghitung nilai kala ulang (KT) dengan (rumus 2.3).
2. Setelah nilai (KT) didapatkan langkah berikutnya adalah menghitung
nilai perkiraan nilai dengan periode T-tahunan (XT), yaitu pada (rumus
2.2) .

B. Perhitungan dengan menggunakan metode distribusi Gumbel


Apabila nilai parameter bisa digunakan dengan metode distribusi Gumbel
maka langkah perhitungan curah hujan adalah sebagai berikut :
1. Langkah awal yang dihitung parameternya adalah menghitung curah
hujan rata – rata dengan menggunakan (rumus 2.4).
2. Setelah itu standar deviasi dihitung dengan menggunakan (rumus 2.5).
63

3. Menetapkan nilai Yn dan Sn dengan yang didapat dari tabel 2.1 dan 2.2 .
4. Setelah semua parameter didapatkan maka langkah berikutnya adalah
menghitung curah hujan T tahunan dengan (rumus 2.6)

C. Perhitungan dengan metode Log-Pearson Type III


Jika nilai yang dihasilkan menunjukkan bahwa perhitungan yang dipakai
adalah dengan menggunakan metode Log-Pearson Type III , maka langkah
perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Data curah hujan harian maksimum yang telah ada dibentuk dalam
bentuk logaritma.
2. Setelah data menjadi bentuk logaritma, data dihitung rata – ratanya, atau
disebut juga dengan rata – rata logaritma dengan menggunakan (rumus
2.7).
3. Langkah berikutnya adalah menghitung simpangan baku dengan (rumus
2.8).
4. Setelah seluruh parameter rumus perhitungan logaritma hujan rancangan
didapat, langkah berikutnya adalah perhitungan hujan rancangan
dengan (rumus 2.9).
5. Langkah yang terakhir adalah menghitung anti-log dari hasil nilai XT
untuk mendapatkan nilai curah hujan rancangan .

4.5.4 Uji Kesesuaian Distribusi

Uji kesesuaian distribusi yang dipakai adalah menggunakan metode uji


Chi-Kuadrat, pengujian ini dimaksudkan apakah persamaan distribusi yang dipilih
dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Langkah uji
kekesuaian distribusi Chi-Kuadrat adalah sebagai berikut :

1. Langkah awal adalah menghitung nilai parameter Chi-Kuadrat dengan


menggunakan (rumus 2.13) .
2. Langkah berikutnya adalah menentukan nilai derajat kepercayaan (α),
yaitu diambil nilai sebesar 5%.
64

3. Setelah itu menghitung nilai derajat kebebasan (DK) dengan


menggunakan (rumus 2.14) , dengan paramater perhitungan derajat
kebebasan (K) dapat dihitung dengan menggunakan (rumus 2.15).
4. Langkah berikutnya adalah menghitung kelas distribusi , dan interval
kelas.
5. Setelah seluruh parameter perhitungan didapatkan, maka (rumus 2.13)
dapat dihitung .
6. Menghitung (rumus 2.16) dengan cara membandingkan hasil dari
(rumus 2.13) / parameter Chi-Kuadrat dengan tabel 2.3 (parameter Chi-
Kuadrat kritis) .

4.5.5 Analisa Intensitas Hujan


Langkah terakhir setelah didapatkan nilai curah hujan maksimumnya adalah
perhitungan intensitas hujan , nilai yang didapatkan dari intensitas hujan
merupakan parameter utama dalam perhitungan debit rancangan, perhitungan
intensitas hujan dapat dihitung melalui rumus monobe (rumus 2.17) .

4.6 Analisa Debit Rencana

Berikut adalah perhitungan debit rencana pada daerah jalan Jalinbar


menurut pedoman perencanaan sistem drainase jalan tahun 2006 , oleh
Departemen Pekerjaan Umum :

1. Dalam menentukan debit rencana faktor penting yang dibutuhkan adalah A=


Luas daerah layan , C = koefisien aliran dan I = Intensitas hujan .
2. Luas daerah layan (A) dihitung dengan peta topografi dan situasi yang telah
ada .
3. Koefisien aliran (C) ditetapkan berdasarkan topografi yang telah ada, tata
guna lahan disekitar Jalinbar, dan juga jenis tanah yang ada di Jalinbar .
65

4. Sementara itu Intensitas hujan berasal dari olahan data curah hujan hingga
menjadi curah hujan rancangan , yang nantinya juga dipengaruhi oleh waktu
limpas aliran permukaan dan waktu limpas aliran ketika disaluran .
5. Ketika semua aspek tersebut sudah diketahui maka Q rencanadapat
diketahui, dan dibandingkan dengan Q saluran yang direncanakan, jika Q
rencana < Q saluran maka dianggap sudah baik, namun jika sebaliknya
maka perlu adanya revisi pada bagian perencanaan dimensi saluran .

4.6.1 Luas Daerah Layanan Jalan Jalinbar (A)

a. Perhitungan luas daerah layanan didasarkan pada panjang segmen jalan


yang ditinjau dimana jalan Jalinbar ini yang mempunyai panjang total yaitu
2,6 Km.
b. Luas daerah layanan (A) untuk saluran samping jalan perlu diketahui
agar dapat diperkirakan daya tampungnya terhadap curah hujan atau
untuk memperkirakan volume limpasan permukaan yang akan
ditampung saluran samping jalan, luas daerah layan yang ada terdiri dari
luasan Bukit Panderman , badan jalan dan bahu jalan .
c. Luas daerah layan terdiri atas luas setengah badan jalan (A1), luas bahu
jalan (A2) dan luas daerah sekitar yang terdiri dari bukit Panderman (A3).
d. Batasan luas daerah layanan tergantung dari daerah sekitar dan topografi
dan daerah sekelilingnya. Panjang daerah pengaliran yang diperhitungkan
terdiri atas setengah lebar badan jalan (l1), lebar bahu jalan (I2), dan daerah
sekitar (I3) adalah wilayah bukit Panderman yang dapat diketahui pada peta
topografi yang ada.
66

Gambar 4.3 : Daerah Pengaliran Saluran Samping Jalan Jalinbar

Keterangan gambar :

I1 : ditetapkan dari as jalan Jalinbar sampai bagian tepi perkerasan.

I2 : ditetapkan dari tepi perkerasan sampai tepi bahu jalan

I3 : Luasan lereng bukit Panderman hingga puncak

- Luar kota (rural area) tergantung topografi ± 100 meter, karena wilayah
bukit Panderman bervariasi hingga puncak bukit .

Gambar 4.4 : Panjang Daerah Pengaliran Jalan Jalinbar


67

4.6.2 Koefisien Pengaliran Jalinbar (C)


Nilai koefisien pengaliran (C) di Jalinbar dipengaruhi kondisi permukaan
tanah (tata guna lahan) . Lahan yang terdapat di areal Jalinbar adalah area
perbukitan dengan adanya rumput dan juga area persawahan . Kemiringan bukit
relatif dengan slope yang besar sehingga koefisien pengaliran yang ada sangat
berpengaruh karena nilai faktor limpasan juga besar. Nilai (C) Jalinbar dapat
ditentukan pada (tabel 2.1) berikut :

Koefisien
NO Kondisi Permukaan Tanah Pengaliran Faktor limpasan
(C) (fk)
Bahan
1 Jalan Beton dan Jalan aspal 0,70-0,95 -
2 Jalan Kerikil dan Jalan Tanah 0,40-0,70 -
3 Bahu Jalan
a. Tanah Berbutir Halus 0,40-0,65 -
b. Tanah Berbutir Kasar 0,10-0,20 -
c. Batuan Masif Keras 0,70-0,85 -
d. Batuan Masif Lunak 0,60-0,75 -
Tata Guna Lahan
1 Daerah Perkotaan 0,70-0,95 2,0
2 Daerah Pinggiran Kota 0,60-0,70 1,5
3 Daerah Industri 0,60-0,90 1,2
4 Pemukiman Padat 0,40-0,60 2,0
5 Pemukiman Tidak Padat 0,40-0,60 1,5
6 Taman dan Kebun 0,20-0,40 0,2
7 Persawahan 0,45-0,60 0,5
8 Perbukitan 0,70-0,80 0,4
9 Pegunungan 0,75-0,90 0,3

Maka didapatkan nilai C yang akan dipakai sesuai tabel 2.1 adalah

1. C1 (Persawahan )
2. C2 (Perbukitan)
3. C3 (Pegunungan)
68

4.6.3 Faktor Limpasan (fk) Jalinbar


Merupakan faktor atau angka yang dikalikan dengan koefisien runoff biasa
dengan tujuan agar kinerja saluran tidak melebihi kapasitasnya akibat daerah
pengaliran yang terlalu luas. Harga faktor limpasan (fk) disesuaikan dengan
kondisi permukaan tanah dimana kondisi permukaan tanah yang ada di areal
Jalinbar adalah pegunungan, persawahan, dan perbukitan yaitu pada tabel 2.1
diatas , dapat di tentukan jika faktor limpasan yang dipakai adalah :
1. Fk (Persawahan )
2. Fk (Perbukitan)
3. Fk (Pegunungan)

Keterangan :
- Harga koefisien pengaliran (C) untuk daerah pegunungan adalah diambil
dari nilai C yang terbesar sementara untuk area Jalinbar yang lain
disesuaikan nilai C yang ada pada tabel .
- Harga faktor limpasan (fk) digunakan karena pada Jalinbar terdapat bahu
jalan sebelum menuju saluran drainase.
- Karena di area Jalinbar terdiri dari beberapa area yaitu terdapat pegunungan,
perbukitan dan perkebunan maka perhitungan yang dipakai adalah pada
(rumus 2.18) , yaitu :
𝐶1. 𝐴1 + 𝐶2 . 𝐴2 + 𝐶3 . 𝐴3. 𝐹𝑘3
𝐶=
𝐴1 + 𝐴2 + 𝐴3
Dengan pengertian :
C1,C2,C3 = koefisien pengaliran yang terdiri dari perbukitan,
pegunungan dan persawahan
A1,A2,A3 = luas daerah pengaliran yang diperhitungkan sesuai
dengan kondisi permukaan .
Fk = faktor limpasan sesuai guna lahan .
69

4.6.4 Waktu konsentrasi (Tc) Jalinbar


Setelah mencari nilai – nilai diatas maka langkah berikutnya adalah
menghitung waktu konsentrasi yang didapat dengan menjumlahkan waktu air
mengalir di area limpasan dan waktu konsentrasi aliran dalam saluran yang
kemudian dikonversi menjadi satuan jam. Berikut ini adalah langkah perhitungan
waktu konsentrasi:
1. Menghitung waktu konsentrasi dengan menggunakan (rumus 2.19)
Tc = t1 + t2
2. Sebelum menghitung waktu konsentrasi, dihitung parameternya yang terdiri
dari t1 dan t2 dengan menggunakan (rumus 2.20) dan (rumus 2.21)
3. t1 dihitung dengan meninjau terlebih dahulu nilai koefisien hambatannya
pada (tabel 2.5) .

4.6.5 Debit Aliran (Q) Jalinbar


Langkah terakhir yang dihitung adalah menghitung nilai debit aliran (Q),
yang terdiri dari limpasan dari bukit dan jalan. Debit aliran adalah perhitungan
yang sangat vital yang parameternya didapat dari perhitungan – perhitungan
sebelumnya. Berikut ini adalah tata cara perhitungan debit aliran :
1. Merekapitulasi nilai – nilai parameter awal yang telah dihitung yaitu berupa
nilai koefisien pengaliran rata – rata (C) , Intensitas curah hujan (I), dan juga
luas daerah layanan (A) .
2. Menghitung debit aliran dengan menggunakan (rumus 2.22).

4.7 Analisa Hidrolika

Dari data – data long section (potongan memanjang) dan cross section
(potongan melintang) diketahui elevasi permukaan jalan dan elevasi permukaan
tanah eksisting . Terutama dengan data elevasi permukaan tanah eksisting dapat
menjadi patokan dalam menentukan kedalaman dasar saluran yang akan dibuat .
70

Beda tinggi antara dasar saluran rencana dibagian hulu dan hilir saluran
(∆H) jika dibagi dengan panjang saluran rencana (L), diperoleh kemiringan dasar
saluran (S) yang menjadi data input rumusan perhitungan kecepatan aliran .

Luas basah (A) dan keliling basah (O) penampang saluran dicari dengan
cara coba – coba dengan mengganti besarnya tinggi muka air aktual (h aktual) di
saluran drainase.

Output dari analisa hidrolika adalah debit hidrolika pada saluran. Debit
hidrolika pada saluran. Debit hidrolika (Qhidrolika) kemudian akan dikontrol dengan
debi hidrologi (Qhidrologi) dimana : ∆Q = Qhidrolika - Qhidrologi ≈ 0,000

Setelah mendapatkan hasil hidrolika maka langkah selanjutnya adalah


perencanaan sumur resapan, dimana sumur resapan direncanakan sesuai dengan
kebutuhan dan tinjauan teori yang telah ada.

4.7.1 Perencanaan Layout Jaringan Drainase Jalinbar

Perencanaan layout jaringan drainase jalan meliputi arah aliran berdasarkan


elevasi dari elevasi yang tinggi menuju elevasi yang rendah dan layout jalan,
menentukan patok saluran, menentukan arah limpasan dan daerah limpasan serta
yang terakhir adalah menghitung slope di setiap panjang saluran rencana.

Perhitungan slope harus bernilai positif (+), apabila terdapat nilai (-) , maka
akan terjadi back water atau aliran yang kembali. Maka perlu pembuatan tabel
yang berfungsi untuk mempermudah perhitungan . Berikut adalah rencana tabel
yang akan digunakan :

Tabel 4.1 : Rencana Perhitungan Slope Drainase Jalan Jalinbar

ELEVASI ELEVASI BEDA PANJANG


STA SLOPE
NO JENIS AWAL AKHIR TINGGI SALURAN
AWAL AKHIR (m) (m) (m) (m) (%)
71

4.7.2 Kapasitas Saluran (Q saluran) Jalinbar

Jika telah diketahui debit saluran, maka langkah selanjutnya adalah


menghitung kapasitas saluran dengan fungsi untuk mendapatkan luasan yang
dibutuhkan untuk menentukan debit banjir yang telah dihitung , berikut adalah
tata cara perhitungan kapasitas saluran :

1. Merencanakan bentuk saluran yang akan digunakan .


2. Menentukan bahan yang akan dipakai dalam perencanaan drainase
3. Merencanakan luasan saluran dengan cara coba – coba .
4. Menghitung slope rencana dengan dikombinasikan dengan slope jalan.
5. Menghitung kecepatan aliran , menghitung debit saluran
6. Dicek apakah kecepatan saluran sudah sesuai dengan yang direncanakan
7. Dicek apakah debit saluran sudah lebih kecil dari debit rencana yang telah
ditetapkan .
8. Jika kecepatan aliran terlalu besar maka direncakan menggunakan jagaan
9. Jika debit saluran lebih kecil dari debit rencana maka perlu dihitung kembali
luasan coba – coba di awal perencanaan .

4.7.3 Pengaruh Material Terhadap Perencanaan Saluran Jalinbar

Material yang dipakai dalam perencanaan drainase jalan Jalinbar adalah


pasangan batu kali yang pinggirnya diplester, hal ini tentunya sangat berpengaruh
terhadap kecepatan ijin yang dapat dipakai, karena jika kecepatan melebihi maka
drainase tersebut dikawatirkan tidak awet.

Kondisi debit pembuangan berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan


tentang kecepatan aliran (v) agar jika debit pembuangan dalam keadaan kecil
aliran masih mampu mengangkut endapan dan sedimen, dan pada saat debit besar
dapat aman dari pengaruh erosi. Syarat yang berhubungan dengan aliran merata
disebut juga dengan aliran normal. Berikut ini adalah tahapan penentuan pengaruh
material terhadap saluran :
72

1. Menentukan hubungan kemiringan saluran dengan jenis material yang dapat


dilihat pada (tabel 2.7).
2. Menentukan kecepatan aliran yang diijinkan pasa saluran drainase Jalinbar
yang dapat dilihat pada (tabel 2.8).

4.7.4 Pematah Arus ( Terjunan ) Jalinbar

Karena area Jalinbar adalah pegunungan yang slope jalannya besar maka
perlu juga direncanakan adanya terjunan untuk menghindari arus dengan
kecepatan tinggi yang dapat merusak drainase, maka terjunan tersebut
direncanakan , perencanaan pematah arus atau terjunan dapat ditentukan dengan
melihat (tabel 2.9)

4.7.5 Bentuk Penampang Saluran Jalinbar

Bentuk saluran drainase yang kemungkinan dapat digunakan pada Jalinbar


Kota Batu adalah trapesium dan persegi. Bentuk saluran ini sangat penting untuk
direncanakan dengan baik, karena jika salah penetapan bentuk saluran maka akan
berakibat panjang dilain hari. Berikut ini adalah tata cara perencanaan dan
perhitungan bentuk saluran drainase :

1. Merencanakan bentuk saluran yang layak dan efektif dipakai untuk


digunakan dalam perencaan drainase .
2. Saluran yang dipakai adalah saluran persegi dikarenakan pada wilayah
pegunungan lahan untuk drainase sempit , karena jika digunakan trapesium
terlalu banyak lahan yang digunakan terutama adanya talud .
3. Perhitungan saluran drainase persegi dimulai dengan menentukan lebar
saluran dan tinggi muka air rencana yang dapat dilihat pada (rumus 2.35)
dan (rumus 2.36) .
4. Setelah itu menghitung luas penampang dengan menggunakan (rumus 2.37)
5. Menghitung keliling penampang dengan menggunakan (rumus 2.38) .
73

6. Setelah mendapatkan nilai tersebut maka langkah berikutnya adalah


menghitung jari – jari hidrolis penampang dengan menggunakan (rumus
2.39)
7. Langkah berikutnya adalah perhitungan kecepatan rencana dengan
menggunakan (rumus 2.33).
8. Setelah seluruh parameter dihitung maka langkah terakhir yang dihitung
adalah perhitungan debit saluran yang menggunakan (rumus 2.34).

4.7.6 Tinggi Jagaan Saluran Jalinbar


Dalam perencanaan drainase jagaan adalah hal yang sangat vital yang
berfungsi untuk menahan debit banjir yang melebihi kapasitas normal yang telah
direncanakan. Dalam perencanaan jagaan saluran drainase rumus yang digunakan
adalah (rumus 2.40). Dimana parameter angka h diambil dari perhitungan saluran
drainase pada sub bab sebelumnya.

4.7.7 Kemiringan Memanjang Saluran Jalinbar

Elevasi rencana dasar saluran didapat dari elevasi muka air sungai yang
merupakan outlet dari saluran drainase di sepanjang sisi kanan dan kiri jalan
Jalinbar Kota Batu. Maka akan direncanakan slope yang sesuai dengan
perhitungan yang ada agar tidak terjadi back water (air kembali) . Berikut ini
adalah tata cara perhitungan kemiringan saluran Jalinbar :
1. Mengambil parameter perhitungan kemiringan saluran pada perhitungan
sebelumnya.
2. Parameter yang diambil adalah kecepatan aliran, koefisien kekasaran
Manning pada (tabel 2.6), jari – jari hidrolis (R) , Luas penampang basah
(F), dan keliling basah (P).
3. Setelah didapatkan parameternya maka kemiringan memanjang saluran
dapat dihitung dengan menggunakan (rumus 2.41).
74

4.7.8 Perencanaan Gorong -Gorong

Gorong- gorong yang direncanakan di Jalinbar hanya bersifat sebagai


pembawa, gorong-gorong tidak akan mengalami penambahan debit akibat
limpasan . Maka debit yang direncanakan masuk kedalam gorong – gorong adalah
debit kumulatif dari saluran sebelumnya. Perencanaan gorong – gorong Jalinbar
dibuat dari beton precast dengan kuat tekan K 175 sehingga kuat menahan beban
diatasnya, dan direncanakan bentuknya adalah lingkaran memanjang atau disebut
juga tabung . Berikut adalah rencana perhitungan yang akan dipakai dalam
perencanaan gorong – gorong :

Gambar 4.5 : Rencana Bentuk Gorong – Gorong


75

4.8 Perencanaan Sumur Resapan

Mulai

1.Data Permeabilitas
tanah
2. Tinggi Muka Air

< 3 meter
Tinggi Muka Air

> 3 meter

< 2 cm/jam
Permeabilitas

> 2 cm/jam

Jarak Sumur
Resapan

Dimensi Sumur Pemakaian metode


Resapan ekodrainase yang lain (Biopori)

Selesai

Gambar 4.6 : Flowchart Perencanaan Sumur Resapan


76

Dengan melihat flowchart pada gambar 4.6, maka langkah – langkah


perencanaan sumur resapan adalah sebagai berikut :

1. Mencari data permeabilitas tanah dan tinggi muka air .


2. Menentukan apakah tinggi muka air tanah lebih dari 3 meter atau kurang
dari 3 meter, jika kurang dari 3 meter maka perencanaan tidak dapat
dilanjutkan.
3. Setelah mengecek tinggi muka air maka langkah berikutnya adalah
mengecek permeabilitas tanah , jika permeabilitas lebih dari 2 cm/jam maka
perencanaan dapat diteruskan, namun jika kurang dari 2 cm/jam maka
sebaiknya menggunakan ekodrainase yang lainnya yaitu dengan
menggunakan biopori.
4. Menentukan jenis sumur resapan yang cocok digunakan di Jalinbar
5. Menentukan jarak sumur resapan yang akan direncanakan dengan tabel 4.2
6. Menentukan debit aliran yang digunakan yaitu pada (rumus 2.42) .

4.9 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya Jalinbar

Rencana anggaran biaya pekerjaan drainase adalah perencanaan bagian –


bagian bangunan drainase dan juga faedah – faedah penyusunan yang dibutuhkan.
Biaya yang dibutuhkan dihitung secara detail dengan susunan – susunan
perencanaan yang telah ditetapkan .
Anggaran biaya merupakan harga diri bangunan yang dihitung dengan teliti,
cermat masing – masing daerah , disebabkan karena perbedaan harga bahan dan
upah tenaga kerja, berikut ini adalah tahap perencanaan rencana anggaran biaya
yang akan dibahas pada flowchart gambar 4.7 dibawah :
77

Mulai

Data Konstruksi Drainase :


Gambar Bestek
Spesifikasi Teknis

Daftar Jenis Perhitungan


Pekerjaan Volume

1.Daftar Bahan 1. Daftar Upah 1. Daftar Alat


2.Koefisien Bahan 2. Koefisien Upah 2. Koefisien Alat

Harga Bahan Harga Upah Harga Alat

Harga Tiap Jenis


Pekerjaan

RAB

Jadwal
Pelaksanaan

Metode
Pelaksanaan

Selesai

Gambar 4.7 : Flowchart Perencanaan Manajemen Konstruksi


78

4.9.1 Volume Pekerjaan

Setelah melaksanakan pekerjaan gambar teknis atau gambar bestek


perencanaan drainase dan spesifikasi teknis maka langkah berikutnya yang
dilaksanakan adalah perhitungan volume pekerjaan. Perhitungan ini harus
dilaksanakan secara teliti dan jelas agar biaya yang dihasilkan nantinya dapat tepat
untuk mengantisipasi adanya kelebihan maupun kekurangan volume pekerjaan.

4.9.2 Harga Satuan Pekerjaan

Perhitungan rencana anggaran biaya untuk drainase jalan terdiri dari


beberapa macam aspek , dimulai dengan pembuatan analisa harga satuan
pekerjaan (AHSP), berikut adalah flowchart pembuatan AHSP :

Analisa harga satuan pekerjaan dimulai dengan mengumpulkan gambar –


gambar perencanaan drainase yang telah dibuat, setelah itu langkah selanjutnya
adalah mengelompokkan daftar jenis – jenis pekerjaan yang akan di kerjakan ,
setelah itu memulai dengan membuat tabel form, tabel form AHSP ini dibuat pada
software. Setelah form terbuat langkah selanjutnya adalah perhitungan manual
volume masing – masing pekerjaan , perhitungan volume ini didasarkan pada item
pekerjaan yang telah ada. Berikut ini adalah langkah perhitungan harga satuan
pekerjaan :
1. Mendapatkankan data harga satuan Kota Batu Tahun 2014
2. Menghitung koefien pekerjaan bahan , alat dan tenaga
3. Setelah semua parameter selesai dihitung maka nilai harga satuan pekerjaan
dapat dihitung dengan menggunakan (rumus 2.44).

4.9.3 Rekapitulasi Analisa Biaya

Setelah mendapat nilai harga satuan pekerjaan dan volume masing-masing


pekerjaan drainase Jalinbar, kita dapat menghitung biaya setiap item pekerjaan.
Setelah mendapatkan biaya semua pekerjaan, maka hasilnya akan direkap dalam
suatu tabel dan dijumlah seluruhnya, nilai tersebut adalah hasil rekap pekerjaan
79

nett, artinya harga bersih dari pelaksanaan pekerjaan drainase sebelum


ditambahkan biaya tidak langsung .

4.10 Penjadwalan Pekerjaan Jalinbar

Telah banyak metode penjadwalan yang bisa dipakai dalam proyek


konstruksi yaitu antara lain :

1. Bar chart
2. PERT
3. Critical Path Method (CPM)
4. Presedent Diagram Method (PDM)

Namun penjadwalan yang akan digunakan oleh penulis adalah dengan


metode CPM , dimana penulis menggunakan alat bantu software yaitu dengan
menggunakan software scheduller. Rencana WBS (Work Breakdown Structure)
yang akan dibuat oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Pekerjaan Persiapan
a. Pengukuran dan Pemasangan Bowplank
2. Pekerjaan Tanah
a. Galian Tanah Biasa
b. Galian Tanah Sumur Resapan
c. Urugan Tanah Kembali
d. Urugan Pasir
3. Pekerjaan Pasangan
a. Pasangan Batu Kali 1:2
b. Pasangan Batu Kali 1:3
c. Siaran 1:2
d. Plesteran 1:3
e. Lubang Inlet
4. Pekerjaan Beton
a. Beton Precast Gorong – Gorong
5. Dokumentasi dan Pelaporan
80

4.11 Metode Pelaksanaan Pekerjaan Jalinbar

Dalam sebuah proyek konstruksi langkah yang harus diambil pada awal
pelaksanaan pekerjaan adalah pembuatan rencana kerja atau disebut juga dengan
metode pelaksanaan pekerjaan, hal ini penting dilaksanakan agar proyek dapat
dikerjakan dengan standar mutu , biaya dan waktu yang baik.

Metode pelaksanaan pekerjaan didasarkan pada skala pekerjaan yang


dilaksanakan, dalam pemilihan metode pelaksanaan diharapkan mampu melayani
pengguna jalan agar tidak terganggu atas pekerjaan drainase jalan, atau disebut
juga dengan pelaksanaan manajemen traffic / lalu lintas , manajemen lalu lintas
yang akan dibuat oleh penulis adalah pelaksanaan sistem buka tutup kendaraan,
dimana pekerjaan ini dilaksanakan urut melalui STA awal – STA akhir.
81

DAFTAR PUSTAKA

- Te, Chow V, 1989, Hidrolika Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta .


- Hasmar, Halim, 2002, Drainase Perkotaan, Universitas Islam
Indonesia,Yogyakarta.
- Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, ANDI,
Yogyakarta, 2004 .
- Pekerjaan Umum, 2006 , Perencanaan Sistem Drainase Jalan , PU , Jakarta
- Tim Gunadarma, 1995, Drainase Perkotaan, Gunadarma, Jakarta .
- Ibrahim, H. Bachtiar, 2001, Real dan Estimate Real Of Cost, PT. Bumi
Aksara, Jakarta.
- Kusnaedi, 2011, Sumur Resapan untuk Pemukiman Perkotaan dan
Pedesaaan, Penebar Swadaya, Jakarta .
- Kamiana, I Made, 2011, Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air,
Graha Ilmu, Yogyakarta .
- Wesli, 2008, Drainase Perkotaan, Delta Buku, Yogyakarta.
- Soemarto, 1995, Hidrologi Teknik, Erlangga , Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai