Nim : L031171007
I. Pendahuluan
Ikan kakap putih yang memiliki nama Latin Lates calcarifer sebenarnya sudah banyak
dikenal masyarakat Indonesia. Ikan ini merupakan salah satu ikan yang memiliki nilai ekonomi
tinggi. Namun, kebanyakan produksi ikan kakap putih yang ada tersebut masih berasal dari
penangkapan ikan di laut. Budidaya atau pemeliharaan ikan kakap putih hanya bisa menyediakan
sebagian kecil. Setelah dilakukan pembelajaran atau penelitian, rupanya suplai ikan yang sedikit
dari pembudidaya ini disebabkan oleh masalah pengadaan benih. Benih yang sulit diproduksi
secara berkelanjutan menjadikan usaha budidaya ikan terhambat. Oleh karena itu, pasokan ikan
dari pembudidaya juga hanya bisa seadanya.
Dengan kerja sama yang dilakukan Balai Budidaya Laut Lampung kerja sama dengan
FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008, untuk melakukan
pembenihan massal pada ikan kakap putih di Indonesia. Pada awal 1989 larva kakap putih dapat
dipelihara secara massal di Balai Budidaya Lampung. Setelah sebelumnya pada 1987, larva yang
dihasilkan dari pemijahan induk ikan kakap tersebut belum berhasil dipelihara (Akmal, 2011).
I.3 Lokasi
Menurut Mulyono (2011) persyaratan lokasi sebagai tempat budidaya ikan kakap putih
adalah harus terletak di tepi pantai untuk memudahkan perolehan sumber air laut pantai tidak
terlalu landai dengan kondisi dasar laut, air laut harus bersih dengan salinitas 28-35 ppt, sumber
air laut dapat dipompa minimal 20 jam perhari dan sumber air tawar tersedia dengan salinitas
maksimal 5 ppt.
Wadah yang digunakan adalah bak semen. Untuk memudahkan pengontrolan dan
pengelolaannya bak raceway jangan terlalu besar, ukuran yang ideal untuk digunakan
volume total 10m3 tergantung kemampuan debit air. Disisi dalam bak diletakkan Air Lift untuk
mengatur arus air di dalam bak. Sebelum dilakukan pengisian air terlebih dahulu dilakukan
persiapan bak yaitu : pencucian bak dengan deterjen dan khlorin, dilanjutkan dengan pembilasan
air tawar kemudian dikeringkan.
II. 3 Perlakuan Terhadap Air Budidaya
Setelah bak siap maka dilakukan pengsian air laut dengan ketinggian air 80 cm. Air
sebelum masuk ke bak difilter dengan filter gravitasi. Chua & Teng (1978) dalam Langkosono
(2007), menyatakan bahwa kualitas perairan yang optimal untuk pertumbuhan ikan kakap,
seperti suhu berkisar antara 24-31 °C dan pernyataan Kordi (2005) yang menyatakan bahwa
kisaran suhu optimum bagi kehidupan ikan adalah 24-32 °C. Selama pemeliharaan ikan kakap di
bak dengan perlakuan tidak dilakukan pergantian air budidaya tetapi dilakukan penambahan air
yang hilang akibat penguapan dan pembuangan air limbah budidaya melalui penyiponan
maksimal 5%. Penambahan air dilakukan 3(tiga) hari sekali untuk mempertahankan
ketinggian air seperti semula. Air yang digunakan untuk penambahan terlebih dahulu
disterilisasi seperti prosedur yang dijelaskan diatas. Untuk mempertahankan kualitas air
digunakan probiotik sebanyak 1-2 ppm.
III. Kesimpulan
System resirkulasi raceway dapat dilakukan pada pembesaran kakap putih. Recirculatig
aquaculture system (RAS) memberikan hasil yang lebih baik secara deskriptif dari segi
pengukuran paramater kualitas air, penggantian air, hasil pengukuran panjang dan berat ikan
daripada perlakuan pemliharaan ikan dengan pergantian air 100-200% perhari. Keuntungan
aplikasi system resirkulasi raceway ini adalah efisiensi penggunaan air laut sehingga teknologi
ini bisa dipakai di lokasi yang kesulitan suplai air laut.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal. S. G. 2011. Pembenihan Dan Pembesaran Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) Di Balai
Besar Pegembagan Budidaya Laut, Lampung. Institut Pertanian Bogor.
Kordi. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta: Jakarta.
Langkosono. 2007. Budidaya Ikan Kakap (Serranidae) Dan Kualitas Perikanan.Neptunus. 14(1):
61-67.
Mulyono. M. 2011. Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch). Pusat Penyuluhan
Kelautan Dan Perikanan Badan Pegembangan SDM Kelautan Dan Perikanan. Kementrian
Kelautan Dan Perikanan.