Anda di halaman 1dari 3

Anna Farida,.S.Pd., Suhud Rois,.S.S., Ir. Edi S. Ahmad. (Juli 2012).

Sekolah Yang
Menyenangkan. Nuansa Cendekia. ISBN: 978-602-8394-46-8. (300 halaman).

Sekolah yang menyenangkan adalah oase yang hadir di tengah keringnya


dunia pendidikan. Awalnya, oase ini bisa jadi dipandang sebelah mata. Bisa karena
pesimisme, bisa juga karena keberadaan dan arti pentingnya tak disadari. Namun, kini
sekolah yang menyenangkan kian menjadi tujuan orang tua menyekolahkan anaknya.
Kolaborasi tiga penulis, yang mewakili setiap elemen stakeholder satuan pendidikan. Bu
Anna, sebagi orang tua, menulis berdarkan harpan dan pengalaman menyekolahkan anak-
anaknya. Pak Edi, dengan kapasitasnya sebagai pemilik konsep, memberi dasar bagaimana
sebuah sekolah dibangun secara bersama-sama. Sedangkan Pak Suhud, salah seorang guru
senior, berbagai pengalaman dan pemikiran tentang bagimana mewujudkan konsep sekolah
yang menyenangkan dalam praktik pembelajaran. Oleh karena itu, buku ini sangat tepat
untuk dijadikan referensi bagi sekolah guru dan calon guru, karena buku ini mengajak kita
mengingat kembali esensi belajar, tujuan, dan prosesnya. Sedangkan bagi orang tua, buku ini
bisa jadi bahan renungan; apa tujuan menyekolahkan anak serta pertimbangan memilih
sekolah bagi anaknya.

Dalam bab pendahuluan, buku ini menjelaskan gambaran sekolah yang


menjadi tempat yang menjenuhkan, ajang adu gengsi, bahkan sebagai penjara bagi para siswa
maupun para guru. Namun di bab ini juga menjelaskan secara singkat bagimana gambaran
sekolah masa depan yang menyenangkan, dimana belajar menjadi sebuah petualangan untuk
mencoba hal-hal yang baru, serta menikmati prosesnya. Buku yang terdiri atas tujuh bab ini
diawali dengan penjelasan mengenai belajar adalah bermain, dan bermain adalah belajar bagi
anak, karena menurut rasulullah dunia anak adalah dunia bermain. Sehingga belajar akan
menjadi lebih efektif jika anak dan guru dalam keadaan fun. Dengan kegembiraan yang
mereka peroleh, anak akan terdorong untuk belajar lebih banyak tanpa harus merasa bosan
atau terpaksa agar materi yang diajarkan akan lebih bermakna dan menancap jauh lebih lama
(Bab 1). Dalam bab 2, buku ini lebih memaparkan perbandingan kurikulum yang kita pakai
dulu yaitu KTSP dengan kurikulum yang dipakai didalam negara-negara yang telah maju
dalam bidang akademiknya. Selanjutnya bab 3 ini membahas tentang tugas atau peran apa
yang harus dilakukan seorang guru agar terciptanya suasana kelas yang tida membosankan,
dan bagaimana cara menghadapi persoalan yang ada. Di bab 4, buku ini membahas tentang
pentingnya pandangan orang tua yang dapat kontraproduktif agat terciptanya konsep sekolah
yang interaktif bagi anak-anak mereka. Selanjutnya dalam bab 5, buku ini menjelaskan
tentang prinsip-prinsip, karakter, kompetensi, dan juga kepemimpinan yang harus ada di
sekolah agar terwujudnya sekolah yang interaktif dan menyenangkan. Dalam bab 6, buku ini
membahas bagaimana pentingnya kegiatan belajar diluar sekolah yang berfungsi untuk
membangun karakter, konsentrasi, kreativitas, dan kerohanian anak. Selanjutnya yang
terakhir dalam bab 7, buku ini membahas tentang bagaimana perjalan Suhud Rois yang
menjadi salah satu guru senior di sekolah gemilang ini dalam mewujudkan sekolah yang
interaktif.

Melalui buku ini penulis memaparkan jika selama ini sebagian dari kita sudah
terlalu lama terkecoh oleh definisi belajar. Ketika otak mengakses kata belajar, maka ratusan
juta neron akan segera mekosakata: membaca buku pelajaran, menghafal, mencatat, duduk,
dan mengerjakan latihan soal, dan yang sejenisnya. Memang tidak ada yang salah dengan
otak kita, namun menurut Paul MacLean otak manusia itu mempunya tiga bagian dasar: (1)
batang otak atau “otak reptil”, dimana bagian otak ini merupakan pusat perilaku inderawi dan
naluriah untuk mempertahankan diri, khususnya dalam keadaan tertekan dan menghadapi
bahaya. Jadi intinya jika kita belajar karena adanya tekanan atau tuntutan yang menghantui
diri kita, maka semua ilmu yang telah kita pelajari menjadi tidak berguna dan bersifat
sementara dalam otak kita. (2) limbik atau “otak mamalia”, dimana bagian otak ini
merupakan letak emosi berada. Jika pengalaman belajar yang positif dan menyenangkan,
maka limbik yang aktif akan membuat proses belajar berlangsung penuh semangat dan
kreatif, serta hasil belajarnya juga lebih melekat dalam jangka panjang. (3) Neokorteks atau
“otak belajar”, dimana bagian tak inilah manusia bisa berbahasa, berpikir abstak, berpikir
secara sadar, merencanakan masa depan, dan memecahkan masalah (halaman 22-25).

Penulis juga menegasan bahwa sebenarnya sebutan “nakal” itu tidak ada jika
semua anak diberi kebebasan untuk berekspresi. Anak yang nakal sebenarnya mereka hanya
mengekspresikan apa yang ingin mereka katakan pada orang dewasa yang ada di sekitarnya,
namun mereka tidak mampu mengatakannya dengan perkataan dan hanya bisa diungkapkan
lewat perilaku mereka. Penulis juga mengatan bahwa kunci menghadapi anak “nakal” adalah
kmunikasi yang pas dengan gaya mereka (halaman 32-35).
Jika dibandingkan dengan buku yang bertema serupa “sekolah berawal dari
rumah” ini sama asiknya dengan buku “sekolah yang menyenangkan” karena mereka sama-
sama memberikan berbagai tips dan trik yang bisa dijadikan model, dikembangkan, dan
disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan anak. Buku “sekolah berawal dari rumah” karya
Cheri Fuller ini berisi tentang berbagai alternatif pembelajaran yang dilakukan oleh orang tua
guna membimbing anak-anaknya agar dapat memotivasi setiap anak, memenuhi kebutuhan
belajar yang lebih efektif, dengan cara yang positif. Berbeda dengan itu, buku “sekolah yang
menyenangkan” lebih berisikan tentang metode kreatif mengajar dan pengembangan karakter
siswa yang menyadarkan kita bahwa kemampuan kognisi dan karakter siswa harus berjalan
seimbang. Bahkan, pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan
karakter berkualitas suatu bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi,
kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan menghormati, dan sebagainya.
Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan
kognitif saja, namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.

Walaupun terkesan tanpa cela, buku ini masih memiliki kekurangan dari segi
kalimat atau bahasa yang selalu diulang-ulang, yang dapat membuat pembaca menjadi pusing
dan jenuh untuk membacanya lagi. Masalah yang ke dua, dari segi kurikulum yang dimana
masih mengusung masalah KTSP yang sudah tidak berlangsung lagi di Indonesia. Dan yang
terakhir dari segi penempatan gambar atau contoh yang tidak tepat, membuat pembaca
menjadi bimbang dan pusing akan membacanya.

“Sekolah yang Menyenangkan” menawarkan metode kreatif mengajar dan


pengembangan karakter siswa yang lengkap dan mendalam untuk para pembaca dalam
memahami dan menganalisis bagaimana menciptakan sekolah yang menyenangkan tersebut.
Didalamnya juga terdapat contoh-contoh yang dapat memudahkan pembaca dalam
memahami suatu topik yang diangkat tersebut. Tidak hanya itu, didalam buku ini juga
terdapat berbagai gambar-gambar dalam setiap topik yang dibahas, sehingga pembaca tidak
monoton dan mengantuk dalam membaca buku ini. Oleh karena itu, buku ini sangat
menyenangkan untuk dibaca dan wajib untuk dibaca oleh pendidik maupun calon pendidik,
karena buku ini dapat menyegarkan kembali visi dan misi pendidikan yang seharusnya
diperlukan bagi masa depan generasi penerus, bukan pengajaran ilmu yang hanya dipakai
sesaat.

Anda mungkin juga menyukai