Buku yang berjudul kelasnya manusia ini asli ditulis oleh Munif Chatib
bersama Irma Nurul Fatimah. Munif Chatib sendiri adalah konsultan pendidikan,
penulis bestseller Sekolahnya Manusia, Gurunya Manusia dan Orang Tuanya
Manusia. Sedangkan Irma Nurul Fatimah Sendiri merupakan arsitek dan pengajar
disekolah Lazuardi.
Jenis huruf yang digunakan seperti jenis arial yang sangat mudah dibaca, sedangkan
untuk penulisan judul dan sub-subnya buku ini menggunakan tulisan-tulisan yang
sedikit lebih besar dengan warna-warna bernada merah sehingga terlihat sangat
menarik. Selain itu setiap kalimat atau kata yang dianggap pentingpun diberi warna
yang berbeda sehingga pembaca bisa menarik kata-kata yang dianggap penting itu.
Cover hijau muda berpadu tulisan merah dengan beberapa gambar display yang indah
sudah bisa menarik siapa saja yang melihatnya. Kertas yang digunakanpun cukup
tebal dan terasa timbul saat kita menyentuhnya. Kertas yang digunakanpun bukan
kertas biasa. Buku ini menggunakan kertas yang agak tebal dan licin dengan diselipi
gambar-gambar display juga gambar yang berkaitan dengan materi disetiap subnya
sehingga ini menimbulkan setiap lembar dalam buku ini seperti poster.
Unsur intrinsik dalam buku ini sangat menarik. Struktur kalimat sangat jelas dengan
gaya bahasa yang sangat mudah dipahami. Buku ini menggunakan bahasa-bahasa
yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menimbulkan suasana
segar dan mudah dipahami oleh semua orang.
Buku ini sangat layak dibaca bahkan wajib dibaca oleh seorang pendidik. Karena
buku ini dapat memberikan inspirasi untuk menciptakan suasana mengajar yang
menyenangkan. Buku ini membahas secara gamblang bagaimana suasana kelas dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa. Jelas suasana kelas ini diciptakan oleh guru karena
guru selain sebagai pengajar juga sebagai arsitek yang harus berpikir bagaimana agar
anak didiknya bisa nyaman dikelas itu, kelas bukanlah penjara yang membuat anak
didik ingin segera keluar saat memasukinya, tapi buatlah kelas menjadi seperti area
bermain yang menyenangkan.
Di bab pertama, buku ini menjelaskan tentang otak. Karena memang pada dasarnya
saat mengajar guru sedang bermain dengan otak manusia. Jadi naif sekali jika seorang
guru tidak memahami tentang otak. Seperti yang dijelaskan dalam buku, otak manusia
dibagi menjadi 3 bagian, yang terdiri dari otak reftil, otak limbik dan neokortek.
Ketiga otak ini mempunyai peranan masing-masing. Otak reftil sering disebut juga
sang penjaga yang ada dibagian belakang otak, fungsinya sebagai pengatur gerak
reflek. Sedangkan otak limbik sebagai sang pengatur yang berfungsi sebagai pengatur
emosi, mempertahankan keseimbangan hormonial, rasa haus dan lapar.
Selera belajar itu akan muncul apabila otak reftil terpuaskan. Sedangkan otak reftil
sendiri tertarik pada hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Guru harus
terbiasa menampilkan sesuatu yang unik dan berbeda untuk dapat memuaskan otak
reftil anak didiknya, diantaranya:
Untuk bab ke tiga buku ini menjelaskan tentang formasi dalam belajar. Formasi dalam
belajarpun dapat dirubah-rubah sesuai kebutuhan agar selalu menciptakan suasana
yang baru. Guru harus dituntut mampu menampilkan suasana kelas yang menarik agar
proses belajar dan mengajarnya berhasil. Diantaranya dengan pengaturan isi kelas dan
display pada dinding-dinding kelas sebagai usaha untuk memanagemen kelas.
Dalam bab terakhir ini dibahas lebih rinci lagi tentang display. Bab ini memjelaskan
bagaimana kelas itu dapat berbicara dengan sentuhan display. Untuk itu tentu
diperlukan kreatifitas guru untuk mendisplay kelasnya. Kemampuan guru dalam
mendisplay kelas ini merupakan bukti bahwa dia adalah guru yang kreatif.
Kelebihan dari buku ini adalah memuat banyak contoh-contoh display dengan gambar
yang jelas dan menarik sehingga bisa menginspirasi pembacanya. Buku ini dapat
menarik kita untuk selalu menyelesaikan setiap halamannya dan membuat penasaran.
Benar-benar buku yang sangat baik dikonsumsi oleh seorang guru, apalagi seorang
guru baru ini jelas akan membuat pengalaman belajarnya menjadi menyenangkan.
Kesimpulan yang bisa diperoleh dari buku ini adalah bahwa seorang guru harus
mampu memuaskan otak reftil siswanya, karna jika otak reftil terpuaskan
pelajaranpun akan diserap dengan sangat baik. Kelas yang disebut kelasnya manusia
itu tanpa batas, siswa bisa belajar dimana saja. Termasuk dinding-dinding yang
nampak bisupun bisa dijadikan area belajar oleh siswa. Oleh karena itu kita bisa
membuat dinding-dinding itu berbicara dengan display yang kita buat juga akan lebih
baik lagi jika setiap hasil karya siswa dapat kita pajang disana. Karna ini akan
menimbulkan perasaan bahwa siswa itu berarti sehingga termotivasi untuk belajar.
Setelah sukses dengan buku-buku bertajuk “manusia” sebelumnya sebut saja
Sekolahnya Manusia, Gurunya Manusia, Orang Tuanya Manusia, dan Sekolah Anak-
anak Juara. Pak Munif kembali meluncurkan kembali satu buku yang inspiring dan
praktis untuk diterapkan oleh para praktisi khsusunya guru di kelasnya. Kelas sebuah
ruang untuk belajar dengan empat sekat dengan atap beberapa jendela dan satu pintu
lengkap dengan papan tulis, kipas dan perabot lainnya, bisa jadi ini menjadi definisi
umum dari kelas. Satu-satunya tempat di sekolah, tempat yang paling lama ditempati
untuk menghabiskan waku belajar mengajar dan bersosialisasi tidak lain dan tidak
bukan adalah kelas. Maka dari itu tidak salah jika Pak Munif berpesan “Kelas itu
seluas samudra”.
Bagi yang belum membaca pasti penasaran apa maksudnya dari pesan
tersebut. Nah, mari saya beberkan pengertian versi saya. Definisi kelas sebetulnya
tidak sesempit dengan definisi kelas yang saya sebutkan di atas, kelas adalah sebuah
lokasi yang cocok dan memungkinkan untuk melangsungan kegiatan belajar mengajar
bisa saja indoor maupun outdoor. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri kelas
sebagai sebuah ruang lah dengan empat sekat yang menjadi tempat yang hampir
selalu dipakai untuk belajar.
Untuk apa dan seberapa penting display kelas? Nah itu yang dipesankan Pak
Munif dalam bukunya. Kelas yang berukuran tak lebih dari 10 x 10 meter yang
ditempati 30 an anak tentu harus memperhatikan aspek-aspek yang sudah disebutkan
di atas. Bagaimana anak mau termotivasi, nyaman, dan betah belajar di kelas kalau
urusan seperti ini tidak menjadi bagian esensial dari manajemen sekolah. Sekolah
sebagai lembaga pendidikan tentu memahami aspek perkembangan fisik dan
psikologi anak sehingga hal-hal demikian harus mendapat sentuhan khusus.
Dengan danya display kelas tentu akan memunculkan kreativitas guru dan
siswa bahkan bisa menjadi wahana kerjasama yang mendekatkan hubungan antar guru
dan siswa. Jika guru dan siswa punya sense of belonging and sense of responsibility
tentunya kebersihan dan kerapian kelas tidak lagi akan menjadi momok di sekolah.
Para warga sekolah mulai dari kelasnya masing-masing sudah sadar, punya rasa
memiliki dan akan bertanggungjawab.
Mau berapa lama kita bersama para siswa, pada umunya berlangsung dalam
dua semester, kapan lagi seorang guru dapat memotivasi, menginspirasi, dan
memberikan kenangan terindah bagi mereka. Sudahlah untuk apa dipikirkan mari
dikerjakan, saya menykai satu kutipan ini “Lebih baik menyalakan lilin dari pada
mengutuk kegelapan”. Makna dari kutipan tersebut tidak lain dan tidak bukan
seseorang harus melakukan sesuatu sekecil apapun itu bisa menyelesaikan masalah
dari pada mengeluh sampai keluh solusi akan semakin menjauh. So… let’s be
inspiring teacher and mange your class display!. Ini sedikit pembuktian saya setelah
membaca buku inspiratif ini, saya kerjakan di kelas dengan kreasi dan modifikasi
yang saya yakin masih terus dapat disempurnakan seiring berjalnnya waktu. Ingat
kelas yang sempit dan terbatas itu mari kita jadikan seluas samudra. Siappp!