Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia makan pada dasarnya untuk memenuhi 3 fungsi makanan itu


sendiri, yaitu untuk tenaga, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Kurang
konsumsi makanan maka akan diambil dari cadangan tubuh dan jika makan
berlebih akan disimpan dalam bentuk cadangan tubuh. Makanan berperan penting
untuk pertumbuhan. Sehingga pada hakekatnya menilai status gizi adalah
mengevaluasi keseimbangan pemenuhan kebutuhan berupa penampakan/performa
tubuh.

Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan atas metode langsung


dan metode tidak langsung. Penilaian secara langsung terdiri dari metode
biokimia, penilaian klinis, penilaian biofisik, dan penilaian antropometri.
Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode pemeriksaan
laboratorium, adalah mengukur kadar zat gizi di dalam tubuh dan atau ekskresi
tubuh kemudian dibandingan dengan suatu nilai normatif yang sudah ditetapkan.
Penggunaan metode penilaian status gizi secara biokimia digunakan untuk suatu
peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah
lagi.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakag diatas, adapun rumusan masalah adalah
Bagaimana cara penilaian gizi secara biokimia.

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah Untuk mengetahui cara
penilaian gizi secara biokimia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penentuan Status Gizi Secara Biokimia

Penentuan status gizi secara biokimia/laboratorium terdiri dari


pemeriksaan status biokimia dalam tubuh dan tes fungsional/ fisiologis . Pada
pemeriksaan status biokimia dalam tubuh diukur kandungan nutrien dalam cairan
dan jaringan tubuh . Tes yang dipilih merefleksikan nutrien total dalam tubuh atau
ukuran jaringan dalam tubuh.

Tes fungsional / fisiologis bertujuan untuk mengukur fungsi spesifik organ


tubuh yang terganggu karena kekurangan nutrien . Tes ini lebih signifikan
dibandingkan dengan pemeriksaan status biokimia dalam tubuh . Tes fungsional
fisiologis dibagi menjadi tes fungsi biokimia dan tes psikologis.

2.2 Tujuan Status Gizi Secara Biokimia

Mengetahui tingkatan gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan


status biokimia pada jaringan dan cairan tubuh dan tes fungsional.

2.3 Macam-macam Penentuan Status Gizi Secara Biokimia

Pengukuran dalam penentuan status gizi secara biokimia dilakukan dengan


pemeriksaan status biokimia tubuh yaitu cairan dan jaringan tubuh serta tes
fungsional .Pemeriksaan status biokimia tubuh pada cairan tubuh yaitu memeriksa
konsentrasi nutrien pada sampel darah , ludah , keringan dan air susu ibu .
Pemeriksaan pada jaringan tubuh yang diperiksa adalah rambut , kuku , jaringan
adiposa , hati dan tulang . Selain itu ada juga tes fungsional yang mengukur
konsekuensi fungsional pada organ atau jaringan tubuh karena defisiensi nutrien
dalam tubuh.

2.4 Pemeriksaan Status Biokimia Tubuh (Cairan dan Jaringan Tubuh)

Penentuan Status Gizi secara biokimia atau laboratorium membantu untuk


menjelaskan yang terjadi di dalam tubuh. Kebanyakan tes yang dilakukan berbasis

2
pada sampel darah atau urin yang banyak mengandung nutrien, enzim dan
metabolit yang merefleksikan status gizi. Interpretasi data biokimia membutuhkan
keahlian khusus . Tidak ada satu tespun yang menunjukkan status gizi sebenarnya,
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil tes. Konsentrasi nutrien dalam
darah yang rendah merefleksikan defisiensi nutrien atau defisiensi satu atau
beberapa nutrien atau penyakit. Pengumpulan data bersama dengan menggunakan
metode yang lain yang sangat dianjurkan, hasil laboratorium membantu
interpretasi lebih jelas dan hati-hati. Hasil laboratorium khususnya berguna untuk
membantu mendeteksi malnutrisi subklinis dengan mengcover sign awal dari
malnutrisi yang muncul sebelum tanda klinis klasik dari defisiensi nutrien
muncul.
Tes laboratorium / biokimia yang digunakan untuk mengukur status
vitamin dan mineral akan lebih baik ketika dikombinasikan dengan survei
konsumsi pemeriksaan fisik. Tingkat vitamin dan mineral dalam darah dan
urinlebih menunjukkan keadaan asupan jangka pendek dibandingkan keadaan
asupan jangka panjang. Hal ini yang menyulitkan untuk mendeteksi defisiensi
subklinis, selain itu ada interaksi antar nutrien. Karenanya sejumlah nutrien dalam
tubuh berpengaruh pada hasil laboratorium untuk beberapa nutrien. Ini juga
penting untuk diingat, faktor non-nutrien juga mempengaruhi pengukuran
biokimia.
Pemeriksaan status biokimia dalam tubuh dilakukan pada cairan dan
jaringan tubuh. Dibawah ini dijelaskan pemeriksaan status biokimia dalam tubuh:

a. Pemeriksaan Cairan Tubuh

1) Pemeriksaan Darah

Sampel darah sangat mudah diperoleh, relatif non-invasive, dan


umumnya mudah dianalisa. Pengumpulan sampel darah dan penanganannya harus
terkontrol, dan dipastikan analisis hasilnya menggunakan akurasi dan ketepatan
yang terstandar. Faktor seperti puasa, fluktuasi hasil karena diurnal variation dan
konsumsi makanan, status dehidrasi, pemakaian kontrasepsi oral atau terapi
hormon, obat-obatan, infeksi, peradangan dan stress adalah semua faktor yang

3
mengganggu interpretasi hasil (Pitch and Senti , 1984; Senith et al, 1985 dalam
Gibson , 2005)

Plasma dan serum darah membawa hasil penyerapan zat gizi dalam
tubuh dan mengedarkannya ke jaringan sehingga plasma dan serum darah
merefleksikan asupan makanan . Karenanya , plasma dan serum menyediakan
data terkini dibandingkan status biomarker nutrien . Pengaruh asupan konsumsi
pada plasma dan serum dapat dilihat dengan mengambil sampel darah puasa .

2) Eritrosit
Nutrien dalam eritrosit merefleksikan status kronis karena masa hidup sel
ini lama (120 hari) . Selain itu keuntungan dari konsentrasi nutrien dalam eritrosit
tidak terpengaruh variasi transient seperti halnya plasma Antikoagulan yang
dipilih pada pengambilan sampel eritrosit harus dipilih dengan cermat, jangan
sampai mengakibatkan terjadinya ikatan dengan ion sel darah merah. Pilihan yang
baik adalah heparin (Vitouxet all , 1999 dalam Gibson, 2005)

Pemisahan, pencucian dan analisa eritrosit adalah teknik yang sulit dan
harus dilakukan dengan hati-hati . Setelah pemisahan , eritrosit dicuci tiga kali
dengan garam isotonik untuk menghilangkan plasma yang terperangkap dan
kemudian di homogenisasikan . Tahap terakhir ini yang paling kritis karena
kekeruhan eritrosit terstratifikasi , sel yang muda dibagian atas dan sel lebih tua
dibagian bawah.
3) Leukosit

Leukosit atau beberapa tipe spesifik dari sel darah seperti limfosit , monosit,
dan neutrofil bisa digunakan untuk memonitoring perubahan jangka waktu lama
atau sedang dari status nutrien karena mereka mempunyai waktu hidup yang lebih
pendek dibandingkan eritrosit. Karenanya konsentrasi nutrien pada sel ini
merfleksikan terjadinya defisiensi nutrien lebih cepat dibandingkan eritrosit.
Teknik terbaru untuk memisahkan dan mengklasifikasikan tipe sel yaitu
dengan chromatography (Shibusawa,1999 dalam Gibson, 2005), Counterflow
centrifugal elutriation dan flowcytometri (Ito dan Shinomiya, 2001 dalam Gibson

4
, 2005 ).
4) Air Susu Ibu

Konsentrasi yang tersekresi dalam Air Susu Ibu (ASI) antara lain vitamin A,
B6, B12 seperti tiamin, riboflavin, yodium dan selenium dapat merefleksikan
tingkatan diet ibu hamil dan cadangan daam tubuh. Studi menunjukkan di
beberapa daerah defisiensi vitamin A. Selenium dan yodium bersifat endemik
sehingga kandungannya dalam air susu ibu rendh (Underwood, 1994; Funk et all.,
1990; Delange, 1985 dalam Gibson 2005)
Dinilai lebih memungkinkan untuk mengumpulkan sampel ASI
dibandingkan sampel darah. Meskipun demikian, pemilihan sampel, penanganan
pengumpulan sampel , dan penyimpanan sampel ASI harus hati-hati untuk
menjaga keakuratan informasi nutrien yang terkandung dalam ASI.

5) Saliva (Air Ludah)

Beberapa studi menggunakan air ludah sebagai cairan biopsi untuk


pengukuran status gizi. Prosedur pengukuran, tidak seperti darah bersifat non
invasisve dan mudah diambil di lapngan atau di rumah.
Pengumpulan air ludah bisa dilakukan langsung pada tabung atau cangkir
kecil dengan atau tanpa stimulasi.
Steroid dan hormon non pertide seperti tiroksin, testosteron, beberapa obat
dan antibodi untuk penyakit viral juga bisa diukur dengan air ludah. Konsentrasi
beberapa mikronutrien seperti zinc juga bisa diinvestigasi. Bagaimanapun juga
interpretasi hasil slit, materi rujukan dan nilai interpretasi untuk kondisi normal
belum tersedia.
6) Keringat

Pengumpulan keringat seperti air ludah juga non invasive dan bisa
dilakukan di lapangan ataupun di rumah. Beberapa metode pengumpulan
digunakan, beberapa diantaranya dirancang untuk mengumpulkan keringat
seluruh tubuh dan ada juga yang dikhususkan untuk mengumpulkan keringat pada
bagian tertentu dari tubuh. Seringkali menggunakan tas tertutup atau kapsul.
Shirref dan Maughan, 1997 dalam Gibson, 2005 mengembangkan metode

5
pengumpulan keringat seluruh tubuh dengan mengukur subjek yang sedang
berolahraga di dalam plastik tertutup.

b. Pemeriksaan Jaringan Tubuh

1) Jaringan Adipose

Jaringan Adipose menjadi materi biopsi yang banyak digunakan pada studi
populasi. Jaringan adipose merupakan biomarker yang baik untuk mengukur
asupan nutrien larut lemak dalam lama seperti asam lemak, vitamin E
dibandingkan melihat konsentrasinya dalam darah (Baynen danKatan, 1985;
Parker, 1989; El-Sohemy et al, 2002 dalam Gibson, 2005). Dapat melihat
perubahan secara cepat dan merefleksikan fluktuasi jangka pendek dari asupan
(Kohlmeier dan Kohlmeier, 1995; Hunter, 1998 dalam Gibson, 2005). Metode
rapid sampling mengumpulakn subkutan biopsi jaringan adipose, biasanya bagian
upper buttock (El-Sohemy et al, 2002, dalam Gibson, 2005). Meskipun baian lain
juga dapat diinvestigasi (Schafer dan Overvad, 1990; Zhang et al, 1997 dalam
Gibson, 2005).
2) Hati dan Tulang

Besi dan kalsium umumnya tessimpan dalam hati dan tulang. Sebenarnya
penggunaan hati dan tulang sebagai sampel dalam studi populasi terlalu invasive,
biasanya ini hanya digunakan untuk penelitian klinis. DXA (Dual photon
obsorptiometry) sekarang digunakan untuk mengukur kandungan total mineral
dalam tulang.
3) Rambut

Rambut biasanya di gunakan untuk mengkur defisiensi trace elemen (Zinc,


Se) pada studi ppulasi dan juga melihat keterpaparan terhadap logam berat (
arsenikda Hg). Biasanya pengkuran ini bersifat retrospectif ,pengkuran kronis
status trace elemenmulai rambut tumbuh. Keterbatasan sampel rambut utamanya
adalah kontaminasi. Material lain yang mengkontaminasi rambut antara lain
udara, air, sabun, shampo dan obat- obatan. Selenium pada shmpo dapat
meningkatkan kadar selenium pada rambut dan selenium tidak dapat dibersihkan

6
dengan prosedur pencucian.
4) Kuku

Kuku digunakan untuk menganalisis konsentasi trace elemen. Seperti kuku


mudah dikumpulkan dan simpan, namun kuku tumbuh lebih lambat di bandingkan
rambut. Elemen komposisi kuku dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, letak
geografi dan juga adanya penyakit( fibrosis, wilson, alzheimer) Komposisi elemen
kuku dapat digunkan untuk mengukur status beberapa elemen untuk
menggambarkan nutrien jangka panjang seperti selenium. Konsentasi selenium
pada kuku berhubungan dengan letak geografis keterpapparan selenium.
pada individu, selenium berhubungna dengan kebiasaan makan.
5) Sel mukosa mulut

Sel mukosa mulut digunakan untuk mengukur status a-tocoferol dan status
konsumsi lemak namun kriterian untuk hasil intrepetasi belum ada. Selain itu juga
digunakan seagai indikator status folat. Sel mukosa dikumpulkan dengan mudan
dan non invasive dengan menggunakan spatula. Sel harus dicuci dicuci dengan
garam isotonik untuk dianalisis. Kontaminasi dengan makan adalah maslaah
utama.
6) Urin

Spesimen urin digunakan untuk pengkuran biokimia beberapa trace


element antara lain kromium, yodium dan selenium, protein, vitain B kompleks.
Urin tidak bisa digunakn untuk mengkur vitamin A, D,E,K. Ekskresi urin
menggambarkan status asupan jangka pendek dan stus akut. Metode pengkuran ini
dengan ekskresi urin tergantung pada kerja ginjal dalam mengekskresikan nutrien
dalam urin dan memetabolismenya ketika cadangan dalam tubuh berkurang.
Untuk pengukuran nutrien dalam urin, diperlukan pengambilan sampel yang
bersih, mencukupi, lebih baik peride 24 jam. untuk nutrien tidak stabil
memerlukan penyimpanan yang dingin untuk mencegah kerusakan sampel.

7
2.5 Pemeriksaan Biokimia Zat Gizi
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga berbagai
jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penilaian status gizi secara biokimia
merupakan pemeriksaan status gizi yang paling obyektif dan dapat mengetahui zat
– zat gizi yang ada dalam tubuh.

Penilaian status gizi dengan cara ini merupakan penilaian secara langsung.
Hasilnya dapat memberikan indikasi perubahan status gizi seseorang pada tahap
awal atau dini. Selain itu dapat memberikan gambaran tentang kadar zat gizi
dalam darah, urine dan organ lain, perubahan metabolik tubuh akibat kurangnya
konsumsi zat gizi tertentu dalam waktu lama serta cadangan zat gizi dalam tubuh.

a. Pengukuran Status Protein


Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi
tubuh antara lain:
1. Untuk mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma
protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Untuk mengontrol peredaran darah (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.
6. Untuk mengatur aliran darah, dalam membantu bekerjanya jantung.

Di dalam darah ada 3 fraksi protein yaitu:


a. Albumin : kadar normalnya = 3,5 – 5 gram/100 ml
b. Globulin : kadar normalnya = 1,5 – 3 gram/100 ml
c. Fibrinogen : kadar normalnya = 0,2 – 0,6 gram/100 ml

Pemeriksaan biokimia terhadap status protein dibagi dalam 2 pokok, yaitu


penilaian terhadap somatic protein dan visceral protein. Perbandingan somatic dan

8
visceral dalam tubuh antara 75% dan 25%. Somatic protein terdapat pada otot
skeletal, sedangkan visceral protein terdapat di dalam organ/visceral tubuh yaitu
hati, ginjal, pankreas, jantung, erytrocyt, granulocyt dan lympocyt.
Penggunaan pengukuran status protein ini didasarkan pada asumsi bahwa
penurunan serum protein disebabkan oleh penurunan produksi dalam hati.
Penentuan serum protein dalam tubuh meliputi: albumin, transferrin, prealbumin
(yang dikenal juga dengan trasthyeritin dan thyroxine-binding prealbumin), retin
ol binding protein (RBP), insulin-Like growth factor-1 dan fibronectin.

b. Penentuan Status Gizi Fe

Ada beberapa indikator laboratorium untuk menentukan status besi yaitu:

7. Hemoglobin (Hb)

8. Hematokrit (HCT)

9. Besi serum

10. Ferritin serum (Sf)

11. Transferrin saturation (TS)

12. Free erytrocytes protophophyrin (FEP)

13. Unsaturated iron-binding capacity serum

a. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk
menetapkan prevalensi anemia. Garby et al menyatakan bahwa penentuan
status anemia yang hanya menggunakan kadar Hb ternyata kurang lengkap,
sehingga perlu ditambah dengan pemeriksaan yang lain.

b. Hematokrit (HCT)

9
Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan
cara memutarnya di dalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan dalam persen
(%). Setelah sentrifugasi, tinggi kolom sel merah diukur dan dibandingkan dengan
tinggi darah penuh yang asli. Persentase massa sel merah pada volume darah yang
asli merupakan hematokrit. Darah penuh antikoagulasi disentrifugasi dalam
tabung khusus. Karena darah penuh dibentuk pada intiselnya oleh sel darah merah
(SDM) dan plasma, setelah sentrifugasi persentase sel-sel merah memberikan
estimasi tidak langsung jumlah SDM/100 ml dari darah penuh (dan dengan
demikian pada gilirannya merupakan estimasi tidak langsung jumlah
hemoglobin).

c. Serum Besi
Prosedur serum iron. Darah harus dikumpulkan menggunakan tabung
terevakuasi bebas elemen tembusan. Transferrin saturation (TS) Penentuan kadar
zat besi dalam serum merupakan satu cara menentukan status besi. Salah satu
indikator lainya adalah Total Iron binding capacity (TIBC) dalam serum. Kadar
TIBC ini meningkat pada penderita anemia. Karena kadar besi di dalam serum
menurun dan TIBC meningkat pada keadaan defisiensi besi maka rasio dari
keduanya (transferrin saturation) lebih sensitif.

d. Free erythrocyte protophorphyrin (FEP)


Apabila penyediaan zat besi tidak cukup banyak untuk pembentukan
sel-sel darah merah di sumsum tulang maka sirkulasi FEP di darah meningkat
walaupun belum nampak anemia. Dengan menggunakan fluorometric assay,
maka penentuan FEP lebih cepat digunakan.

Untuk menilai status besi dalam hati perlu mengukur kadar ferritin.
Menurut cook (dalam Mahdin anwar husaini, 1989) banyak ferritin yang
dikeluarkan ke dalam darah secara proporsional menggambarkan banyaknya

10
simpanan zat besi di dalam hati. Apabila didapatkan serum ferritin sebesar 30
mg/dl RBC berarti di dalam hati terdapat 30 x 10 mg = 300 mg ferritin. Untuk
menentukan kadar ferritin dalam darah dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu dengan cara immunoradiometric assay (IRMA) atau dengan radio immuno
assay (RIA) atau dengan cara enzyme-linked immuno assays (ELISA) yang tidak
menggunakan isotop, tetapi enzim.

c. Penentuan Status Mineral


Berdasarkan konsentrasinya di dalam tubuh, maka mineral dibedakan menjadi
Mineral Mayor dan Trace Element.

Mineral Mayor Trace Element


1. Sodium (Na) 1. Iron

2. Potasium (K) 2. Zinc

3. Chloride(Cl) 3. Copper

4. Calcium (Ca) 4. Cobalt

5. Magnesium (Mg) 5. Manganese

6. Phosphorus (Ph) 6. Molybdenum

7. Chromium

8. Selenium
9. Fluoride
10.Nickel

Karakteristik dari Trace Mineral adalah sebagai berikut:

1. Ada dalam jumlah yang sangat sedikit (< 1% total body mass)

2. Peran fisiologis belum jelas: aluminium, arsen, kadmium, gold, lead,


11
dan mercury
3. Heavy metals : arsen, kadmium, lead, dan mercury

Pada saat pengambilan specimen, kita harus memperhatikan hal-hal yang


dapat menimbulkan kontaminasi yang akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.
Trace element kadarnya dalam tubuh dalam mg atau ng per L. nilai ini sebanding
dengan kadarnya di lingkungan. Sumber kontaminan bisa berasal dari lingkungan,
kontainer dan alat sampling serta lingkungan laboratorium. Hal-hal yang harus
diperhatikan antara lain:
a. Pengawasan ketat: koleksi spesimen, pemrosesan, dan analisis.

b. Pencucian alat-alat dengan asam

c. Cr dan Mn akan meningkat palsu apabila terkontaminasi jarum dari logam

d. Se dan Pb akan menurun palsu apabila terjadi adsorb dari tabung gelas

e. Al akan meningkat palsu apabila terkontaminasi tutup karet yg terbuat dari


aluminium silika.

Untuk metode analisis, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:

12
1. Area utk analisis trace metal terpisah dari laboratorium utama

2. Glassware dicuci dg asam kemudian dibilas dengan air suling

3. Sensitivitas analitik sangat penting

Atomic absorption spectrophotometry (AAS) merupakan metode yang


paling banyak digunakan untuk pengukuran mineral. Metode lain bisa
menggunakan spektrometri emisi, mass spectrometry , colorimetry.

d. Penentuan Status Gizi Vitamin


Penilaian status vitamin yang terkait dengan penetuan status gizi meliputi
penentuan kadar vitamin A, vitamin D, vitamin E, vitamin C, tiamin, riboflavin,
niasin, vitamin B6, vitamin B12.
1. Vitamin A

Deplasi vitamin A dalam tubuh merupakan proses yang berlangsung lama,


dimulai dengan habisnya persediaan vitamin A dalam hati, kemudian menurunya
kadar vitamin A plasma, dan baru kemudian timbul disfungsi retina, disusul
dengan perubahan jaringan epitel.

Kadar vitamin A dalam plasma tidak merupakan kekurangan vitamin A


yang dini, sebab deplesi terjadi jauh sebelumnya. Apabila sudah terdapat kelainan
mata, maka kadar vitamin A serum sudah sangat rendah (kurang dari 5 µg/100
ml), begitu juga kabar RBP-nya (<20 µg/100 ml) konsentrasi vitamin A dalam
hati merupakan indikasi yang baik untuk menentukan status vitamin A. Akan
tetapi, biopsi hati merupakan tindakan yang mengandung resiko bahaya. Di
samping itu, penentuan kadar vitamin A jaringan tidak mudah dilakukan. Pada
umumnya konsentrasi vitamin A penderita KEP rendah yaitu <15 µg/gram
jaringan hepar (Solihin Pujiadji, 1989)(Masyarakat, hlm. 172-175)

2. Vitamin D

13
Kekurangan vitamin ini dapat mengakibatkan penyakit rakhitis dan
kadang- kadang tetani. Apabila kekurangan terjadi pada masa pertumbuhan akan
timbul osteomalasia. Sangat jarang ditemukan rakitis bawaan, insiden tertinggi
terdapat pada umur 18 tahun. Kekurangan vitamin D timbul kalsifikasi tulang
yang tidak normal disebabkan oleh karena rendahnya saturasi kalsium dan fosfor
dalam cairan tubuh. Keadaan resorpsi tulang akan melebihi pembentukannya
hingga menyebabkan demineralisasi umum pada rangka yang berakibat menjadi
lunaknya tulang- tulang serta deformitas torax, tulang punggung, pelvis dan
tulang-tulang panjang.
Beberapa zat yang berhubungan dengan aktivitas vitamin D adalah:

1) Vitamin D2 (ersokalsiferol) yang dihasilkan oleh radiasi ersoterol (dalam


tumbuh-tumbuhan) secara artifisial dengan sinar ultraviolet.
2) Vitamin D3 (kolekalsiferol) yang dihasilkan oleh radiasi pada kulit manusia
dengan komponen ultraviolet sinar matahari dan juga terdapat secara alamiah
pada sumber makanan hewani. Kolekalsiferol dikonversi di dalam hati dan
mungkin usus menjadi 25(OH) kolekalsiferon
Pada pemeriksaan biokimia penderita rakhitis ditemukan hasil:

1) Kadar kalsium serum normal atau lebih

2) Kadar fosfor rendah

3) Kadar fosfatase meninggi

4) Kadar 25 (OH) vitamin D dibawah 4 mg/ml

3. Vitamin E

Devisit vitamin E jarang sekali ditemukan oleh sebab makanan sehari-hari


mengandung cukup vitamin E. namun demikian kita harus tetap waspada adanya
kemungkinan keadaan subklinis, misalnya pada bayi berat badan lahir rendah
dimana transfer vitamin E melalui plasenta tidak efisien. Gangguan yang dapat
dilihat karena kekurangan vitamin E adalah hemolisis dan mengurangnya umur
14
hidup eritrosit. Penelitian pada binatang percobaan didapatkan bahwa defisit
vitaminE menyebabkan kemandulan baik pada jantan dan betina. Gangguan lain
adalah distrofi otot dan kelainan saraf pusat (ensefalomalasia). Pada pemeriksaan
biokimia seorang anak dikatakan memiliki nilai normal vitamin E bila di dalam
serum ≥ 0,7 mg..

2.6 Keunggulan dan Kelemahan Biokimia


2.6.1 Keunggulan
Pemeriksaan bikomia bila dibandingkan dengan pemeriksaan lain dalam
penentuan status gizi memiliki keunggulan-keunggulan antara lain :
a. Dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini.

b. Hasil dari pemeriksaan biokimia lebih objektif, hal ini karena


menggunakan peralatan yang selalu ditera dan pada pelaksanaannnya
dilakukan leh tenaga ahli.

c. Dapat menunjang hasil pemeriksaan metode lain dalam penilaian status


gizi.

2.6.2 Kelemahan
a. Pemeriksaan biokimia hanya bisa dilakukan setelah timbulnya gangguan
metabolism dan Membutuhkan biaya yang cukup mahal.

b. Dalam melakukan pemeriksaan diperlukan tenaga yang ahli.

c. Kurang praktis dilakukan dilapangan, hal ini karena pada umumnya


pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan yang tidak mudah
dibawa kemana-mana
d. Pada pemeriksaan tertentu specimen sulit untuk diperoleh, misalnya
penderita tidak bersedia diambil darahnya.
e. Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak dibandingkan
dengan pemeriksaan lain.

15
f. Belum ada keseragaman dalam memilih reference (nilai normal). Pada
beberapa reference nilai normal tidak selalu dikelompokkan menurut
kelompok umur yang lebih rinci.

g. Dalam beberapa penentuan pemeriksaan laboratorium memerlukan


peralatan laboratorium yang hanya terdapat dilaboratorium pusat, sehingga
didaerah tidak dapat dilakukan.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam menentukan Penentuan status gizi secara biokimia/laboratorium


terdiri dari pemeriksaan status biokimia dalam tubuh dan tes fungsional/
fisiologis. Banyak sekali macam-macam penentuan status gizi baik secara
bikomia mau fungsional. Pada pemeriksaan status gizi secara biokimia lebih
akurat dan objektif sehingga dapat menedeteksi masalah gizi sejak dini namun
pada pemeriksaan status gizi secara biokimia memerlukan banyak biaya. Dari
berbagai macam penentuan status gizi tersebut mempunyai tujuan yang sama
yaitu untuk mengetahui tingkatan gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan
status biokimia pada jaringan dan cairan tubuh dan tes fungsional agar terhindar
dari beberapa masalah status gizi.

3.2 Saran
Rutin secara berkala melakukan penentuan status gizi khususnya pada
balita agar terhindar dari masalah gizi seperti KEPP, Anemia, gaky, dan penyakit
masalah gizi lainya. Dan tentunta diperikasa kepada pada ahlinya agar terhindar
dari kesalahan perhitungan penentuan status gizi

17
DAFTAR PUSTAKA

Ningtyas , Farida Wahyu . 2010 . Penentuan Status Gizi Secara Langsung. Jember

: Jember University Press

Supriasa, I Dewa Nyoman,.2012.Penilaian Status Gizi.Jakarta:ECG


https://leilyairwanti.wordpress.com/2015/06/02/penentuan-status-gizi-biokimia-
yodium/

https://hasanah619.wordpress.com/2009/12/26/penilaian-status-gizi-secara-
biokimia/

18

Anda mungkin juga menyukai