PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah Untuk mengetahui cara
penilaian gizi secara biokimia.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
pada sampel darah atau urin yang banyak mengandung nutrien, enzim dan
metabolit yang merefleksikan status gizi. Interpretasi data biokimia membutuhkan
keahlian khusus . Tidak ada satu tespun yang menunjukkan status gizi sebenarnya,
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil tes. Konsentrasi nutrien dalam
darah yang rendah merefleksikan defisiensi nutrien atau defisiensi satu atau
beberapa nutrien atau penyakit. Pengumpulan data bersama dengan menggunakan
metode yang lain yang sangat dianjurkan, hasil laboratorium membantu
interpretasi lebih jelas dan hati-hati. Hasil laboratorium khususnya berguna untuk
membantu mendeteksi malnutrisi subklinis dengan mengcover sign awal dari
malnutrisi yang muncul sebelum tanda klinis klasik dari defisiensi nutrien
muncul.
Tes laboratorium / biokimia yang digunakan untuk mengukur status
vitamin dan mineral akan lebih baik ketika dikombinasikan dengan survei
konsumsi pemeriksaan fisik. Tingkat vitamin dan mineral dalam darah dan
urinlebih menunjukkan keadaan asupan jangka pendek dibandingkan keadaan
asupan jangka panjang. Hal ini yang menyulitkan untuk mendeteksi defisiensi
subklinis, selain itu ada interaksi antar nutrien. Karenanya sejumlah nutrien dalam
tubuh berpengaruh pada hasil laboratorium untuk beberapa nutrien. Ini juga
penting untuk diingat, faktor non-nutrien juga mempengaruhi pengukuran
biokimia.
Pemeriksaan status biokimia dalam tubuh dilakukan pada cairan dan
jaringan tubuh. Dibawah ini dijelaskan pemeriksaan status biokimia dalam tubuh:
1) Pemeriksaan Darah
3
mengganggu interpretasi hasil (Pitch and Senti , 1984; Senith et al, 1985 dalam
Gibson , 2005)
Plasma dan serum darah membawa hasil penyerapan zat gizi dalam
tubuh dan mengedarkannya ke jaringan sehingga plasma dan serum darah
merefleksikan asupan makanan . Karenanya , plasma dan serum menyediakan
data terkini dibandingkan status biomarker nutrien . Pengaruh asupan konsumsi
pada plasma dan serum dapat dilihat dengan mengambil sampel darah puasa .
2) Eritrosit
Nutrien dalam eritrosit merefleksikan status kronis karena masa hidup sel
ini lama (120 hari) . Selain itu keuntungan dari konsentrasi nutrien dalam eritrosit
tidak terpengaruh variasi transient seperti halnya plasma Antikoagulan yang
dipilih pada pengambilan sampel eritrosit harus dipilih dengan cermat, jangan
sampai mengakibatkan terjadinya ikatan dengan ion sel darah merah. Pilihan yang
baik adalah heparin (Vitouxet all , 1999 dalam Gibson, 2005)
Pemisahan, pencucian dan analisa eritrosit adalah teknik yang sulit dan
harus dilakukan dengan hati-hati . Setelah pemisahan , eritrosit dicuci tiga kali
dengan garam isotonik untuk menghilangkan plasma yang terperangkap dan
kemudian di homogenisasikan . Tahap terakhir ini yang paling kritis karena
kekeruhan eritrosit terstratifikasi , sel yang muda dibagian atas dan sel lebih tua
dibagian bawah.
3) Leukosit
Leukosit atau beberapa tipe spesifik dari sel darah seperti limfosit , monosit,
dan neutrofil bisa digunakan untuk memonitoring perubahan jangka waktu lama
atau sedang dari status nutrien karena mereka mempunyai waktu hidup yang lebih
pendek dibandingkan eritrosit. Karenanya konsentrasi nutrien pada sel ini
merfleksikan terjadinya defisiensi nutrien lebih cepat dibandingkan eritrosit.
Teknik terbaru untuk memisahkan dan mengklasifikasikan tipe sel yaitu
dengan chromatography (Shibusawa,1999 dalam Gibson, 2005), Counterflow
centrifugal elutriation dan flowcytometri (Ito dan Shinomiya, 2001 dalam Gibson
4
, 2005 ).
4) Air Susu Ibu
Konsentrasi yang tersekresi dalam Air Susu Ibu (ASI) antara lain vitamin A,
B6, B12 seperti tiamin, riboflavin, yodium dan selenium dapat merefleksikan
tingkatan diet ibu hamil dan cadangan daam tubuh. Studi menunjukkan di
beberapa daerah defisiensi vitamin A. Selenium dan yodium bersifat endemik
sehingga kandungannya dalam air susu ibu rendh (Underwood, 1994; Funk et all.,
1990; Delange, 1985 dalam Gibson 2005)
Dinilai lebih memungkinkan untuk mengumpulkan sampel ASI
dibandingkan sampel darah. Meskipun demikian, pemilihan sampel, penanganan
pengumpulan sampel , dan penyimpanan sampel ASI harus hati-hati untuk
menjaga keakuratan informasi nutrien yang terkandung dalam ASI.
Pengumpulan keringat seperti air ludah juga non invasive dan bisa
dilakukan di lapangan ataupun di rumah. Beberapa metode pengumpulan
digunakan, beberapa diantaranya dirancang untuk mengumpulkan keringat
seluruh tubuh dan ada juga yang dikhususkan untuk mengumpulkan keringat pada
bagian tertentu dari tubuh. Seringkali menggunakan tas tertutup atau kapsul.
Shirref dan Maughan, 1997 dalam Gibson, 2005 mengembangkan metode
5
pengumpulan keringat seluruh tubuh dengan mengukur subjek yang sedang
berolahraga di dalam plastik tertutup.
1) Jaringan Adipose
Jaringan Adipose menjadi materi biopsi yang banyak digunakan pada studi
populasi. Jaringan adipose merupakan biomarker yang baik untuk mengukur
asupan nutrien larut lemak dalam lama seperti asam lemak, vitamin E
dibandingkan melihat konsentrasinya dalam darah (Baynen danKatan, 1985;
Parker, 1989; El-Sohemy et al, 2002 dalam Gibson, 2005). Dapat melihat
perubahan secara cepat dan merefleksikan fluktuasi jangka pendek dari asupan
(Kohlmeier dan Kohlmeier, 1995; Hunter, 1998 dalam Gibson, 2005). Metode
rapid sampling mengumpulakn subkutan biopsi jaringan adipose, biasanya bagian
upper buttock (El-Sohemy et al, 2002, dalam Gibson, 2005). Meskipun baian lain
juga dapat diinvestigasi (Schafer dan Overvad, 1990; Zhang et al, 1997 dalam
Gibson, 2005).
2) Hati dan Tulang
Besi dan kalsium umumnya tessimpan dalam hati dan tulang. Sebenarnya
penggunaan hati dan tulang sebagai sampel dalam studi populasi terlalu invasive,
biasanya ini hanya digunakan untuk penelitian klinis. DXA (Dual photon
obsorptiometry) sekarang digunakan untuk mengukur kandungan total mineral
dalam tulang.
3) Rambut
6
dengan prosedur pencucian.
4) Kuku
Sel mukosa mulut digunakan untuk mengukur status a-tocoferol dan status
konsumsi lemak namun kriterian untuk hasil intrepetasi belum ada. Selain itu juga
digunakan seagai indikator status folat. Sel mukosa dikumpulkan dengan mudan
dan non invasive dengan menggunakan spatula. Sel harus dicuci dicuci dengan
garam isotonik untuk dianalisis. Kontaminasi dengan makan adalah maslaah
utama.
6) Urin
7
2.5 Pemeriksaan Biokimia Zat Gizi
Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga berbagai
jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penilaian status gizi secara biokimia
merupakan pemeriksaan status gizi yang paling obyektif dan dapat mengetahui zat
– zat gizi yang ada dalam tubuh.
Penilaian status gizi dengan cara ini merupakan penilaian secara langsung.
Hasilnya dapat memberikan indikasi perubahan status gizi seseorang pada tahap
awal atau dini. Selain itu dapat memberikan gambaran tentang kadar zat gizi
dalam darah, urine dan organ lain, perubahan metabolik tubuh akibat kurangnya
konsumsi zat gizi tertentu dalam waktu lama serta cadangan zat gizi dalam tubuh.
8
visceral dalam tubuh antara 75% dan 25%. Somatic protein terdapat pada otot
skeletal, sedangkan visceral protein terdapat di dalam organ/visceral tubuh yaitu
hati, ginjal, pankreas, jantung, erytrocyt, granulocyt dan lympocyt.
Penggunaan pengukuran status protein ini didasarkan pada asumsi bahwa
penurunan serum protein disebabkan oleh penurunan produksi dalam hati.
Penentuan serum protein dalam tubuh meliputi: albumin, transferrin, prealbumin
(yang dikenal juga dengan trasthyeritin dan thyroxine-binding prealbumin), retin
ol binding protein (RBP), insulin-Like growth factor-1 dan fibronectin.
7. Hemoglobin (Hb)
8. Hematokrit (HCT)
9. Besi serum
a. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk
menetapkan prevalensi anemia. Garby et al menyatakan bahwa penentuan
status anemia yang hanya menggunakan kadar Hb ternyata kurang lengkap,
sehingga perlu ditambah dengan pemeriksaan yang lain.
b. Hematokrit (HCT)
9
Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan
cara memutarnya di dalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan dalam persen
(%). Setelah sentrifugasi, tinggi kolom sel merah diukur dan dibandingkan dengan
tinggi darah penuh yang asli. Persentase massa sel merah pada volume darah yang
asli merupakan hematokrit. Darah penuh antikoagulasi disentrifugasi dalam
tabung khusus. Karena darah penuh dibentuk pada intiselnya oleh sel darah merah
(SDM) dan plasma, setelah sentrifugasi persentase sel-sel merah memberikan
estimasi tidak langsung jumlah SDM/100 ml dari darah penuh (dan dengan
demikian pada gilirannya merupakan estimasi tidak langsung jumlah
hemoglobin).
c. Serum Besi
Prosedur serum iron. Darah harus dikumpulkan menggunakan tabung
terevakuasi bebas elemen tembusan. Transferrin saturation (TS) Penentuan kadar
zat besi dalam serum merupakan satu cara menentukan status besi. Salah satu
indikator lainya adalah Total Iron binding capacity (TIBC) dalam serum. Kadar
TIBC ini meningkat pada penderita anemia. Karena kadar besi di dalam serum
menurun dan TIBC meningkat pada keadaan defisiensi besi maka rasio dari
keduanya (transferrin saturation) lebih sensitif.
Untuk menilai status besi dalam hati perlu mengukur kadar ferritin.
Menurut cook (dalam Mahdin anwar husaini, 1989) banyak ferritin yang
dikeluarkan ke dalam darah secara proporsional menggambarkan banyaknya
10
simpanan zat besi di dalam hati. Apabila didapatkan serum ferritin sebesar 30
mg/dl RBC berarti di dalam hati terdapat 30 x 10 mg = 300 mg ferritin. Untuk
menentukan kadar ferritin dalam darah dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu dengan cara immunoradiometric assay (IRMA) atau dengan radio immuno
assay (RIA) atau dengan cara enzyme-linked immuno assays (ELISA) yang tidak
menggunakan isotop, tetapi enzim.
3. Chloride(Cl) 3. Copper
7. Chromium
8. Selenium
9. Fluoride
10.Nickel
1. Ada dalam jumlah yang sangat sedikit (< 1% total body mass)
d. Se dan Pb akan menurun palsu apabila terjadi adsorb dari tabung gelas
12
1. Area utk analisis trace metal terpisah dari laboratorium utama
2. Vitamin D
13
Kekurangan vitamin ini dapat mengakibatkan penyakit rakhitis dan
kadang- kadang tetani. Apabila kekurangan terjadi pada masa pertumbuhan akan
timbul osteomalasia. Sangat jarang ditemukan rakitis bawaan, insiden tertinggi
terdapat pada umur 18 tahun. Kekurangan vitamin D timbul kalsifikasi tulang
yang tidak normal disebabkan oleh karena rendahnya saturasi kalsium dan fosfor
dalam cairan tubuh. Keadaan resorpsi tulang akan melebihi pembentukannya
hingga menyebabkan demineralisasi umum pada rangka yang berakibat menjadi
lunaknya tulang- tulang serta deformitas torax, tulang punggung, pelvis dan
tulang-tulang panjang.
Beberapa zat yang berhubungan dengan aktivitas vitamin D adalah:
3. Vitamin E
2.6.2 Kelemahan
a. Pemeriksaan biokimia hanya bisa dilakukan setelah timbulnya gangguan
metabolism dan Membutuhkan biaya yang cukup mahal.
15
f. Belum ada keseragaman dalam memilih reference (nilai normal). Pada
beberapa reference nilai normal tidak selalu dikelompokkan menurut
kelompok umur yang lebih rinci.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Rutin secara berkala melakukan penentuan status gizi khususnya pada
balita agar terhindar dari masalah gizi seperti KEPP, Anemia, gaky, dan penyakit
masalah gizi lainya. Dan tentunta diperikasa kepada pada ahlinya agar terhindar
dari kesalahan perhitungan penentuan status gizi
17
DAFTAR PUSTAKA
Ningtyas , Farida Wahyu . 2010 . Penentuan Status Gizi Secara Langsung. Jember
https://hasanah619.wordpress.com/2009/12/26/penilaian-status-gizi-secara-
biokimia/
18