Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENILAIAN STATUS GIZI

“ Penilaian Status Gizi Secara Biokimia”

Dosen pengampu: Nurhamidah SKM. M.Biomed.

Disusun oleh Kelompok 1:

1. Agnes Helmina Duha 2020272003


2. Ainur Rahma SK 2020272004
3. Chyntia mailorenza 2020272009
4. Feni Abma Dila 2020272015
5. Ivanka Lauranty 2020272019
6. M Reza Pahlevi 2020272022
7. Najwa 2020272031
8. Nur Ajizah 2020272056
9. Nira Napolia 2020273038
10. Sherly Perlita 2020272046

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 GIZI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah berjudul “Penilaian Status Gizi
Berdasarkan Biokimia”

Makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya komitmen dan kerjasama yang baik
diantara para pihak yang terlibat. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, kami selaku penyusun
menyampaikan banyak Terimakasih kepada Dosen pengampu mata kuliah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karena itu, kami dengan
rendah hati menerima masukan, saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Sebagaimana mestinya terbesit harapan yang senantiasa diangankan yaitu mudah-mudahan


tulisan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang ingin membaca dan memahaminya.

ii
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................................4

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................5

1.3 Tujuan..................................................................................................................5

BAB 2. PEMBAHASAN................................................................................................6

2.1 Penilaian status gizi secara biokimia...................................................................6

2.2 Pemeriksaan status gizi zat besi........................................................................16

2.3 Pemeriksaan status gizi protein.........................................................................17

2.4 Pemeriksaan status gizi vitamin..........................................................................18

2.5 Pemeriksaan status gizi mineral.........................................................................20

2.6 Pemeriksaan status gizi pada obesitas...............................................................21

2.7 Keunggulan dan kekurangan pemeriksaan status gizi secara biokimia..............

BAB 3. PENUTUP......................................................................................................48

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Manusia makan pada dasarnya untuk memenuhi 3 fungsi makanan itu sendiri, yaitu
untuk tenaga, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Kurang konsumsi makanan maka akan
diambil dari cadangan tubuh dan jika makan berlebih akan disimpan dalam bentuk cadangan
tubuh. Makanan berperan penting untuk pertumbuhan. Sehingga pada hakekatnya menilai status
gizi adalah mengevaluasi keseimbangan pemenuhan kebutuhan berupa penampakan/performa
tubuh. Metode penilaian status gizi untuk menilai status energi protein adalah metode
antropometri.
Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan atas metode langsung dan metode
tidak langsung. Berikut ini akan disajikan secara ringkas kedua kelompok metode penilaian
statuus gizi.
Penilaian secara langsung terdiri dari metode biokimia, penilaian klinis, penilaian biofisik, dan
penilaian antropometri. Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode
pemeriksaan laboratorium, adalah mengukur kadar zat gizi di dalam tubuh dan atau ekskresi
tubuh kemudian dibandingan dengan suatu nilai normatif yang sudah ditetapkan. Misalnya
menilai status zat besi (Fe) dengan mengukur kadar hemoglobin. Bila kadar hemoglobin < 11 mg
% maka disebut anemia. Untuk penilaian biokimia disebut juga pemeriks aan laboratorium,
spesimen yang biasa digunakan adalah darah, faces, kelenjar tubuh, urin dan biopsi jaringan
tubuh.
Penilaian status gizi secara klinis adalah mempelajari gejala yang muncul dari tubuh
sebagai akibat dari kelebihan atau kekurangan salah satu zat gizi tertentu. Setiap zat gizi
memberikan tampilan klinis yang berbeda, sehingga cara ini dianggap spesifik namun sangat
subjektif. Contoh penilaian status gizi secara klinis adalah kekurangan vitamin A menyebabkan
buta senja (xerophtalmia). Sedangkan apa bila dinilai secara biokimia dengan menilai kadar
retinol dalam darah.
Penilaian secara biofisik adalah dengan mengukur elastisitas dan fungsi jaringan tubuh.
Cara ini jarang digunakan karena membutuhkan peralatan yang canggih, mahal dan tenaga
terampil. Salah satu cara penilaian status gizi secara biofisik adah untuk mengukur komposisi
tubuh dengan metode bioelecrical impedance. Cara yang paling mudah, tidak membutuhkan
peralatan yang mahal adalah pengukuran antropometri. Dengan demikian antropometri dapat
diterapkan secara luas di lapangan. Sebagai contoh tiap bulan dilaksanakannya penimbangan
balita di posyandu. Pengukuran antropometri memgandung 2 maksud; pertama untuk
mendeskripsikan status gizi (penilaian dilakukan pada satu titik waktu) dan kedua pemantauan

iv
status gizi yaitu untuk melihat trend/ perubahan ukuran tubuh dari waktu ke waktu. Penimbangan
balita di posyandu yang diplot hasilnya ke dalam KMS (Kartu Menuju Sehat) adalah salah satu
contoh pemantauan status gizi (nutritional monitoring). Semua bagian tubuh (keseluruhan atau
secara parsial) dapat digunakan untuk menilai status gizi, namun menurut WHO (1983) hanya 3
ukuran (parameter) saja yang diangap valid, yaitu : Berat badan, tinggi badan dan lingkaran
lengan atas. Satu ukuran tubuh sebagai dasar menentukan status gizi disebut parameter.
Gabungan dari 2 parameter disebut dengan indeks. Sehingga dari parameter yang valid tesebut
dapat dinilai 4 indeks, yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dan Lingkaran Lengan Atas menurut
Umur (LILA/U).
Penilaian secara tidak langsung meliputi penilaian konsumi pangan, analisis ekologik
dan statistik vital, dan IPRS. Penilaian konsumsi pangan : Mengukur pangan yang dikonsumsi
kemudian dianalisis kandungan gizinya. Jumlah zat izi yang dikonsumsi dibandingkan dengan
kebutuhan (anjuran) makan sehari sesuai umur,jenis kelamin dan aktivitas. Pada metode ini akan
dibahas lebih rinci pada sub bab tersendiri mengenai komposisi zat gizi dalam makanan sehari
hari dancaramengukurnya
Analisis ekologi dan statistik vital : adalah mempelajari kondisi lingkunan berupa
produksi pangan, pola makan, sosial budaya, ekonomi dan variabel lain yang secara teoritis
mempengaruhi status gizi. Data ini dianalisis menggunakan statstik tertentu sehingga dapat
diprediksi status gizi.
Indeks Prognostik Rumah Sakit (IPRS) dan Indeks Diagnostik Rumah Sakit (IDRS) : adalah
suatu metode analisis kebiasaan sehari-hari yang berkaitan dengan konsumsi gzi dan variabel
determinannya yang digunakan untuk menetapkan status gizi. Cara ini dilakukan di rumah sakit
untuk menegakkan diagnosa dan menentukan tindakan gizi yang harus diberikan kepada pasien.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana cara penilaian status gizi zat besi?


2. Bagaimana pemeriksaan status gizu protein ?
3. Bagaimana cara menentukan status gizi vitamin?
4. Bagaimana cara penilaian status gizi mineral?
5. Apa kelebihan dan kelemahan penilaian status gizu secara biokimia?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui cara penilaian status gizi zat besi
2. Dapat melakukan pemeriksaan status gizi protein
3. Dapat menentukan status gizi vitamin
4. Mengetahui cara penilaian status gizi mineral
5. Dapat membedakan kelebihan dan kelemahan penilaian status gizi secara biokimia

v
Bab 2

PEMBAHASAN.

2.1.Pengertian penilaian status gizi secar

Penilaian dengan biokimia adalah pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories
yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara
lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.Metode ini
digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang
lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat
lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik

Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan dari intake makanan
dan penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi. Status gizi dapat dinilai
dari setiap jenis zat gizi baik zat gizi makro maupun mikro. Zat gizi makro yang utama adalah
energi, protein, lemak dan karbohidrat. Lemak dan karbohidrat adalah unsur utama penghasil
energi, sehingga ukuran status gizi untuk zat gizi makro adalah energi dan protein, disebut juga
dengan ”status energi dan protein”.

Penilaian status gizi secara biokimia dilakukan dengan melakukan pemeriksaan spesimen
yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, seperti darah,
urine, tinja, jaringan otot, hati.

Penggunaan metode ini digunakan untuk suata peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi
keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka
penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang
spesifik.

2.2 . Pemeriksaan Status Gizi Zat Besi

Anemia gizi adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Anemia gizi besi
merupakan masalah gizi utama bagi semua kelompok umur dengan prevalensi anemia paling
tinggi pada ibu hamil (70%) dan pekerja berpenghasilan rendah (40%). Prevalensi pada anak
sekolah sekitar 30% dan pada anak balita sekitar 40%.

Ada beberapa indikator laboratorium untuk menentukan status besi, yaitu :

1) Hemoglobin (Hb)

vi
Hemoglobin adalah parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia.
Garby et al. Menyatakan bahwa penentuan status anemia yang hanya menggunakan kadar Hb
ternyata kurang lengkap, sehingga perlu ditambah dengan pemeriksaan yang lain.

Hb merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur
secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa
oksigen pada darah. Kandungan hemoglobin yang rendah dengan demikian mengindikasikan
anemia. Bergantung pada metode yang digunakan, nilai hemoglobin menjadi akurat sampai 2-3
%. Metode ini dikenal dengan metode sahli. Metode pemeriksaan Hb adalah Sahli dan
cyanmetHb merupakan standar penelitian. Simpanan besi terdapat di sumsum tulang, pada saat
feritin menurun maka serum besi menurun.

Batasan Hemoglobin Darah (Sumber : WHO, 1975)

Bayi/balita 11 g/dl

Usia sekolah 12 g/dl

Ibu hamil 11 g/dl

Pria dewasa 13 g/dl

Wanita dewasa 12 g/dl

Batasan Anemia (Menurut Depkes)

Balita 11 %

Usia sekolah 12%

Ibu hamil 12%

Pria dewasa 13%

Wanita dewasa 11%

Ibu menyusui 12%


>3bln

2) Hematokrit (Hct)

Hematokrit adalah volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma dengan cara memutarnya
didalam tabung khusus yang nilainya dinyatakan dalam persen (%). Setelah sentrifugasi, tinggi

vii
kolom sel merah diukur dang dibandingkan dengan tinggi darah penuh yang asli. Persentase
massa sel merah pada volume darah yang asli merupakan hematokrit. Nilai normal untuk
hematokrit adalah 40%- 50% untuk pria dan 37% - 47% untuk wanita. HCT biasanya hampir 3
kali nilai hemoglobin. Kesalahan rata-rata pada prosedur HCT yaitu kira-kira 1% -2%. Nilai
hematokrit yang kuang dari normal terdapat pada anemia.

3) Besi Serum (Fe)

Defisiensi besi terjadi pada tahap awal, sebelum menurunnya Hb.

4) Feritin Serum (Sf)

Untuk menilai status besi dalam hati perlu mengukur kadar ferritin Menurut Cook banyaknya
feritin yang dikeluarkan darah secara proporsional menggambarkan banyaknya simpanan zat besi
di dalam hati. Apabila didapatkan serum ferritin sebesar 30 mg/dl RBC berarti didalam hati
terdapat 30x10 mg=300 mg ferritin. Untuk menentukan kadar ferritin dalam darah dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu dengan cara Immunoradiometric assay (IRMA), Radio
Immuno Assay (RIA) dan Enzyme-Linked Immuno Assays (ELISA). Dalam keadaan normal
rata-rata SF untuk laki-laki dewasa adalah 90μg/l dan wanita dewasa adalah 30μg/l. Perbedaan
kadar serum ferritin ini menggambarkan perbedaan banyaknya zat besi pada tubuh dengan zat
besi pada laki-laki tiga kali lebih banyak dari wanita.

Apabila seseorang mempunyai kada SF kurang dari 12, orang yang bersangkutan dinyatakan
sebagai kurang besi. Banyak orang yang sebenarnya menderita kurang besi, tetapi tidak dapat
terdeteksi dengan cara ferritin karena kadar ferritin yang dikeluarkan dari hati menaik dalam
darah apabila yang bersangkutan menderita penyakit kronis, infeksi dan gangguan hati.

5) Transferrin Saturation (TS)

Penentuan kadar zat besi dalam serum merupakan satu cara menentukkan status besi. Salah satu
indikator lainnya adalah Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum. Kadar TIBC ini
meningkat pada penderita anemia karena kadar besi di dalam serum menurun dan TIBC
meningkat pada keadaan defisensi besi maka rasio dari keduanya (transferri saturation) lebih
sensitif. Apabila TS > 16 %, pembentukan sel-sel darah merah dalam sumsum tulang berkurang
dan keadaan ini disebut defisiensi besi untuk eritropoesis.

6) Free Erytrocytes Protophophyrin (FEP)

Apabila penyediaan zat besi tidak cukup banyak untuk pembentukkan sel-sel darah merah
disumsum tulang maka sirkulasi FEP di darah meningkat walau belum tampak anemia.Dalam
keadaan normal FEP berkisar 35±50μ/dl RBC tetapi apabila kadar FEP dalam darah lebih besar
dari 100μg/dl RBC menunjukkan individu ini memnderita kekurangan besi.

7) Morfologi darah

viii
Pemeriksaan morfologi darah ini ini dilakukan untuk mengetahui jenis anemianya.

2.3 Pemeriksaan Status Gizi Protein

Dalam kaitannya dengan Kurang Energi Protein (KEP), maka analisis biokimia yang banyak
diperhatikan adalah menyangkut nilai protein tertentu dalam darah atau hasil dari metabolit dari
protein yang beredar dalam darah dan yang dikeluarkan bersama-sama urin. Jenis protein yang
nilainya menggambarkan status gizi seseorang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Penilaian status protein yaitu mengukur cadangan protein dalam tubuh, kadar fibrinogen,
transportasi zat gizi tertentu (ex. Fe), Ab, aliran darah. Albumin adalah fraksi protein yang sering
dinilai. Globulin diperiksa berkaitan dengan status imun. Fibrinogen untuk pembekuan darah.
Penurunan serum protein bisa disebabkan sintesis protein dalam hepar yang menurun.

Analisis biokimia yang berkaitan dengan KEP yaitu menyangkut nilai protein tertentu dalam
darah atau hasil metabolit dari protein yang beredar dalam darah dan yang dikeluarkan bersama
urin. Jenis protein yang menggambarkan status gizi seseorang antara lain Prealbumin, Serum
protein dan serum Albumin. Di dalam darah ada tiga fraksi protein, yaitu :

1. Albumin : Kadar normalnya = 3,5 – 5 gram/100 ml

2. Globulin : Kadar normalnya = 1,5 – 3 gram/100 ml

3. Fibrinogen : Kadar normalnya = 0,2 – 0,6 gram/100 ml

Pemeriksaan biokimia terhadap status protein dibagi dalam 2 bagian pokok, yaitu penilaian
terhadap somatch protein dan visceral protein. Perbandingan somatic dan visceral didalam tubuh
antara 75% - 25%. Konsentrasi serum protein dapat digunakan untuk mengukur status protein.
Penggunaan pengukuran status protein ini didasarkan pada asumsi bahwa penurunan serum
protein disebabkan oleh penurunan produksi dalam hati.

Nilai Prealbumin dalam kaitannya dengan Status Gizi

Baik 23.8 +/-0.9

Sedang 16.5 +/- 0.8

Kurang 12.4 +/- 1.0

Buruk Marasmus 7.6 +/- 0.6

Marasmus- 3.3 +/- 0.2

ix
kwashiorkor

Kwashiorkor 3 2 +/- 0.4

Batasan dan Interpretasi Kadar Serum Protein dan Serum Albumin

2.4. Pemeriksaan Status Gizi Vitamin

Deplesi vitamin A dalam tubuh merupakan proses yang berlangsung lama, dimulai dengan
habisnya persediaan vitamin A dalam hati, kemudian menurunnya kada vitamin A dalam plasma,
dan baru kemudian timbul disfungsi retina, disusul dengan perubahan jaringan epitel. Kadar
vitamin A dalam plasma tidak merupakan kekurangan vitamin A, apabila sudah terdapat
kelainan mata, maka kadar vitamin A serum sudah sangat rendah (μg/100ml), begitu juga kadar
RBP-nya (<20μg/100ml) konsentrasi vitamin A dalam hati merupakan indikasi yang baik untuk
menentukan status vitamin A. Akan tetapi biopsi hati merupakan tindakan yang mengandung
resiko bahaya . Pada umumnya konsentrasi vitamin A penderita KEP rendah yaitu <15μg/gram
jaringan hepar.

x
Penilaian status vitamin A diperlukan sebab penurunannya dalam hepar menurunkan
kadarnya dalam plasma sehingga bisa menyebabkan disfungsi retina. Gejala subklinis KVA yaitu
gangguan sistem imun dengan angka infeksi yang makin meningkat (paling banyak yaitu ISPA).
Gejala klinisnya yaitu xerophtalmia (dapat menyebabkan cirrhosis conjunctiva dengan tanda-
tanda sering mengedip disertai bercak bitot) sehingga tampak busa yang menghilang bila dihapus
dan muncul lagi. Status vitamin A diperiksa di dalam serum (serum retinol dan retinol binding
protein). Penilaian status KVA menggunakan indikator plasma dan liver vitamin A.

2.5 Pemeriksaan Status Gizi Mineral

Yodium diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan serta fungsi otak. Meskipun


kebutuhan yodium sangat sedikit (0.15 μg) kita memerlukan yodium secara teratur setiap hari.
Kekurangan yodium akan mengalami gangguan fisik antara lain gondok, badan kerdil, gangguan
motorik seperti kesulitan untuk berdiri atau berjalan normal, bisu,tuli atau mata juling.
Sedangkan gangguan mental termasuk berkurangnya kecerdasan. Untuk mengetahui total goitre
rate (pembesaran kelenjar gondok) dimasyarakat bisa dilakukan dengan palpasi atau dengan cara
lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan kadar yodium dalam urin dan kadar thyroid
stimulating hormone dalam darah. Metode penentuan kadar yodium dalam urin dengan
menggunakan metode Cerium.

Prosedur penentuan kadar yodium dengan metode Cerium adalah sebagai berikut :

1. 10 ml urin didestruksi (pengabuan basah) dengan penambahan 25 ml asam klorat 28% dan 1
ml kalium kromat 0.5 %.

2. Panaskan diatas hotplate sehingga volume larutan menjadi kurang dari 0.5 ml. Larutan ini
diencerkan dengan air suling sehingga volume larutan menjadi 100 ml.

3. Dari larutan terakhir ini dipipet 3 ml, kemudian ditambahkan 2 ml asam arsenit 0.2 N; lalu
didiamkan selama 15 menit.

4. Ke dalam tiap larutan kemudian ditambahhkan 1 ml larutan cerium (4+) ammonium sulfat 0.1
M; dikocok kembali didiamkan selama 30 menit. Absorpsi dilakukan pada panjang gelombang
420 nm.

Kurva standar dibuat dengan cara yang sama seperti di atas pada kadar yodium 0.01; 0.02; 0.03;
0.04; dan 0.05 ppm. Larutan standar induk yang berkadar 100 ppm ddibuat dengan melarutkan
0.0168 g KIO3 dalam 100 ml air suling. Karena kadar yodium dalam urin dinyatakan dalam mg
1 per g kreatinin, maka diukur pula kadar kreatinin urin dengan cara sebagai berikut :

1. 0.1 ml urin yang telah diencerkan 100 kali ditambahkan 4 ml H2SO4 1/12 N dan 0.5 ml
natrium tungstat.

2. Setelah itu dikocok dan didiamkan selama 15 menit lalu dipusing selama 10 menit.

xi
3. Supernatan dipisahkan lalu ditambahkan 0.5 ml larutan campuran 1 ml asam pikrat 10% dan
0.2 ml NaOH 10%.

4. Setelah didiamkan selama 15 menit, absorpsi larutan dibaca pada panjang gelombang 520 nm.

12

Standar kreatinin dengan konsentrasi 1 mg dikerjakan dengan cara yang sama. Perhitungan kadar
yodium per g kreatinin : jiak diketahui konsentrasi yodium A μg/l urin dan kadar kreatinin B g/l.
maka kadar yodium A/B μg/g kreatinin.

Suatu daerah dianggap endemis berat bila rata-rata ekskresi yodium dalam urin lebih rendah dari
25 μg yodium/gram kreatinin., endemik sedang bila ekskresi yodium dalam urin 25-50 μg
iodium/gram kreatinin. Anak sekolah dapat digunakan sebagai target penelitian karena
prevalensi GAKI pada anak sekolah umumnya menggambarkan prevalensi yang ada dalam
masyarakat.

Defisiensi yodium merupakan penyebab dominan gondok endemik yang diklasifikasikan


menurut ekskresi yodium dalam urin (μg/gr kreatinin), antara lain :

1. Tahap 1 : gondok endemik dengan rata-rata >50 μg/gram kreatinin dalam urin. Pada keadaan
ini suplai hormon tyroid cukup untuk perkembangan fisik dan mental yang normal.

2. Tahap 2 : gondok endemik dengan rata-rata 25-50 μg/gram kreatinin dalam urin. Pada kondisi
ini sekresi hormon tyroid boleh jadi tidak cukup, sehingga menanggung resiko hypotyroidisme,
tettapi tidak sampai ke kreatinisme.

3. Tahap 3 : gondok endemik dengan rata-rata ekskresi yodium dalam urin kurang dari 25
mg/gram kreatinin. Pada kondisi ini populasi memiliki resiko menderita kreatinisme.

2.6. Pemeriksaan Status Gizi pada Obesitas

Obesitas didefinisikan sebagai suatu kelainan yang ditandai dengan penimbunan jaringan lemak
tubuh secara berlebihan. Obesitas adalah suatu kondisi medisi akibat akumulasi lemak tubuh
yang berlebih, yang dapat berefek kepada kondisi kesehatan yang menuju kepadanya
menurunnya tingkat hidup seseorang.

Perut buncit atau obesitas sentral merupakan pertanda adanya bahaya yang mengancam
kesehatan kita. Meski tidak ada keluhan, dalam tubuh orang yang berperut buncit sudah terjadi
gangguan metabolisme yaitu Sindrom Metabolik yang meningkatkan risiko diabetes melitus
serta penyakit jantung dan pembuluh darah. Kenali sindrom metabolik lebih dini agar kita
terhindar dari bahaya kesehatan yang lebih besar.

Obesitas atau kegemukan terjadi karena penimbunan lemak di dalam tubuh, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya berbagai gangguan kesehatan. Banyak penyebabnya, diantaranya

xii
faktor genetik dan lingkungan, namun perubahan pola makan yang bergeser ke arah makanan
tinggi kalori dan perubahan pola hidup modern yang kurang gerak atau aktivitas fisik, dituding
sebagai penyebab utama terjadinya obesitas yang kini kian meningkat.

Cara sederhana untuk menentukan terjadinya obesitas sentral adalah dengan mengukur lingkar
perut. Pengukuran dilakukan pada bagian pinggang, di antara tulang panggul bagian atas dan
tulang rusuk bagian bawah. Seseorang dikatakan obesitas sentral bila lingkar perutnya >90 cm
(untuk pria) atau >80 cm (untuk perempuan)

Ketika ukuran lingkar perut Anda memasuki batasan obesitas sentral, biasanya tidak
menimbulkan keluhan atau gejala penyakit, tapi bisa saja sebenarnya sudah mulai terjadi
bermacam gangguan metabolisme dalam tubuh Anda (atau disebut Sindrom Metabolik) yang di
kemudian hari dapat menimbulkan masalah kesehatan yang lebih besar seperti diabetes melitus
tipe 2, penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi atau tekanan darah tinggi, stroke, perlemakan
hati (fatty liver), dan gagal jantung.

Pemeriksaan biokimia pada obesitas dapat dilakukan dengan pemeriksaan profil lipid.
Pemeriksaan profil lipid meliputi pemeriksaan kolesterol total, kolesterol low density lipoprotein
(LDL), kolesterol high density lipoprotein (HDL), trigliserida. Pemeriksaan ini digunakan untuk
mengetahui adanya dislipidemia yang berhubungan dengan adanya penyakit jantung koroner.
Disamping pemeriksaan tersebut dikenal juga pemeriksaan apo B yang merupakan
apolipoprotein utama kolesterol LDL. Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui resiko
terhadap penyakit jantung koroner. Rasio kolesterol LDL / Apo B < 1,2 menunjukkan adanya
small dense LDL.

2.7. Keunggulan dan Kekurangan Pemeriksaan Status Gizi Secara Biokimia

1. Keunggulan

Pemeriksaan biokimia bila dibandingkan dengan pemeriksaan lain dalam penentuan status gizi
memiliki keunggulan-keunggulan antara lain :

a) Dapat mendeteksi defisiensi zat gizi lebih dini

b) Hasil dari pemeriksaan biokimia lebih obyektif, hal ini karena menggunakan peralatan yang
selalu ditera dan pada pelaksanaannya dilakukan oleh tenaga ahli

c) Dapat menunjang hasil pemeriksaan metode lain dalam penilaian status gizi

2. Kelemahan

Selain memiliki keunggulan, pemeriksaan biokimia juga memiliki kelemahan, diantaranya :

a) Pemeriksaan biokimia hanya bisa dilakukan setelah timbulnya gangguan metabolisme

xiii
b) Membutuhkan biaya yang cukup mahal

c) Dalam melakukan pemeriksaan diperlukan tenaga ahli

d) Kurang praktis dilakukan dilapangan, hal ini karena pada umumnya pemeriksaan laboratorium
memerlukan peralatan yang tidak mudah dibawa kemana-mana.

e) Pada pemeriksaan tertentu spesimen sulit untuk diperoleh, misalnya penderita tidak bersedia
diambil darahnya.

f) Membutuhkan peralatan dan bahan yang lebih banyak dibandingkan dengan pemeriksaan lain.

g) Belum ada keseragaman dalam memilih reference (nilai normal). Pada beberapa reference
nilai normal tidak selalu dikelompokkan menurut kelompok umur yang lebih rinci.

h) Dalam beberapa penentuan pemeriksaan laboratorium memerlukan peralatan laboratorium


yang hanya terdapat dilaboratorium pusat, sehingga didaerah tidak dapat dilakukan.

xiv
Bab 3

Penutup

A. Kesimpulan

Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode pemeriksaan laboratorium,
adalah mengukur kadar zat gizi di dalam tubuh dan atau ekskresi tubuh kemudian dibandingan
dengan suatu nilai normatif yang sudah ditetapkan. Penilaian status gizi dengan biokimia adalah
pemeriksaan spesimen yang di uji secara laboratoris yang digunakan antara lain darah, urin, tinja
dan juga beberapa jaringan tubuh seperti otot dan hati.

Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan
malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan
kimia faal dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

Penilaian secara biokimia meliputi penilaian status gizi zat besi, protein, vitamin, dan mineral.

B. Saran

Dalam melakukan penilaian status gizi secara biokimia, harus dilakukan dengan teliti dan cermat
agar di dapatkan hasil yang tepat.

xv
DAFTAR PUSTAKA

Aulia. 2010. Penilaian Status Gizi Secara Biokimia.


http://auliya-0210.blogspot.com/2012/04/penilaian-biokimia-status-besi-fe.html. diakses pada
tanggal 12 April 2015

Dorma. 2014. Penilaian Status Gizi Secara Langsung.


http://dormatiorumapea.blogspot.com/2014/01/penilaian-status-gizi-secara-langsung.html.
diakses pada tanggal 12 April 2015

Raufah. 2014. Penilaian Status Gizi Secara Biokimia.


http://raufahajah.blogspot.com/2014/06/penilaian-status-gizi-secara-biokimia.html. diakses pada
tanggal 12 April

Roro. 2014. Penentuan Status Gizi Secara Biokimia. 2015.


http://rorowashilatur.blogspot.com/2013/05/penentuan-status-gizi-secara-biokimia.html. diakses
pada

xvi

Anda mungkin juga menyukai