Anda di halaman 1dari 101

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi dan arus informasi serta perkembangan Ilmu

Pengetahuan dan Teknologi yang sangat pesat saat ini, yang penuh dengan

tantangan dan persaingan yang begitu sulit untuk dihadapi, maka masyarakat

perlu membekali diri dengan pengetahuan, keterampilan dan life skill yang

memadai. Permasalahannya tidak semua masyarakat terpenuhi kebutuhan

pendidikannya khususnya di jalur pendidikan sekolah (formal) yang disebabkan

oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.

Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang dalam upaya untuk

memecahkan permasalahan tersebut, yaitu melalui Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Di dalam undang-undang No. 20 disebutkan bahwa pendidikan luar

sekolah berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap dari pendidikan

formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, jadi masyarakat

dapat dipenuhi kebutuhan pendidikannya tidak harus melalui jalur

pendidikan di sekolah (Formal), melainkan dari jalur Pendidikan Luar Sekolah

(nonformal) yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan pelengkap.

Pendidikan Luar Sekolah adalah Pendidikan yang diselenggarakan di

luar sistem sekolah melalui proses kegiatan belajar yang tidak harus berjenjang

1
dan berkesinambungan. Ciri utama yang membedakan pendidikan nonformal

dengan pendidikan formal yaitu keluwesan pendidikan luar sekolah yang

berkenaan dengan waktu, lama belajar, usia peserta didik, materi pelajaran,

cara penyelenggaraan pelajaran dan penilaian hasil belajar.

Peraturan Pemerintah No.73 Tahun 1991 tentang pendidikan luar

sekolah menetapkan bahwa tujuan pendidikan luar sekolah antara lain :

“(1) Melayani Warga belajar agar dapat tumbuh dan berkembang


sepanjang hayat guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya.
(2) Membina Warga belajar agar memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mental yang diperlukan untuk
mengembangkan diri, bekerja untuk membantu perekonomian keluarga
atau melanjutkan pendidikan ke tingkat / jenjang yang lebih tinggi. (3)
Memenuhi kebutuhan dan keterampilan warga belajar yang tidak dapat
terpenuhi melalui jalur pendidikan formal. Maka diselenggarakan
pendidikan nonformal yang dapat dilaksanakan dalam keluarga,
kelompok belajar, kursus, pelatihan, dan satuan pendidikan sejenisnya”.

Direktorat Pendidikan masyarakat sejak tahun 1998 berupaya proaktif

untuk dapat mencapai tujuan dari pendidikan luar sekolah serta untuk

menyikapi kebutuhan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan keterampilan

sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Maka salah satu upaya yang

ditempuh adalah dengan memberikan pelatihan bagi warga belajar yang

memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kewirausahaan, kecakapan

hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, profesi, bekerja, usaha mandiri

dan lain sebagainya.

Kewirausahaan merupakan hal terpenting bagi kehidupan manusia saat

ini. Kewirausahaan adalah hal yang sangat diprioritaskan mengingat era

globalisasi yang semakin berkembang dimana hampir semua orang diwajibkan

untuk mempunyai kompetensi di bidang kewirausahaan, karena dimana ada

2
kehidupan disitulah akan ada wirausaha. Oleh karena itu dengan adanya

pendidikan kewirausahaan akan menghasilkan manusia yang memiliki

kemampuan berpikir out of the box atau keluar dari kebiasaan, sehingga model-

model wirausaha yang belum ada bisa diadakan dan dikembangkan.

Berwirausaha bisa memberikan peluang yang besar bagi manusia untuk

berkembang menjadi diri yang lebih baik dan bisa mengembangka bakat yang

ada. Suatu penemuan akan dihargai sangat mahal apabila penemuan itu bisa

bermanfaat bagi diri sendiri terlebih kepada orang lain.

Kewirausahaan merupakan salah satu bentuk kegiatan dari program

pengembangan sumber daya manusia yang pada umumnya untuk membangun

ketenagakerjaan khususnya pengembangan yang mencakup kegiatan-kegiatan

yang bertujuan untuk perbaikan dan pertumbuhan kemampuan (abilities), sikap

(attitudes), kecakapan (skill) dan pengetahuan. Kerja keras yang terus-menerus

sangat berpengaruh terhadap hasil yang diperoleh wirausahawan dalam

melaksanakan usahanya dengan baik sehingga dapat tercapai produktifitas

kerja yang baik. Dengan adanya jenis kewirausahaan yang diselenggarakan ini

diharapkan produktifitas warga belajar dapat meningkat demi mencapai tujuan

yang diharapkan.

Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal

yang tersebar di Indonesia dan sekaligus juga merupakan lembaga pendidikan

Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di

Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem

pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum

3
kedatangan Islam. Pondok pesantren selama ini juga dikenal sebagai suatu

lembaga pendidikan yang menjadi aset bangsa Indonesia yang telah sekian lama

berkontribusi dalam pendidikan Islam.

Adanya perkembangan teknologi dan budaya-budaya barat yang terus

berkembang saat ini turut mempengaruhi kondisi religiusitas para remaja.

Alhasil, para remaja sekarangpun kurang lagi memperhatikan norma-norma

agama yang menjadi tuntunan kehidupan. Hal ini pun menjalar dikalangan santri

sebagai bagian dari remaja. Santri yang dikenal sebagai contoh atau cermin umat

Islam kini kian kehilangan makna. Santri yang hidup dalam sebuah lingkungan

pesantren yang religius, tapi religiusitasnya dipertanyakan. Berbagai

pelanggaran-pelanggaran dalam agamapun sering dilakukan. Banyak ditemukan

perilaku santri yang mengarah pada budaya Barat: amoral, hedonis, konsumtif,

dan bertolak belakang dengan religiusitas. Oleh karena itu remaja perlu

membekali diri dengan pengetahuan, keterampilan dan life skill yang memadai.

Permasalahannya tidak semua remaja terpenuhi kebutuhan pendidikannya

khususnya di jalur pendidikan sekolah (formal) yang disebabkan oleh faktor

ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.

Pondok pesantren Wahid Hasyim merespon positif dengan adanya

permasalahan diatas, selain diadakan pendidikan keagamaan supaya remaja

khususnya santri mempunyai moral yang lebih baik lagi dan tidak terpengaruh

oleh budaya barat, pesantren Wahid Hasyim juga membekali santri lewat salah

satu lembaga yang ada di pesantren tersebut, yaitu lembaga pengembangan

keterampilan dan kewirausahaan (LPK2) yang bertujuan untuk mengembangkan

4
dan meningkatkan bakat santri khususnya dalam bidang keterampilan dan

kewirausahaan. Lembaga ini lahir atas dasar pengamatan potensi dalam diri

santri yang sangat potensial untuk dikembangkan. Oleh karena itu, dengan

adanya lembaga tersebut diharapkan santri bisa lebih meningkatkan lagi

minatnya di dalam mengembangkan keterampilan dan kewirausahaan.

Berdasarkan observasi yang dilakukan, para santri pondok pesantren

Wahid Hasyim memang sudah punya wadah untuk dapat mengembangkan minat

dan bakat keterampilan serta kewirausahaan yang ada dalam diri di LPK2, akan

tetapi kenyataanya masih banyak santri yang kurang berminat untuk bergabung

di dalam LPK2. Hal ini menunjukkan bahwa minimnya minat santri untuk

bergabung di dalam lembaga tersebut, disebabkan karena kurangnya praktek

lapangan yang ada di LPK2, sehingga santri hanya dibekali teori-teori saja dan

hanya sedikit ilmu tentang lapangan. Oleh karena itu lembaga harus

mengevaluasi diri supaya santri bisa lebih tertarik untuk ikut bergabung di dalam

lembaga tersebut.

Berdasarkan observasi tersebut, penulis dapat mengetahui bahwasannya

santri pondok pesantren Wahid Hasyim itu masih mempunyai minat yang rendah

dalam dunia kewirausahaan. Padahal sudah jelas bahwasannya kewirausahaan

merupakan hal yang sangat diprioritaskan mengingat era globalisasi yang

semakin berkembang dimana hampir semua orang diwajibkan untuk mempunyai

kompetensi di bidang kewirausahaan, karena dimana ada kehidupan disitulah

akan ada wirausaha.

5
Dalam usaha menumbuhkan minat wirausaha, maka terlebih dahulu perlu

diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya minat tersebut. Faktor-

faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha dapat terus dikembangkan

sehingga minat dapat diwujudkan menjadi usaha mandiri. Lembaga

pengembangan keterampilan dan kewirausahaan (LPK2) sebagai penyedia

fasilitas kewirausahaan, tidak akan mencapai tujuannya dalam menghasilkan

santri dan lulusan yang mampu berwirausaha dengan baik, apabila tidak disertai

dengan minat yang timbul dalam diri santri.

Santri harus menyadari bahwa minat berwirausaha akan menjadikan

seseorang untuk lebih giat mencari dan memanfaatkan peluang usaha dengan

mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Minat tidak dibawa sejak lahir tetapi

tumbuh dan berkembang sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi seorang wirausaha.

Tidak hanya pendidikan tetapi juga faktor toleransi atau resiko, adanya peluang,

lingkungan dan juga yang lain. Apalagi bagi seorang santri yang apabila sudah

lulus dari pesantren nanti akan dipandang sebagai seseorang yang banyak tau

tetntang ilmu agama, maka santri harus siap dengan hal itu semua. Akan tetapi

juga tidak boleh meninggalkan apa yang menjadi keutamaan seorang manusia.

Rasulallah bersabda “bahwasa sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang

bermanfaat buat orang lain”. Sehingga kalau nantinya mempunyai kemampuan

dalam bidang wirausaha dan dapat memberdayakan masyarakat sekitar, maka

akan sangat bermanfaat buat masyarakat sekitar.

6
Oleh karena itu, untuk mengetahui itu semua peneliti melakukan

penelitian tentang minat wirausaha. Peneliti memilih lembaga pengembangan

keterampilan dan kewirausahaan (LPK2) Wahid Hayim sebagai objeknya karena

peneliti ingin mengetahui seberapa besar peran LPK2 dalam pengembangan

minat wirausaha santri pondok pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “Peran Lembaga Pengembangan Ketrampilan

dan Kewirausahaan (LPK2) dalam Pengembangan Minat Berwirausaha

Santri di Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumusankan

permasalahan sebagai berikut :

1. Tidak semua santri dapat merasakan pendidikan kewirausahaan


2. Kurangnya minat berwirausaha santri Pondok Pesantren Wahid Hasyim
3. Tingkat kewirausahaan yang masih rendah di pesantren Wahid Hasyim
4. Peran LPK2 di Pondok Pesantren Wahdi hasyim belum optimal dalam
mengembangkan kewirausahaan santri.
5. Minimnya minat santri dalam partisipasi lembaga pengembangan
keterampilan dan kewirausahaan (LPK2)
6. Terdapat beberapa faktor yang mengahambat minat wirausaha santri

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penulis membatasi

masalah dalam penelitian ini yaitu “Peran Lembaga Pengembangan

7
Ketrampilan dan Kewirausahaan (LPK2) dalam Pengembangan Minat

Berwirausaha Santri di Pondok Pesantren Wahid Hasyim”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumusankan

permasalahan sebagai berikut :

1. Program apa saja yang dilakukan di dalam lembaga pengembangan


keterampilan dan kewirausahaan (LPK2)?
2. Apa upaya Lembaga Pengembangan Keterampilan dan kewirausahaan
(LPK2) di Pondok Pesantren Wahid Hasyim dalam mengembangkan minat
wirausaha santri ?
3. Apa saja Faktor pendukung dan penghambat peran Lembaga Pengembangan
Keterampilan dan kewirausahaan (LPK2) dalam pengembangan minat
kewirausaha di Pondok Pesantren Wahid Hasyim?
E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui program apa saja yang dilakukan di dalam lembaga

pengembangan keterampilan dan kewirausahaan (LPK2).

2. Untuk mengetahui upaya Lembaga Pengembangan Keterampilan dan

kewirausahaan (LPK2) di Pondok Pesantren Wahid Hasyim dalam

mengembangkan minat wirausaha santri.

3. Untuk mengetahui Faktor pendukung dan penghambat peran Lembaga

Pengembangan Keterampilan dan kewirausahaan (LPK2) dalam

pengembangan minat kewirausaha di Pondok Pesantren Wahid Hasyim.

8
F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan

tentang peran Lembaga Pengembangan Keterampilan dan kewirausahaan

(LPK2) dalam pengembangan minat kewirausaha di Pondok Pesantren Wahid

Hasyim.

2. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

Pondok Pesantren dan pendidik mengenai program pemberdayaan santri

melalui kegiatan pengembangan kewirausahaan.

3. Bagi penulis diharapkan dapat merefleksikan ilmu yang sudah didapat dari

akademik dan lapangan untuk dimanfaatkan dalam masyarakat nantinya.

9
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Wirausaha

a. Pendidikan wirausaha

Istilah Pendidikan, dalam bahasa Inggris “education”, berakar dari

bahasa Latin “educare”, yang dapat diartikan pembimbing berkelanjutan

(to lead forth). Jika diperluas, arti etimologis itu mencerminkan

keberadaan pendidikan yang berlangsung dari generasi ke generasi

sepanjang eksistensi kehidupan manusia (Suhartono, 2008: 77).

Arti luas, pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang

berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan.

Pendidikan berlangsung di segala jenis, bentuk dan tingkat lingkungan

hidup, yang kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di

dalam diri individu. Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu, individu

mampu mengubah dan mengembangkan diri menjadi semakin dewasa,

cerdas, dan matang (Suhartono, 2008: 79-80).

Menurut M.J Langeveld (Jumali dkk, 2008: 20), pendidikan adalah

kegiatan membina anak manusia menuju pada kedewasaan dan mandiri.

Pendidikan (Jumali dkk, 2008: 20-21) adalah proses pembudayaan, proses

kultural atau proses kultivasi untuk mengembangkan semua bakat dan

potensi manusia guna mengangkat diri sendiri dan dunia sekitarnya pada

taraf human (menurut sebagian besar tokoh humanis).

10
Pengertian kewirausahaan menurut Instruksi Presiden RI No. 4

Tahun 1995 (Basrowi, 2011: 2):

Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku, dan kemampuan


seseorang dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang
mengarah pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan cara
kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi
dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau
memperoleh keuntungan yang lebih besar.
Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha. Wira, berarti

pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani

dan berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, bekerja, berbuat

sesuatu. Jadi, wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat

sesuatu, ini baru dari segi etimologi (asal-usul kata).

Dalam kamus bahasa Indonesia, wirausaha diartikan sebagai orang

yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara

produksi baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru,

memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.

Menurut Kasmir (2006), kewirausahaan adalah suatu kemampuan

menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan menciptakan dan memerlukan

adanya kreativitas dan inovasi dari yang sudah ada sebelumnya.

Kemampuan berwirausaha yang kreatif dan inovatif dapat dijadikan dasar,

kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses (Suryana,

2006: 2). Peluang sukses di masa depan dapat diraih apabila seorang

wirausaha benar-benar memanfaatkan peluang dengan baik dan

mempunyai disiplin diri. Sedangkan menurut Zimmerer dalam Suryana

(2006: 14)

11
Kewirausahaan merupakan penerapan kreativitas dan inovasi untuk
memecahkan masalah dan memanfaatkan peluang yang dihadapi.
Kreativitas diartikan sebagai kemampuan mengembangkan ide-ide
dan menemukan cara-cara baru dalam memecahkan masalah,
sedangkan inovasi diartikan sebagai kemampuan menerapkan
kreativitas untuk memecahkan masalah dan peluang untuk
meningkatkan kekayaan hidup
Melihat dari definisi kewirausahaan di atas dapat disimpulkan

bahwa, kewirausahaan adalah suatu keberanian seseorang atau kelompok

untuk hidup mandiri dengan memunculkan suatu usaha baru ataupun

mengembangkan yang sudah ada menjadi lebih baik.

Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia

secara utuh, sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan

keterampilan sebagai wirausaha. Buchari Alma (2013:16) menyatakan

bahwa keahlian dan keterampilan wirausaha banyak didapatkan dari

pendidikan kewirausahaan.

Dengan demikian pendidikan kewirausahaan adalah Proses

pelatihan usaha baru atau mengembangkan yang sudah ada menjadi lebih

baik guna mendewasakan seseorang atau kelompok agar berkepribadian

pemberani selain bertambahnya ilmu pengetahuan sehingga seseorang atau

kelompok tersebut mampu untuk hidup mandiri.

b. Model Pendidikan Kewirausahaan

Pendapat Bygrave (Buchari Alma, 2013: 10) model proses dan

pengembangan kewirausahaan diurutkan dalam langkah-langkah 1)

12
inovasi(innovation), 2) pemicu(triggering event), 3) pelaksanaa

(implementation), 4) pertumbuhan (growth).

Framework pendidikan kewirausahaan di setiap satuan pendidikan

dapat digambarkan dalam iludtrasi berikut:

Semua mata
Satuan pelajaran
pendidik SKL
an Perubahan
PAUD, pembelajaran
SD/MI/S kewirausahaa
DLB. n Pembe
SMP/MT Ekstrakurikuler lajaran
Pendidikan
s/SMPLB Aktif
Kewirausahaa
, n
SMK/MA Pengembang
dan an diri
SMK/MA
K dan Kultur sekolah
SI Nilai-nilai
Nonform
Kewirausahaan
al
1. Kreatif
Muatan lokal
2. Mandiri
3. Kepemimpin
an
4. Penanggung
resiko
5. Berorientasi
pada
tindakan,
dsb
Gambar 1. Framework pendidikan kewirausahaan pada setiap
satuan pendidikan.
Sumber : Kepmendiknas, 2010

13
c. Pendekatan Wirausaha

Robert D. Hisrich (Basrowi, 2011: 2) mendefinisikan wirausaha

dalam tiga hal pendekatan, di antaranya:

1) Pendekatan ekonom, entrepreneur adalah orang yang membawa sumber-

sumber daya, tenaga, material, dan aset-aset lain ke dalam kombinasi

yang membuat nilainya lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, dan juga

seseorang yang memperkenalkan perubahan, inovasi/pembaharuan, dan

suatu order/tatanan atau tata dunia baru.

2) Pendekatan psikolog, entrepreneur adalah betul-betul seorang yang

digerakan secara khas oleh kekuatan tertentu kegiatan untuk

menghasilkan atau mencapai sesuatu, pada percobaan, pada

penyempurnaan, atau mungkin pada wewenang mencari jalan keluar yang

lain.

3) Pendekatan seorang pebisnis, entrepreneur adalah seorang pebisnis yang

muncul sebagai ancaman, pesaing yang agresif, sebaliknya pada pebisnis

lain sesama entrepreneur mungkin sebagai sekutu/mitra, sebuah sumber

penawaran, seorang pelanggan, atau seorang yang menciptakan kekayaan

sumber-sumber daya, mengurangi pemborosan, dan menghasilkan

lapangan pekerjaan baru bagi orang lain yang dengan senang hati untuk

menjalankannya.

Menarik kesimpulan dari pendapat diatas, pendekatan wirausaha

merupakan upaya untuk mengetahui dan mengembangkan usaha yang

dilaksanakan dengan melihat dari sisi ekonom, psikolog dan seorang

14
pebisnis agar seorang wirausaha mengetahui perubahan,

inovasi/pembaharuan, pencapaian dan sekutu/mitra.

d. Strategi Pendidikan Wirausaha

Strategi memiliki arti bahwa semua kegiatan yang ada dalam

lingkup perusahaan termasuk di dalamnya pengalokasian sumber daya

yang dimiliki perusahaan. Strategi menjadi kerangka kerja fundamental

bagi suatu perusahaan maupun tingkat yang lebih kecil seperti organisasi.

Di samping itu, strategi juga dianggap sebagai upaya pengukuran terhadap

bisnis lain yang akan menjadi pesaing di kemudian hari.

Tjiptono (2008:3) menjelaskan strategi merupakan suatu program

yang dijadikan sebagai alat untuk dapat mencapai tujuan dari organisasi

serta dapat mengimplementasikan terhadap misi suatu perusahaan. Melalui

strategi, manajer dapat memutuskan untuk memasuki pasar yang akan

menguntungkan perusahaan. Lamb, Hair dan Mc.Daniel (2001:36)

menjelaskan tentang perencanaan yang merupakan proses untuk

mengantisipasi hal-hal yang mungkin bisa terjadi di masa datang dan dapat

menentukan strategi yang harus digunakan untuk mencapai sasaran suatu

organisasi di masa yang akan datang.

Menurut Rangkuti (2006:4), konsep-konsep strategi ada 2, yaitu:

(1) Distinctive Competence, merupakan tindakan yang dilakukan oleh

pengusaha agar dapat melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan dengan

pesaingnya. Suatu perusahaan yang memiliki kekuatan yang tidak mudah

15
ditiru oleh perusahaan pesaing dipandang sebagai perusahaan yang

memiliki “Distinctive Competence”. Distinctive Competence menjelaskan

kemampuan spesifik suatu organisasi. Identifikasi Distinctive Competence

dalam suatu organisasi meliputi keahlian tenaga kerja dan kemampuan

sumber daya. Dua faktor tersebut menyebabkan perusahaan dapat lebih

unggul dibandingkan pesaingnya, keahlian sumber daya manusia yang

tinggi muncul dari kemampuan membentuk fungsi khusus yang lebih

efektif dibandingkan dengan pesaing.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

strategi pendidikan wirausaha dilakukan melalui proses dan konsep-

konsep untuk mecapai hasil dengan suatu program yang dijadikan sebagai

alat untuk dapat mencapai tujuan dari organisasi serta dapat

mengimplementasikan terhadap misi wirausaha.

2. Minat Wirausaha

a. Pengertian Minat Wirausaha

Minat merupakan suatu persoalan yang obyektif berwujud serta

dapat menimbulkan dampak yang positif dan tidak jarang pula

menimbulkan dampak yang negatif. Jadi minat dapat dikatakan erat

hubungannya dengan kepribadian seseorang. Hal ini senada dengan

pendapat Slameto (2003: 180) yang mengatakan bahwa,”

“suatu minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang


menunjukkan bahwa seseorang lebih menyukai suatu hal daripada
hal lain. Dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam
suatu aktivitas. Seseorang memiliki minat terhadap sesuatu subjek

16
tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar
terhadap subjek tersebut.
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2001 : 190) minat diartikan

sebagai kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah, maupun

keinginan, kehendak, kesukaan. Bisa dikatakan bahwa minat merupakan

faktor yang sangat penting untuk mendorong seseorang melakukan

aktifitas. Sementara Crow & Crow dalam Djaali (2008: 121) mendefisikan

minat sebagai penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan

sesuatu di luar diri. Semakin besar atau semakin dekat hubungan tersebut,

semakin besar minatnya. Minat hubungan dengan gaya gerak yang

mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang,

benda, kegiatan pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.

Dalam upaya menimbulkan minat dibutuhkan kesadaran yang

diawali dengan adanya pengetahuan atau informasi mengenai suatu objek

tertentu. Minat tidak dibawa sejak lahir, minat dapat ditimbulkan dari apa

yang dipelajari dan mempengaruhi proses selanjutnya. Seseorang yang

memiliki minat terhadap suatu jenis pekerjaan tertentu maka orang itu

akan melakukan langkah-langkah nyata untuk mengetahui segala sesuatu

tentang pekerjaan yang diminatinya, salah satunya yaitu berwirausaha.

Menurut Buchari Alma (2013: 24) “wirausaha adalah orang yang

melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasai untuk

memanfaatkan peluang tersebut yang menekankan pada setiap orang untuk

memulai sesuatu bisnis yang baru”. Menurut Dun Steinhoff dan John F.

Burges yang dikutip oleh Yuyus Suryana (2010: 27) wirausaha merupakan

17
orang yang mengorganisasi, mengelola, dan berani menanggung resiko

untuk menciptakan usahan baru dan peluang berusaha.

Meredith dalam Yuyus Suryana dan Kartib Bayu (2010: 28)

mengemukakan bahwa wirausaha merupakan orang yang mempunyai

kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis,

mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil

keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna

memastikan sukses.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

minat wirausaha adalah dorongan/kecenderungan bagi seseorang untuk

melakukan kegiatan berwirausaha. Minat berwirausaha dapat pula

dikatakan sebagai ketertarikan seseorang untuk menjalankan bisnis/usaha.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Wirausaha

Menurut David C. McClelland (Suryana, 2006: 62) mengemukakan

bahwa kewirausahaan ditentukan oleh motif berprestasi, optimisme, sikap

nilai, dan kewirausahaan atau keberhasilan. Perilaku kewirausahaan

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi hak

kepemilikan, kemampuan atau kompetensi dan insentif, sedangkan faktor

eksternal meliputi lingkungan. Sementara itu menurut Buchari Alma

(2010: 2) faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha adalah

lingkungan keluarga, pendidikan, nilai-nilai (values), personal, usia dan

riwayat pekerjaan.

18
Pendapat lain dikemukakan oleh Hendro Chandra (2006: 106),

bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi minat wirausaha, antara

lain adalah sebagai berikut:

1. Faktor personal, yaitu pengaruh pengalaman hidup dari kecil hingga


dewasa baik oleh lingkungan ataupun keluarga. Contohnya yaitu pengaruh
masa kanak-kanak, perkembangan saat dewasa, dan persepsi.
2. Suasana kerja, yakni lingkungan kerja yang tidak nyaman maka dapat
mempercepat seseorang memilih jalan kariernya untuk berwirausaha.
3. Kepribadian yang terdiri dari intelegensia, sikap, bakat, dan kreatifitas.
4. Tingkat pendidikan, yakni semakin tinggi pendidikan seseorang, maka
semakin tidak berpengaruh terhadap keinginan dirinya untuk memilih
berwirausaha sebagai jalan hidupnya.
5. Dorongan keluarga
6. Lingkungan dan pergaulan
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, secara garis besar faktor-

faktor yang mempengaruhi minat wirausaha dapat digolongkan ke dalam

dua bagian yaitu: Faktor internal terdiri dari kemauan, keterampilan,

kepribadian, pengalaman, motivasi, intelegensi, persepsi, perasaan dan

pengetahuan seperti pengetahuan tentang kewirausahaan. Faktor eksternal

meliputi lingkungan dan keluarga. Lingkungan tersebut bisa berupa

lingkungan fisik/alam maupun lingkungan sosial.

c. Ciri-ciri dan Karakteristik Wirausaha

Seorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki kepribadian

unggul, menurut Suryana (2010: 67) ciri-ciri dan karakteristik yang harus

dimiliki seorang wirausaha adalah sebagai berikut:

1) Memiliki motivasi untuk berprestasi

2) Berorientasi ke masa depan

3) Tanggap dan kreatifdalam menghadapi perubahan

19
4) Memiliki jaringan usaha

5) Memiliki jiwa kepemimpinan

Sementara itu pendapat lain disebutkan oleh Anoraga (2005:30)

yang menyebutkan bahwa seseorang yang minat wirausaha tinggi ditandai

dengan adanya rasa percaya diri, memiliki daya intuisi yang tajam,

berorientasi pada tugas dan hasil, memiliki keberanian mengambil risiko,

memiliki kemampuan memimpin, berorientasi ke masa depan, sikap

tanggap terhadap perubahan, kreativitas dan orisinil.

d. Indikator Minat Wirausaha

Minat wirausaha dapat dilihat dari berbagai macam hal. Menurut

Syaiful B. Djamarah (2011: 191), minat dapat dilihat dari hal-hal berikut,

meliputi:

1. Rasa suka dan ketertarikan terhadap hal yang dipelajari

2. Keinginan untuk melakukan

3. Perhatian yang lebih besar pada hal yang dipelajari

4. Partisipasi dan keaktifan dalam kegiatan.

Pendapat tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya indikator

minat wirausaha meliputi adanya ketertarikan dan perhatian.

3. Lembaga Pengembangan Keterampilan dan Kewirausahaan (LPK2)

Lembaga Pengembangan Keterampilan dan Kewirausahaan

(LPK2) merupakan lembaga pendidikan keterampilan dan kewirausahaan

yang merupakan salah satu lembaga di bawah naungan Yayasan Pondok

Pesantren Wahid Hasyim untuk mengayomi santri dalam bidang

20
pengembangan keterampilan dan kewirausahaan supaya santri mempunyai

kemampuan khusus untuk mengembangkan bakat yang ada di dalam diri

santri. LPK2 berkantor pusat di Pondok Pesantren Wahid Hasyim Jalan

Wahid Hasyim No.3 Gaten Condongcatur Depok Sleman Yogyakarta,

secara resmi didirikan pada tanggal 5 Mei 2009 dibawah pimpinan Ibu

Fetra dan dilindungi oleh pimpinan yayasan pondok pesantren Wahid

Hasyim.

LPK2 didirikan atas dasar pengamatan potensi dalam diri santri

yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tujuannya yaitu supaya santri

mempunyai keahlian khusus untuk bisa memngembangkan sesuatu yang

ada di sekitarnya. Merubah sesuatu yang ada di sekitarnya menjadi sesuatu

yang memiliki nilai ekonomis dan memiliki nilai jual yang tinggi,

sehingga kelak setelah santri sudah itu lulus dari pesantren, santri bisa

mengembangkan kreativitas yang sudah mereka dapatkan di lembaga

keterampilan dan kewirausahaan dalam diri sendiri maupun masyarakat

sekitar.

Lembaga Pelatihan Ketrampilan dan Kewirausahaan merupakan

salah satu lembaga pendidikan yang secara sistematis mengupayakan

perwujudan cita-cita tersebut, karena dengan adanya manusia-manusia

sejati seperti itu, maka kehidupan yang harmonis penuh kedamaian antar

sesama manusia dapat diwujudkan. Oleh karena itu, untuk mempercepat

upaya perwujudan tersebut, perlu adanya dukungan dan peran serta dari

seluruh komponen Pondok Pesantren Wahid Hasyim secara optimal, yang

21
untuk itu maka dipandang perlu adanya sebuah wadah yang mandiri yang

mampu mengakomodasikan pandangan, aspirasi, dan mampu menggali

potensi santri dalam rangka menunjang kemajuan penyelenggaraan

pendidikan dan pelatihan santri di Pondok Pesantren Wahid Hasyim.

4. Pengertian Pesantren

a. Pengertian Pondok Pesantren

Pengertian dari pada pesantren, Mu Yappi (2008: 23) menjelaskan

bahwa kata pesantren berasal dari kata “santri” yang mendapat imbuhan

awalan “pe” dan akhiran “an” yang menunjukkan tempat, maka artinya

adalah tempat para santri. Terkadang pula pesantren dianggap sebagai

gabungan dari kata “santri” (manusia baik) dengan suku kata “tra” (suka

menolong) sehingga kata pesantren dapat diartikan tempat pendidikan

manusia-manusia baik (Zarkasy, 1998 : 106). Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI) edisi kedua bahwa pesantren adalah tempat

untuk tinggal dan belajar para santri. Mastuki HS, dkk (2003: 01), juga

memberikan definisi bahwa pesantren adalah tempat menginap bagi para

pelajar (santri).

Berdasarkan dari teori diatas, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa pesantren merupakan tempat tinggal yang diperuntukkan bagi

pelajar dalam hal ini adalah santri untuk mendalami ilmu agama Islam.

b. Tujuan Pesantren

Berdasarkan tujuan pendiriannya, pesantren hadir dilandasi oleh

beberapa alasan. Menurut Maunah (2009: 25) pesantren hadir dilandasi

22
sekurang-kurangnya oleh dua alasan. Pertama, pesantren dilahirkan untuk

memberikan respon terhadap situasi dan kondisi sosial suatu masyarakat

yang tengah dihadapkan pada runtuhnya sendi-sendi moral, melalui

transformasi nilai yang ditawarkan (amar ma’ruf dan nahy munkar).

Kehadirannya dengan demikian dapat disebut sebagai agen perubahan

(agent of social changes) yang selalu melakukan kerja-kerja pembebasan

(liberation) pada masyarakat dari segala keburukan moral, penindasan

politik, dan kemiskinan ekonomi. Kedua, tujuan didirikannya pesantren

adalah untuk menyebarluaskan informasi ajaran tentang universalitas

Islam ke seluruh pelosok nusantara yang berwatak pluralis, baik dalam

dimensi kepercayaan, budaya maupun kondisi sosial masyarakat.

Proyek-Proyek keterampilan yang diberikan kepada santri akan

membekali para santri tersebut agar dikemudian hari mereka bisa hidup

mandiri dalam menjalani kehidupannya. Menurut Maunah (2009: 27)

Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada para santri sebenarnya

dapat membekali mental mereka untuk belajar hidup mandiri dan

berwiraswasta.

Djamaluddin mengemukakan dalam Umiarso dan Nur Zazin (2011:

17) bahwa secara umum tujuan pesantren adalah membentuk manusia

yang bertaqwa, yang mampu, baik rohaniah maupun jasmaniah,

mengamalkan ajaran Islam bagi kepentingan kebahagiaan hidup diri

sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa serta negara.

23
c. Ciri-ciri Pendidikan Pesantren

Mastuki, dkk (2003: 93-94) menjelaskan mengenai ciri-ciri

pendidikan pesantren, diantaranya adalah:

1) Adanya hubungan yang akrab antara santri dengan kyainya.


2) Kepatuhan santri kepada kyai.
3) Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujudkan dalam lingkungan
pesantren.
4) Kemandirian amat terasa dipesantren.
5) Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan (ukhuwah islamiyyah)
sangat mewarnai pergaulan di pesantren.
6) Disiplin sangat dianjurkan. Untuk menjaga kedisiplinan ini biasanya
pesantren memberikan sanksi-sanksi edukatif.
7) Keprihatinan untuk mencapai tujuan mulia.
Berdasarkan dari ciri-ciri pendidikan pesantren yang telah

disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa didalam ciri tersebut terdapat

nilai-nilai yang terkandung dalam karakter diantaranya adalah nilai

kesederhanaan, nilai tanggung jawab, nilai kepatuhan, nilai kemandirian,

nilai tolong menolong, nilai kedisiplinan dan nilai persaudaraan. Nilai-nilai

inilah yang menjadi ciri tersendiri dipesantren, sehingga seringkali

didengar bahwa lembaga pendidikan pesantren kuat dalam pembentukan

karakter santri-santrinya.

d. Elemen-elemen pesantren

Lembaga pendidikan pesantren selain memiliki ciri khusus, juga

terdapat peran kyai yang sangat kuat. Kyai didalam pesantren merupakan

elemen penting dalam pergerakan, namun juga harus didukung dengan

elemen-elemen lain supaya menjadi lembaga pendidikan agama yang

berkualuitas. Zamakhsyari Dhofier (1994: 44-45) menerangkan bahwa

pesantren memiliki lima elemn dasar, yaitu:

24
1) Pondok

Pondok, asrama bagi para santri, merupakan ciri khas tradisi

pesantren, yang membedakannya dengan sistem pendidikan tradisional di

masjid-masjid yang berkembang dikebanyakan wilayah islam di negara-

negara lain. Ada tiga alasan utama kenapa pesantren menyediakan asrama

bagi para santri. Pertama, kemasyhuran seorang kyai dan kedalaman

pengetahuannya tentang Islam menarik santri-santri dari jauh. Kedua,

hampir semua pesantren berada di desa-desa dimana tidak tersedia

perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung santri-santri,

sehingga diperlukan asrama khusus bagi para santri. Ketiga, ada sikap

timbal balik antar kyai dan santri, dimana para santrinya menganggap

kyainya seolah-olah sebagai bapakbnya sendiri, sedangkan kyai

menganggap santrinya adalah titipan dari Tuhan.

2) Masjid

Masjid merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan

pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik

para santri, terutama dalam praktek sholat lima waktu, khutbah, sholat

jum’ah dan pengajian kitab-kitab Islam klasik.

3) Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik

Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di pesantren dapat

digolongkan kedalam delapan kelompok yakni a) Nahwu dan shorof, b)

Fiqig, c) Usul fiqih, d) Hadist, e) Tafsir, f) Tauhud, g) Tasawuf, dan h)

Cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Kitab-kitab tersebut

25
meliputi teks yang sangat pendek sampai teks yang terdiri dari berjilid-jilid

tebal mengenai hadist, tafsir, fiqih, usul fiqih, tasawuf.

4) Santri

Menurut tradisi pesantren, terdapat 2 kelompok santri:

a) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan

menetap dalam kelompok pesantren.

b) Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling

pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.

5) Kyai

Kyai merupakan elemen yang paling penting dari suatu pesantren.

Para kyai dengen kelebihan pengetahuannya dalam islam, seringkali

dilihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Tuhan

dan rahasia alam, hingga dengan demikian mereka dianggap memiliki

kedudukan yang tidak terjangkau, terutama oleh kebanyakan orang awam.

Dalam beberapa hal, mereka menunjukkan kekhususan mereka dalam

bentuk-bentuk pakaian yaitu kopiah dan sorban.

5. Pendidikan Kewiausahaan di Pesantren

Pesantren dalam upaya untuk meningkatkan pengembangan,

menumbuhkan dan pembentukan jiwa kewirausahaan dilakukan melalui

upaya pembinaan, pendidikan dan pelatihan. Ketiga upaya ini saling

memiliki keterkaitan. Surat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian

26
Republik Indonesia Nomor S-161/M.EKON/06/2014 perihal Penetapan

Mata Pelajaran Kewirausahaan dalam Kurikulum di Lembaga Pendidikan

menyebutkan bahwa dalam upaya meningkatkan daya saing wirausaha

nasional menghadapi dinamika globalisasi ekonomi, Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian terus melakukan koordinasi kebijakan

dan program pengembangan wirausaha nasional. Dalam kaitan dengan

pengembangan sumber daya manusia kewirausahaan tentunya lembaga

pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk

mindset kewirausahaan bagi para siswa/mahasiswa sedini mungkin.

UU Sisdiknas mengamanatkan bahwa pendidikan keagamaan dapat

diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal

(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 30).

Implementasinya di lapang, pendidikan keagamaan ini dapat berbentuk

pesantren atau pondok pesantren yang secara aktif mengembangkan

potensi peserta didik (santri) untuk memiliki beberapa kompetensi yaitu:

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara.

Kreativitas, inovasi dan jiwa kewirausahaan sangat penting dimiliki

karena merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses

kehidupan manusia. Makna dan posisi kreativitas dan inovasi itu ibarat

sebuah kata tidak ada seorang pun yang tidak memiliki kreativitas. Namun

masalahnya adalah bagaimana cara kreativitas dan inovasi tersebut

27
dikembangkan dan diimplementasikan dalam kegiatan riil sesuai dengan

wawasan kewirausahaan dalam lembaga pendidikan khususnya di pondok

pesantren. Suatu karya kreatif dan inovatif sebagai hasil kreasi kiai dapat

mendorong potensi kerja dan kepuasan pribadi yang tak terhingga

besarnya. Dengan terobosan kreatif kiai dapat mengoptimalkan

kemampuan yang dimiliki untuk merubah tantangan menjadi peluang dan

untuk memajukan kiai. Menurut Maslow (Maslow, www.yorku.ca), dalam

perwujudan diri manusia, kreativitas dan inovasi merupakan manifestasi

dari individu yang memiliki fungsi penuh. Di satu sisi, kreativitas dan

inovasi penting dipahami oleh para guru dalam tugas dan tanggang

jawabnya sebagai pendidik dan pengajar yang membimbing dan

mengantar anak didik ke arah pertumbuhan dan perkembangan prestasinya

secara optimal. Di sisi lain, kiai kadang-kadang karena kelemahan

rekuritmen tidak memiliki kemampuan tersebut. Padahal, kedudukan kiai

menjadi sangat sentral dan penting dalam mengoptimalkan fungsi

kreativitas, inovasi dan wawasan kewirausahaan di pesantren yang

dipimpin- nya. Selain makna kreativitas, inovatif dan wawasan

kewirausaha- an perlu pula dipelajari kepentingannya dalam kehidupan di

masyarakat dan di tempat kerja. Dengan kata lain, kreativitas yang

merupakan pangkal dari langkah inovatif mempunyai nilai penting dalam

kehidupan individu. Dalam kaitannya dengan fungsi kreati- vitas, inovasi

dan wawasan kewirausahaan perlu ada komitmen yang tinggi dari kiai dan

guru dalam mengembangkan proses pembelajaran di pesantren.

28
29
B. Penelitian Yang Relevan

Dalam melaksanakan suatu kegiatan penelitian, harus mengacu pada

penelitian-penelitian yang telah dilakukan, sehingga dengan begitu

pelaksanaan penelitian dapat berjalan dengan optimal. Dalam penelitian ini

penulis melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian yang berkaitan

dengan penelitian yang akan penulis teliti, diantaranya adalah:

1. Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Deden Fajar Badruzzama pada

tahun 2009 dengan judul Pemberdayaan Kewirausahaan Terhadap Santri di

Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung Bogor. Metode

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif deskriptif. Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu : Untuk

mendeskripsikan peran pondok pesantren dalam menumbuhkan jiwa

kewirausahaan pada santri, mendeskripsikan pola pemberdayaan

kewirausahaan pada Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman, dan untuk

mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan

pemberdayaan kewirausahaan di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul

Iman. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa untuk mewujudkan

pemberdayaan santri di pondok pesantren maka diperlukan peran pondok

pesantren dalam membina santri. Peran Pondok Pesantren Al-Ashriyyah

Nurul Iman Parung Bogor dalam menumbuhkan kemandirian santri dengan

memenuhi aspek-aspek sikap kemandirian yaitu : Aspek kognitif, aspek

afektif, aspek konatif, dan aspek psikomotorik. Untuk menumbuhkan jiwa

entrepreneur santri, diaplikasikan dalam sebuah pola yang terdiri dari: Input,

30
yaitu, 1. Identifikasi kebutuhan pelatihan kewirausahaan, dengan melihat tiga

sisi; Pertama, dilihat dari kebutuhan santri, kedua, kebutuhan pesantren dan

ketiga, kebutuhan organisasi. 2. Penetapan sasaran, penetapan sasaran ini

dilakukan secara selektif, karena tidak keseluruhan santri bisa mengikutinya.

Pelaksanaan program pemberdayaan kewirausahaan yang dilakukan dengan

cara pemberian teori melalui seminar, workshop dan lain-lain yang kemudian

dipraktekkan di lapangan dan unit-unit usaha yang ada. Out put, yaitu

memantau dan mengevaluasi program pemberdayaan kewirausahaan yang

dilaksanakan setiap satu bulan sekali. Faktor pendukung pelaksanaan

program kewirausahaan antara lain: Manajemen pengelolaan pondok

pesantren yang memberikan peran dominan kepada santri sehingga terjadi

proses belajar kemandirian terhadap santri sekaligus manajemen

kepemimpinan yang mampu mengelola setiap kegiatan yang ada, sistem

disiplin yang ketat, ketersediaan fasilitas dan prasarana terhadap kegiatan

pemberdayaan kewirausahaan yang dilakukan meliputi: Lahan pertanian,

perkebunan, empang/kolam ikan, dll, dan kesediaan pelatih yang baik dan

professional. Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan pemberdayaan

kewirausahaan di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman antara lain:

Timbulnya perasaan jenuh atau malas yang kadang-kadang timbul pada santri

dikarenakan masalah pribadi ataupun hal lain disaat bekerja, dan mesin atau

peralatan yang kadang-kadang rusak sehingga kegiatan produksi menjadi

sedikit terganggu.

31
2. Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Abdul Basit pada tahun 2009

dengan judul Program Pemberdayaan Ekonomi pada Pondok Pesantren As-

Salafiyah Desa Cicantayan Cisaat Sukabumi. Metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif deskriptif.

Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu : Untuk mengetahui bentuk-bentuk

kegiatan yang dilakukan oleh pihak Pondok Pesantren As-Salafiyyah dalam

upaya melakukan program pemberdayaan terhadap ekonomi pesantren dan

untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor penghambat dan pendukung

dari kegiatan tersebut. Hasil penelitian tersebut diketahuinya bentuk-bentuk

kegiatan yang dilakukan oleh pihak Pondok Pesantren As-Salafiyyah dalam

upaya melakukan program pemberdayan terhadap ekonomi pesantren yaitu

dimana Pondok Pesantren As-Salafiyyah melaksanakan beberapa upaya

pemberdayaan masyarakat dalam aspek ekonomi dan kreativitas masyarakat.

Upaya yang dilakukan seperti; program percetakan kitab kuning,

pembudidayaan ikan hias, dan program santunan untuk mesyarakat sekitar.

Faktor pendukung pelaksanaan program pemberdayaan yang dilakukan oleh

Pondok Pesantren As-Salafiyyah adalah tersedianya sumber daya manusia

(SDM) dari pondok untuk melakukan pembinaan, telah tersedianya sumber

dana (sudah adanya donatur tetap), telah tersedianya infrastruktur seperti

kendaraan operasional, kantor, mesin, dan sebagainya. Sedangkan yang

menjadi faktor penghambat adalah; kurangnya kesadaran masyarakat akan

potensi yang dimiliki, pemahaman yang rendah terhadap manfaat kegiatan

yang ditawarkan oleh Pondok Pesantren As-Salafiyyah, tingkat pendidikan

32
yang rendah, sehingga menyulitkan terhadap upaya sosialisasi program-

program yang telah dirancang.

C. Kerangka Berfikir

Minat tidak muncul begitu saja, tetapi dapat tumbuh dan berkembang

karena ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Minat berwirausaha

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adanya perasaan senang

terhadap kegiatan berwirausaha, faktor kemampuan, motif berprestasi, faktor

lingkungan serta faktor keluarga. Ketika faktor-faktor yang mempengaruhi

minat berwirausaha dapat dikembangkan oleh santri, tentunya minat

berwirausaha santri akan meningkat. Contohnya saja melalui program-

program pengembangan keterampilan dan kewirausahaan yang ada di LPK2

pondok pesantren Wahid Hasyim, akan menumbuhkan minat santri dalam

berwirausaha.

Dengan tumbuhnya minat berwirausaha santri melalui program

pengembangan keterampilan dan kewirausahaan diharapkan santri dapat

memiliki gambaran tentang masa depan usaha apa yang ingin dilakukan

setelah lulus. Melalui LPK2 pondok pesantren Wahid Hasyim ini juga

diharapkan alumni santri pondok pesantren Wahid Hasyim akan mampu

mengembangkan jiwa kewirausahaanya dan mampu mengurangi angka

pengangguran serta dapat mencetak wirausaha yang sukses dimasa yang akan

datang.

Santri pondok peasantren Wahid Hasyim diharapkan untuk memiliki

kematangan pribadi dan mereka dapat berfikir realistis untuk menghadapi

33
kenyataan hidup yang ada, khususnya dalam dunia kerja dimana kesempatan

kerja lebih sedikit dari pada pencari kerja yang dibutuhkan. Dalam usaha

mengembangkan minat wirausaha santri di pondok pesantren Wahid Hasyim

maka lembaga keterampilan dan kewirausahaan (LPK2) dituntut untuk

meningkatkan program-program yang dapat meningkatakn kreatifitas dan

meningkatkan ide-ide santri agar apa yang diharapkan yaitu lulusan yang

mempuyai sikap pantang menyerah, serta disiplin yang tinggi serta dapat

hidup mandiri dan sukses dengan berwirausaha.

Adapun kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam skema

sebagai berikut:

Pondok Pesantren
Wahid Hasyim

Lembaga Pengembangan
keterampilan dan Santri
kewirausahaan (LPK2

Program Minat Wirausaha

Hasil

Gambar 2. Kerangka Pikir

34
D. Pertanyaan Penelitian

Dalam upaya mendapatkan data yang akurat, maka peneliti

menentukan beberapa pertanyaan peneliti sebagai acuan dalam proses

penelitiannya, adapun beberapa pertanyaan penelitiannya adalah sebagai

berikut :

1. Program apa saja yang dilakukan di dalam lembaga pengembangan


keterampilan dan kewirausahaan (LPK2)?
a. Bagaimana perencanaan program pengembangan minat berwirausaha
santri yang diselenggarakan oleh LPK2 Wahid Hasyim?
b. Bagaimana pelaksanaan program pengembangan minat berwirausaha
santri yang diselenggarakan oleh LPK2 Wahid Hasyim?
c. Bagaimana evaluasi program pengembangan minat berwirausaha santri
yang diselenggarakan oleh LPK2 Wahid Hasyim?
2. Apa upaya Lembaga Pengembangan Keterampilan dan kewirausahaan
(LPK2) di Pondok Pesantren Wahid Hasyim dalam mengembangkan minat
wirausaha santri ?
a. Bagaimana upaya LPK2 dalam menggerakkan santri untuk
berwirausaha?
b. Bagaimana upaya LPK2 dalam merekrut kepengurusan?
3. Apa saja Faktor pendukung dan penghambat peran Lembaga
Pengembangan Keterampilan dan kewirausahaan (LPK2) dalam
pengembangan minat kewirausaha di Pondok Pesantren Wahid Hasyim?
a. Apa saja Faktor pendukung peran Lembaga Pengembangan Keterampilan
dan kewirausahaan (LPK2) dalam pengembangan minat kewirausaha di
Pondok Pesantren Wahid Hasyim?
b. Apa saja penghambat peran Lembaga Pengembangan Keterampilan dan
kewirausahaan (LPK2) dalam pengembangan minat kewirausaha di
Pondok Pesantren Wahid Hasyim?

35
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakuhkan dalam penelitian ini adalah

Pendekatan Kualitatif Deskriptif. Adapun yang dimaksut dengan pendekatan

kualitatif adalah yang tidak menggunahkan dasar dan kerja secara statistik,

tetapi secara bukti kualitatif yaitu unsur inovasi baik bersama baik kronologi

maupun leksikal yang dimiliki oleh suatu kelompok bahasa tertentu secara

eksklusif (M.Hari Wijaya : 2007 :69). Model penelitian kualitatif memiliki

beberapa kharakteristik yaitu sumber data adalah suatu yang wajar (natural

seting) peneliti sebagai instrumen penelitian warga diskriptif mementingkan

proses atau produk, mencari makna, mengutamakan data langsung,

melakuhkan tringgulasi, menonjolkan rincian kontektual subyek yang diteliti

dipandang mempunyai kedudukan yang sama, melakuhkan ferifikasi

pengumpulan sampling yang purposi melakuhkan edit trial. Peneliti

menggunahkan pendekatan kualitatif karena permasalahan yang dibahas

dalam penelitian ini merupakan berupa kata-kata baik tertulis baik tertulis

maupun lisan tidak berkenaan dengan angka-angka sehingga peneliti harus

mendiskripsikan Peran LPK2 di Pondok Pesantren Wahid Hasyim

Dalam hal ini peneliti harus lebih aktif dalam kondisi yang sedang

berlangsung sehingga penulis dapat merasakan kondisi sebagaimana andanya.

Penelitian Kualitatif bertujuan unutuk menjelaskan fenomena dengan

36
sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data yang sedalam-dalamnya pula.

Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi bahkan sangat terbatas

B. Setting/ Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Gaten, kelurahan Condong Catur,

kecamatan Depok, kabupaten Sleman Yogyakarta tepatnya di Lembaga

Pengembangan Keterampilan dan Kewirausahaan (LPK2) Pondok Pesantren

Wahid Hasyim Yogyakarta.

C. Subyek Penelitian

Pengambilan sumber data penelitian ini menggunahkan teknik purpose

sampling yaitu mengambil sampling didasarkan pada penilaian penelitian

tentang aspek apa dan siapa yang dijadikan fokus pada situasi tertentu dan

saat ini dan siapa yang dijadikan fokus pada situasi tertentu dan saat ini terus

menerus sepanjang penelitian. sampling bersifat purpossive yaitu pada fokus

suatu saat (Nasution, 2006:29)

Informan dalam penelitian ini adalah

1. Ketua LPK2

Kepala LPK2 adalah adalah pemimpin di lembaga pengembangan

keterampilan dan kewirausahaan. Ketua LPK2 di Pondok Pesantren

Wahid Hasyim merupakan santri di Pondok Pesantren Wahid Hasyim,

oleh karena itu dalam penelitian ini dipilih sebagai Informan.

2. Pengurus LPK2

37
Pengurus LPK2 di Pondok Pesantren Wahid Hasyim adalah mereka

yang bekerja bersama dan mengelola di LPK2 mereka adalah Nazilatus

Syukriyah dan Kanza Husnina, jadi Peneliti memilih mereka yang

dianggap Kredibel untuk menjawab masalah Penelitian.

3. Santri/santriwati

Para santri / santriwan di LPK2 Wahid Hasyim yang belajar di

kelas kewirausahaan LPK2 pondok pesantren Wahid Hasyim, mereka

berjumlah puluhan santri/santriwan yang terdiri dari 1 kelas

kewirausahaan. Dari jumlah tersebut diambil 2 orang untuk menjadi

Informan, yang dipilih menjadi informan adalah santri yang dianggap

menonjol dari teman temannya dan juga santri yang mengetahui suasana

LPK2 dan lancar berkomunikasi.

4. Alumni Program LPK2

Pondok Pesantren Wahid Hasyi memiliki beberapa alumni, salah

satunya bernama Zaenal Muttaq yang merupakan alumni pengurus LPK2

pada periode sebelum-sebelumnya. Peneliti melihat saudara Achmad

Syarif Sirojjudin adalah salah satu dari beberapa Alumni LPK2 yang

dinilai sebagai Key Person dan dalam Penelitian ini dipilih sebagai

Informan.

Dari sejumlah informan diatas ditentukan penelitian dengan

menggunahkan teknik purpossive. Teknik penentuan secara purposive

maksutnya peneliti memilih informan secara purposive yaitu peneliti memilih

informan menurut kriteria tertentu yang telah ditetapkan. Kriterian ini harus

38
sesuai dengan topik penelitian. Mereka yang dipilih harus dianggap kredible

untuk menjawab masalah penelitian.

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode yang digunahkan adalah metode

Wawancara, metode Observasi dan metode Dokumentasi. Masing-masing

metode akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara merupakan istilah yang diciptakan dalam bahasa

Indonesia untuk menggantikan kata asing Interview (dari bahasa Belanda

atau Inggris), yang digunakan oleh pers Indonesia sampai akhir tahun

1950-an. Orang yang mewawancarai disebut Pewawancara (interviewer)

dan yang diwawancarai disebut pemberi wawancara (interviewer) atau

disebut juga responden. Jadi, wawancara adalah tanya jawab dengan

seseorang untuk mendapatkan keterangan atau pendapatnya tentang

sesuatu hal atau masalah. Wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara

(interiewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai

(interviewe) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong,

2011: 186).

Teknik wawancara diarahkan pada suatu masalah tertentu atau

yang menjadi pusat penelitian. Hal ini merupakan sebuah proses untuk

menggalin informasi secara langsung dan mendalam. Informasi akan

39
diperoleh terutama dari mereka yang tergolong sebagai sumber informasi

yang tepat dan sebagai kunci.

Metode wawancara ini adalah untuk memberikan kesempatan

kepada responden agar selalu leluasa untuk mengemukakan pendapatnya

guna menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Teknik

wawancara ini juga digunakan karena peneliti berupaya mendapatkan

data secara lebih akurat dari narasumber yang dinilai mengetahui Peran

LPK2 di pondok pesantren Wahid Hasyim.

2. Metode Observasi

Observasi adalah dasar pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.

Pengamatan dan pencatatan ini dilakukan terhadap objek di tempat

terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Menurut Nurul Zuriah (2007:

173), metode observasi sebagai alat pengumpulan data, dapat dikatakan

berfungsi ganda, sederhana dan dapat dilakukan tanpa menghabiskan

banyak biaya.

Teknik observasi di maksudkan untuk mendapatkan data dan

informasi pendukung bagi penelitian ini. Melalui teknik ini fenomena

yang diamati yaitu yang relevan dengan topik penelitian dan dapat dicatat

secara sistematik. Observasi partisipan merupakan metode pengumpulan

data dengan pengamatan secara langsung terhadap objek, gejala atau

kegiatan tertentu yang dilakukan. Pengamatan ini menggunakan semua

indra, tidak hanya visual saja. Sedangkan partisipan menunjukkan bahwa

40
pengamat (observer) ikut atau melibatkan diri dalam objek atau kegiatan

yang sedang diteliti.

Teknik observasi digunakan peneliti karena peneliti ingin

mengetahui secara langsung apa saja yang dilakukan atau yang terjadi

dilapangan tentang Peran LPK2 di Pondok Pesantren Wahid Hasyim

3. Metode Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi dengan cara

mengumpulkan data dengan dengan mempelajari arsip atau dokumen

yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam masalah ini.

Metode dokumentasi merupakan metode bantu dalam upaya

memperoleh data. Berbagai kejadian maupun peristiwa yang dapat

dijadikan untuk membahas kondisi di dokumentasi oleh peneliti misal

berupa foto-foto catatan kegiatan yang dapat digunahkan sebagai

pendukung hasil penelitian.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunahkan

oleh peneliti dengan kaitannya dalam mengumpulkan agar kegiatan tersebut

menjadi sistematis dan dipermudahkan olehnya (suharsimi arikunto, 2010)

instrumen yang digunahkan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara,

pedoman observasi dan dokumentasi terstruktur yang dibuat sendiri oleh

peneliti dan dibantuoleh dosen pembimbing.

41
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Mei

2017. Setting penelitian ini adalah LPK2 di Pondok Pesantren Wahid Hasyim

Sleman Yogyakarta.

Tabel 3. Tabel pengumpulan data


Penelitian Peran LPK2 dalam Mengembangkan Minat Wirausaha Santri
Di Pondok Pesantren Wahid Hasyim

No Aspek Sumber Data Teknik

Pelaksanaan kelas
1 kewirausahaan LPK2 1. Ketua LPK2 1. Observasi
1. Bentuk Program 2. Pengurus LPK2 2. wawancara
LPK2 3. Alumni LPK2 3. dokumentasi
2. Struktur 4. santri
kepengurusan LPK2
3. Materi yang dipelajari

Upaya LPK2 dalam


2 mengembangkan minat 1. Ketua LPK2 1. Observasi,
wirausaha di Pondok 2. Pengurus LPK2 2. wawancara
Pesantren Wahid hasyim 3. Alumni LPK2 3. dokumentasi
1. Rekrutmen pengurus
LPK2
2. Bentuk upaya untuk
menggerakkan minat
wirausaha santri

Faktor Pendukung dan


3 Faktor Penghambar 1. Ketua LPK2 1. Observasi,
1. LPK2 2. Pengurus LPK2 2. wawancara
2. Pondok Pesantren 3. Alumni LPK2 3. dokumentasi
4. santri

F. Teknik Analisis Data

Analisis data Kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan

bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi

42
satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa

yang penting dan apa yang dipelajari, dan apa yang dapat diceritakan kepada

orang lain (Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh Moleong, 2011: 248).

Analisis data dilakukan secara induktif yaitu dimulai dari lapangan atau fakta

empiris dengan cara terjun ke lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsir

dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis kualitatif dengan metode deskriptif. Aktivitas dalam analisis data ,

yaitu : data reduction, data display, and data conclusion drawing verification

(Mile dan Huberman yang dikutip Sugiyono, 2011: 246). Secara lebih jelas

dijabarkan sebagai berikut :

Pengumpulan Data Display Data

Reduksi Data Penarikan Kesimpulan

1. Reduksi Data (data reduction)

Reduksi data merupakan proses pemilihan, penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang didapat dari catatan di

lapangan dengan tujuan untuk menggolongkan, mengarahkan, dan

membuang data yang tidak perlu sehingga ditarik suatu kesimpulan.

2. Display (Data Display)

43
Display data adalah hasil reduksi data kemudian disajikan dalam

laporan yang sistematis dan mudah dibaca atau dipahami serta

memungkinkan adanya penarikan kesimpulan. Sajian data merupakan

sekumpula informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. melalui sajian

data peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang

harus dilakukan yang memungkinkan untuk menganalisis dan mengambil

tindakan lain berdasarkan pemahaman.

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan yaitu peneliti mencari makna dari data yang

terkumpul kemudian menyusun pola hubungan tertentu ke dalam satu

kesatuan informasi yang mudah dipahami dan ditafsirkan sesuai dengan

masalahnya. Data tersebut dihubungkan dan dibandingkan dengan

lainnya sehingga muda ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari setiap

permasalahan yang ada.

G. Teknik Keabsahan Data

Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif.

Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting.

Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat

tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data dilakukan

dengan triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan

44
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2007:330)

Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini menggunahkan

trianggulasi sumber. Menurut Patton, triangulasi dengan sumber berarti

membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi

yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian

kualitatif (Moleong, 2007:29).

Trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi

dengan sumber data yang berbeda, yang tersedia dilapangan. Melalui teknik

ini peneliti mengecek keabsahan data yang diperoleh melalui coss chek yaitu

membandingkan data yang diperoleh dari wawancara dan data pengamatan,

maka dapat di simpulkan bahwa ada permasalahan yang perlu ditinjau

kembali atau diadakan cek ulang.

45
BAB IV

DATA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Wahid Hasyim

Dalam buku profil Yayasan Pondok Pesantren Wahid Hasyim

disebutkan bahwa pada tahun 1925 Dusun Gaten, Condongcatur, Depok,

Sleman didatangi oleh seorang mubaligh yang berasal dari Godean,

Sleman yang bernama KH. Abdul Madjid. Beliau menetap di Dusun

Gaten selama kurang lebih 8 (delapan) tahun. Selama itu pula KH. Abdul

Madjid menyiarkan dan mengembangkan agama Islam. Pada tahun 1933

beliau wafat tanpa meninggalkan wasiat apapun mengenai pengganti

beliau sebagai imam dan pengasuh masjid. Atas kesepakatan bersama,

masyarakat setempat mengangkat seorang pria bernama Haryo Prawiro

untuk menggantikan peran KH. Abdul Madjid yang telah wafat.

Kemudian Haryo Prawiro mengikuti Jama’ah Thariqah Al-Khalwatiyah

dengan tujuan untuk memantapkan kemampuannya sebagai imam dan

pengasuh masjid Dusun Gaten. Setelah Haryo Prawiro dibai’at secara

resmi menjadi Mursyid, beliau mengganti namanya menjadi Muhammad

Syafi’i. Beliau merupakan tokoh yang merintis berdirinya Pondok

Pesantren Wahid Hasyim Gaten. Kyai Muhammad Syafi’i menghendaki

putranya meneruskan perjuangannya memakmurkan masjid dan

membimbing umat. Oleh karena itu, beliau memasukkan puteranya yang

46
bernama Walidi (nama kecil KH. Abdul Hadi) ke Sekolah Rakyat (SR)

hingga kelas V (lima). Selanjutnya, salah seorang pembantu Kyai

Muhammad Syafi’i bernama Harun mengajak Walidi untuk

melaksanakan silaturrahim serta menetap (mondok) di beberapa pondok

pesantren, seperti di Krapyak (DIY), Grobogan (Jawa Tengah), Mlangi

(Sleman, DIY), serta di Wonokromo (Bantul, DIY). Setelah merasa

cukup menguasai ilmu agama dan memiliki pengalaman, maka Walidi

kembali menuju kampung halamannya untuk melakukan syiar agama.

Seiring dengan hal tersebut, perkembangan Masjid Gaten semakin baik

dengan indikasi meningkatnya jumlah anak-anak dan pemuda dusun

Gaten yang mengikuti pengajian di masjid tersebut. Pada saat itu,

pengajian menggunakan sistem tradisional, hal ini dapat diidentifikasi

dari berbagai aspek, di antaranya adalah belum terdapat kurikulum yang

baku untuk dilaksanakan serta belum adanya sistem administrasi yang

baik. Namun demikian tidak mengurangi esensi pengajian tersebut,

bahkan secara resmi pengajian tersebut telah memperoleh pengakuan dari

Departemen Agama Provinsi DIY. Pengajian di bawah bimbingan KH.

Abdul Hadi tersebut berjalan setiap hari dimulai sekitar tahun 1975.

2. Deskripsi Wilayah

Pondok Pesantren Wahid Hasyim adalah salah satu pesantren yang

berada di Yogyakarta. Lebih tepatnya berada di Jalan Wahid Hasyim No.

03 Gaten Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta. Mengenai batas

wilayah, sebelah timur pondok pesantren Wahid Hasyim dibatasi oleh

47
Jalan KH. Wahid Hasyim. Sebelah selatan berbatasan langsung dengan

pemukiman penduduk pedukuhan Nologaten. Sebelah barat dibatasi oleh

Pedukuhan Pringwulung dan sebelah utara dibatasi oleh selokan

Mataram.

Secara geografis, Pondok Pesantren Wahid Hasyim terletak pada

lokasi yang sangat strategis, mudah terjangkau oleh transportasi umum

dan berdekatan dengan pusat-pusat pendidikan (Perguruan Tinggi : UIN,

UNY, UII, UGM, UPN, AMIKOM, STIE YKPN) serta pusat-pusat

kebudayaan (Perpustakaan Bung Hatta, Meseum Affandi, Museum Udara

Adi Sucipto, Museum Benteng Vanderberg, Monumen Jogja Kembali,

Candi Prambanaan, & Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat).

Melihat posisi Pondok Pesantren Wahid Hasyim yang strategis dan

terletak di tengah pusat-pusat keramain. Maka dimungkinkan terjadinya

budaya, baik budaya barat yang dibawa para wisatawan, ataupun budaya

yang kurang baik yang dibawa oleh para pendatang dari luar daerah.

Sehingga hal ini sangat rentan mempengaruhi kondisi religiusitas santri

Pondok Pesantren Wahid Hasyim. Maka dari itu, budaya yang masuk ke

pesantren harus benar- benar di saring, mana budaya yang baik yang bisa

ditiru dan mana budaya yang kurang baik yang harus ditinggalkan.

3. Visi dan Misi

a. Visi

Menjadi pusat pengembangan agama Islam dan Pemberdayaan

Masyarakat serta menjadi wahana bagi pembentukan pribadi muslim

48
yang berilmu, berhaluan ahlus-sunnah wal jama’ah, berakhlak mulia,

berjiwa khidmah, mandiri dan berwawasan kebangsaan.

b. Misi

Menyelenggarakan pendidikan formal dan non-formal;

Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, dan menyelenggarakan

kegiatan pemberdayaan perekonomian santri dan masyarakat.

4. Lembaga-Lembaga di Pondok Pesantren Wahid Hasyim

Pondok Pesantren Wahid Hasyim menaungi banyak lembaga-

lembaga di bawah otoritas yayasan baik lembaga pendidikan maupun

lembaga pendukung. Adapun lembaga pendidikan yang dimiliki adalah :

a. TK Tahfidzul Qur’an

b. Madrasah Ibtida’iyah

c. Madrasah Tsanawiyah

d. Madrasah Aliyah

e. SMA Sains Al Qur’an

f. Madrasah Diniyah

g. Ma’had Aly

h. Madrasah Tahfidz Qur’an Wat Tafsir

Sedangkan untuk lembaga-lembaga pendukung antara lain sebagai

berikut :

a. Organisasi Santri Wahid Hasyim (OSWAH)

b. Pusat Study Pengembangan bahasa (PSPB)

c. Panti Asuhan Wahid Hasyim (PAWH)

49
d. Lembaga Saran dan Prasarana (LSP)

e. Lembaga Pengembangan Keterampilan dan Kewirausahaan (LPK2)

f. Pusat Informasi Alumni ((PIA)

g. Lembaga pengabdian Masyarakat (LPM)

h. Lembaga Wakaf

i. Lembaga Seni Pesantren (Elsip)

j. Lembaga Beasiswa Wahid Hasyim (LBWH)

k. Badan Kesejahteraan Wahid Hasyim (BKWH)

l. Kantin

m. Laundry

Diantara banyak lembaga-lembaga di atas saling terintregasi satu

sama lain, dan bangunan yang digunakan merupakan milik Yayasan

Wahid Hasyim yang digunakan bersama. Pondok Pesantren Wahid

Hasyim banyak melibatkan santrinya dalam pengurusan lembaga-

lembaga tersebut. Dari sekian banyak program di Pondok Pesantren

Wahid Hasyim peneliti hanya meneliti salah satu lembaga yaitu Lembaga

Pengembangan Keterampilan dan Kewirausahaan (LPK2)

5. Lembaga Pengembangan Keterampilan dan Kewirausahaan (LPK2)

Lembaga Pengembangan Keterampilan dan Kewirausahaan

(LPK2) didirikan pada bulan Mei 2008 berada di bawah naungan

Yayasan Pondok Pesantren Wahid Hasyim (Yayasan PPWH)

berdasarkan Surat Keputusan Yayasan no: 798/A.1/YPPWH/2008.

50
Lembaga ini berdiri dengan dilatarbelakangi semangat berikhtiar

atas hakikat keterciptaan manusia sebagai khalifah fil-ardl dalam rangka

menyejahterakan bumi Allah. LPK2 juga berdiri sebagai bentuk

kepedulian dan keprihatinan masa depan bangsa. Oleh karena itu,

eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pengabdian umat

dituntut berperan aktif dalam mencetak kader bangsa yang beriman,

mandiri, tangguh, dan berkualitas dalam menghadapi globalisasi zaman.

LPK2 menawarkan solusi guna menyikapi arus globalisasi

perekonomian dunia dalam bentuk pelatihan yang berorientasi pada

kemajuan kesejahteraan ummat. Dalam pengembangannya LPK2

membidik program pelatihan aplikatif yang memungkinkan dapat dengan

mudah diakses oleh peserta didik dan bermanfaat serta tepat guna baik

dalam pengembangan kepribadian (personality development), maupun

pengembangan usaha (training in house corporate).

Dasar pemikiran berdirinya LPK2 ini adalah dalam rangka

menindaklanjuti visi Yayasan PPWH yang menjadikan pesantren

unggulan dan terkemuka dalam memajukan dan mengembangkan kajian

keislaman dan keilmuan bagi peradaban untuk kehidupan yang sejahtera,

arif, dan bermartabat.

Lembaga ini merupakan media pemberdayaan potensi umat,

khususnya santri,yang bergerak dalam bidang keterampilan dan

kewirausahaan. Saat ini LPK2 berkantor pusat di Pondok Pesantren

51
Wahid Hasyim dan beroperasi untuk seluruh civitas PPWH dan wilayah

kerja LPM (Lembaga Pengabdian pada Masyarakat) Wahid Hasyim.

6. Deskripsi Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah segala sesuatu atau seseorang yang

darinya dapat diperoleh informasi atau keterangan. Subyek dalam

penelitian ini adalah Lembaga Pengembangan Keterampilan dan

Kewirausahaan (LPK2), Choirun Najib, pengurus LPK2, alumni LPK2

dan peserta pelatihan di Lembaga Pengembangan Keterampilan dan

Kewirausahaan (LPK2) yang akan dijadikan subyek penelitian. Peneliti

melakukan observasi kegiatan pelatihan yang dilakukan Lembaga

Pengembangan Keterampilan dan Kewirausahaan (LPK2) di Pondok

Pesantren Wahid Hasyim untuk mengetahui hasil dari program pelatihan

LPK2 di Pondok Pesantren Wahid Hasyim.

Peneliti melakukan wawancara kepada para santri sebagai peserta

kelas wirausaha untuk mengetahui terkait hasil yang dicapai dalam

pengembangan minat wirausaha santri di Pondok Pesantren Wahid

Hasyim. Para santri yang dijadikan subyek penelitian ada 2 orang yaitu

Achmad Syarif Sirojjudin dan Anik Nur Azizah. Selain santri peneliti

juga melakukan wawancara kepada Pengurus LPK2 yaitu Nazilatus

Syukriyah dan Kanza Husnina, untuk alumni di kelas LPK2 yaitu Zaenal

Mutaqin. Wawancara dilakukan secara bergantian sehingga mencapai 6

informan secara keseluruhan.

52
B. Data Hasil Penelitian

1. Bentuk Lembaga Keterampilan dan Kewirausahaan (LPK2) di

Pondok Pesantren Wahid Hasyim

Informasi tentang bentuk LPK2 di Pondok Pesantren Wahid Hasyim

ini diperoleh peneliti dengan teknik observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Informan dalam penelitian ini meliputi ketua dan pengurus

LPK2. Dari hasil observasi peneliti di lapangan yang pertama bahwa

LPK2 di Pondok Pesantren Wahid Hasyim berada dibawah Yayasan

Pondok Pesantren Wahid Hasyim dan LPK2 di Pondok ini berbentuk

lembaga jadi di Pondok Pesantren Wahid Hasyim itu mempunyai lembaga

yang mempunyai kajiannya masing-masing baik formal maupun non

formal seperti halnya lembaga LPK2 adalah lembaga yang mempunyai

tugas mengembangkan life skill santri yang hubungannya dengan

keterampilan dan kewirausahaan, sedangkan untuk sarana prasarana semua

adalah milik Yayasan Pondok Pesantren Wahid Hasyim yang dapat

digunakan untuk semua lembaga di bawah yayasan PPWH. Seperti yang

diungkapkan Nazil salah satu pengurus LPK2 di Pondok Wahid Hasyim

mengungkapkan “Semua fasilitas disini milik yayasan mas, semua tinggal

pakai, seperti ruang kelas, mobil, kantin, dan sebagainya.” (Nazil, 5 Mei

2018)

Lembaga Keterampilan dan Kewirausahaan (LPK2) menawarkan

solusi guna menyikapi arus globalisasi perekonomian dunia dalam bentuk

53
pelatihan yang berorientasi pada kemajuan kesejahteraan ummat. Dalam

pengembangannya LPK2 membidik program pelatihan aplikatif yang

memungkinkan dapat dengan mudah diakses oleh peserta didik dan

bermanfaat serta tepat guna baik dalam pengembangan kepribadian

(personality development), maupun pengembangan usaha (training in

house corporate). Sebagaimana yang diceritakan salah seorang alumni

LPK2 pada saat wawancara di Magelang menerangkan bahwa :

“Saya mendapat banyak pelajaran yang belum pernah saya temukan


sebelunya, dimana pondok pesantren mampu membangun minat
wirausaha para santri-santri untuk dapat hidup mandiri dengan
berwirausaha dan dengan didasari ilmu pesantren dipadukan dengan
ilmu wirausaha, sehingga sangat cocok diterapkan dengan era
globalisasi saat ini”. (Zaenal, 20 Mei 2018)

Dasar pemikiran berdirinya LPK2 ini adalah dalam rangka

menindaklanjuti visi Yayasan PPWH yang menjadikan pesantren unggulan

dan terkemuka dalam memajukan dan mengembangkan kajian keislaman

dan keilmuan bagi peradaban untuk kehidupan yang sejahtera, arif, dan

bermartabat.

“Lembaga ini merupakan media pemberdayaan potensi umat,

khususnya santri, yang bergerak dalam bidang keterampilan dan

kewirausahaan” (Najib, 8 April 2018). Saat ini LPK2 berkantor pusat di

Pondok Pesantren Wahid Hasyim dan beroperasi untuk seluruh civitas

PPWH dan wilayah kerja LPM (Lembaga Pengabdian pada Masyarakat)

Wahid Hasyim.

54
a. Visi dan Misi Lembaga Pengembangan Keterampilan dan

Kewirausahaan (LPK2)

VISI

“ Memberdayakan Potensi Umat untuk Kehidupan yang Sejahtera,

Arif, dan Bermartabat”

MISI

1) Pemberdayaan potensi umat lewat metode pelatihan dalam bidang

keterampilan dan kewirausahaan

2) Menumbuhkan sikap kreatif berbasis ESQ sebagai langkah cerdas

dan solutif dalam menghadapi ketidakpastian zaman.

3) Pengetahuan dan penggunaan teknologi untuk menunjang

penguasaan materi secara efektif dan efisien.

4) Membangun kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan

kualitas skill manajerial dan pengabdian pada masyarakat.

Dari paparan misi diatas, LPK2 diharapkan mampu

memberdayakan bakat-bakat santri dalam bidang keterampilan dan

kewirausahaan sebagai sarana membekali diri di masa depan. Selain itu,

juga mengembangkan dan menguatkan kemampuan santri dalam bidang

berwirausaha dan keterampilan sesuai dengan bakatnya masing-masing.

Dalam hal ini, LPK2 memfasilitasi sarana untuk mengembangkan bakat

dalam bidang keterampilan dan kewirausahaan yang terbagi dalam 3

divisi, yaitu:

55
1) Divisi Pengembangan Keterampilan

2) Divisi Pengembangan Kewirausahaan

3) Divisi Humas

b. Identitas lembaga dan Struktur Organisasi

1) Identitas lembaga

1. Nama : Lembaga Pengembangan Keterampilan dan

Kewirausahaan (LPK2)

2. Tempat berdiri : Pondok Pesantren Wahid Hasyim

Yogyakarta

3. Tanggal berdiri : 28 Mei 2008

4. Alamat lembaga : Jl. Wahid Hasyim No. 03 Gaten

Condongcatur Depok Sleman Yogyakarta 55283 telp. (0274)

484284

2) Struktur Organisasi

Pelindung & Penasehat : Pengasuh PP Wahid Hasyim

Penanggungjawab : Pengurus YPP Wahid Hasyim

Pengurus Harian

Ketua : Choirun Najib

Sekretris : 1. Ahmad Rizqi Anzala

2. Nazilatus Syukriyah

Bendahara : Uly M. Darren

56
Divisi Pengembangan Keterampilan

1. Fajar Khoirul Umam

2. Afif Zulkifli

3. Arif Miftahuddin

4. Agus Rizal

5. Ibnu Rosidi

6. Irmey Uli Rohmaniyah

7. Fatma Hidayati

8. Indri Puspitarini

9. Arina Mustafidah

10. Firda Alia Mayasari

Divisi Pengembangan Keterampilan

1. Nur Huda

2. M. Zulfikar

3. Abdul Muhyi

4. Firman Kaisa

5. Darul Ilham

6. Yeni Liani

7. Rifiqoh Wanuroh

8. Noorella Ariyunita

9. Nova ariyunita

10. Durrotun Nashihah

57
Divisi Humas

1. Ahmad Syamsudin

2. Fajar Khoirul Umam

3. Ismail

4. Muhammad Saefudin

5. Yahya Muzaki

6. Kanza Husnina

7. Dinda Diniatus Sholikhah

8. Nunung Hidayati

9. Annisa Mutiara Sukma

2. Program yang dilaksanakan di dalam lembaga pengembangan

keterampilan dan kewirausahaan (LPK2)

Pondok Pesantren Wahid Hasyim memiliki lembaga kewirausahaan

untuk mengembangkan minat dan bakat secara optimal, yang berfungsi

sebagai sebuah wadah yang mandiri yang mampu mengakomodasikan

pandangan, aspirasi, dan mampu menggali potensi santri dalam rangka

menunjang kemajuan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan santri di

Pondok Pesantren Wahid Hasyim. Sebagaimana ungkapan salah satu

pengurus LPK2 dalam wawancara yg mengatakan :

Lembaga Pengembangan Keterampilan dan Kewirausahaan


merupakan lembaga di bawah Yayasan Pondok Pesantren Wahid
Hayim yang mempunyai tugas mengembangkan minat dan bakat
santri di masa sekarang maupun yang akan datang dengan cara
menggali minat wirausaha yang ada di dalam dir masing-masing
santri.” (Kanza, 25 Mei 2018)

58
Untuk mencapai tujuan dari LPK2, diadakanlah berbagai macam

kegiatan yang mendukung. Kegiatan-kegiatan yang diadakan LPK2

disesuaikan dengan minat dan juga kebutuhan peserta pelatihan di LPK2.

Adapun kegaiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga LPK2 adalah

sebagai berikut:

a. Kelas Wirausaha

Kelas wirausaha merupakan kegiatan utama dari LPK2.

Kelas wirausaha diadakan setiap tahunnya dengan dibagi berbagai

kelompok peminatan. Kelas wirausaha diisi dengan pelatihan-

pelatihan kewirausahaan oleh tentor-tentor yang sudah disediakan

sesuai dengan peminatannya.

1) Waktu pelaksanaan

Kelas wirausaha dilaksanakan seminggu 1x di malam hari.

Pelaksanaan di malam hari dimaksudkan untuk

mengoptimalkan kehadiran peserta, jika di siang hari banyak

yang berkegiatan di luar seperti halnya kuliah dan yang lain

sebagainya. Kelas di malam hari dilaksanakan pada malam

kamis, karena pada malam kamis memang dikhususkan untuk

malam pengembangan diri, seperti bahasa, kitab, tahfidz,

keterampilan dan kewirausahaan.

2) Tentor

“Kelas wirausaha diisi oleh tentor-tentor sesuai dengan

bidang peminatannya. Beberapa tentor kita datangkan dari

59
luar dan ada juga beberapa tentor dari dalam pondok.” (Nazil,

5 Mei 2018)

Adapuntentor yang dari luar adalah:

a) Muhimmatul husna = owner lodaya

b) Awalul hidayat = owner resort di lombok

c) Fatihatul Huda = owner hafa tour and travel

d) Rofiqotul husna = owner hafa cargo

3) Peserta

Peserta adalah santri Wahid Hasyim yang sudah melalui

tahap seleksi. Seleksi hanya sebagai sarana kemantapan dan

penempatan kelompok. Karena penempatan kelompok

disesuaikan dengan minat dan bakat dari masing-masing

pesertanya.

Peserta setiap kelompoknya maksimal 20 orang dengan minat

dan bakat yang sama setiap kelompoknya. Pengelompokan

ini bertujuan untuk memudahkan konsentrasi pengembangan

minat wirausaha nantinya agar sesuai dengan pasionnya

masing-masing.

4) Materi

Materi pelatihan disesuaikan dengan kelompok yang diisi,

misalnya kelompok marketing berarti materi-materi yang

diberikan adalah materi-materi yang berkaitan dengan

marketing dan sejenisnya.

60
b. Pelatihan menyetir mobil

Pelatihan menyetir mobil dilakukan dengan melihat

kebutuhan dan tuntutan di zaman era modern ini. Kemampuan

menyetir mobil sangat dibutuhkan untuk kehidupan di masa

depan. Seperti yang diungkapkan ketua LPK2 pada saat

wawancara menrangkan bahwa “santri pondok pesantren wahid

hasyim itu harus bisa mengemudi mobil, supaya latian menjadi

orang yang sukses” (Najib, 8 April 2018). Pelatihan menyetir ini

diutamakan untuk santri putra, meskipun tidak menutup

kemungkinan untuk santri putri untuk mengikuti pelatihan

tersebut.

1) Waktu pelaksanaan

Pelatihan menyetir mobil dilaksanakan pada hari senin-kamis

pada pukul 16.00-17.30 pelatihannya dilaksanakan bergantian

dan dijadwal setiap harinya dengan model shift.

2) Tentor

Tentor pelatihan menyetir mobil adalah santri-santri yang

sudah bisa menyetir dengan mahir dan mampu mengarahkan

dan mengajari menyetir.

Tentor dipilih oleh pengurus LPK2 dengan melihat trcack

record menyetir dari setiap santri-santri yang ada di Pondok

Pesantren Wahid Hasyim

3) Peserta

61
Adapun peserta pelatihan menyetir adalah santri Wahid

Hasyim yang mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan

tersebut. Pelatihan ini lebih dikhususkan untuk santri putra

walaupun ada juga beberapa santri putri yang mengikutinya.

Peserta diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan hingga

lancar nyetirnya dan berani nyetir di jalan raya.

4) Lokasi

Pelatihan nyetir dilakukan di stadion maguwoharjo untuk

pemula, jika sudah menguasai dengan baik peserta akan

diterjunkan ke jalan raya untuk melancarkan dan

membiasakannya di jalan raya.

c. Pelatihan memasak

Pelatiham memasak dilaksanakan untuk menunjang santri

yang ingin berbisnis kuliner atau sekedar untuk tambahan

pengetahuan dan pengalaman. Ada juga yang mengikuti pelatihan

memasak sebagai bekal untuk menjadi istri di kemudian hari.

1) Waktu

Pelatihan memasak dilaksanakan sebulan sekali di minggu

terakhir pada setiap bulannya. Pelatihan memasak

dilaksanakan pada jam 08.00-12.00. pemilihan waktu ini

dikarenakan jam longgarnya para santri adalah hari minggu

di atas jam 08.00 WIB setelah selesai roan di asramanya

masing-masing

62
2) Tentor

Pelatihan memasak ditentori oleh tentor dari keluarga ndalem

yang memang kebanyakan memiliki bisnis kuliner, semisal,

Bu Amin pemilik resto Selaras, Bu Lani pemilik ngeban resto

dan Bu atik. Beliau-beliau memiliki kemampuan lebih di

bidang kuliner dan cita rasa.

3) Peserta

Peserta adalah santriwati Pondok Pesantren Wahid Hasyim

yang mendaftarkan diri. Peserta dibatasi karena minimnya

sarana dan prasarana untuk praktek memasaknya.

4) Lokasi

Untuk pelatihan memasak membutuhkan lokasi yang cukup

luas. Oleh karena itu pelatihan biasanya di adakan di dalam

aula untuk pemberian materinya sedangkan untuk

prakterknya dilaksanakan di lapangan ataupun halaman

Pondok Pesantren Wakhid Hasyim.

d. Koperasi

Koperasi disediakan LPK2 sebagai wadah kreasi para peserta

pelatihan untuk memasarkan hasil karyanya dan juga memang di

sediakan pelatihan pemasaran untuk mengetahui target dan

pangsa pasar yang sesuai dengan zamannya.

63
Ada 4 koperasi yang terdapat di Pondok Pesantren Wahid

Hasyim dan semuanya dikelola oleh para santri sendiri dengan

pengawasan pengasuh dan pengurus yayasan.

e. Pelatihan Komputer

Pelatihan komputer dilaksanakan untuk menunjang

kemampuan santri menyesuaikan dengan kebutuhan dan

perkembangan zaman di era modern ini.

1) Waktu

Pelatihan ini dilaksanakan setiap 2 minggu sekali jam 08.00-

11.00 WIB. Waktu ini bersamaan dengan kegiatan memasak

tapi karena memasak hanya dilakukan sebulan sekali jadi

tidak mengganggu.

2) Tutor

Pelatihnya adalah mahasiswa yang melmiliki jurusan Teknik

Informatika. Pelatihan ini dikhususkan untuk belajar desain

grafis, spss, corel dan lain sebagainya untuk bekal usaha di

kemudian hari nanti jika dibutuhkan sudah mahir.

3) Lokasi

Pelatihan dilaksankan di laboratorium komputer pondok.

Lokasinya berada di pondok pusat samping masjid Jami’

Gaten

64
4) Peserta

Pesertanya adalah santri Pondok Pesantren Wahid Hasyim

yang mendaftarkan diri untuk mengikuti pelatihan tersebut.

3. Upaya Lembaga Pengembangan Keterampilan dan kewirausahaan

(LPK2) di Pondok Pesantren Wahid Hasyim dalam mengembangkan

minat wirausaha santri

Dalam mempersiapkan generasi Islam yang tangguh dan mampu

menghadapi tantangan dunia yang semakin komplek, tidak hanya dituntut

untuk mempelajari teorinya saja akan tetapi juga bisa menerapkan dan

mempraktekannya. Lebih dari itu sebuah lembaga pendidikan harus lebih

menekankan pada pendidikan moral santri. Pesantren sebagai lembaga

alternatif diharapkan mampu menyiapkan kualitas generasi yang

berkepribadian sesuai dengan syariat Islam. Oleh karena itu, di pondok

pesantren Wahid Hasyim santri dibekali dengan berbagai keterampilan dan

kesibukan guna masa depan santri dan menghapus image masayarakat

bahwa santri hanya bisa teori-teori/dalil-dalil saja dalam agama namun

tidak bisa mengaplikasikannya.

Minat wirausaha sangat dibutuhkan untuk mencetak pengusaha-

pengusaha berkompeten di bidangnya. Awal mula sebuah usaha pastinya

dimulai dari ketertarikan dan minat pada usaha tersebut. Lembaga LPK2

memiliki banyak sekali kegiatan yang dilaksanakan secara rutin.

Diantaranya bertujuan untuk meningkatkan minat wirausaha para santri di

65
pondok pesantren Wahid Hasyim. Pada dasarnya kegiatan-kegiatan yang

ada di LPK2 memiliki dua konsep. Konsep yang pertama adalah

menumbuhkan minat wirausaha, kemudian mengembangkan minat

wirausahanya.

Menurut saya sejauh ini program ini bisa dibilang mampu


meningkatkan minat wirausaha santri banyak dari beberapa santri
yang sudah lulus sekarang bekerja di rental dan bahkan ada
beberapa yang membuka rental sendiri, kemudian usaha ketring
dan warung makan, bengkel, dan masih banyak yang lainnya.
Memang belum begitu signifikan tetapi sejauh ini sudah ada hasil
yang diharapkan. (Kanza, 25 Mei 2018)

Beberapa permasalahan yang di alami pondok pesantren adalah

santri setelah lulus dari pondok pesantren hanya mahir dalam hal kitab

kuning saja atau teori kitab saja akan tetapi tidak pandai atau mempunyai

inisiatif atau ketrampilan lain. Sehingga pemikiran masyarakat

menganggap mengaji di pondok mau jadi apa. Seolah di pondok pesantren

hanya akan menjadi orang yang terbelakang. Akan tetapi sebaliknya. Di

pondok pesantren Wahid Hasyim para santri selain belajar kitab kuning

mereka juga dibekali beberapa ketrampilan lain yang mampu membuat

para santri putra maupun putri selain pandai dalam hal pembelajran kitab

juga santri dibekali beberapa ketrampilan lain seperti berwirausaha,

menyetir mobil, memasak, berkoperasi, hasta karya, keahlian komputer,

teknisi dan masih banyak keterampilan yang lainnya. Sehingga santri

alumni PP Wahid Hasyim akan percaya diri ketika sudah lulus nanti,

seperti yang di katakan salah satu peserta pelatihan yaitu “saya semakin

yakin untuk menjadi pewirausaha muda” (Syarif, 29 April 2018)

66
Hal ini tentu akan melatih terutama mereka yang notebanenya

adalah mahasiswa yang kalau sudah lulus langsung dibenturkan dengan

kerasnya dunia kerja sekarang ini. Sehingga ketika kelak terjun

dimasyarakat santri akan siap dalam keduniawiannya dan keakhiratannya.

Upaya LPK2 untuk meningkatkan minat wirausaha santri PPWH yaitu

dengan memberdayakan santri sesuai dengan bakat ataupun ketrampilan

yang dimiliki oleh para santrinya. Yang pandai berkoperasi di berdayakan

di kopereasi yayasan, yang pandai memasak diberdayakan untuk kantin,

begitu seterusnya. Santri juga ditekankan bahwa santri itu tidak harus

menjadi Kyai dalam hal agama atau ulama saja. Akan tetapi bisa untuk

menjadi kyai-kyai yang lain seperti kyai yang pandai dalam bidang-bidang

lainnya dan akan menjadi kyai sesuai bidangnya masing-masing.

Masalah di atas sudah tentu memerlukan solusi yang diharapkan

mampu mengantisipasi peilaku yang mulai dilanda penyakit malas,

tindakan preventif perlu ditempuh agar dapat mengantarkan santri kepada

terjaminnya kehidupannya, dapat menjadi tumpuan dan harapan bangsa

serta dapat menciptakan dan sekaligus memelihara ketentraman dan

kebahagiaan dilingkungan masyarakat khususnya lingkungan pondok

pesantren. Untuk dapat memiliki mental kewirausahaan yang baik sesuai

dengan tuntutan Al-Qur’an pastilah berpedoman pada Rasulallah Saw.

Karena beliau memiliki sifat-sifat terpuji yang harus di contoh dan

menjadi panduan bagi umatnya. Nabi Saw adalah orang yang kuat

imannya, berani, sabar dan tabah dalam menerima cobaan. Beliau

67
memiliki akhlak yang mulia, oleh karenanya beliau patut ditiru dan

dicontoh dalam segala perbuatannya. Ketentraman dan kerukunan akan

diraih manakala setiap individu bisa mandiri untuk memenuhi

kebutuhannya seperti yang dicontohkan rasulallah Saw.

Kata alumni terkait ketika santri sudah turun langsung ke

masyarakat yaitu:

"Di antara yang dapat menjadi perhatian yang lebih adalah


terbukanya peluang wirausaha yang tinggi di masyarakat. Misalnya
di bidang hobi, kuliner, pendidikan les privat, jasa pelayanan
masyarakat seperti laundy, ojek, fotokopi dan percetakan, serta
yang termodern adalah jual beli melalui toko online (online shop).
Ketika santri melihat fakta adanya keterbukaan wirausaha mandiri
di masyarakat, maka saya kira mereka akan lebih giat dalam
berlatih dan mengoptimalkan jiwa wirausahanya. Saya kira
beberapa faktor itu menjadi yang utama dalam mendukung
ketercapaian program LPK2." (Zaenal, 20 Mei 2018
Di pondok Pesantren Wahid Hasyim selain mengajarkan

pembelajaran pondok secara klasikal, juga membekali santri dengan

berbagai keterampilan agar santri mempunyai pandangan luas. Sehingga

tidak terkesan bermalas-malasan tapi sebaliknya penuh semangat dan

pemikiran yang sehat, terampil dan kreatif. Karena pada hakekatnya

apabila santri itu terbiasa dengan kemalasan dan lebih menuruti nafsunya

tersebut maka dampaknya mungkin tidak sekarang tapi disaat santri itu

pulang atau sudah tidak lagi di pondok maka santri akan menyesal.

Sebagaimana kata Bapak Kyai, Sabtu, 26 Mei 2018

“Santri kalau tidak cerdas, percuma selama ini mengaji pagi siang
malam kalau tidak dapat apa-apa selain hanya menghabiskan uang
kiriman dari orang tua.”

68
Demikian juga diungkapkan peserta pelatihan LPK2, minggu 13

Mei 2018 pukul 10.00 Wib bahwa :

“Saya nyantri disini awalnya cuma pengen ngaji sambil kuliah saja,
akan tetapi setelah beberapa bulan disini dan saya mengetahui ada
lembaga pengembangan keterampilan dan kewirausahaan, niat saya
berubah jadi ketika sudah lulus nanti, saya juga harus mempunyai
pengetahuan tentang wirausaha, makannya saya ikut pelatihan ini.”

Mengingat pentingnya mental kewirausahaan bagi terciptanya

kondisi lingkungan yang harmonis, diperlukan upaya serius untuk

menanamkan nilai-nilai tersebut secara intensif. Pendidikan kewirausahaan

berfungsi sebagai panduan bagi santri agar mampu memilih dan

menentukan suatu perbuatan dan selanjutnya menetapkan mana yang baik

untuk kehidupannya di masa depan. Pondok Pesantren Wahid Hasyim

sebagai lembaga dan wahana pendidikan Islam modern berbasis pesantren

ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, mentransfer ilmu-ilmu

keIslaman, memelihara tradisi keIslaman, memproduksi ulama dan

menciptakan generasi Islam yang mampu bersaing di era globalisasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa peningkatan minat wirausaha santri

setelah mengikuti pelatihan pasti ada, walaupun belum begitu signifikan

tetapi sejauh ini sudah ada hasil yang diharapkan. Memang belum secara

langsung terlihat semua, ada beberapa yang bisa menyesuaikan akan tetapi

ada juga yang masih harus menunggu waktu guna menjawab apa yang

sudah dipelajari di LPK2. Banyak pendapat yang menyebutkan

bahwasannya mereka semakin yakin untuk menjadi pewirausaha muda,

karena sekarang sedikit demi sedikit mampu membaca pasar dan tahu

69
usaha apa yang akan ditekuni. Ini terbukti dengan beberapa santri yang

sudah lulus sekarang bekerja di rental dan bahkan ada beberapa yang

membuka rental sendiri, kemudian usaha ketring dan warung makan,

bengkel, pengusaha ikan koi, dan masih banyak yang lainnya.

Upaya untuk mewujudkan tujuan diatas dilakukan melalui berbagai

cara, diantaranya yaitu :

a. Perubahan Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan dari Teori ke

Praktik

Dengan cara ini, pendidikan kewirausahaan diarahkan pada

pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman karakter

wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih

besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan

pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum pesantren, pada

pembahasan kitab ta’limu ta’alim ada beberapa Kompetensi Dasar

yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan

kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran

yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai

kewirausahaan, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik

peduli dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Salah satu contoh

model pendidikan kewirausahaan yang mampu menumbuhkan

karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara

mendirikan kantin kejujuran, dsb.

70
b. Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri

Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar

pembelajaran kitab sebagai bagian integral dari kurikulum pesantren.

Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter

termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik yang

dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan

masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan

pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler.

Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan

pengembangan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-

hari santri. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan

kepada santri untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai

dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan

peserta didik, dengan memperhatikan kondisi pesantren.

Pengembangan diri secara khusus bertujuan menunjang

pendidikan santri dalam mengembangkan: bakat, minat, kreativitas,

kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan

keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan

perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian.

Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak

terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan

diikuti oleh santri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya.

Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh semua

71
santri pondok pesantren Wahid Hasyim. Dalam program

pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan

kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian ke dalam

kegiatan sehari-hari pesantren misalnya kegiatan ‘business day’

(bazar, karya santri, dll).

c. Perpaduan Pendidikan Kewirausahaan melalui Kultur Pesantren

Budaya/kultur pesantren adalah suasana kehidupan pesantren

di mana pengasuh berinteraksi dengan tokoh masyarakat, Ustadz

dengan Ustadzah, pengurus dengan sesamanya, santri dengan

sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat pesantren.

Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam

budaya pesantren mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan

pengasuh pesantren, ustadz, ustadzah, pengurus pesantren ketika

berkomunikasi dengan santri dan mengunakan fasilitas pesantren,

seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya

berwirausaha di lingkungan pesantren (seluruh warga pesanten

melakukan aktivitas berwirausaha.

4. Faktor Pendukung dan Penghambat Peran LPK2 dalam

Pengembangan Minat Wirausaha di Pondok Pesantren Wahid

Hasyim

LPK2 melalui visi, misi, dan program-programnya memiliki

peluang yang besar dalam menarik minat para santri Pondok Pesantren

Wahid Hasyim dalam mengembangkan kewirausahaan. Akan tetapi,

72
semua itu tergantung pada adanya beberapa faktor yang mendukung dan

menghambat peran LPK2 tersebut. Dengan membandingkan antara

seberapa banyak faktor pendukung dan faktor penghambat, maka akan

lebih mudah dilihat seperti apa peran LPK2 dalam menarik minat santri.

Ketua lembaga mengatakan:

"Baik faktor pendukung maupun penghambat program, dapat


dikategorikan menjadi 2, yaitu internal dan eksternal. Faktor
internal terdapat pada individu santri masing-masing selaku objek
program, dan pengurus lembaga selaku subjek program. Adapun
faktor eksternal berasal dari kebijakkan yayasan pesantren,
lingkungan pesantren, serta lingkungan masyarakat." (Najib, 8
April 2018)

a. Faktor Pendukung

Dalam proses pelaksanaan guna mendorong terwujudnya

tujuan-tujuan kegiatan LPK2 sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

pendukung, diantaranya adalah:

1) Minat wirausaha santri yang cukup besar

Minat dari peserta pelatihan sangatlah menentukan hasil dari

pelatihan, karena semangat berproses sangatlah penting dan

berpengaruh. Minat para santri untuk berwirausaha sangat

besar dilihat dari jumlah pendaftar pelatihan LPK2 yang selalu

meningkat setiap tahunnya, bahkan adanya seleksi untuk

mengikuti pelatihannya.

73
Secara rinci, menurut Ketua Lembaga, faktor yang paling

menentukan adalah faktor internal, yang berasal dari dalam diri

santri dan pengurus lembaga. Beberapa santri yang aktif

mengikuti program LPK2 adalah santri yang menyadari

kemanfaatan dari program tersebut, yang didorong oleh

motivasi tinggi untuk menjadi santri dengan jiwa yang mandiri,

termasuk dalam berwirausaha. Ketercapaian program yang

diikuti oleh santri tersebut berbanding lurus dengan apa yang

difailsilitasi oleh para pengurus LPK2.

Pada beberapa kesempatan, motivasi dan semangat dalam

berwirausaha menjadi menurun, ketika santri memiliki prioritas

lain di sela-sela berjalannya program LPK2. Dalam hal ini,

misalnya, orientasi santri yang lebih memilih mengedepankan

urusan dan tugas perkuliahan akan menghambat program

wirausaha yang dijalaninya. Pada pengurus, yang menjadi

penghambat itu tidak jauh beda dengan para santri pada

umumnya. Pengurus juga ada yang memiliki prioritas lain.

Seperti yang diungkapkan beberapa pengurus dan peserta

pelatihan yang menyatakan bahwa :

“Sebenarnya saya mengikuti semua program pelatiahn di


LPK2, akan tetapi terkadang tugas kuliah juga tidak bisa
ditinggalkan, jadi ya harus pandai-pandai mengatur waktu,
sehingga ikut pelatihannya terkadang tidak penuh” (Anik,
13 Mei 2018)

74
Hal yang sama juga dikatakan oleh salah seorang pengurus

yang menyatakan bahwa :

“Terkadang saya mempunyai tanggung jawab yang besar


terhadap tugas saya di lembaga ini sama di kampus, namun
tidak bisa dipungkiri lagi bahwa ketika tugasnya
berbenturan ya mau tidak mau harus mengalah salah satu”
(Nazil, 5 Mei 2018)
Akan tetapi, semua masalah diatas sebenarnya bisa diatasi,

ketika komunikasi antar pengurus berjalan lancar, maka

keberlangsungan program LPK2 akan tetap terjaga dengan baik

juga.

2) Tersedianya tempat pelatihan yang memadahi

Tempat pelatihan yang biasanya digunakan adalah aula,

serambi masjid, lapangan dan joglo. Pemilihan tempat

didasarkan pada kegiatan yang akan dilaksanakan. Misalnya,

kegiatan mdemo memasak biasanya dilakukan di lapangan atau

di halaman Pondok Pesantren. Untuk kegiatan yang bersifat

resmi seperti seminar atau pelatihan-pelatihan dilaksanakan di

aula. Serambi masjid digunakan untuk pelatihan kerajinan

tangan agar bisa lebih leluasa.

3) Adanya lembaga lain yang saling mendukung

Yayasan Pondok Pesantren Wahid Hasyim memiliki 20

lembaga baik formal maupun non formal, lembaga-lembaga ini

terdiri dari:

75
a) Madrasah Ibtidaiyah

b) TK Tahfidzul Qur’an

c) Madrasah Tsanawiyah

d) Madrasah Aliyah

e) SMA Sains Al-qur’an

f) Madrasah Hufadz wa Tafsir

g) Madrasah Diniyah

h) Ma’had Aly

i) Organisasi Santri Wahid Hasyim (OSWAH)

j) Pusat Study Pengembangan bahasa (PSPB)

k) Panti Asuhan Wahid Hasyim (PAWH)

l) Lembaga Saran dan Prasarana (LSP)

m) Lembaga Pengembangan Keterampilan dan

Kewirausahaan (LPK2)

n) Pusat Informasi Alumni ((PIA)

o) Lembaga pengabdian Masyarakat (LPM)

p) Lembaga Wakaf

q) Lembaga Seni Pesantren (Elsip)

r) Lembaga Beasiswa Wahid Hasyim (LBWH)

s) Kantin

t) Laundry

Semua lembaga-lembaga tersebut saling berkaitan dan

bersinergi dalam berbagai kegiatan. Misalnya LPK2 beberapa

76
kali diminta untuk mengisi sosialisasi kewirausahaan di SMA

Sains Al-Qur’an dan di Madrasah aliyah. Di lain kesempatan

LPK2 juga bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan

Bahasa untuk diberi pelatihan bahasa asing sebagai modal

berwirausaha di kancah internasional.

b. Faktor Penghambat

Hal-hal yang menjadi penghambat di antaranya adalah:

1) Kurangnya rasa percaya diri yang dimiliki oleh santri

Beberapa hal yang dapat menjadi faktor pendukung dari luar

lembaga adalah adanya kebijakan dan kepercayaan dari

Pengurus Yayasan Pondok Pesantren Wahid Hasyim terhadap

para pengurus LPK2 dalam mengemban tugas kelembagaan.

Program-program LPK2 yang telah disetujui oleh Yayasan, akan

menjadi motivasi lebih bagi pengurus LPK2 yang akan

melaksanakan. Namun di sisi lain, apabila Pengurus Yayasan

mengadakan evaluasi atau ikut mengubah kebijakan di tengah

jalan saat program berlangsung, maka otomatis program akan

tertunda bahkan gagal terlaksanakan. Hal ini secara umum akan

berdampak negatif pada psikoligis pengurus yang telah ikut

merencanakan program, sehingga yang demikian bisa dikatakan

akan menjadi faktor penghambat . Akan tetapi, jika pengurus

memiliki jiwa abdi dan rasa hormat yang tinggi kepada

77
Pengurus Yayasan, maka perubahan kebijakkan di tengah jalan

itu bukanlah sebuah hal yang patut disalahkan.

Jiwa santri yang demikian seperti yang dikatakan oleh ketua

lembaga,

"Jiwa santri adalah jiwa pengabdi. Saat santri mendapat


kepercayaan dan amanah dari Kiyai atau guru (yang
disepuhkan), maka santri yang baik, akan berusaha
menjalankannnya dengan ikhlas disertai jiwa abdi tinggi."
(Najib, 8 April 2018)
Sementara itu, beberapa hal yang terjadi di masyarakat seperti

misalnya banyaknya info rekrutmen-rekrutmen perusahaan,

sering menjadi faktor penghambat bagi santri untuk berlatih dan

berusaha dalam berwirausaha. Bagi mereka, mindset akan

terbentuk bahwasanya lebih mudah ikut bekerja pada

perusahaan-perusahaan yang sudah bonafit untuk lebih banyak

memperbanyak penghasilan. Akan tetapi, terkadang hal ini

justru menjadi boomerang bagi mereka yang berpikir tidak

nyaman bekerja di tempat orang, dan merasa lebih enak

membuka usaha sendiri dengan jalan wirausaha. Rasa percaya

diri memang tidak tumbuh secara mendadak, karena semua itu

harus diasah terlegih dahulu. Apabila ada perubahan kebijakan

oleh yayasan di tengah jalan saat program berlangsung, maka

harus tetap semangat dan tidak boleh kendor, sehingga tercipta

inovasi yang baru.

2) Kurangnya sarana dan prasarana

78
Ada beberapa pelatihan yang membutuhkan sarana dan

prasarana yang banyak. Misalnya, pelatihan memasak, pelatihan

nyetir, pelatihan komputer, dll.

Untuk pelatihan memasak peralatan pokok sudah ada, hanya

saja peralatan-peralatan tambahan seperti mixer, blander, belum

tersedia, jadi misal membutuhkan peralatan tersebut biasanya

meminjam di tempat warga sekitar pondok.

Untuk pelarihan nyetir mobil sudah tersedia tapi hanya satu jadi

harus bergantian dan dijadwal terlebih duli

Untuk pelatihan komputer peralatannya sudah cukup memadahi.

3) Kurangnya pelatih

Minimnya pelatih baik dari dalam maupun keterbatasan untuk

mengundang dari luar menjadi penghambat pelaksanaan

kegiatan-kegiatan di LPK2. Karena kurangnya pelatih ini

pengurus LPK2 membatasi peserta pelatihan pada setiap

periodenya meskipun peminatnya sangat banyak.

Seleksi peserta didasarkan pada besarnya minat dan bakat dari

peserta seleksi dan juga kesungguhan dalam menjalani latihan

nantinya.

79
C. Pembahasan

1. Program-program yang dilaksanakan di dalam Lembaga

Pengembangan Keterampilan dan Kewirausahaan (LPK2)

Dalam mempersiapkan generasi Islam yang tangguh dan mampu

menghadapi tantangan dunia yang semakin komplek, tidak hanya dituntut

untuk mempelajari teorinya saja akan tetapi juga bisa menerapkan dan

mempraktekannya. Lebih dari itu sebuah lembaga pendidikan harus lebih

menekankan pada pendidikan moral santri. Pesantren sebagai lembaga

alternatif diharapkan mampu menyiapkan kualitas generasi yang

berkepribadian sesuai dengan syariat Islam.

Djamaluddin mengemukakan dalam Umiarso dan Nur Zazin (2011:

17) bahwa secara umum tujuan pesantren adalah membentuk manusia

yang bertaqwa, yang mampu, baik rohaniah maupun jasmaniah,

mengamalkan ajaran Islam bagi kepentingan kebahagiaan hidup diri

sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa serta negara.

Oleh karena itu, sejalan dengan hasil diatas bahwa pondok

pesantren Wahid Hasyim santri dibekali dengan berbagai keterampilan dan

kesibukan guna masa depan santri dan menghapus image masayarakat

bahwa santri hanya bisa teori-teori/dalil-dalil saja dalam agama namun

tidak bisa mengaplikasikannya.

Minat wirausaha sangat dibutuhkan untuk mencetak pengusaha-

pengusaha berkompeten di bidangnya. Awal mula sebuah usaha pastinya

80
dimulai dari ketertarikan dan minat pada usaha tersebut. Lembaga LPK2

memiliki banyak sekali kegiatan yang dilaksanakan secara rutin.

Diantaranya bertujuan untuk meningkatkan minat wirausaha para santri di

pondok pesantren Wahid Hasyim. Pada dasarnya kegiatan-kegiatan yang

ada di LPK2 memiliki dua konsep. Konsep yang pertama adalah

menumbuhkan minat wirausaha, kemudian mengembangkan minat

wirausahanya.

Minat wirausaha dapat dilihat dari berbagai macam hal. Menurut

Syaiful B. Djamarah (2011: 191), minat dapat dilihat dari hal-hal berikut,

meliputi: 1) Rasa suka dan ketertarikan terhadap hal yang dipelajari, 2)

Keinginan untuk melakukan, 3) Perhatian yang lebih besar pada hal yang

dipelajari dan 4) Partisipasi dan keaktifan dalam kegiatan.

Dari dasar minat wirausaha tersebut maka terlihat betapa

pentingnya wirausaha yang harus dilakukan, dalam rangka mencapai suatu

tujuan yaitu membentuk manusia pembangunan yang memiliki jiwa

kewirausahaan yang tinggi, serta kepribadian yang luhur yang kelak

mampu menjadi generasi penerus bangsa selaku aset-aset pembangunan

yang berkualitas. Oleh karena itu santri-santri di pondok pesantren Wahid

Hasyim dibekali dengan rasa suka dan ketertarikan terhadap hal yang

dipelajari, keinginan untuk melakukan, perhatian yang lebih besar pada hal

yang dipelajari dan partisipasi dan keaktifan dalam kegiatan. Sehingga

santri pondok pesantren Wahid Hasyim memiliki mental kewirausahaan

yang baik.

81
Lembaga pengembangan keterampilan dan kewirausahaan (LPK2)

di Pondok Pesantren Wahid Hasyim adalah salah satu lembaga non formal

di Pondok Pesantren Wahid Hasyim yang bergerak dibidang pembekalan

life skill santri. Lembaga pengembangan keterampilan dan kewirausahaan

(LPK2) yang berada di bawah Yayasan Pondok Pesantren Wahid Hasyim

mengajarkan santri untuk mengembangkan minat dan bakat secara optimal

yang berfungsi sebagai sebuah wadah yang mandiri yang mampu

mengakomodasikan pandangan, aspirasi, dan mampu menggali potensi

santri. Adapun program yang dijalankan LPK2 untuk mengembangkan

minat wirausaha santri yaitu

a. Kelas wirausaha

Kelas wirausaha merupakan kegiatan utama dari LPK2. Kelas

wirausaha diadakan setiap tahunnya dengan dibagi berbagai kelompok

peminatan. Kelas wirausaha diisi dengan pelatihan-pelatihan

kewirausahaan oleh tentor-tentor yang sudah disediakan sesuai dengan

kebutuhan santri di era modern seperti saat ini. Menurut Kasmir (2006),

kewirausahaan adalah suatu kemampuan menciptakan kegiatan usaha.

Kemampuan menciptakan dan memerlukan adanya kreativitas dan inovasi

dari yang sudah ada sebelumnya.

Jadi kelas kewirausahaan adalah sebuah kelas yang mengajarkan

peserta pelatihan untuk menciptakan kegiatan usaha dengan kreativitas dan

82
inovasi dengan mengedepankan asas-asa kesantrian untuk diterapkan

dalam dunia wirausaha.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas wirausaha itu

dilaksanakan seminggu sekali dengan tenaga profesional di bidangnya.

Adapun materi yang diajarkan adalah motivasi kewirausahaan, marketing,

dll. Menurut Pendapat Bygrave (Buchari Alma, 2013: 10) model proses

dan pengembangan kewirausahaan diurutkan dalam langkah-langkah 1)

inovasi(innovation), 2) pemicu(triggering event), 3) pelaksanaa

(implementation), 4) pertumbuhan (growth).

Jadi dapat ditarik kesimpulan LPK2 itu masih belum mencapai

tahap pelaksanaa dan pertumbuhan, baru sampai tahap inovasi dan pemicu,

dibuktikan dengan pelatihan yang dilaksanakan belum bisa sepenuhnya

dilaksanakan langsung oleh para peserta karena memang belum

diperbolehkan untuk melaksanakan dan menumbuhkan wirausahanya di

dalam pondok pesantren wahid hasyim, peserta masih harus menunggu

mereka untuk terlebih dahulu meninggalkan pondok atau dengan kata lain

boyong.

b. Pelatihan Menyetir mobil

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pelatihan menyetir mobil

dilakukan seminggu 4 kali yaitu setiap hari senin sampai kamis pukul

16.00-17.30 wib. Pelatihan nyetir dilakukan di stadion maguwoharjo untuk

83
pemula, jika sudah menguasai dengan baik peserta akan diterjunkan ke

jalan raya untuk melancarkan dan membiasakannya di jalan raya.

Pendidikan (Jumali dkk, 2008: 20-21) adalah proses pembudayaan,

proses kultural atau proses kultivasi untuk mengembangkan semua bakat

dan potensi manusia guna mengangkat diri sendiri dan dunia sekitarnya

pada taraf human (menurut sebagian besar tokoh humanis).

Pelatihan menyetir mobil dilakukan dengan melihat kebutuhan dan

tuntutan di zaman era modern ini. Kemampuan menyetir mobil sangat

dibutuhkan untuk kehidupan di masa kini dan masa depan. Pelatihan

menyetir mobil ditentori oleh para tentor yang sudah ahli dalam

bidangnya. Tentor menyetir diambil dari para santri yang sudah ahli dalam

menyetir dan punya jam terbang yang tinggi. Untuk dapat menyetir dengan

baik, peserta didasari dengan pengendalian medan dan juga teknik

menyetir yang mengandalkan rasa emosional yang harus dikontrol supaya

mampu mengendalikan diri ketika dijalan dan bisa selamat baik diri sendiri

maupun orang lain.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI nomor 71 tahun 1991 pasal 1

disebutkan bahwa latihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk

memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan produktivitas, disiplin,

sikap kerja dan etos kerja pada tingkat keterampilan tertentu berdasarkan

persyaratan jabatan tertentu yang pelaksanaannya lebih mengutamakan

praktek dari pada teori.

84
Jadi dari hasil diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya life

skill seperti mengemudi mobil itu harus melalui proses kultural atau proses

kultivasi untuk mengembangkan semua bakat dan potensi santri guna

mengangkat diri sendiri dan dunia sekitarnya pada taraf human, sehingga

dengan pelatihan menyetir di LPK2 santri bisa mengetahui bagaimana

santri bisa mengemudi dengan baik. LPK2 mengembangkan sistem

pelatihan lebih mengutamakan praktek dari pada teori, sehingga selain bisa

menyetir mobil santri juga dilatih untuk mengendalikan emosi,

kedisiplinan serta kesadaran dalam berkendara.

c. Pelatihan Memasak

Pelatihan memasak dilaksanakan sebulan sekali di minggu terakhir

pada setiap bulannya. Pelatihan memasak ditentori oleh tentor dari

keluarga ndalem yang memang kebanyakan memiliki bisnis kuliner,

semisal, Bu Amin pemilik resto Selaras, Bu Lani pemilik ngeban resto dan

Bu atik. Beliau-beliau memiliki kemampuan lebih di bidang kuliner dan

cita rasa. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan

keahlian santri dalam bidang memasak.

Pelatihan memasak memberikan santri wadah untuk santri putri

untuk mengembangkan minat dan latihan untuk menghadapi hidup yang

akan datang khususnya jika sudah berumah tangga. Dengan pembiasaan

seperti ini diharapkan santri banyak mendapatkan ilmu baru dan mengasah

minat yang tadinya belum terbentuk.

85
Buchari Alma (2013:16) menyatakan bahwa keahlian dan

keterampilan wirausaha banyak didapatkan dari pendidikan

kewirausahaan.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pelatihan memasak yang ada

di lembaga pengembangan keterampilan dan kewirausahaann sudah sesuai

dan sangat bagus diterapkan untuk kalangan santri apalagi santri putri yang

notebanenya adalah mahasiswa-mahasiswa yang harus siap menghadapi

masa depan yang akan segera dihadapi ketika sudah lulus kelak.

Keterampilan itu harus di didik dan dibiasakan supaya terbiasa dan

menjadi luar biasa, sehingga tujuannya sudah menuju ke ranah wirausaha

misalnya membuka warung makan sendiri, membuka usaha catering atau

lain sebagainya.

d. Koperasi

Koperasi disediakan LPK2 sebagai wadah kreasi para peserta

pelatihan untuk memasarkan hasil karyanya dan juga memang di sediakan

pelatihan pemasaran atau marketing untuk mengetahui target dan pasar

yang sesuai dengan zamannya. Koperasi di LPK2 dijalankan dengan

pelatihan langsung santri untuk santri dan untuk pondok pesantren.

Koperasi ini mengajarkan santri untuk membuka usaha sendiri seperti

menjalin hubungan dengan sales, marketing, memanajemen pemasukan

dan pengeluaran serta lain sebagainya.

86
Menurut pasal 1 ayat 1 undang-undang No.17 tahun 2012 tentang

perkoperasian menyatakan bahwa:

“Koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang


perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan
kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan
usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang
ekonomi, sosial dan budaya sesuai nilai dan prinsip koperasi”

Jadi dapat kita ambil kesimpulan bahwasannya koperasi yang ada

di dalam LPK2 Wahid Hasyim belum berbadan hukum dikarenakan

program semata dari lembaga yang gunanya untuk mengembangkan minat

wirausaha santri sebagai bentuk latihan santri menyongsong minat

wirausahanya di masa depan. Koperasi sepenuhnya milik yayasan dan

modal juga sepenuhnya dari yayasan, bukan dari iuran santri ataupun

tabungan para alumni, akan tetapi hak milik sepenuhnya punya yayasan

dan santri hanya sebagai penggerak dengan didampingi oleh yayasan

langsung.

e. Pelatihan Komputer

Pelatihan komputer dilaksanakan untuk menunjang kemampuan

santri menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman di era

modern ini. Pelatihan komputer dilaksanakan setiap 2 minggu sekali

dengan tutor langsung dari para ahli informatika yang sebagian besar

merupakan mahasiswa yang kuliah di dalam perkomputeran. Pelatihan ini

dikhususkan untuk belajar desain grafis, spss, corel dan lain sebagainya

untuk bekal usaha di kemudian hari nanti jika dibutuhkan sudah mahir.

87
Menutut Esmara (2005) menyatakan bahwa keahlian dalam

penggunaan komputer saat ini menjadi sebuah syarat mutlak bagi hampir

setiap pelaksana dan pelaku pendidikan, perkantoran, dan industri.

Jadi pelatihan komputer saat ini itu sangat dibutuhkan di dalam

kebutuhan kehidupan sehari-hari, meliputi bidang pendidikan,

perkantoran, industri maupun wirausaha. Apalagi di era globalisasi saat ini

yang semua diwajibkan harus melek teknologi, baik kaula muda, tua

maupun anak-anak, karena apabila tidak mampu mengikuti perkembangan

zaman maka akan ketinggalan dengan yang lainnya.

2. Upaya Lembaga Pengembangan Keterampilan dan kewirausahaan

(LPK2) di Pondok Pesantren Wahid Hasyim dalam mengembangkan

minat wirausaha santri

Mengingat pentingnya minat kewirausahaan bagi terciptanya

kondisi lingkungan yang harmonis, diperlukan upaya serius untuk

menanamkan nilai-nilai tersebut secara intensif. Pendidikan kewirausahaan

berfungsi sebagai panduan bagi santri agar mampu memilih dan

menentukan suatu perbuatan dan selanjutnya menetapkan mana yang baik

untuk kehidupannya di masa depan. Untuk itu LPK2 berupaya untuk

meningkatkan minat wirausaha santri PP Wahid Hasyim yaitu dengan

memberdayakan santri sesuai dengan bakat ataupun ketrampilan yang

dimiliki oleh para santrinya.

88
Adapun beberapa upaya yang dilakukan LPK2 untuk

mengembangkan minat wirausaha santri, diantaranya:

a. Perubahan Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan dari Teori ke Praktik

Perubahan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dari teori ke

praktik diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi

penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan

bobot yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill

dibandingkan dengan pemahaman konsep. Salah satu contoh bentuk

pendidikan kewirausahaan yang mampu menumbuhkan minat wirausaha

dapat dilakukan dengan cara pembekalaan santri melalui praktek langsung

seperti terjun langsungdi koperasi, kantin, sopir, teknisi lab komputer dan

lain sebagainya.

Beetham dalam Indrajit (2011: 17-18) mengemukakan bahwa

sangat mustahil jika pendekatan proses belajar mengajar dilakukan secara

homogen alias seragam. Teori tersebut sesuai dengan pendidikan

kewirausahaan yang dilakukan oleh LPK2 unuk merubah pelaksanaan

pendidikan kewirausahaan dari teori ke pratik.

Jadi, perubahan pelaksanaan program didalam LPK2 Wahid

Hasyim dari teori ke praktek sudah sesuai, seperti halnya pelatihan pada

umumnya yang mengajarkan bahwasannya bentuk pelatihan itu tidak

hanya teori saja, akan tetapi juga harus dilengkapi dengan praktik. Dengan

89
adanya praktik maka santri langsung bisa dapat menuangkan ilmu yang

diajarkan sesuai dengan teori yang sudah diterima.

b. Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri

Pesantren, kerap diartikan sebagai asrama tempat santri atau tempat

murid-murid belajar mengaji dan sebagainya (KBBI, 2005: 866). Beberapa

permasalahan yang di alami pondok pesantren adalah santri setelah lulus

dari pondok pesantren hanya mahir dalam hal kitab kuning saja atau teori

kitab saja akan tetapi tidak pandai atau mempunyai inisiatif atau

ketrampilan lain. Sehingga pemikiran masyarakat menganggap mengaji di

pondok mau jadi apa. Seolah di pondok pesantren hanya akan menjadi

orang yang terbelakang. Akan tetapi sebaliknya. Di pondok pesantren

Wahid Hasyim para santri selain belajar kitab kuning mereka juga dibekali

beberapa ketrampilan lain yang mampu membuat para santri putra maupun

putri selain pandai dalam hal pembelajran kitab juga santri dibekali

beberapa ketrampilan lain seperti berwirausaha, menyetir mobil, memasak,

berkoperasi, keahlian komputer, teknisi dan masih banyak keterampilan

yang lainnya. Sehingga santri alumni PP Wahid Hasyim akan percaya diri

ketika sudah lulus nanti.

Pengembangan diri yang dilakukan oleh LPK2 bertujuan

memberikan kesempatan kepada santri untuk mengembangkan dan

mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat,

kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi

pesantren. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan

90
pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui

pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari pesantren misalnya kegiatan

‘business day’ (bazar, karya santri, dll).

Menurut Marnawi, pengembangan diri adalah suatu proses

meningkatkan kemampuan atau potensi, dan kepribadian, serta sosial-

emosional seseorang agar terus tumbuh dan berkembang. (Marmawi,

Persamaan Gender dalam Pengembangan Diri. Jurnal Visi Pendidikan, h.

176)

Jadi, proses pendidikan kewirausahaan yang dilakukan oleh LPK2

bertujuan untuk mengembangkan potensi diri dan meningkatkan

kemampuan pribadi serta sosial emosional agar dapat mengekspresikan

diri mereka dan berinovasi dalam berwirausaha dengan tidak

mengandalkan orang lain.

c. Penerapan Pendidikan Kewirausahaan melalui Budaya Pesantren

Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam

budaya pesantren mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan pengasuh

pesantren, ustadz, ustadzah, pengurus pesantren ketika berkomunikasi

dengan santri dan mengunakan fasilitas pesantren. Kegiatan-kegiatan di

pesantren yang menenkankan beberapa aspek seperti kejujuran, tanggung

jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di lingkungan

pesantren (seluruh warga pesanten yang melakukan aktivitas

berwirausaha).

91
Menurut Maunah (2009: 27) Pendidikan keterampilan yang

diberikan kepada para santri sebenarnya dapat membekali mental mereka

untuk belajar hidup mandiri dan berwiraswasta.

Penerapan pendidikan kewirausahaan melalui budaya pesantren

memang harus diterapkan di dalam santri terlebih di Pondok Pesantren

Wahid Hasyim, ini sejalan dengan pendapat diatas. Jadi pengembangan

keterampilan yang diberikan kepada para santri pondok pesantren Wahid

Hasyim sebenarnya dapat membekali mental mereka untuk belajar hidup

mandiri dan berwiraswasta dengan menerapkan budaya pesantren sebagai

potokan berwirausaha dengan mengedepankan unsur kejujuran, tawakal

dan keuletan dengan kesabaran yang matang.

3. Faktor pendukung dan penghambat Lembaga Pengembangan

Keterampilan dan Kewirausahaan (LPK2) dalam pengembangan

minat wirausaha santri di Pondok Pesantren Wahid Hasyim

a. Faktor pendukung

1) Minat wirausaha santri yang cukup besar

Minat dari peserta pelatihan sangatlah menentukan hasil dari

pelatihan, karena semangat berproses sangatlah penting dan

berpengaruh. Minat para santri untuk berwirausaha sangat besar

dilihat dari jumlah pendaftar pelatihan LPK2 yang selalu meningkat

setiap tahunnya, bahkan adanya seleksi untuk mengikuti pelatihannya.

. Menurut Crow & Crow dalam Djaali (2008: 121)

mendefisikan minat sebagai penerimaan akan suatu hubungan antara

92
diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin besar atau semakin

dekat hubungan tersebut, semakin besar minatnya. Minat hubungan

dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau

berurusan dengan orang, benda, kegiatan pengalaman yang dirangsang

oleh kegiatan itu sendiri.

Jadi dapat ditarik kesimpoulan bahwa program pengembangan

santri di Pondok Pesantren Wahid Hasyim melalui Lembaga

Pengembangan Ketereampilan dan Kewirausahaan (LPK2) berjalan

dengan baik dan sesuai dengan perkembangan minat berwirausaha

santri, dengan ini LPK2 mampu mendorong santri untuk menghadapi

atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan pengalaman yang

dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.

2) Tersedianya tempat pelatihan yang memadahi

Tempat pelatihan yang biasanya digunakan adalah aula, lab

komputer, lapangan dan joglo. Pemilihan tempat didasarkan pada

kegiatan yang akan dilaksanakan. Misalnya, kegiatan demo memasak

biasanya dilakukan di lapangan atau di halaman Pondok Pesantren.

Untuk kegiatan yang bersifat resmi seperti seminar atau pelatihan-

pelatihan dilaksanakan di aula. Lab komputer digunakan untuk

pelatihan komputer dan koperasi digunakan sebagai implikasi latihan

koperasi. Tempat-tempat tersebut semua dapat digunakan oleh

lembaga dengan izin yayasan sebagai pengatur roda pergerakan dari

lembaga-lembaga dibawahnya.

93
3) Adanya lembaga lain yang saling mendukung

Yayasan Pondok Pesantren Wahid Hasyim memiliki 20

lembaga baik formal, informal maupun non formal antara lain TK

Tahfizul Qur’an, MTs, Madrasah Aliyah, SMA, Madin, Ma’had Aliy,

OSWAH, LSP, LPK2 dan lain sebagainya yang gunanya untuk saling

mnendukung dan menyokong dari lembaga satu ke lembaga yang lain.

Dengan berbagai macam lembaga didalamnya, santri diajak melatih

diri akan kepekaan santri terhadap lingkungan dan juga melatih santri

untuk saling koordinasi dengan lembaga maupun orang lain.

b. Faktor penghambat

1) Kurangnya rasa percaya diri yang dimiliki oleh santri

Rasa percaya diri memang tidak tumbuh secara mendadak,

karena semua itu harus diasah terlebih dahulu. Percaya diri menurut

Hakim (2005) yaitu suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek

kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya

merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam

hidupnya.

Terkadang apabila ada perubahan kebijakan oleh yayasan di

tengah jalan saat program berlangsung, maka tidak boleh langsung

turun semangat, justru harus sebaliknya, tetap kompak dan yakin akan

mengatasi semua masalah yang ada serta harus tetap semangat dan

tidak boleh kendor, sehingga tercipta inovasi yang baru.

94
Jadi dapat ditarik kesimpulan apabila keyakinan santri

terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan

tersebut sedang menurun karena ada hambatan di tengah perjalana,

santri harus tetap semangat dan yakin akan bisa mengatasinya

sehingga membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai

tujuan di dalam hidupnya.

2) Kurangnya sarana dan prasarana

Ada beberapa pelatihan yang membutuhkan sarana dan

prasarana yang banyak. Misalnya, pelatihan memasak, pelatihan

nyetir, pelatihan komputer dll. Untuk pelatihan memasak peralatan

pokok sudah ada, hanya saja peralatan-peralatan tambahan seperti

mixer, blander, belum tersedia, jadi misal membutuhkan peralatan

tersebut biasanya meminjam di tempat warga sekitar pondok. Untuk

pelarihan nyetir mobil sudah tersedia tapi hanya satu jadi harus

bergantian dan dijadwal terlebih dahulu. Untuk pelatihan komputer

peralatannya sudah cukup memadahi.

3) Kurangnya pelatih

Minimnya pelatih baik dari dalam maupun keterbatasan

untuk mengundang dari luar menjadi penghambat pelaksanaan

kegiatan-kegiatan di LPK2. Karena kurangnya pelatih ini pengurus

LPK2 membatasi peserta pelatihan pada setiap periodenya meskipun

peminatnya sangat banyak.

95
Seleksi peserta didasarkan pada besarnya minat dan bakat

dari peserta seleksi dan juga kesungguhan dalam menjalani latihan

nantinya

96
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Peran Lembaga Pengembangan

Ketrampilan dan Kewirausahaan (LPK2) dalam Pengembangan Minat

Berwirausaha Santri di Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta maka

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Lembaga pengembangan keterampilan dan kewirausahaan (LPK2) di

Pondok Pesantren Wahid Hasyim adalah salah satu lembaga non formal

di Pondok Pesantren Wahid Hasyim yang bergerak dibidang pembekalan

life skill santri. Lembaga pengembangan keterampilan dan

kewirausahaan (LPK2) yang berada di bawah Yayasan Pondok

Pesantren Wahid Hasyim mengajarkan santri untuk mengembangkan

minat dan bakat secara optimal yang berfungsi sebagai sebuah wadah

yang mandiri yang mampu mengakomodasikan pandangan, aspirasi, dan

mampu menggali potensi santri. Adapun program yang dijalankan LPK2

untuk mengembangkan minat wirausaha santri yaitu kelas wirausaha,

pelatihan menyetir mobil, pelatihan memasak, pelatihan berkoperasi dan

pelatihan komputer.

2. Minat wirausaha sangat dibutuhkan untuk mencetak pengusaha-

pengusaha berkompeten di bidangnya. Awal mula sebuah usaha pastinya

dimulai dari ketertarikan dan minat pada usaha tersebut. Lembaga LPK2

97
memiliki banyak sekali kegiatan yang dilaksanakan secara rutin.

Diantaranya bertujuan untuk meningkatkan minat wirausaha para santri

di pondok pesantren Wahid Hasyim. Pada dasarnya kegiatan-kegiatan

yang ada di LPK2 memiliki dua konsep.

Peningkatan minat wirausaha santri setelah mengikuti pelatihan di LPK2

pasti ada, walaupun belum begitu signifikan tetapi sejauh ini sudah ada

hasil yang diharapkan. Memang belum secara langsung terlihat semua,

ada beberapa yang bisa menyesuaikan akan tetapi ada juga yang masih

harus menunggu waktu guna menjawab apa yang sudah dipelajari di

LPK2. Banyak pendapat yang menyebutkan bahwasannya mereka

semakin yakin untuk menjadi pewirausaha muda, karena sekarang

sedikit demi sedikit mampu membaca pasar dan tahu usaha apa yang

akan ditekuni. Ini terbukti dengan beberapa santri yang sudah lulus

sekarang bekerja di rental dan bahkan ada beberapa yang membuka

rental sendiri, kemudian usaha ketring dan warung makan, toko,

pengusaha ikan koi, dan masih banyak yang lainnya.

Upaya untuk mewujudkan tujuan diatas dilakukan melalui berbagai cara,

diantaranya yaitu :

a. Perubahan Pelaksanaan Pendidikan Kewirausahaan dari Teori ke

Praktik

Perubahan pelaksanaan program didalam LPK2 Wahid Hasyim dari

teori ke praktek sudah sesuai, seperti halnya pelatihan pada umumnya

yang mengajarkan bahwasannya bentuk pelatihan itu tidak hanya

98
teori saja, akan tetapi juga harus dilengkapi dengan praktik. Dengan

adanya praktik maka santri langsung bisa dapat menuangkan ilmu

yang diajarkan sesuai dengan teori yang sudah diterima.

b. Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri

Proses pendidikan kewirausahaan yang dilakukan oleh LPK2

bertujuan untuk mengembangkan potensi diri dan meningkatkan

kemampuan pribadi serta sosial emosional agar dapat

mengekspresikan diri mereka dan berinovasi dalam berwirausaha

dengan tidak mengandalkan orang lain.

c. Penerapan Pendidikan Kewirausahaan melalui Budaya Pesantren

Pengembangan keterampilan yang diberikan kepada para santri

pondok pesantren Wahid Hasyim dapat membekali mental mereka

untuk belajar hidup mandiri dan berwiraswasta dengan menerapkan

budaya pesantren sebagai potokan berwirausaha dengan

mengedepankan unsur kejujuran, tawakal dan keuletan dengan

kesabaran yang matang.

3. Faktor pendukung dan penghambat Lembaga Pengembangan

Keterampilan dan Kewirausahaan (LPK2) dalam pengembangan minat

wirausaha santri di Pondok Pesantren Wahid Hasyim adalah :

a. Faktor pendukung yang dapat menunjang kelancaran program

pelatihan LPK2 ada beberapa faktor, diantaranya yaitu:

1) Minat wirausaha santri yang cukup besar

2) Tersedianya tempat pelatihan yang memadahi

99
3) Adanya lembaga lain yang saling mendukung

b. Faktor penghambat yang dapat menghambat kelancaran program

pelatihan LPK2 ada beberapa faktor, diantaranya yaitu:

1) Kurangnya rasa percaya diri yang dimiliki oleh santri

2) Kurangnya sarana dan prasarana

3) Kurangnya pelatih

B. Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian mengenai Peran Lembaga

Pengembangan Ketrampilan dan Kewirausahaan (LPK2) dalam

Pengembangan Minat Berwirausaha Santri di Pondok Pesantren Wahid

Hasyim Yogyakarta yang telah disampaikan di atas, maka dapat disampaikan

beberapa saran yang dapat berguna bagi LPK2, para peserta pelatihan, dan

pihak Pondok Pesantren Wahid Hasyim agar pelaksanaan program latihan

LPK2 yang akan datang dapat mencapai tujuan secara maksimal.

1. LPK2 maupun Yayasan hendaknya meningkatkan sarana dan prasarana

guna menunjang program pelatihan santri.

2. LPK2 hendaknya selalu memantau pelaksanaan program agar tujuan

program dapat tercapai dengan baik, baik itu dari tentor maupun

pesertanya.

3. Tentor maupun pengurus lebih menekankan kepada peserta supaya

memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam bidang keterampilan dan

kewirausahaan.

100
4. Peserta pelatihan hendaknya mengikuti pelatihan dengan sebaik-baiknya

supaya tujuan dari program dapat tercapai dengan baik dan menjadi bekal

yang berharga juga bagi para peserta kelak di kemudian hari.

101

Anda mungkin juga menyukai